Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah agama, pada umumnya meniscayakan seorang pemimpin agama sebagai pembawa berita baik nan suci atau pesan mulia yang harus disampaikan kepada seluruh umat manusia. Pemimpin agama sebagai sosok penting bagi eksistensi dan keberlangsungan sebuah agama, bahkan sebagai pendidik untuk memberikan sebuah pembelajaran spiritual keagamaan terhadap seluruh umat manusia. Pada prinsipnya, pemimpin agama erat hubungannya dengan sosial- kemasyarakatan. Hubungan sosial ini dalam bentuk perjalanan keagamaannya yang merujuk kepada hal-hal atau kegiatan yang pernah ia lakukan, karena itu akan menjadi pangkal contoh perjalanan keagamaan seseorang yang ia anut 1 . Pesan-pesan, ajaran-ajaran dan berbagai pengalaman hidup yang di alaminya, kemudian diajarkan dan diwariskan kepada pengikutnya yang akan terus mengembangkan ajaran-ajarannya, sehingga para pengikutnya menjadikan hal tersebut sebagai sebuah tradisi dan kebudayaan yang semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Demikian dengan agama primitif 2 , dinamika perjalanan historis keberagamaan para pemimpin pertama tiap-tiap agama kemudian menjadi 1 Munawwir, DKK, Azas-Azas kepemimpinan Dalam Islam Surabaya: Usaha Nasional, Tt, h. IX. 2 Agama primitif adalah sebuah kepercayaan yang cenderung terhadap benda-benda atau barang-barang yang mereka anggap antik, langka dan mempunyai makna tersendiri sampai menemukan atau beralih pada kepercayaan dan keyakinan baru, yang kemudian lebih menjurus kepada Atheisme. Sehingga sampai kepada penyempurnaan Monotheisme. 1 2 sebuah tradisi dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang, leluhur dan pelopor agama itu sendiri. Seperti upacara perkawinan, upacara perayaan tahun baru, upacara pemakaman dan upacara atau ritual perayaan keagamaan lainnya. Agama mempunyai budaya dan tradisi sesuai dengan ajarannya masing-masing. Misalnya dalam agama Islam, ada sebuah tradisi perayaan Hari Raya Idul Fitri yang dilaksanakan sekali dalam setahun. Akan tetapi untuk menempuh perayaan tersebut, umat Islam terlebih dahulu menjalankan ibadah fardhu yang telah ditetapkan rukun dan syaratnya, dan jika seseorang telah melaksanakan ibadah fardhu sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditetapkan dengan penuh keikhlasan maka ia telah terbebas dari tanggungannya serta tidak ada orang lain yang mempunyai alasan untuk menghukumnya 3 . Tidak hanya dalam Islam, setiap agama juga mempunyai upacara- upacara keagamaan dan bagi umatnya masing-masing mempunyai makna tersendiri. Dalam agama Islam, perayaan Hari Raya Idul Fitri sangatlah berarti bagi penganutnya, begitu juga dalam agama Kristen yang merayakan Natal dalam setiap tahunnya. Pada hari Natal, umat Kristen bersukacita menyambut inkarnasi kelahiran Yesus, Putra Allah, sebagai manusia yang mereka pandang sebagai anugerah Tuhan yang paling agung kepada umat manusia. Pada saat itu sudah menjadi tradisi umat Kristen jika gereja-gereja dihias dengan semewah 3 Yusuf Qardhawi, Fiqih Shiyam: Puasa Menurut Al-Quran dan As-Sunnah Jakarta: Islamuna Press, 1996, h. 175. 3 mungkin pada saat perayaan Natal tiba, sering menyertakan palungan bayi, dan umat saling bertukar hadiah serta mengadakan pesta 4 . Dari hal tersebut, sudahlah jelas tersirat makna yang sangat berarti bagi umat Kristen, karena pada dasarnya Hari Natal konon dikatakan hari kelahiran Yesus yang telah diketahui oleh umat Kristen pada tanggal 25 Desember dalam setiap tahunnya. Jadi pada tanggal tersebut selalu ditetapkan sebagai perayaan Hari Natal. Perayaan-perayaan keagamaan seperti dalam Islam yang merayakan Hari Raya Idul Fitri dan Kristen yang merayakan Natal, keduanya mempunyai makna dan arti yang baik bagi penganut yang merayakannya. Secara mendunia gebyar semarak perayaan inilah yang terlihat ramai dalam waktu persiapan dan pelaksanaannya di setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri kedua perayaan inilah yang juga selalu terlihat ramai walaupun ada banyak perayaan hari raya keagamaan di dalamnya, namun yang paling menonjol dari sisi semarak persiapan dan pelaksanaannya adalah Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal. Sampai-sampai masuk ke dalam berita-berita dan iklan-iklan yang diliput oleh stasiun televisi swasta, baik dari persiapan- persiapannya dan pada waktu pelaksanaannya. Banyak orang-orang Islam yang menganggap Hari Natal adalah lebarannya orang-orang Kristen, tapi tidak banyak juga yang menganggap itu adalah kebohongan. Hal ini mungkin dikarenakan mereka hanya melihat dari gerak bentuk perayaannya saja yang sedikit hampir mirip dengan perayaan Idul Fitri namun tidak secara keseluruhan. Kedua perayaan tersebut bisa 4 Michael Keene, Agama-Agama Dunia Yogyakarta: Kanisius, 2006, h.114. 4 disetarakan karena pelaksanaan perayaan Idul Fitri dan Natal bisa mendunia. Karena hampir disetiap negara yang berada di dunia ada yang beragama Islam dan ada juga yang beragama Kristen, khususnya di Indonesia. Maka pada waktu perayaannya bisa di bilang mendunia. Selain itu, dari kedua perayaan tersebut tersirat dasar theologis yang sama yaitu melihat dari sisi sejarahnya yang menginginkan hari yang raya yang dulu disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai dasar keimanan yang kuat sehingga pada hari itu selalu merayakan kesenangan, bermabuk-mabukan, bermain wanita dan lain sebagainya. Maka dari itu, dalam agama Islam ada hal-hal yang dirubah oleh Rasulullah yaitu menjadikan hari raya tersebut menjadi hari raya yang baik dengan penuh berkah dan tidak menyimpang dari ajaran-ajaran keagamaan dan dasar keimanan. begitupun dalam agama Kristen yang mempunyai misi untuk merubah hari untuk meryakan hari kelahiran dewa matahari menjadi hari raya kelahiran sang Juruselamat umat manusia Isa Al-Masih Yesus. Selain dasar theologhisnya yang sama, kedua perayaan ini dibesarkan dengan dimensi sosialnya yang tinggi. Dari berbagai kegiatannya, mengandung makna sosial yang sangat tinggi dan juga dikarenakan manusia hidup di dunia ini tidak terlepas dari dinamika sosial kehidupan. Dengan itu kemungkinan ada sedikit persamaan dan perbedaan persepsi atau pendapat tentang arti dan makna dari kedua perayaan tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya apakah hal tersebut benar-benar ada persamaan dan perbedaan dari sudut pandang masyarakat serta dalam 5 penggalian arti dan makna Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal dalam data-data kepustakaan atau berdasarkan keyakinan para penganutnya. Dari uraian-uraian di atas dan dengan semangat Rahmatan Lil ‘Alamin, selanjutnya penulis ingin sekali mengangkat tema tersebut, yakni mengenai makna perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal yang lebih diperjelas dengan memberi judul: “Makna Perayaan Hari Raya Idul Fitri Dan Natal” Analisa Perbandingan Makna

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah