Departemen Forensik dan Medikolegal di RSCM

pasifik. Maka, tepatnya pada tahun 2007 diresmikanlah dengan nama Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. 4

D. Departemen Forensik dan Medikolegal di RSCM

Departemen Forensik dahulu dikenal sebagai Ilmu Kedokteran Kehakiman, ia, adalah cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran yang mempelajari penggunaan Ilmu Kedokteran untuk membantu penyelesaian masalah hukum yang menyangkut tubuh manusia. Karenanya, obyek pemeriksaan kedokteran forensik dilakukan adalah tubuh manusia, baik yang hidup atau yang mati, bagian dari tubuh atau yang diduga berasal dari tubuh manusia. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, pemeriksaan kedokteran forensik dilakukan atas dasar adanya permintaan resmi dari pihak yang berwenang, yaitu POLISI, yang diajukan menyertai tubuh manusia selaku benda bukti. Dalam pemeriksaan terhadap korban mati atau bagian tubuh dilaksanakan oleh Bagian Kedokteran Forensik FKUI dan Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum-UI. Pada awalnya, sebelum tahun 1948, tugas pemeriksa kedokteran forensik dilakukan oleh Bagian Patologi Anatomi dari FKUI. Pada masa pra 1948, tepatnya pada tahun 1935-1947, Profesor dr. Sutomo Tjokronegoro merupakan ahli penyakit umum, Ilmu Urai dalam Sakit dan Ilmu Kedokteran Kehakiman yang banyak berjasa dalam bidang kedokteran forensik dengan memberikan beberapa tulisan mengenai kedokteran forensik, bahkan pidato pada 1 Oktober 1946 dalam rangka Dies Natalis 4 http:rscm.co.id.Sejarah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. pertama Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia sekarang FKUI. Sejak tahun 1948, Lembaga Kriminologi dibentuk secara structural berada dibawah Falkutas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan UI dan dipimpin oleh Prof. dr. H. Muller. Unit Kedokteran Forensik juga berafiliasi pada Lembaga Kriminologi ini dalam hal pelayanan pemeriksaan jenazah secara kedokteran forensik, sedangkan untuk fungsi pendidikan bagi para doktorandus medikus, tetap bernaungan di bawah FKUI. Semenjak Prof. dr. Muller dipensiunkan dan meninggalkan Indonesia, Ilmu Kedokteran Forensik tidak ada aktivitas didalam pemeriksaan mayat. Hanya Asisten Mahasiswa yang banyak membantu pada saat itu, ialah dr. Tjan Han Tjong sekarang staf ahli pada Bidang pelayanan Kriminalistik Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Setelah Prof. dr. Muller dipensiunkan, dr. Soernardi Dhanutirto diangkat menjadi Kementrian Kesehatan untuk menduduki jabatan pimpinan Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman. Beliau memimpin Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman hingga masa pensiunanya, dan digantikan oleh dr.Arif Budiyanto memimpin Bagian Kedokteran Forensik Ilmu Kedokteran Kehakiman sampai tahun 1985. 5 Adapun wewenang hukum di dalam kedokteran adalah setiap keputusan dan tindakan dipegang secara penuh oleh dokter baik itu dokter umum maupun dokter forensik yang didalam memegang kuasa secara penuh untuk membedah ataupun 5 Rukmono, Hanifa Wiknjosastro, dkk. Sejarah Perjuangan RSCM-FKUI, h.171-172. menyelidiki mayat yang meninggal secara alami dan non alami. Sebagaimana yang telah di sahkan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bab XIV Penyidikan Pasal 133 ayat 1: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Departemen Medikolegal ialah departemen yang mengelola bidangnya didalam setiap prosedur tata cara atau penatalaksanaan dari berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran yang mengacu kepada kepentingan hukum yang berlaku di Indonesia dan mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran. Diantaranya yaitu 6 ; a. Pengadaan Visum et Repertum untuk kepentingan penyidikan Pasal 133 ayat 1 KUHP bab XIV penyidikan, baik pemeriksaan mayat untuk peradilan Pasal 222 KUHP bab XIV penyidikan. b. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka Pasal 53 UU Kesehatan yaitu: ayat 3 Tenaga Kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. c. Seorang yang ahli di dalam bidangnya diminta untuk memberikan keterangan ahli demi keadilan Pasal 179 ayat 1 dan Pasal 1 Butir 28 KUHP bab XIV 6 http:forensik.ilmukedokteran.nethukum-kesehatan158-pengantar-mediko-legal penyidikan, apabila sewaktu-waktu di minta oleh penyelidik untuk bersaksi. Dan apabila saksi ahli atau juru bahasa tidak memenuhi kewajibannya, maka diancam: dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan bulan Pasal 224 KUHP bab XIV penyidikan. d. Kerahasiaan kedokteran dicantumkan di dalam; Pasal 1 PP No 10 Tahun 1966; ”Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaanya dalam lapangan kedokteran”. Pasal 2 PP No 10 Tahun 1966; ”Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain”. Pasal 3 PP No 10 Tahun 1966; Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud pasal 1 ialah; a Tenaga Kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang tenaga kesehatan Pasal 2 UU tentang Tenaga Kesehatan dibagi 2 diantaranya Tenaga Kesehatan Sarjana; Dokter, Dokter gigi, Apoteker, Sarjana- sarjana lain dalam bidang kesehatan. dan Tenaga Kesehatan Sarjana Muda, Menengah, dan Rendah: di bidang Farmasi: Asisten apoteker, di bidang Kebidanan: Bidan dan sebagiannya, di bidang Perawatan: Perawat dan Fisioterapis, di bidang Kesehatan Masyarakat: Pemilik Kesehatan, Nutrisionis. b Mahasiswa Kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. dan Sumpah Dokter, dengan peryataannya yaitu: “Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena perkerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”. e. Tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian, dan Surat Keterangan Medik. f. Tentang fitnesskompentesi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.

BAB IV TINJAUAN PENGURUSAN JENAZAH MUTILASI DI RSCM DALAM