BAB II PENGURUSAN JENAZAH MUTILASI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian jenazah
Jenazah berasal dari kata arab “Janazah” artinya “tubuh mayyit” sedangkan kata “Jinazah” yang artinya “tandu pembawa mayat” berasal dari kata “Janaza” yang
berarti “menutupi”. Dinamakan jenazah karena tubuh mayyit itu harus ditutupi”
1
. Arti janazah dalam enksiklopedia Islam yaitu segala yang berkaitan dengan proses
pemakaman dan kafan bagi si mayat
2
. Sedangkan kata mayat, selanjutnya disebut jenazah, berasal dari bahasa arab “al-mayyit” yang berarti orang yang meninggal,
sebagaimana ungkapan di dalam Al-Quran:
… ☺
ﺆﻤ ا ﻮ
ن ]
23 [
: 15
Artinya: “... Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati”
Q.S. Al-Mu’minun [23]:15 Pada ayat di atas kata al-mayyit digunakan untuk manusia yang telah meninggal,
meski demikian dalam bahasa Indonesia kata “mayat” lebih sering dipakai. Menurut Hasby Ash-Shiddiqie kata jenazah dalam bahasa Arab bersifat
umum artinya kata jenazah digunakan untuk manusia yang meninggal dunia maupun
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progesif, 2002, cet. ke-25, h. 214.
2
Cepil Glasse, Enksiklopedia Islam: Ringkas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, h. 192.
13
untuk binatang yang mati. Akan tetapi di dalam bahasa Indonesia kata jenazah dikhususkan kepada manusia yang meninggal dunia
3
.
B. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Pengurusan Jenazah
Penatalaksanaan atau pengurusan jenazah merupakan salah satu hak kewajiban seorang muslim dengan muslim lainya. Hukum pengurusan jenazah adalah
fardhu kifayah
4
atau kewajiban sebagian bukan seluruhnya, artinya jika sudah ada sebagian muslim yang mengurus jenazah maka gugurlah kewajiban sebagian yang
lain. Dalam kaitannya dengan hak seorang muslim dengan muslim lainnya
Nabi Muhammad SAW bersabda:
ﻋ ا
ﺮ ءا
ر ﺿ
ﷲا ﻋ
لﺎ :
أ ﺮ
ﺎ ا
ﷲا ﻰ ﻋ
و و
ﻬﺎ ﺎ
ﻋ :
أ ﺮ
ﺎ ﺎ
عﺎ ا
زﺎ ة
و ﻋ
دﺎ ة
ا ﻤ
ﺮ وإ
ﺎ ﺔ
ﺪ ا ﻋا
و ﺮ
ا ﻤ
ﻮ م
وإ ﺮ
را ا
و ر
د ا
م و
ﻤ ا
ﺎ و
ﻬﺎ ﻋ ﺎ
أ ﺔ
ا ﺔ
و ﺎ
ﺬ ا ه
وا ﺮ
ﺮ و
ﺪ ا جﺎ
وا وا
ﺮ ق
يرﺎ ا اور
5
Artinya: “Diriwayatkan dari Al-Barra ra, dia berkata: Nabi SAW memerintahkan tujuh hal kepada kami dan melarang kami tujuh hal pula, Nabi SAW memerintahkan
kami, mengiringkan jenazah ke kubur, menjenguk orang sakit, mendatangi undangan, menolong orang yang didzolimi, melaksanakan sumpah, menjawab salam,
mendoakan orang yang bersin dengan ucapan yarkamukulllah, apabila orang yang bersin tersebut mengucapkan alhamdulillah. Rasulullah SAW melarang kami
menggunakan bejana perak, bercincin emas bagi laki-laki, berbusana sutra,
3
Hasby Ash Shiddiqie, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1971, h. 245.
4
Othman Mukim Hassan, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah, cet. I, Malaysia: Pustaka Ilmi, 1995, h. 2.
5
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, h. 88.
bergaun dibaj sutra murni, menggunkan kain qassi sejenis sutra menggunkaan kain istabraq sejenis sutra.”
HR. Al-Bukhari Adapun hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah dalam syariat
agama Islam adalah meliputi memandikan mayat, mengkafankan, menshalatkan dan menguburkan. Semua proses-proses pengurusan jenazah tersebut diterangkan dalam
beberapa hadits Nabi Muhammad SAW.
1. Memandikan Mayat
Mayoritas ulama berpendapat bahwa memandikan mayat seorang muslim hukumnya fardhu kifayah. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai
memandikan sebagian tubuh mayat muslim atau tubuh yang termutilasi yang akan penulis bahas di akhir bab.
Berkenaan dengan memandikan mayat, Rasulullah SAW bersabda:
ﺔ ﺎ ﺄ ا ىدﺄ ﺎ نأ
ا ﺪ ﻋ نﻮﻜ ﺎ ﻋ
ﻋ ا ﻰ ا لﻮ ر لﺎ ﺎ أ ﺪ و مﻮ آ ﻮ ذ نﺎآ ﻚ ذ نﺎآ نﺈ نﺎآ نإ هأ بﺮ أ و و
ا ﻜ
ﺔ ﺎ أ وأ عرو ﺎً ﺪ ﻋ نأ نوﺮ .
اﺮ ﻄ او ﺪﻤ أ اور
6
Artinya:“Siapa yang memandikan mayyit, ia laksanakan dengan amat, tidak menyebarkan menceritakan apa yang ada pada mayyit ketika memandikannya,
maka ia keluar dari dosanya seperti waktu ibunya melahirkan dirinya.” Ia berkata “hendaklah ia memandikan oleh orang yang paling dekat dengan kalian,
jika dia mengetahui dengan baik persoalan mayyit. Tetapi jika ia tidak mengetahui, maka hendaknya yang memandikannya orang yang memiliki sifat
wara’ dan amanah
.”HR. Imam Ahmad dan Thabarani
6
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al- Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1949, h.342.
Perkataan beliau “hendaklah ia mandikan oleh orang yang paling dekat dengan kalian” maksudnya bahwa yang paling berhak memandikan mayat adalah
orang yang paling dekat kepada mayat, dengan syarat ia orang yang mengetahui ilmu yang dibutuhkan untuk itu. Imam Yahya mengatakan bahwa orang yang
lebih dekat kaum kerabat harus didahulukan dari yang lainnya. Adapun ucapan beliau “Maka hendaknya yang memandikannya orang
yang memiliki sifat wara’ dan amanah” mengandung dalil yang dipegang oleh mazhab Hadawiyah
7
bahwa orang yang memandikan mayat disyaratkan orang yang adil. Akan tetapi jumhur mayoritas ulama berbeda dengan mereka
mengenai persoalan tersebut. Mereka mengatakan: orang yang memandikan itu sebagaimana setiap muslim lain dibebankan dengan beban-beban syara’, dan
memandikan mayat termasuk di antaranya. Jika tidak maka tidak sah setiap perbuatan yang dibebankan kepadanya, dan ini menyalahi ijmak. Mereka
bersandar pada dalil-dalil yang tak dapat kami sebutkan di sini. Akan tetapi, yang tidak diragukan adalah bahwa apabila orang yang memandikan memiliki sifat
adil, hal itu sangat utama
8
.
7
Mazhab Hadawiyah ialah mazhab yang nisbah ke salah satu madzhab fiqih orang-orang syiah, yaitu mazhab zaidiyah atau disebut juga sebagai Syiah Zaidiyah Hadawiyah. Zaidiyah nisbah
ke Zaid ibn Ali Zain al-Aabidiin ibn Husain ibn Ali Ibn Abi Thaalib yang kebanyakan di Yaman dan Hadawiyah ini nisbah kepada al-Haady Yahya ibn al-Husain w. 298 H. salah satu kitab Mazhab
Hadawiyah ialah “Kitab Hadaaiqul Azhaar yang disyarh oleh al-Imam al-Syaukaany” dan sedangkan syarahnya berjudul “al-Sail al-Jarraar al-Mutadaffiq Ala Hadaaiq al-Azhaar”.
8
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati,” Jakarta: Cendekia, 2001, h. 78-79.
a. Hal-hal yang disunahkan dalam memandikan:
9
1 Mewudhukan mayat sebagaimana wudhunya orang yang masih hidup, yaitu
dengan air pada basuhan pertama setelah menghilangkan najis dan kotoran. 2
Menggunakan air yang dicampur daun bidara dan sabun pada semua basuhan, serta menggunakan kapur pada basuhan yang terakhir.
لﺎ ﻬ ﻋ ا ﺿر سﺎ ﻋ ا ﻋ ر ﺎﻤ
و ذإ ﺔ ﺮ او و ﻋ ا ﻰ
ا لﺎ وﺄ لﺎ وأ
ﻮ ار ﻋ
رﺪ و ءﺎﻤ ﻮ ا ..
. يرﺎ ا اور
10
Artinya:“Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra., ia berkata: ‘diantara kita terdapat seorang laki-laki yang berwukuf di Arafah bersama Rasulullah saw., tiba-tiba
dia terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga lehernya patah, kemudian Nabi SAW. Bersabda: “Mandikan dia dengan air dan daun bidara,…
” HR. Al-Bukhari
3 Mengganjilkan basuhan pada mayat
Dari Ummu Athiyyah r.a., ia berkata kepada kami, bahwa ketika kami memandikan putrinya Rasulullah SAW, bersabda:
ﺮ آأ وأ ﺎ ﻤ وأ ﺎ ﺎﻬ ا
او رﺪ و ءﺎﻤ ﻚ ذ ﻮ ﺎ إ ﻰ ﺄ ﺎ ذ ﺎ ﺮ ﺎﻤ ذ
ﺮ اذﺈ ارﻮ ﺎآ ةﺮ ا ﺎ إ ﺎﻬ ﺮ ﺷأ لﺎ
. يرﺎ ا اور
11
Artinya:“Mandikanlah tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian memandang perlu, dengan air dan daun bidara, dan jadikanlah di akhirnya
kapur barus atau sedikit dari kapur barus, setelah selesai beritahukanlah
9
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4
”, cet.1, Penerbit:PT Alma’arif bandung, 1978, h.94-98.
10
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, h. 94.
11
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, h. 91.
kepadaku.”Setelah kami selesai memandikannya kami beritahukan kepada beliau, maka beliau memberitahukan kepada beliau, maka beliau memberikan
kain sarungnya kepada kain seraya berkata,“Jadikanlah ini sebagai pakaian yang menyentuh kulitnya
.” HR. Al-Bukhari 4
Menekan perut mayat ketika memandikannya secara lembut untuk mengeluarkan kotoran dalam perutnya.
5 Mengalirkan air yang banyak pada bagian qubul dan dubur untuk
membersihkan kotorannajis. 6
Memakai sarung tangan bagi orang yang memandikannya ketika membasuh bagian-bagian yang termasuk aurat.
7 Mendahulukan yang kanan, yaitu membasuh bagian kanan kemudian yang
kiri, dimulai dari kepala bagian belakang, pundak sampai telapak. Dari Ummu Athiyyah r.a., dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda kepada
para wanita yang memandikan putri beliau:
ا ﺎﻬ ءﻮﺿﻮ ا ﺿاﻮ و ﺎﻬ ﺎ ﻤ نأﺪ
يرﺎ ا اور
12
Artinya:“Mulailah dengan bagian tubuh yang kanan dan anggota-anggota wudhu’nya
.” HR. Al-Bukhari
2. Cara Mengkafankan Mayat
Mengkafankan mayat adalah fardhu kifayah bagi seorang muslim yang menghadirinya. Mengkafankanya itu dilakukan langsung setelah mayat
dimandikan. Sebaiknya orang yang mengkafankan mayat adalah orang yang terdekat dengannya-sebagaimana yang telah dibicarakan diatas.
12
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, h. 9.
Hikmah dari mengkafankan mayat adalah untuk menutupinya dari pandangan mata dan sebagai penghormatan padanya. Karena menutupi auratnya
dan menghormatinya adalah wajib selagi ia masih hidup, begitu pula ketika ia telah meninggal.
a. Macam-Macam Kafan
13
; 1
Kafan Wajib Kafan ad-Darurah Yaitu baju yang menutupi seluruh badan, di mana tidak ada kekurangan
pada bagian bawah badan.
ﺎ ل
: ..
. ﻋ
ﻤ ﺮ
ﻮ م
أ ﺪ
ﺪ ﺷ
ﺎ ﻜ
إ ﻤ
ﺮ ة
آ ﺎ
إذ ا
ﻄ ﺎ
ﻬﺎ ر
أ ﺮ
ر ﺈذ
ا ﻄ
ﺎ ر
ﺮ ج
ر أ
ﺄ ﺮ
ﺎ ر
ﻮ ل
ﷲا ﻰ
ﷲا ﻋ
و أ
ن ﻄ
ر أ
ﻬﺎ و
ﻋ ﻰ
ر إذ
ﺮ .
. .
يرﺎ ا اور
14
Artinya:”Ia Khabab bin al-Art berkata, ”... Mush’ab bin Umair terbunuh pada perang uhud. Dia tidak memiliki pakaian kecuali kain wol yang menyelimuti
badan. Jika kami menutupi kepalanya, kakinya kelihatan, bila kami menutupi kakinya kepalanya terbuka. Maka Rasulullah SAW memerintahkan agar kami
menutupi kepalanya dengan kain itu dan menutupi kakinya dengan idzkhar sejenis tumbuhan yang wangi ...
”.HR. Al-Bukhari Perkataan “dan menutupi kakinya dengan idzkhar” menunjukkan bahwa
jika tidak ada penutup sama sekali, baik untuk sebagian badan atau seluruhnya, disunnahkan untuk menutupinya dengan sejenis tumbuhan yang
wangi. Jika yang tumbuh di rumah-rumah kita atau di sekeliling kuburan di
13
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati,” h.86-88.
14
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, Nomor hadits, h.647.
tempat kita. Kata idzkhar adalah jenis tumbuhan wangi yang berada di Madinah.
ﺪ ﻮ ةﺰﻤ ﻜ لﺎ و أر ﻰ ﻋ
اذإ ءﺎ ةدﺮ إ آ تﺪ ﻰ أر ﻋ
ﺪ ﻰ ﻋ اذإو ﺪ ﻋ
ﺮ ذﻹا ﺪ ﻰ ﻋ و أر ﻰ ﻋ
ﺪﻤ أ اور
15
Artinya:”Ia berkata khabab bahwa Hamzah tidak memiliki kain kafan kecuali selendang penutup. Ketika selendang itu digunakan menutupi kakinya,
menyusut atas kepalanya, lalu selendang itu diukurkan ke atas kepalanya dan kedua kakinya ditutupi dengan sejenis tumbuhan
” HR. Ahmad. 2
Kafan yang Cukup Kafan al-Kifayah Yaitu dua baju yang menutupi seluruh badan di bawahnya tidak kurang.
Kain dan lipatan keduanya harus menutupi seluruh badan. Mencukupkan dengan keduanya dibolehkan dan tidak makruh.
3 Kafan Sunah kafan as-sunnah
Yaitu baju untuk laki-laki yang telah baligh dan yang hampir baligh menurut para ulama Hanafi dan banyak fukaha dari berbagai mazhab; baju,
kain, dan penutup atau lipatan. Pakaian gamis menutupi dari leher hingga kaki, tanpa lengan baju, tidak terbuka pada dada dan sisi lambung. Bawahnya
tidak usah lebar-lebar seperti pakaian orang hidup, tetapi harus sejajar. Begitu pula pada kain harus menutupi seluruh badan, lalu memakai
penutup untuk tubuhnya dari kepala sampai kaki. Seluruhnya mayat itu
15
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al- Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, h. 365.
ditutupi tiga pakaian. Itulah kafan yang disunnahkan berdasarkan hadits- hadits.
و ﻋ ا ﻰ ا لﻮ ر آ ﺔ ﺷ
ﺔ ا ﺔ اﺮ باﻮ أ تﺎ يﺬ ا
ﻤ و نﺎ ﻮ دواد ﻮ أ اور
16
Artinya:”Dari ibn Abbas bahwa Rasulullah saw dikafankan dengan tiga pakaian; pakaian gamis yang ketika beliau wafat dan baju Najran.
HR. Abu Daud
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Aisyah ra.
ا لﻮ ر آ و ﻋ ا ﻰ
ﻰ ﺔ ﺷ
ﺔ ﺎﻤ باﻮ أ ﺎﻬ
ﺔ ﺎﻤﻋ و ﻤ
ﺔﻋﺎﻤ ا اور
17
Artinya:“Rasulullah SAW dikafankan dengan tiga pakain putih Suhuliyah Judada Yamaniyah, tidak ada gamis dan tidak juga imamah serban yang di
lipatkan ” HR.Jama’ah
لﻮ ر مﻮ آ مأ ﻤ آ ﺎ ﺔ ا ﺎ ﻰ ﻋ
ﻰ ا ا لﻮ ر ﺎ ﺎﻄﻋأ ﺎ لوأ نﺎﻜ ﺎﻬ ﺎ و ﺪ ﻋ و ﻋ ﷲا
ردأ ﺔ ﻤ ا رﺎﻤ ا عرﺪ ا ءﺎ ا و ﻋ ﷲا ﻰ و ﻋ ﷲا ﻰ ا لﻮ رو ﺎ ﺮ ا بﻮ ا ﻰ ﺪ
ﺎ ﺎ ﻮ ﺎ ﻮ ﺎهﺎ وﺎ ﺎﻬ آ بﺎ ا ﺪ ﻋ
ﺪﻤ أ اور دواد ﻮ أ و
18
Artinya:”Dari Laila binti Qanif ast-Tsaqafiah, ia berkata, “Aku termasuk orang yang memandikan Ummi Kalsum putri Rasulullah SAW ketika ia wafat. Yang
pertama diberikan oleh Rasulullah kepada kami adalah kain, kemudian pakaian, lalu kerudung, dan selimut, selanjutnya setelah itu dilipatkan baju
akhir.” Ia berkata: sementara Rasul SAW berada di pintu memegang
16
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, Kairo: Dar al- Hadits,1988, h. 360.
17
Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah,1918, Juz. 2, nomor hadits 941, h.649.
18
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, h.362.
kafannya, lalu beliau mengambilkan baju kepada kami satu demi satu. HR.
Ahmad dan Abu Daud Al-Bukhari berkata: Hasan mengatakan, dengan sobekan pakaian-pakaian
yang kelima kedua paha dan pangkalnya biasa tertutup di bawah pakaian itu. Imam asy-Syaukani mengatakan: Hadits di atas menunjukkan bahwa yang
diharuskan dalam mengkafankan mayat wanita adalah dibuatkan kain, pakaian, kerudung selimut, dan lipatan. Tidak disebutkan nama Ummi
‘Athiyah dalam hadits orang yang melayatnya. Imam asy-Syaukani mengatakan dalam Fiqh al-Wadhih: sebagaian Fukaha
memandang makruh penambahan kain mayat lebih dari tiga, mereka menganggap itu hal yang berlebihan. Namun sebagaian lagi membolehkan
penambahan sampai lima; untuk gamis, imamah, Dan tiga untuk pakaian. Menurut asy-Syaukani Persoalan di atas menurut saya luas sekali, hanya saja
membatasi tiga pakaian lebih utama karena itu yang sesuai dengan kafan Nabi SAW.
b. Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafankan
19
: 1
Membaguskan kafan; yaitu dengan menggunakan kafan yang bersih, wangi, bisa menutupi seluruh anggota badan, bukan yang diharamkan-seperti sutera,
dan penggunaanya tidak berlebihan. Hal di atas berdasarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
19
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h. 89.
ﻋ أ
دﺎ ة
لﺎ :
لﺎ ر
ﻮ ل
ﷲا ﷲا ﻰ
ﻋ و
إذ و ا
أ ﺪ
آ أ
ﺎ آ
. اور
يﺬ ﺮ ا
20
Artinya:“Diriwayatkan dari Abi Qatadah, ia berkata: ‘Jika seoarang diantara kalian mengurus mayyit saudaranya, hendaklah ia memperbagus kain kafannya
.” HR. at-Tirmidzi
2 Berwarna putih, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
ا آﺎ ﻮ ﺎﻬ اﻮ آو ﻜ ﺎ ﺮ ﺎﻬ ﺈ ضﺎ ا ﻜ ﺎ اﻮ
. دواد ﻮ أ اور
21
Artinya:“Pakailah yang putih dari pakaian kalian, karena dia adalah yang terbaik dari pakaian kalian, dan pakailah dia sebagai kafan
.”HR. Abu Dawud 3
Bagi mayat laki-laki kain kafan tiga helai, dan bagi mayat perempuan lima helai
22
. Bagian ini telah dijelaskan sebelumnya pada bab kafan sunah. 4
Hendaknya salah satu dari kain-kain tersebut adalah kain yang bergaris-garis jika hal itu memungkinkan
23
. Hal ini berdasarkan hadits Jabir bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
ةﺮ ب ﻮﺷ ﻜ ﺎ ﺷ ﺪ ﻮ آﺪ أ ﻮ اذإ .
ﻮ أ اور دواد
24
20
Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan at-Tirmidzi, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, tt, Juz.3, hal. 320.
21
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, Kairo: Dar al- Hadits, 1988 , h.362.
22
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h.89.
23
Abu Ahmad Arif Fathul ulum, 1 Jam Belajar Mengurus Jenazah panduan praktis tata cara penyelengaraan jenazah dan hukum-hukumnya
, Cet. 1, Penerbit: Pustaka Darul Ilmi, 2009, h.38.
24
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, h.425.
Artinya:“Jika wafat seorang diantara kalian dan mampu maka hendaknya dikafankan dalam kain yang bergaris-garis
” HR.Abu Dawud
3. Menshalatkan mayat
a. Hukum shalat mayat
25
Menshalati mayat hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang menghadirinya.
ﻋ ﺪ ز
ﺪ ﺎ ﻰ ﻬ ا
نأ ر
ﻤ ﻤ ا ﻮ
ﺮ أو
ﺮآذ لﻮ ﺮ
ﷲا ﻰ
ﷲا ﻋ
و لﺎ
: اﻮ
ﻰ ﻋ ﻜ ﺎ
تﺮ ﻮ و
مﻮ ا ،ﻚ ﺬ
ﺎﻤ ىأر
ىﺬ ا ﻬ
لﺎ :
نإ ﻜ ﺎ
ﷲا ﺎ
ﻋﺎ ﺎ ﺪ ﻮ
زﺮ دﻮﻬ ا
ﺎ يوﺎ
د ﻤهر
اور ﺔ ﻤ ا
إ ىﺬ ﺮ ا
26
Artinya:“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, ia berkata: bahwa ada seorang sahabat Nabi SAW meninggal dunia pada waktu perang Khaibar maka para sahabat
menyampaikan beritanya kepada Rasulullah SAW maka beliau bersabda “Shalatilah teman kalian ini” maksudnya Rasulullah SAW tidak mau
menshalatinya tetapi menyuruh para sahabat untuk menshalatinya maka berubahlah wajah orang-orang ketika mendengar hal itu maka, Rasulullah
SAW bersabda “Sesungguhnya teman kalian ini berbuat curang ketika berjihad” maka kami memeriksa barang-barangnya ternyata ada satu buah
permata dari permata orang-orang Yahudi yang nilainya tidak sampai dua dirham.”
HR.Lima kecuali Tirmidzi b.
Keutamaanya
25
Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h. 91-98.
26
Al-Imam Muhammad Ibn ‘ali Ibn Muhammad Asy-Syaukani, Nail al-Authar, Jilid: III- IV, Kairo: Maktabah al-Imam, h. 56.
نﺈ طاﺮ ﺎﻬ و ةزﺎ ﻰ ﻋ ﻰ نﺎ اﺮ ﺎﻬ
ﺪ أ ﺎﻤه ﺮ أ لﺎ نﺎ اﺮ ا ﺎ و اور
27
Artinya:“Barangsiapa yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai di kuburnya maka ia mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut
mengiringkannya maka dia mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang di maksud dengan dua qirath?” Rasulullah SAW
bersabda “Yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud
” HR. Muslim
لﺎ ةﺮ ه ﻚ ﺎ ﻋ و ﻋ ا ﻰ ا لﻮ ر لﺎ
ﺎ تﻮﻤ ﺆ
ﻤ ﻤ ا ﺔ أ ﻋ ﺔ ﺎ اﻮ ﻮﻜ نأ اﻮ
ﺮ ﺎ إ فﻮ هأ اذإ ىﺮ ةﺮ ه ﻚ ﺎ نﺎﻜ لﺎ
ﻬ نأ ةزﺎ
ﺔ ﺷ فﻮ
. ﺪﻤ أ اور
28
Artinya:“Dari malik bin Hubairah, ia mengatakan, ‘Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin mati, lalu di shalatkan oleh kaum Muslim
mencapai tiga baris, melaikan diampuni dosanya. Malik bin Hubairah biasa memeriksa jamaah yang menshalatkan jenazah; apabila mereka sedikit, ia
jadikan mereka tiga baris.
HR. Ahmad
ﻋ ﻋ ﺔ ﺎ
ﺎ لﺎ و ﻋ ا ﻰ ا ﻋ
إ نﻮ ﻬ آ ﺔ ﺎ نﻮ ﻤ ﻤ ا ﺔ أ ﻋ
اﻮ ﺷ ﺪﻤ أ اور
و
29
Artinya:“Dari ‘Aisyah mengatakan,’tidaklah seorang mayyit dishalatkan oleh kaum Muslim mencapai seratus orang, semua meminta pertolongan untuknya,
melainkan mereka diberikan pertolongan padanya .” HR.Ahmad dan
Muslim
27
Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah, 1918, Juz 2, h.653.
28
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al- Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz. 34, Nomor hadits 16125, h.75.
29
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al- Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 49, Nomor hadits 22997, h.153., lihat juga
Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, Juz 5, Nomor hadits.1576, h. 42.
c. Syarat-Syarat Shalat Mayat
Shalat mayat disyaratkan sebagaimana biasa; yaitu dalam keadaan suci, menghadap kiblat, menutup aurat, terhindar dari darah haid dan nifas. Hanya
saja tidak disyariatkan masuknya waktu, tetapi dilakukan pada setiap waktu. Hanya saja Imam Ahmad, Ibn al-Mubarak, dan Ishaq, tidak menyukai shalat
jenazah dilakukan pada waktu terbit matahari, atau di waktu matahari tergelincir, atau di waktu matahari terbenam, kecuali bila dikhawatirkan ada
perubahan pada jenazah.
d. Rukun-Rukunnya
1 Niat
2 Berdiri bagi orang yang mampu. Ini menurut pendapat jumhur.
3 Empat kali takbir. Membaca surah al-Fatihah secara perlahan.
4 Membaca shalawat atas Rasulullah SAW dengan ucapan apa saja. Seandainya
mengucapakan “allahumma shalli’ ala Muhammad” sudah cukup, tetapi yang lebih utama mengucapkan:
هاﺮ إ ﻰ ﻋ ﺎﻤآ ،ﺪﻤ ل ﻰ ﻋو ﺪﻤ ﻰ ﻋ
ﻬ ا هاﺮ إ ل ﻰ ﻋو
. آرﺎ ﺎﻤآ ﺪﻤ ل ﻰ ﻋو ﺪﻤ ﻰ ﻋ كرﺎ و
إ ل ﻰ ﻋو هاﺮ إ ﻰ ﻋ ﺪ ﺪ ﻤ ﻚ إ ﻤ ﺎ ا ﻰ هاﺮ
Artinya:“Ya Allah ya Tuhan kami, limpahkan shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan shalawat atas Ibrahim
dan keluarganya. Dan berikan keberkahan atas Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana engkau telah memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, pada semesta alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi
Maha agung .”
Shalawat diucapkan setelah mengucapkan takbir yang kedua, sekalipun tidak ada keterangan yang menjelaskan tempat diucapkannya shalawat ini.
5 Membaca doa. Ini merupakan rukun sesuai kesepakatan ulama. Bisa dengan
doa apa saja, tetapi disunnahkan membaca doa-doa yang datang dari Rasulullah SAW, seperti berikut ini:
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW apabila menshalati jenazah, beliau mengucapkan doa berikut:
ﺎ ﺮآذو ﺎ ﺮ آو ﺎ ﺮ و ﺎ ﺎ و ﺎ ﺪهﺎﺷو ﺎ و ﺎ ﺮ ا ﻬ ا
أ ﻬ ا ،ﺎ ﺎ أو ﻮ ﺎ ﻮ و م ﻹا ﻰ ﻋ ﺄ ﺎ
نﺎﻤ ﻹا ﻰ ﻋ .
ﺪﻤ أ اور و
يﺬ ﺮ ا
30
Artinya:“Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan mati di antara kami, orang yang hadir bersama kami, dan orang yang tidak datang bersama kami, ampuni
anak-anak kecil dan orang-orang dewasa diantara kami dan ampuni lelaki dan wanita-wanita kami. Ya Tuhanku, siapa saja yang Engkau hidupkan di
antara kami, maka hidupkanlah dia dalam keadaan Islam, dan siapa saja yang Engkau matikan di antara kami, maka matikanlah dia dalam keadaan
beriman.
HR.Ahmad dan at-Tirmidzi. e.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat jenazah
31
: 1
Orang yang ingin shalat jenazah hendaklah berdiri setelah menyempurnakan syarat-syarat shalat, berniat dalam hatinya melaksanakan shalat atas jenazah
30
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al- Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, h. 456.
31
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h. 96-97.
Muslim yang ada di hadapannya, mengangkat tangannya untuk takbiratul ihram, lalu meletakan tangannya yang kanan diatas tangan kiri, memulai
bacaan surat al-Fatihah, kemudian takbir yang kedua dan bershalawat atas Nabi, lalu melakukan takbir yang ketiga dan berdoa untuk mayat, selanjutnya
takbir yang keempat dan berdoa, dan terakhir salam setelah doa. 2
Posisi berdiri imam terhadap jenazah lelaki dan wanita. Disunnahkan imam berdiri di hadapan kepala mayat lelaki dan ditengah
mayat wanita. Hal ini didasarkan riwayat lain dari Abu Ghalib al-Khayyath r.a., dia berkata:
ﻋ ﻰ ﻚ ﺎ أ تﺪﻬﺷ ر ﺎﻤ أر ﺪ ﻋ مﺎ ر ةزﺎ ﻰ
رﺎ ﻷا وأ ﺮ ةأﺮ ا ةزﺎ أ .
: ةﺰﻤ ﺎ أ ﺎ
ﺎﻬ ﻋ ن ﺔ ا ﺔ ةزﺎ ﺬه
. و مﺎ ﺎﻬ ﻋ ﻰ
ﺎﻬﻄ يوﺪ ا دﺎ ز ء ا ﺎ و
. ﺮ ا ﻰ ﻋ ﺎ ف
ا ىأر ﺎﻤ ةأﺮﻤ او
. لﺎ
: و ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر نﺎآ اﺬﻜه ةﺰﻤ ﺎ أ ﺎ
ﺮﻤ ا و ﻤ ﺮ ا مﻮ
لﺎ ؟ ﻤ ةأ
: .
لﺎ :
ء ا ﺎ إ ﺎ
. لﺎ
: اﻮ
ا .
ﺪﻤ أ اور
32
Artinya:“Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalati Jenazah seorang laki-laki maka dia berdiri di sisi kepalanya ketika Jenazah tersebut di angkat
didatangkan Jenazah seorang perempuan dari Quraisy atau Anshar maka dikatakan kepadanya “Wahai Abu Hamzah ini adalah Jenazah Fulanah binti
Fulan maka shalatilah dia” maka Anas menshalatinya dan berdiri di tengahnya dan diantara kami ada ‘Alla’ bin Ziyad al-Adawi ketika ia melihat
perbedaan tepat berdirinya Anas pada jenazah laki-laki dan wanita maka dia berkata “Wahai Abu Hamzah apakah Rasulullah SAW juga berdiri
sebagaimana Engkau berdiri ? Anas menjawab “Ya Maka ‘Allah’ menoleh kepada kami seraya berkata “Hafalkanlah ini
”HR.Ahmad
32
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al- Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, juz. 3, h. 204.
3 Seseorang yang menshalati jenazah hendaknya membaca do’a dengan do’a-
do’a yang telah disebutkan. 4
Jika mayat seorang wanita, jangan katakan “abdilha zaujan khairon min zaujiha
” gantikan untuknya suami yang lebih baik baginya dari pada suaminya, karena suaminya dapat memperoleh wanita lain di surga,
sedangkan wanita tidak mungkin mendapatkan suami lain bersama suaminya di dalam surga, berbeda dengan lelaki.
5 Jika mayat bukan mukallaf seperti anak kecil, maka tidak dimintakan ampun
baginya, melainkan bagi kedua orang tuanya dan kaum muslim yang telah meninggal. Disunahkan berdo’a dengan mengucapkan:
ا ﻬ
ا و ﺎ
ﺮ و ﺎ
أ ﺮ
ا
Artinya:“Ya Allah, jadikanlah dia bagi kami sebagai pahala yang mendahului dan sebagai ganjaran
.” 6
Membaca Doa setelah takbir yang keempat. Imam Syafi’i berkata: Hendaklah sesudah takbir ke empat mengucapkan:
ا ﻬ
ﺮ ﺎ
أ ﺮ
و ﺎ
ﺪ
Artinya:“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami akan pahalanya, dan jangan Engkau uji kami sesudahnya
.” Ibn Abi Hurairah mengatakan: orang-orang terdahulu, sesudah takbir yang
keempat, mengucapakan:
ا ﻬ
ر ﺎ
ﺎ ﻰ
ﺪ ا ﺎ
ﺔ و
ﻰ ا
ﺮ ة
ﺔ و
ﻋ ﺎ ﺬ
با ا
رﺎ
Artinya:“Ya Allah ya Tuhan kami, datangkan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka
.” 7
Mengucapkan salam. Kalangan fukaha sepakat atas wajibnya salam, kecuali Abu Hanifah.
4. Mengiringi jenazah
Berjalan mengiringi jenazah ketika membawanya hukumnya adalah fardhu kifayah. Berjalan mengiringi jenazah artinya mengiring jenazah sampai ke
tempat pemakaman. Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
نﺈ طاﺮ ﺎﻬ و ةزﺎ ﻰ ﻋ ﻰ نﺎ اﺮ ﺎﻬ
ﺪ أ ﺎﻤه ﺮ أ لﺎ نﺎ اﺮ ا ﺎ و اور
33
Artinya: “Barangsiapa yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai di kuburnya maka ia mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut
mengiringkannya maka dia mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang di maksud dengan dua qirath?” Rasulullah saw
bersabda “Yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud
” HR. Muslim a.
Hal-hal yang disunnahkan ketika membawa jenazah
34
1 Mensegerakan dalam mengantar dan membawa jenazah dengan berjalan
biasa, tidak terlalu cepat karena hal tersebut makruh ukurannya yaitu sekira mayat tidak tergoncang akibat cepatnya berjalan. Dari Abu Hurairah, ia
berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda:
33
Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah,1918, h.653.
34
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h. 112.
أ ﺮ
ﻋ ﻮ
ا ﺎ
زﺎ ة
، ﺈ
ن ﻜ
ﺎ ﺔ
ﺮ ﺪ
ﻮ ﻬﺎ
و ، إ
ن ﻜ
ﻮ ى
ذ ﻚ
ﺮ ﻮ
ﻋ ر
ﺎ ﻜ
اور يرﺎ ا
35
Artinya:“Percepatlah iringan jenazah. Jika ia orang baik, berarti kalian menyegerakannya dalam memperoleh kenikmatan. Dan jika ia tidak baik,
berarti kalian segera menyingkirkan kejelekannya dari lingkungan kalian.” HR. Al-Bukhari
Adapun dimakruhkannya berjalan terlalu cepat ketika membawa jenazah karena adanya hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud, ia berkata:
ةزﺎ ا ﻤ ا ﻋ و ﻋ ا ﻰ ﺎ ﺎ ﺄ ﺎ لﺎ
نود ا
... دواد ﻮ أ اور
36
Artinya:“Kami bertanya kepada Rasulullah SAW tentang bagaimana berjalan membawa jenazah, Rasulullah SAW bersabda: yang tidak cepat-cepat…”
HR Abu Dawud 2
Mengitari kurung batang, sampai mengitari seluruh sisi. Hal ini berdasarkan hadits riwayat dari Ibn Mas’ud yang mengatakan:
ا ءﺎﺷ نإ ﺔ ا ﺈ ﺎﻬ آ ﺮ ﺮ ا اﻮ ﻤ ةزﺎ
عﺪ ءﺎﺷ نإو عﻮﻄ .
ﺎ ا اور
37
Artinya:“Siapa yang mengiringi jenazah, hendaklah membawanya di setiap sisi, karena itu termaksuk sunnah. Jika ia mau, silakan lakukan, jika enggan,
silakan tinggalkan.” HR. Ibn Majah
35
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al- Fikr, h.133.
36
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, Maktabah Syamilah, Juz 8, Nomor hadits. 2769, h.466.
37
Abdullah Ibn Yazid al Qazweni Ibn Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 4, Nomor hadits 1467, h. 420.
3 Berjalan di depannya, di belakangnya, di sampingnya sebelah kanan atau
sebelah kiri yang berdekatan dengan mayat. Ini berdasarkan hadits riwayat Anas Ibn Malik ra.:
أ ﻋ نﺎﻤ ﻋو ﺮﻤﻋو ﺮﻜ ﺎ أو و ﻋ ا ﻰ
ا نأ اﻮ ﺎآ
نﻮ ﻤ ةزﺎ ا مﺎ أ
. دواد ﻮ أ اور
38
Artinya:”Dari Anas bahwa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka berjalan di depan jenazah
.” HR.Abu Dawud Mayoritas ulama tidak menyukai menaiki kendaraan ketika
mengantarkan jenazah kecuali ada halangan. Hal tersebut berdasarkan hadits riwayat Tsauban r.a.:
لﺎ نﺎ ﻮ ﻋ ةزﺎ و ﻋ ا ﻰ ا لﻮ ر ﺎ ﺮ
أو ﻬ اﺪ أ ﻰ ﻋ ا ﺔﻜ ﺎ نإ نﻮ ﺎ أ لﺎ ﺎ ﺎ آر ﺎ ﺎ ىأﺮ
رﻮﻬ ﻰ ﻋ باوﺪ ا
. ا اور
ﺎ او يﺬ ﺮ
39
Artinya:”Diriwayatkan dari Tsauban, ia berkata: ’di saat kami berserta Rasulullah keluar mengiringi jenazah, beliau melihat orang-orang yang ikut mengiringi
jenazah berkendaraan. “Maka tidakkah kalian malu bahwa malaikat Allah berjalan di atas kaki-kaki mereka, sementara kalian berada di atas pundak
kendaraan kalian.
” HR. Tirmidzi dan Ibn Majah
5. Menguburkan Mayat
a. Hukumnya
38
Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan At-Tirmidzi, Juz 4, Nomor hadits 931 h. 134.
39
Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan At-Tirmidzi, Juz 4, h. 138, Nomor hadits 933., lihat juga Abdullah Ibn Yazid al Qazweni Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 4,
h.422, Nomor hadits 1469.
Menguburkan mayat hukumnya Fardhu Kifayah; yaitu menguburkan mayat di dalam tanah, agar tidak tercium baunya, tidak dimakan oleh binatang
buas, dan agar tidak memungkinkan pencuri mengambil kain kafannya dengan mudah.
b. Hal-hal yang disunahkan ketika menguburkan mayat
40
; 1
Mendalamkan kuburnya. Dari Hisyam bin Amir dia berkata: Ketika perang Uhud, banyaklah orang
yang gugur dari kaum muslimin, dan banyak dari kaum muslimin yang terluka, maka kami katakan, “Wahai Rasulullah, sekarang ini kita merasa
berat jika harus membuat satu lubang untuk satu mayat, maka apa yang Engkau perintahkan kepada kami?.” Rasulullah SAW bersabda:
ﺔ او ا اﻮ داو اﻮ وأو اوﺮ إ
هﺮ آأ اﻮ ﺪ و ﺮ ا ﺎ ﺮ
دواد ﻮ أ اور
41
Artinya:“Galilah, luaskanlah, dalamkanlah, dan baguskanlah, kuburkanlah dua atau tiga orang di satu lubang, dan dahulukan yang paling banyak bacaan
qur’annya dari ketiganya, maka dia didahulukan ”. HR. Abu Dawud
40
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h.103.
41
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, h.34.
2 Memperluas bagian kepala mayat dan kaki-nya
3 Lebih baik menguburkan mayat pada lahad jika tanah itu keras. Jika tanah itu
lunak, menguburkannya pada syaq parit lebih baik. Karena, tanah yang keras tidak bisa membuat bagunan berguguran terhadap mayat.
Lahad adalah membelah di sisi kuburan menghadap kiblat, diatasnya dipasang batu, sehingga seperti rumah yang beratap.
Sementara syaq adalah lubang yang dalam seperti parit. Di dalam kubur dibuat dengan batu, di situ mayat diletakkan, dan ditutup dengan sesuatu
seperti tanah dan kayu, sekira-kira tutup itu tidak sampai mengenai jasad mayat.
4 Mengubur mayat di kuburan yang jauh dari rumah. Karena mengubur di
rumah hanya dikhususkan untuk mayat para Nabi. 5
Orang yang mengubur adalah orang yang berhak menjadi imam dalam shalat mayat. Jika ia tidak memiliki ilmu tentang tata cara penguburan, sebaliknya
dilakukan oleh kaum Muslim yang mengetahui itu. 6
Menutup kubur dengan kain ketika meletakkan mayat di dalam kubur, untuk menutupi mayat, baik mayat lelaki maupun wanita, dan melepaskan ikatan
kafan, karena mayat itu tidak diikat kecuali untuk menahan tergelincir. 7
Memasukkan mayat dari sisi kakinya, jika memungkinkan bagi pengubur maka ia boleh memasukkannya dari sisi kepalanya.
8 Menghadapkan mayat ke arah kiblat. Hal itu dimaksudkan agar mayat
beristirahat di lambung kanannya dan wajahnya menghadap kiblat.
9 Orang yang meletakan mayat mengucapkan:
ﷲا لﻮ ﺮ ا ﺔ ﻰ ﻋو ﷲا
Artinya: “Dengan nama Allah dan berdasarkan agama Rasululllah”
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar:
أ لﺎ ﺮ ا ﻤ ا ﺿو اذإ نﺎآ و ﻋ ﷲا ﻰ
ا ن و ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر ﺔ ﻰ ﻋو ﷲا
. دواد ﻮ أ اور
42
Artinya:“Bahwasanya Nabi SAW, jika meletakkan mayyit diliang kuburnya mengucapkan “Bismillah, wa’ala millati Rasulillah” Dengan nama Allah
dan di atas agama Rasulullah.” HR. Abu Dawud
10 Menempelkan pipi mayat yang kanan dan diletakkan di atas ganjalan atau
batu atau tanah. 11
Meletakan sesuatu di belakangnya dari tanah atau lainnya agar ia tidak jatuh dan selalu menghadap kiblat.
12 Menutup kubur dengan tanah dan meninggikannya sejengkal dari tanah, jika
tidak ada tanah bisa dengan lainnya. Dan tidak diratakan dengan tanah, dengan tujuan agar diketahui, kemudian dijaga dan tidak dihinakan. Hal ini
berdasarkan hadits riwayat Jabir r.a.:
رو ﺎ ا ﻋ
و ﺪ أ و ﻋ ﷲا ﻰ ا نأ
ﺮ ﺷ اﻮ ضرﻷا ﺮ ﻬ او نﺎ إ اور
43
42
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, h.32.
Artinya:“Bahwasanya Nabi SAW dibuatkan lahad baginya, ditimbunkan batu bata di atasnya, dan ditinggikan kuburnya dari tanah sekitar sejengkal
.”HR.Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi
13 Hendaknya kubur dibuat menjadi gundukkan, berdasarkan hadits Sufyan at-
Tammar, bahwasanya dia berkata:
أ ﺎﻤ و ﻋ ﷲا ﻰ
ا ﺮ ىأر أ ﺪ .
ر او
ﺎ ا ىر
44
Artinya:“Aku melihat kubur Nabi SAW berbentuk gundukkan tanah.” HR.Al-Bukhari
14 Memberi tanda berupa batu atau yang semisalnya, agar bisa dikuburkan
didekatnya yang meninggal kemudian dari keluarganya, berdasarkan hadits Muthallib bin Abdullah, bahwasanya dia berkata:
ﻋ تﺎ ﺎﻤ زﺎ جﺮ أ نﻮ
نﺎﻤ ,
ﻰ ا ﺮ ﺄ ﺪ
ﻤ ﻄ ﺮ ﺄ نأ ر و ﻋ ﷲا
, ﺎﻬ إ مﺎ
ﻋارذ ﻋ ﺮ و و ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر لﺎ آ لﺎ
ﻄﻤ ا :
و ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر ﻋ ﻚ ذ ﺮ يﺬ ا لﺎ لﺎ
: و ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر ﻋارذ ضﺎ ﻰ إ ﺮ أ ﺄآ
ﻮ ﺎﻬ ﻤ ﺎﻤﻬ ﻋ ﺮ لﺎ و أر ﺪ ﻋ ﺎﻬ ﺿ
: ﺮ ﺎﻬ أ
هأ تﺎ إ دأو أ .
دواد ﻮ أ اور
45
Artinya:“Ketika Utsman bin mazh’un meninggal, maka dikeluarkanlah jenazahnya dan dikuburkanya, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan seseorang agar
43
Abu Bakar Ahmad bin al-Husein bin Ali al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar el- Fikr, Jilid 4, h.410.
44
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, Nomor hadits 1390, h.130.
45
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, h.22.
membawakan batu kepadanya, maka beranjaklah orang itu mengambil batu, tetapi ternyata dia tidak kuat mengangakatnya, maka beranjaklah Rasulullah
SAW menuju batu tersebut dan menyisingkan kedua lengannya. Muthallib berkata: Berkatalah orang yang mengabarkan kepadaku dari Rasulullah
SAW, “Sepertinya aku melihat kepada putihnya kedua lengan Rasulullah SAW ketika disingsingkan.” Kemudian Rasulullah SAW membawa batu
tersebut dan meletakkan pada tempat kepala Utsman bin mazh’un seraya berkata, “Agar menjadi tanda bagi kuburan saudaraku ini, dan aku kuburkan
disisinya orang yang meninggal dari keluargaku
.”HR. Abu Dawud 15
Orang yang menghadiri penguburan mayat hendaknya memegang tiga gumpalan tanah di atas kubur di sisi kepala mayat kemudian menaburkannya
dengan kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a.:
ةزﺎ ﻰ ﻋ ﻰ و ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر نأ ﺮ ﻰ أ
ﺎ أر ﻋ ﻰ ﻤ ا .
ﺔ ﺎ إ اور
46
Artinya:“Bahwasanya Rasulullah SAW menshalati jenazah kemudian mendatangi kubur dan menaburkan di atasnya pada sisi kepalanya tiga kali
.”HR.Ibnu Majah
16 Orang yang mengiringi mayat hendaknya menunggu setelah penguburan
dengan waktu kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menyembelih unta dan membagikan dagingnya kepada orang-orang miskin agar mayat merasa
tentram dengan mereka. 17
Berdiri di sisi kubur sambil mendoakan keteguhan bagi mayat, memohonkan ampun baginya, dan memerintahkan orang-orang yang hadir agar melakukan
hal yang serupa. Hal ini berdasarkan hadits Utsman bin ‘Affan r.a. bahwasanya dia berkata:
46
Abdullah Ibn Yazid al Qazweni Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Ihya al- Turath al-Araby, 1975, h.499
ﻋ و ﻤ ا د غﺮ اذإ و ﻋ ﷲا ﻰ ا نﺎآ
لﺎ :
لﺄ ن ا ﺈ ﺎ اﻮ و ﻜ ﻷ اوﺮ
ا .
ﻮ أ اور دواد
47
Artinya:“Adalah Nabi SAW jika selesai dari penguburan mayyit, dia berdiri di sisi kubur seraya berkata, “mohonkanlah ampunan bagi saudara kalian ini, dan
mohonkanlah keteguhan baginya, karena sekarang dia sedang ditanya .”
HR. Abu Dawud Dan juga dibolehkan duduk di sisi kubur saat penguburan dengan maksud
mengingatkan orang-orang yang hadir kepada kematian dan hal-hal yang terjadi sesudahnya, berdasarkan hadits Bara’ bin Azib, bahwasanya dia
berkata: “Kami keluar bersama Nabi SAW mengiringkan jenazah seseorang dari Anshar, maka sampailah kami penguburan yang waktu itu belum digali,
kemudian duduklah Rasulullah SAW dan kami juga duduk di sekitarnya, seakan-akan di kepala-kepala kami ada burung, di tangan Rasulullah SAW
ada sebatang kayu, maka beliau mencocokkannya ke tanah dan mengangkat kepalanya seraya berkata, “mintalah perlindungan kepada Allah dari Adzab
kubur.” Dua atau tiga kali, kemudian dia bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba yang mu’min, jika telah terputus dari dunia dan memulai kehidupan
akhiratnya, turunlah para malaikat dari langit .”
47
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, h.41.
C. Pengurusan Jenazah Mutilasi Menurut Fuqaha
Sebelum penulis memaparkan pendapat para fuqaha tentang pengurusan jenazah mutilasi, telebih dahulu penulis menjelaskan tentang arti jenazah mutilasi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mutilasi ialah proses atau tindakan memotong-motong biasanya tubuh manusia atau hewan,
48
dan Mutilasi dilihat dari Ilmu Pengetahun adalah kebiasaan merusakkan bagian-bagian tertentu dari tubuh,
misalnya menanggalkan gigi dan memotong jari sebagai tanda korban.
49
Pengertian mutilasi menurut, dr. Tjetjep Dwidja Siswaja, Sp.F adalah
kondisi mayat yang tidak utuh menjadi beberapa bagian karena, suatu kejadian. Misalnya yaitu; mutilasi karena pembunuhan, kecelakaan; kemudian tubuhnya
terpisah menjadi beberapa bagian hingga terpencar atau terpotong-potong.
50
48
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3, cet.4, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 768.
49
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta:Lembaga pengkajian Kebudayaan Nusantara LPKN, 1997, Cet.Ke-I, h. 695.
50
Wawancara, Pribadi dengan dr. Tjetjep Dwidja Siswaja, Sp.F.
,
Staf Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI RSCM di bidang Hukum
, Tanggal 09 July 2009
.
Dan sedangkan menurut kriminolog UI Adrianus Melia, yang dimaksud dengan mutilasi adalah terpisahnya anggota tubuh yang satu dengan yang lainnya
oleh sebab yang tidak wajar.
51
Adapun yang dimaksud dengan jenazah mutilasi, dengan mengacu pada penjelasan tentang arti mutilasi di atas, adalah jenazah yang terpotong-potong
beberapa bagian dari suatu kejadian, seperti pembunuhan atau kecelakaan yang menyebabkan tubuhnya terpencarterpotong-potong.
Dalam pengurusan jenazah mutilasi, penulis membagi beberapa pendapat diantara para fuqaha ke dalam 3 golongan, yaitu:
1. Golongan Pertama Golongan pertama berpendapat bahwa mayat yang tidak lengkap
tubuhnya, termasuk di dalamnya mayat yang termutilasi tetap dimandikan, dikafankan, dan dishalatkan. Mereka mengatakan bahwa tidak ada bedanya mayat
yang tubuhnya lengkap dengan yang ada hanya anggota badannya saja. Di dalam pengurusan jenazah, pendapat yang pertama ini mewajibkan memandikan anggota
tubuh si mayat yang terdapat itu seperti wajibnya memandikan mayat yang lengkap anggota badannya.
Pendapat ini dikemukan oleh Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, dan Ibnu Hazm. Imam Syafi’i berkata: “kami mendapat berita bahwa di waktu
perang berunta, seekor burung menjatuhkan sepotong tangan manusia di mekkah tangan itu adalah tangan Abdurahman bin ‘Itab bin Asid. Tangan itu dapat
51
Mutilasi yang timbul di ibukota, Sinar Harapan, Jakarta:17 Januari 2003, h. 10.
mereka kenali dengan cincin. Maka tangan itu mereka mandikan dan shalatkan, dan hal itu adalah di depan para sahabat
”.
52
Imam Ahmad, berkata: “Abu Ayyub menshalatkan sepotong kaki, sedang Umar menshalatkan tulang-belulang
”.
53
Dan menurut Ibnu Hazm: ”hendaklah dishalatkan apa yang ditemukan dari tubuh mayat muslim, juga hendaklah dimandikan, dan dikafani. Kecuali jika
berasal dari orang mati syahid. Katanya pula hendaklah dalam menshalatkan sebagian tubuh mayat itu, diniatkan menshalatkan keseluruhannya, baik jasad
maupun roh ”.
54
2. Golongan Kedua Golongan kedua berpendapat bahwa; jika yang terdapat itu lebih dari
separuh badan mayat, maka haruslah dimandikan, dikafani, dan dishalatkan, namun jika tidak, maka tidak wajib dimandikan dan dishalatkan.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Hanifah dan Imam Malik. Pendapat Abu Hanifah dan Imam Malik ini adalah semata-mata Ijtihad mereka.
52
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4”
, cet.1,Penerbit:PT Alma’arif bandung, 1978, h.89-90.
53
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4”
, h.89-90.
54
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4”
, h.89-90.
Abu Hanifah dan Imam Malik, berkata : “jika ditemukan lebih dari separuhnya, hendaklah dimandikan dan dishalatkan, dan jika kurang maka tidak
perlu dimandikan dan dishalatkan ”.
55
3. Golongan Ketiga Golongan ketiga dari Imamiyah
56
berpendapat bahwa kalau yang
didapatkan dari sepotong anggota badan mayat itu adalah dadanya atau sebagian yang lainnya yang mengandung hati, maka hukumnya persis seperti hukum
terhadap mayat yang sempurna, yaitu wajib dimandikan, dikafankan, dan dishalatkan. Namun, jika tidak ada sepotong saja dari anggota tubuhnya yang
mengandung hati, atau sebagainya, seperti dada, tapi terdapat tulangnya, maka ia wajib dimandikan dan dibungkus dengan sehelai kain kemudian dikuburkan.
Tapi bila ia tidak terdapat tulang didalam anggota tubuh yang ditemukannya itu, maka ia hanya dibungkus dengan sehelai kain dan dikuburkan,
tidak usah dimandikan.
57
55
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4”
, h.89-90.
56
Imamiyah adalah Mazhab Syi’ah Imamiyah disebut juga Mazhab Syi’ah Itsna Asyariyah Syi’ah Dua Belas,karena mereka mempunyai 12 orang Imam nyata. Diantaranya, yaitu;
Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, Al-Husen, Ali Zain al-Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far al-Shadiq, Musa al-Kazhim, Ali al-Ridha, Muhammad al-Jawwad, Ali al-Hadi, Al-Hasan bin Muhammad al-
Askari, Muhammad al-Mahdi al-Muntazar . Syi’ah Imamiyah menjadi paham resmi di Negara Iran.
57
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, diterjemahkan oleh Masykur A.B.,Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff dengan judul “Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi,
Maliki, Syafi’I, Hambali”, cet.19 Jakarta: Lentera, 2007 h.45-46.
Pendapat yang pertama lebih kuat karena diperbuat dan dilaksanakan dihadapan para sahabat nabi dan para mayat yang terlepas dari anggota badannya
korban dari perang Uhud dan Jamal.
58
Adapun tata cara dalam memandikan mayat yang tubuhnya terpotong – seperti misalnya terpotong kepalanya-jika potongan tersebut ada, maka terlebih
dahulu menangkapkan tepi yang satu dengan yang lain lalu menjahitnya dengan menggunakan tali pengikat atau pembalut atau juga dengan lumpur yang tak
bercampur pasir, sehingga tidak tampak kejelekannya. Apabila ada sesuatu yang lepas dari tubuh mayat seperti gigi, maka tetap dimandikan dan dikafankan.
59
Sebagai penutupan dari pembahasan bab 2 ini mengenai ”Pengurusan Jenazah Mutilasi Menurut Hukum Islam”, penulis akan memberikan kesimpulan di
dalam pembahasan ini; Jenazah adalah segala yang berkaitan dengan proses pemakaman dan
pengkafanan bagi si mayat, sedangkan kata al-mayyit dalam bahasa arab yang berarti orang yang meninggal. Dalam pengurusan jenazah hukumnya ialah fardhu kifayah,
artinya jika sudah ada sebagian muslim yang mengurus jenazah maka gugurlah kewajiban sebagian yang lain, baik itu memandikannya, mengkafankannya,
menshalatkannya, dan menguburkannya.
58
Othman Mukim Hassan, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah, cet. I, Malaysia: Pustaka Ilmi, 1995, h. 51-52.
59
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1989, Juz 2, h. I1489.
Di dalam memandikan jenazah hendaknya orang yang paling dekat kaum kerabat dan yang memiliki sifat wara dan amanah. Pendapat ini dipegang oleh
mazhab Hadawiyah, bahwa orang yang memandikan jenazah disyaratkan orang yang Adil. Sedangkan, Jumhur Ulama berbeda pendapat dalam hal ini dan mereka
mengatakan bahwa orang yang memandikan jenazah itu dibebankan dengan beban- beban syara’, dan memandikan mayat termasuk di antaranya, jika tidak maka tidak
sah setiap perbuatan yang dibebankan kepadanya, dan ini menyalahi ijmak. Mengkafankan jenazah juga sama dengan, memandikan jenazah yaitu
dilakukannya oleh kerabat. Sedangkan hikmah dari mengkafankan mayat adalah untuk menutupi auratnya dari pandangan mata dan sebagai penghormatan padanya.
Pengkafanan para fuqaha berbeda pendapat; menurut Imam Hanafi dan berbagai fuqaha mazhab, untuk kafan laki-laki baliq; bahwa pakaian gamis menutupi dari leher
hingga kaki, tanpa lengan baju tidak terbuka pada dada dan sisi lambung, dan Bawahnya tidak usah lebar-lebar seperti pakaian orang hidup, tetapi harus sejajar.
Sedangkan kafan untuk wanita, Imam Syaukani mengatakan hadits yang diriwayatkan Laila binti Qanif ast-Tsaqafiah adalah dibuatkan kain, pakaian,
kerudung selimut, dan lipatan. Dan dalam Fiqh al-Wadhih, Imam Syaukani mengatakan bahwa sebagian Fuqaha memandang Makruh dalam penambahankain
kafan mayat lebih dari tiga, hal demikian mereka mengannggap berlebihan. Menshalatkan jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi yang orang muslim
yang menghadirinya. Syarat-syarat shalat mayat, dilaksanakan sebagaimana biasanya; harus dalam keadaan suci, menghadap kiblat, menutup aurat, terhindar dari darah
haid dan nifas. Dan rukun-rukunnya, yaitu; Niat, Berdiri bagi orang yang mampu, Empat takbir, Membaca Shalawat atas Rasulullah SAW, Membaca doa. Dalam
berjalan mengiringi jenazah termasuk proses dalam pengurusan jenazah, dan hukumnya fardhu kifayah. Berjalan mengiringi jenazah artinya mengusung jenazah
sampai tempat pemakaman mayat dikuburkan. Hal-hal yang disunnahkan ketika membawa jenazah; Mensegerakan dalam membawa jenazah, Mengintari kurung
batang, Berjalan di depannya atau di belakangnya atau di sampingnya sebelah kanan atau juga sebelah kiri yang berdekatan dengan mayat.
Dan yang terakhir yaitu proses penguburannya, yaitu menguburkan mayat di dalam tanah, agar terhindar dari; tercium baunya, dimakan oleh binatang buas.
Dalam ketika penguburan jenazah di sunnahkan untuk; Mendalamkan kuburnya, Memperluas bagian kepala mayat dan kakinya, lebih baik menguburkan mayat pada
lahad yang tanahnya keras, Menguburkan mayat di kuburan yang jauh dari rumah, Orang yang mengubur yang menjadi imamdalam shalat mayat, menutup kubur
dengan kain ketika meletakkan mayat di dalam kubur, Memasukkan mayat dari sisi kakinya, Menghadapkan mayat ke arah kiblat, Orang yang meletakan mayat
mengucapkan: ”Bismillahi wa a’lamilatilrasullillah”, Menempelkan pipi mayat yang kanan dan diletakkan di atas ganjalan atau batu atau tanah, Meletakan sesuatu di
belakangnya dari tanah atau lainnya agar ia tidak jatuh dan selalu menghadap kiblat, Menutup kubur dengan tanah dan meninggikannya sejengkal dari tanah, Memberi
tanda berupa batu dan Orang yang menghadiri penguburan mayat hendaknya memegang tiga gumpalan tanah di atas kubur di sisi kepala mayat kemudian
menaburkannya dengan kedua tangannya, Orang yang mengiringi mayat hendaknya menunggu setelah penguburan dengan waktu kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk
menyembelih unta dan membagikan dagingnya kepada orang-orang miskin agar mayat merasa tentram dengan mereka, Berdiri di sisi kubur sambil mendoakan
keteguhan bagi mayat dan memohonkan ampunan bagi si mayat.Dan pada hakikatnya Islam menganjurkan agar setiap orang yang meninggal untuk disegerakan
melaksanakan proses pengurusan jenazahnya. Untuk pengurusan jenazah mutilasi, mereka Fuqaha berbeda pendapat
dan terbagi menjadi tiga golongan diantaranya, yaitu; Golongan pertama, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, dan Ibnu Hazm mengatakan dalam pengurusan
jenazah mutilasi: mayat tidak lengkap tubuhnya, wajib memandikan anggota tubuh si mayat yang terdapat itu seperti wajibnya memandikan mayat yang lengkap anggota
badannya. Golongan kedua, Imam Abu Hanifah, dan Imam Malik mengatakan dalam pengurusan jenazah mutilasi: jika yang ditemukan lebih dari separuh badan mayat,
hendaklah dimandikan dan dishalatkan, dan jika kurang maka tidak perlu dimandikan dan dishalatkan. Sedangkan, Golongan ketiga, Imamiyah mengatakan dalam
pengurusan jenazah mutilasi: jika didapatkan dari sepotong anggota badan mayat itu adalah dadanya atau sebagian yang lainnya yang mengandung hati, maka wajib
dilaksanakan pengurusan jenazah seperti, hukum terhadap mayat yang sempurna, yaitu wajib dimandikan, dikafankan, dan dishalatkan. Dan apabila, yang didapatkan
tidak ada sepotong saja dari anggota tubuhnya yang mengandung hati, atau
sebagainya, seperti dada, tetapi ditemukan ada tulangnya, maka ia wajib dimandikan dan dibungkus dengan sehelai kain kemudian dikuburkan.
BAB III MENGENAL RUMAH SAKIT dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
A. Sejarah Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo
Sejarah RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, tidak terlepas dari sejarah Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia, karena perkembangan kedua instansi ini
yang saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896, dr. H. Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia, sekarang Jakarta,
saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada dalam satu pimpinan. Kemudian pada tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA
1
yang nantinya menjadi cikal bakal Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada tanggal 19 November 1919 didirikan CBZ Centrale Burgelijke Ziekenhuis yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan
pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas.
Saat Indonesia diduduki oleh Jepang pada bulan Maret 1942, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi Djakarta Ika Dai Gaku. Dan pada tahun
1945, CBZ diubah namanya menjadi “Rumah Sakit Oemoem Negeri” RSON dipimpin oleh Prof. dr. Asikin Widjaya Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh
Prof. Tamija.
1
Alfred.C.Satyo, Sejarah Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi II, cet III, Penerbitan dan Percetakan USU Press, Universitas Sumatera Utara Medan, 2004, h. 28-29.
48