BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Mekanisme pertanggungjawaban dan penyelesaian tindak pidana pemilu dalam KUHP diatur dalam Pasal 148 sampai dengan Pasal 153 KUHP, yang
menyatakan bahwa: a Dengan kekerasan ancaman sengaja merintangi orang menggunakan hak
pilih; b Menjanjikan menyuap orang supaya tidak menggunakan hak pilih;
c Menerima janji menerima suap; d Melakukan tipu muslihat agar suara pemilih tak berharga atau menyebabkan
beralihnya hak pilih kepada orang lain; 1
memakai nama orang lain supaya dapat memilih; 2
menggagalkan pemungutan suara atau melakukan tipu muslihat agar hasil pemilihan lain dari yang seharusnya.
Selanjutnya mengenai hukuman tindak pidana pemilu ini Pasal 149 mengatur : 1 Barangsiapa pada waktu pemilihan yang diadakan menurut undang-undang
umum, dengan pemberian atau perjanjian memberi suap kepada seseorang supaya ia tidak melakukan haknya memilih, atau supaya ia menjalankan hak
itu dengan jalan yang tertentu, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-
Universitas Sumatera Utara
2 Hukuman itu juga dijatuhkan kepada si pemilih, yang menerima suap atau perjanjian akan berbuat sesuatu.
2. Mekanisme pertanggung jawaban dan penyelesaian tindak pidana pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu adalah dengan menyatakan bahwa Tindak
Pidana Pemilihan Umum merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-undang ini yang penyelesaiannya melalui
pengadilan pada peradilan umum, sedangkan pelanggaran yang bersifat administratif diselesaikan melalui KPU dan Badan Pengawas Pemilu serta aparat
dibawahnya. Dalam konteks pengaturan tindak pidana, sesungguhnya UU Pemilu merupakan Undang-undang khusus lex specialis karena mengatur tindak pidana
yang diatur dalam UU Pemilu. Secara umum KUHP lex generalis juga telah mengaturnya dalam pasal 148 sampai dengan Pasal 153 KUHP. Begitu ketatnya
UU No. 10 Tahun 2008 mengatur perihal tindak pidana Pemilu. Hal ini terlihat dari terjadinya kriminalisasi terhadap hampir seluruh perbuatan tindakan dalam
setiap tahapan pelaksanan Pemilu yang menghambat terlaksananya Pemilu. Tidak hanya ketat, dibandingkan dengan UU No. 12 Tahun 2003 yang hanya mengatur
31 Pasal tentang tindak pidana Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2008 ini mengaturnya sampai sejumlah 51 pasal. Dari 51 Pasal yang mengatur tindak
pidana Pemilu, sebagian besar 40 pasal mengancam penyelenggara Pemilu tingkat pusat KPU sampai dengan tingkat Desa PPS. Hanya 11 ketentuan yang
tidak langsung ditujukan kepada penyelengara Pemilu, bahkan berdasarkan ketentuan Pasal 311 UU Nomor 10 Tahun 2008, penyelenggara Pemilu ditambah
hukumannya 13 dalam melakukan tindak pidana yang ditujukan pada subjek lain selain penyelenggara Pemilu. Subjek lain yang dapat dikenai tindak pidana Pemilu
antara lain: setiap orang umum, Pelaksana Kampanye orang partai atau event
Universitas Sumatera Utara
organizer, Pejabat Negara seperti KetuaWakil KetuaKetua MudaHakim Agung pada Mahkamah Agung, KetuaWakil Ketua, Hakim Mahkamah
Konstitusi, hakim pada semua badan peradilan, Ketua Anggota BPK, GubernurDeputi Gubernur BI, serta Pejabat Badan Usaha Milik Negara ,
PNSTNIPOLRI, Lembaga-lembaga Survey baik perorangan maupun institusi, Perusahaan Percetakan, dan Badan Pengawas Pemilu.
B. Saran-Saran