Menggagalkan Pemungutan suara yang telah dilakukan atau melakukan tipu muslihat.

gambar caleg Partai Patriot Pancasila Posman Siahaan. Dari keterangan warga, Cahyadi adalah salah satu dari sekitar 50 orang bayaran yang disebar ke sejumlah TPS untuk mencoblos nama salah satu caleg partai tertentu. Namun, pihak Panwaslu mengaku masih menyelidiki kebenaran masalah ini. Sedangkan terhadap dua orang lainnya, Panwaslu melepaskan mereka. 16 Pasal 152 ini mengatur bahwa barang siapa yang menggagalkan pemungutan suara yang telah dilakukan atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. Pasal ini juga banyak terjadi pada Pemilu 2004 yang lalu. Pada Pemilu 2004 yang lalu, ditengarai ada paku tersembunyi di tengah-tengah bantal pencoblosan sehingga begitu surat suara mau ditusuk ternyata sudah tertusuk lebih daulu. Bila pemilih mencoblos yang kiri atau kanan maka kartu itu akan termasuk kategori rusak atau tidak sah. Kemudian ada lagi penyalahgunaan kartu AB. Seringkali terjadi pada waktu pemindahan berkas

5. Menggagalkan Pemungutan suara yang telah dilakukan atau melakukan tipu muslihat.

Pasal 152 KUHP menyatakan : ”Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”. 16 Memakai Kartu Orang Lain ditangkap, diakses dari situs http:www.tempointeraktif.comhgjakarta20040406brk,20040406-17,id.html, tanggal 10 November 2009. Universitas Sumatera Utara daftar pemilih yang menggunakan kartu AB, nama pemilih di tempat pertama mendaftar tidak dicoret sehingga namanya masih tercantum. Dengan demikian hal itu dimanfaatkan oleh yang bersangkutan atau petugas TPS setempat atau orang lain untuk suara Golkar. Jadi satu orang memberikan suara dua tempat berbeda atau lebih. Selanjutnya masalah sisa surat suara. Sangat boleh jadi sisa surat suara ditusuki oleh petugas TPS untuk kepentingan Golkar. Hal itu pernah terjadi di kantor perwakilan Indonesia di Kinabalu, Malaysia. Pemilihannya hanya berjumlah 1,2 juta tetapi jumlah suaranya lebih dari itu. Padahal untuk mencapai 100 persen suara saja sulit karena para pemilih terbesar diberbagai tempat yang sulit, seperti buruh-buruh di perkebunan pedalaman. 17 Secara umum KUHP lex generalis telah mengaturnya dalam Pasal 148 sampai dengan pasal 153 KUHP, yang antara lain mengatur : 18 Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka dapat diuraikan bahwa pasal ini terdiri dari 2 dua unsur, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif a. Dengan kekerasanancaman sengaja merintangi orang menggunakan hak pilih; b. Menjanjikanmenyuap orang supaya tidak menggunakan hak pilih; c. Menerima janji menerima suap; d. Melakukan tipu muslihat agar suara pemilih tak berharga atau menyebabkan beralihnya hak pilih kepada orang lain; 1. memakai nama orang lain supaya dapat memilih; 2. menggagalkan pemungutan suara atau melakukan tipu muslihat agar hasil pemilihan lain dari yang seharusnya. 17 Titik-Titik Rawan Kecurangan dalam Pemilu, diakses dari situs : diakses dari situs : http:gsj.tripod.compantau5.htm, tanggal 10 November 2009. 18 Pasal 148 KUHP, lihat R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Politeia, Bogor, 1996, hal. 128. Universitas Sumatera Utara adalah adanya orang perorang atau kelompok yang dengan sengaja melakukan perbuatan. Perbuatan yang dimaksud adalah merupakan unsur objektif dari pasal ini, yaitu bertujuan untuk menghalangi orang memberikan haknya dalam pemilu atau menyebabkan suara pemilih tak berharga atau menyebabkan beralihnya hak pilih kepada orang lain , dengan melakukan: a tindakan kekerasanancaraman b Memberikan janjimelakukan penyuapan c Menerima janji menerima suap d Melakukan tipu muslihat. Pasal 148-153 merupakan pasal-pasal yang berasal dari KUHP, yang pada umumnya menjamin agar supaya setiap warga negera dapat menentukan pilihannya dengan bebas terhadap wakil-wakil untuk duduk dalam Dewan pemerintahanDewan Perwakilan Rakyat dan agar Pemilu dapat dilakukan dengan bersih, jujur dan bebas dari segala macam kecurangan. 19 KUHP memberikan penjelasan bahwa penyuapan itu harus dilakukan dengan “pemberian” atau “perjanjian” yang berupa apa saja. Kemudian yang dihukum menurut pasal ini bukan saja orang yang menyuap, akan tetapi juga orang menerima suap itu, misalnya A berkata pada B, jika kamu memilih tanda gambar partai X, maka saya akan memberikan uang Rp. 50,-. Apabila Pemilih B menerima pemberian atau perjanjian itu, dan ia memilih apa yang dikehendaki oleh A, maka A dan B kedua- duanya dihukum. Seorang dari partai politik yang menganjurkan supaya memilih Selanjutnya di dalam KUHP dijelaskan pula bahwa Pemilihan Umum anggota Badan PermusyawartanPerwakilan Rakyat dengan khusus diatur dalam UU No. 1969 No. 15 LN. 1969 No. 58 Tahun 1980 dan UU No. 1 Tahun 1985. 19 Ibid. Universitas Sumatera Utara partainya dengan tidak memakai pemberian atau perjanjian suatu apa itu tidak diancam hukuman. Menurut yurisprudensi, maka menawarkan suatu pemberian atau perjanjian itu merupakan permulaan dari pelaksanaan kejahatan tersebut sehingga sudah dapat dipandang sebagai “percobaan” dari kejahatan dalam pasal ini. Dimuatnya ketentuan pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum di dalam KUHP adalah menarik, karena ketika Wetbook van Strafrecht mulai berlaku di tahun 1917, pasal-pasal tersebut sudah ada, padahal Indonesia masih dijajah oleh Belanda sehingga pemilihan umum belum ada. Tampaknya ketentuan WvS Belanda diambil begitu saja untuk Hindia Belanda. Di negeri Belanda, pemilihan umum memang sudah dilaksanakan pada masa itu. Di negara yang memiliki system bicameral itu, Konstitusi1815 menentukan adanya pemilihan langsung yang dilakukan untuk memilih Second Chamber. Sementara the Chamber dipilih secara tidak langsung. Adapun di Indonesia sendiri meskipun di masa penjajahan Belanda sudah ada wakil-wakil bangsa Indonesia di lembaga perwakilan saat itu Volksraad, khususnya sejak 1918-1942, namun pemilihan masih dilakukan oleh pemilih yang sangat terbatas. 20 Bila berbicara tentang Pemilu tanggal 9 April 2009 yang lalu, maka akan ada 2 dua peristiwa menarik yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum tersebut. Pertama diajukannya judicial review terhadap UU No. 10 Tahun 2008 Pemilihan umum nasional barulah dilaksanakan sesudah Indonesia merdeka, tepatnya di tahun 1955 yang merupakan pemilu nasional pertama.

B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pemilihan Umum dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum