Kopal 1. Pengertian kopal TINJAUAN PUSTAKA

Agathis loranthifolia Salisb membutuhkan iklim basah dengan tingkat curah hujan antara 3000-4000 mmtahun. Agathis loranthifolia Salisb juga dapat tumbuh pada tanah yang berpasir dan tanah lempung liat karena Agathis loranthifolia Salisb tidak terikat pada formasi tanah tertentu sehingga tidak membutuhkan tanah yang terlalu subur tetapi harus mempunyai sistem drainase yang baik. Di Jawa Agathis loranthifolia Salisb tumbuh optimal pada ketinggian 200-2500 mdpl apabila tumbuh di atas ketinggian tersebut tumbuhnya sudah tidak baik lagi. C. Kopal C.1. Pengertian kopal Dulsalam dan Sumantri 1985 dalam Setiawan 1997 menjelaskan bahwa kopal adalah sejenis getah yang diperoleh dari pelukaan kulit pohon Agathis spp berwarna putih sampai kekuning-kuningan transparan berbentuk gelembung. Whitmore 1977 dalam Hidayati 2005 menyatakan bahwa kopal merupakan eksudat dari kulit pohon damar yang merupakan cairan kental berwarna jernih atau putih yang semakin lama semakin keras setelah terkontaminasi dengan udara. C.2. Nama lain kopal nama daerah Kopal dikenal dengan berbagai nama daerah tergantung daerah asalnya, misalnya saja damar wana Agathis philippinensis Warb dan Kao-kao Agathis hamii M. Dr di Sulawesi dan damar Agathis labillardieri Warb di Irian Jaya Partadiredja dan Koamesakh, 1973 dalam Setiawan 1997. Departemen Kehutanan 1981 dalam Parno 2003 menjelaskan bahwa ada beberapa nama lokal dari kopal seperti damar sigi atau kayu sigi Sumatera, kidamar Jawa, damar bindang atau damar pilau Kalimantan, damar kapas, damar wana dan hulu sinua Sulawesi serta damar puti, damar pepeda, kesi dan kasima Papua. Departemen Pertanian 1976 dalam Setiawan 1997 menyatakan bahwa ada beberapa daerah dari kopal seperti damar sewa yaitu kopal melengket yang berasal dari Sulawesi, damar daging yakni sejenis kopal berwarna merah yang dihasilkan dari pohon Agathis di Kalimantan Barat, damar pepeda yaitu kopal melengket yang berasal dari Maluku. Selain itu ada damar penggal, damar medelu dan damar cukur dari Arafuru dan Halmahera. C.3. Jenis-jenis kopal Partadiredja dan Koamesakh 1973 dalam Setiawan 1997 menjelaskan bahwa kopal menurut asal dan cara dihasilkannya terbagi menjadi 2 jenis yaitu kopal sadap dan kopal galian. Kopal sadap yaitu kopal yang diperoleh dengan cara melukai kulit pohon, sedangkan kopal galian yaitu kopal yang diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari getah yang keluar dari pohon damar yang tertimbun di dalam tanah secara alami tanpa disadap. Yang termasuk dalam jenis kopal sadap adalah kopal loba dan kopal melengket sedangkan yang termasuk dalam kopal galian ialah kopal bua. Dirjen Kehutanan 1976 dalam Hermansyah 2004 menyatakan bahwa kopal digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Kopal Loba Kopal yang dipungut dari pohon setelah satu atau beberapa bulan disadap, lebih keras daripada kopal melengket dan kotorannya tidak mudah melengket, berwarna putih kekuning-kuningan sampai kecoklat-coklatan tergantung lama pembersihannya. 2. Kopal Melengket Kopal yang dipungut dari pohon sekitar dua atau tiga minggu setelah penyadapan, masih lembek dan lengket terhadap kotoran, berwarna putih jernih sampai kekuning-kuningan. 3. Kopal Bua Kopal yang tidak disadap dari pohon melainkan keluar secara alami setelah bertahun-tahun tertimbun di dalam tanah dan bercampur dengan kotoran sehingga berwarna coklat kehitam-hitaman. C.4. Penyadapan kopal Riyanto 1980 dalam Hidayati 2005 menyebutkan bahwa ada 4 macam cara penyadapan kopal, yaitu : 1. Cara Primitif Cara ini dilakukan dengan memukul kulit kayu dengan batu atau alat pemukul pada batang setinggi 1-1,5 m. Kulit yang terluka akan mengeluarkan getah berupa kopal dan cara ini dapat mengalami peradangan pada batang yang akan menyebabkan pembusukan dan kanker batang. 2. Cara Tradisional Cara ini dilakukan dengan menggunakan alat sadap berupa kudi sejenis parang dengan bagian tengahnya membentuk busur, bagian tengah kudi digunakan untuk membuat luka sadapan dengan mencacah secara acak pada keliling pohon setinggi 1-1,5 m. Setelah enam hari kopal mengental dan dipungut sekaligus dilakukan pembaharuan luka. Cara ini dapat meninggalkan bekas callus yang tumbuh tidak teratur dan juga menyebabkan pembusukan dan kanker batang. 3. Cara Menurut PK No.13 1977 Unit I Jawa Tengah Cara ini dilakukan pada pohon damar yang telah berumur 35 tahun dengan diameter batang telah mencapai 50 cm. Luka dibuat dengan membagi batang ke dalam dua irisan sadap yang berlawanan arah, irisan pertama dengan lebar 1 cm dan kedalaman sadapan setebal kulit, panjang sadapan sekitar 40 cm membentuk sudut 60 ° terhadap arah tegak. Irisan kedua dengan lainnya berjarak 15 cm, dimana titik irisan pertama berjarak 60 cm dari permukaan tanah, pembaharuan luka sadapan dilakukan setiap minggu sekali selebar selebar 0,5 cm. Kelemahan metode ini adalah waktu penyadapan yang relatif lebih lama dan menurunnya kualitas hasil kopal yang diperoleh. 4. Cara Koakan Cara ini telah dilakukan sejak pertengahan tahun 1979 oleh KPH Banyumas Timur dengan maksud untuk dapat meningkatkan produksi kopal secara optimal sambil menunggu penyempurnaan petunjuk kerja penyadapan kopal yang lebih lanjut. Cara ini kemudian diterapkan oleh Perum Perhutani pada tahun 1985. Sistem ini biasa disebut dengan sistem quarre. C.5. Kegunaan dan peranan kopal Partadiredja dan Koamesakh 1973 dalam Hidayati 2005 menyatakan bahwa penyadapan pohon Agathis mulai berkembang sekitar tahun 1870 saat industri cat dan vernis mulai berkembang di Eropa dan Amerika. Sumadiwangsa 1973 dalam Hidayati 2005 menjelaskan bahwa penggunaan kopal dapat bermanfaat sebagai bahan cat, vernis, spiritus, lak merah, vernis bakar, plastik, bahan pelapis tekstil, linoleum, perekat, email, cairan pengering, bahan sizing, bahan untuk water-proofing, tinta cetak, dan lain sebagainya. D. Energi Manusia D.1. Pengeluaran energi manusia