Pengaruh perubahan pengelola terhadap pendapatan usaha kopal dan resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

(1)

PENGARUH PERUBAHAN PENGELOLA TERHADAP

PENDAPATAN USAHA KOPAL DAN RESIN DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT

RADITA DANESHWARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PENGARUH PERUBAHAN PENGELOLA TERHADAP

PENDAPATAN USAHA KOPAL DAN RESIN DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

RADITA DANESHWARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

3

RINGKASAN

RADITA DANESHWARA. Pengaruh Perubahan Pengelola Terhadap Pendapatan Usaha Kopal dan Resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Dibawah Bimbingan Ir. YULIUS HERO, M.Sc

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) telah melakukan penyadapan getah sejak tahun 2001. Penyadapan dimulai dengan pembukaan kopal. Proses penyadapan tersebut sebagai langkah pemanfaatan hasil hutan bukan kayu untuk menghasilkan pendapatan bagi HPGW. Setelah kopal, pembukaan resin terjadi tahun 2007. Selama 10 tahun, HPGW telah melakukan pergantian manajemen sebanyak tiga kali yaitu periode 2001-2003, 2004-2008, dan 2009-sekarang. Pada periode tersebut pola pendapatan mengalami perbedaan, baik pendapatan pengelola maupun pendapatan penyadap getah. Metode yang digunakan adalah analisis biaya manfaat dan analisis pendapatan penyadap, kemudian disajikan dengan tabulasi dan dijelaskan secara deskriptif. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling yaitu penyadap yang telah bekerja pada tiga periode manajemen.

Selama tiga periode manajemen, pendapatan pengelola mengalami fluktuasi. Pada periode tahun 2001-2003 sebesar Rp 54.074.963,67/tahun, pada periode tahun 2004-2008 Rp 14.897.368,76/tahun, pada periode 2009-sekarang meningkat sebesar Rp 377.104.206,40/tahun. Hal ini dikarenakan pada periode setelah tahun 2009 adanya usaha peningkatan getah seperti pemberian stimulan, insentif, pengaturan kawasan, dan dijadikannya pendapatan getah beserta pelayanan jasa sebagai pemasukan utama HPGW. Sementara itu periode sebelum tahun 2009 belum adanya usaha peningkatan getah karena lebih berfokus pada sektor lain sebagai pemasukan. Munculnya resin pada tahun 2007 mampu menutupi kekurangan disaat kopal tidak mampu menutupi biaya pengelolaan. Kondisi serupa terjadi pada biaya produksinya yang mengalami fluktuasi. Adanya pendapatan yang tinggi menghasilkan biaya produksi dan biaya pengelolaan yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan karena adanya produksi yang tinggi bagi pendapatan maka biaya produksinya semakin tinggi.

Perubahan manajemen mengakibatkan adanya peningkatan pendapatan per tahunnya bagi penyadap. Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan motivasi dan curahan waktu dalam menyadap. Peningkatan faktor tersebut dikarenakan adanya usaha dari manajemen dalam upaya peningkatan pemasukan getah seperti pemberian insentif dan stimulan yang berpengaruh terhadap peningkatan tersebut, sehingga kontribusi pendapatan getah penyadap semakin meningkat dari awal hingga saat ini. Namun adanya peningkatan tersebut belum mampu menutupi kebutuhan hidup penyadap, sehingga masih dibutuhkan pendapatan dari hasil lain untuk menutupi kekurangannya. Sementara itu biaya produksi penyadap tidak mengalami peningkatan signifikan karena alat produksi yang digunakan relatif sama, peningkatan terjadi pada biaya hidup karena terdapat peningkatan harga-harga pada kebutuhan hidup.


(4)

SUMMARY

RADITA DANESHWARA. Effect on Management Change to Business Revenue of Copal and Resins in Gunung Walat Education Forest Sukabumi district, West Java. Under the Supervision of Ir. YULIUS HERO, M.Sc.

The Gunung Walat Education Forest (GWEF) had been tapping of sap since 2001. The tapping began with the opening of copal. The process of tapping as a step for using the non wood forest product to generate income for GWEF. After copal, the opening of resin was found in 2007. For 10 years, GWEF had been three times turnover the management, the period were 2001-2003, 2004-2008, and 2009-now. At those periods the pattern of income, both of the revenue of management or revenue tappers were different. The method that used is benefit cost analysis and revenue of tappers analysis, presented by tabulation and explained descriptively. Selection of respondents using the purposive sampling were the tappers who had beed working in three periods of management.

During three periods of management, the revenue of management was

fluctuated. At 2001-2003 period Rp 54.074.963,67/year, 2004-208 is Rp 14.897.368,76/year, period of 2009-now is Rp 377.104.206,40/year. This

because of efforts to increase the sap, such as stimulant gives, incentives, area management, and the incoming from sap also services as the main income for GWEF, after 2009 period. Meanwhile, the periods before 2009 there is no efforts to increase the sap because focused in other sectors as income. The appearance of resin in 2007 was able to covered management costs while copal was not able. The similar condition happened in production cost that fluctuated. The high income can made high production cost and high management cost as well. These caused by high production for high income so that the production cos was higher.

The change of management cause the increase of income per year for tappers. This caused by high motivation and outpouring time when tapping. The increased of that factors caused by the efforts from management to increase sap income, such as incentives and stimulant gives that influenced to those increase,

so the contribution of sap income’s tappers was increasing from beginning until now. But the increasing can not able to cover tappers’s life, so it needs another

income. Meanwhile, production cost of tappers was not significantly increase because production instruments that used were relatively same, the increase was found in living costs because there were the increase of prices of life needs.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan bahwa skripsi berjudul PENGARUH PERUBAHAN PENGELOLA TERHADAP PENDAPATAN USAHA KOPAL DAN RESIN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011


(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Perubahan Pengelola Terhadap Pendapatan Usaha Kopal dan Resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Nama : Radita Daneshwara

NRP : E14060311

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Yulius Hero, MSc.

NIP : 19650707 199003 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS

NIP 19630401 199403 1 001


(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw berserta umatnya.

Penyusunan dan penulisan skripsi ini merupakan tahapan akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010 adalah Pengaruh Perubahan Pengelola Terhadap Pendapatan Usaha Kopal dan Resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwasanya skripsi yang tentunya didasarkan pada sudut pandang dan bekal pengetahuan yang penulis miliki ini masih jauh dari sempurna. Keluasan sudut pandang dan pengetahuan yang pembaca miliki akan sangat bermanfaat untuk kritik dan saran sehingga membantu menyempurnakan tulisan ini.

Semoga skripsi ini dapat berfungsi dan memberikan manfaat sebagaimana yang seharusnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Februari 1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Drs. Hardijanto Suryowinoto (alm) dan Rochmah Hardijanto. Penulis sekolah di TK. Libbi Andita Davitri Bogor (1992-1994), kemudian melanjutkan ke SD Negeri Pengadilan 3 Bogor (1994-2000), setelah itu melanjutkan kembali ke SMP Negeri 4 Bogor (2000-2003), selanjutnya pada tahun 2003 penulis masuk ke SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis masuk ke IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tingkat dua, penulis masuk Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi seperti

Music Agriculture Expresion (MAX) pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007-2008 penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai Staff Departemen Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan, selanjutnya aktif di organisasi yang sama tahun berikutnya sebagai Kepala Biro Seni Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (2008-2009). Penulis aktif dikepanitiaan seperti Koordinator Medis Temu Manajer 2008 serta Staff Divisi Acara E-GREEN 2009. Selain itu penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang-Sancang Garut tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2009, penulis juga melakukan Pratek Kerja Lapang (PKL) di PT. Erna Djuliawati di Kalimantan Barat selama dua bulan, Februari-April 2010. Selain itu penulis aktif dalam usaha Event Organizer Fireworks Enterprise sejak awal 2010 hingga sekarang sebagai Head Marketing and Finance.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Perubahan Pengelola Terhadap Pendapatan Usaha Kopal dan Resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat di bawah bimbingan Ir. Yulius Hero, M.Sc


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan rezeki dan berkah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Orang tua ibu tercinta Rochmah Hardijanto dan ayah Drs. Hardijanto (alm) dengan segala hormat penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga atas segala curahan kasih sayang, pengorbanan, doa dan jerih payah untuk keberhasilan penulis.

2. Adikku Ardyan Azrarajasa serta keluarga. Terimakasih atas dorongan semangat yang telah diberikan.

3. Bapak Ir. Yulius Hero, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

4. Prof. Dr. Ir. Yusram Massijaya, MS; Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA dan Dr. Ir. Cahyo Wibowo, MSc selaku dosen penguji pada ujian komprehensif penulis. 5. Seluruh Dosen, Staff pengajar, dan karyawan Fakultas Kehutanan dan TPB

IPB yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat selama penulis menuntut ilmu dan menyelesaikan studi di IPB.

6. Seluruh pihak di Hutan pendidikan Gunung Walat, Direktur HPGW Ir. Budi Prihanto, MS; Manajer Operasional Ir. Agung Sutrisno; Bapak Dizy Rizal; Manajer PSDH Udin Abdul N, S.Hut; Bapak Supriyanto; Bapak Irdika Mansur; Bapak Endang Husaeni; beserta seluruh staff HPGW yang tidak bisa disebutkan satu per satu penulis ucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas penerimaan dan arahannya di lapangan.

7. Rekan-rekan seperjuangan Manajemen Hutan 43 dan teman-teman Manajemen Hutan 44 yang sangat banyak tidak bisa disebutkan satu per satu, telah membagi canda tawa maupun kesedihan selama ini serta bantuannya kepada penulis.


(10)

4

8. Teman-teman di seluruh IPB dari mulai asrama hingga saat ini terimakasih banyak.

9. Rekan-rekan Fireworks Enterprise (Andre, Andi, Yayat, Linda, Hania, Suke, Rika, Rahma) atas kerjasamanya, Mari kita tingkatkan. Kepada Ferra Aziz yang bersama-sama di lapangan saat penelitian dan menemani turun ke desa-desa. Juga untuk teman sepermainan di MNH 43 yang tidak bisa disebut satu per satu terimakasih atas semangat kalian.

10.Kepada teman-teman Arvandor (Uthie, Adi, Deple, Jo, Olive, Dita, Savie) yang tetap ada.

11.Yuly Ratna Pratiwi yang telah memberikan semangat, dorongan, dan masukan yang bermanfaat bagi penulis. Terimakasih banyak.

12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah turut membantu selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2011


(11)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 2

1.4 Perumusan Masalah ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1 Teori Manfaat dan Biaya ... 3

2.2 Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)... 5

2.3 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 7

2.4 Resin ... 8

2.5 Kopal... 9

2.6 Motivasi ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ...11

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 11

3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 11

3.4 Metode Analisis Data ... 11

3.5 Metode Pengolahan Data Pendapatan Usaha ... 12

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...14

4.1 Lokasi dan Luas ... 14

4.2 Iklim dan Topografi ... 14

4.3 Tanah dan Hidrologi ... 15

4.4 Vegetasi ... 15

4.5 Satwa... 16

4.6 Mata Pencaharian Penduduk Sekitar ... 16

4.7 Panorama dan Fasilitas ... 17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...18

5.1 Karakteristik Responden... 18

5.2 Pengenalan Umum Mengenai Periode Manajemen ... 19

5.3 Pendapatan Pengelola HPGW ... 23

5.4 Biaya Pengelola HPGW ... 28

5.5 Pendapatan Bersih Pengelola HPGW ... 30

5.6 Penerimaan Penyadap ... 33

5.7 Biaya Penyadap HPGW ... 36

5.8 Pendapatan Bersih Penyadap Getah Terhadap Biaya Produksi ... 39

5.9 Pendapatan Penyadapan Getah Terhadap Biaya Rumah Tangga.... 40

5.10 Perbandingan Penyadapan Dengan Hasil Lain Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup... 41


(12)

iii

5.12 Tren Motivasi Penyadap dan Curahan Waktu pada Berbagai

Periode ... 48

5.13 Rekapitulasi Pola Pendapatan Penyadap Kopal dan Resin pada... 52

Berbagai Periode Manajemen ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...56

6.1 Kesimpulan ... 56

6.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ...58


(13)

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Rata-rata usia penyadap kopal dan resin responden ... 18

2. Tingkat pendidikan penyadap kopal dan resin responden ... 18

3. Tempat tinggal penyadap kopal dan resin responden ... 19

4. Tren produksi kopal HPGW 2001-2010 ... 24

5. Tren produksi resin HPGW 2007-2010 ... 24

6. Tren harga jual kopal HPGW 2001-2010 ... 26

7. Tren harga jual resin HPGW 2007-2010 ... 26

8. Tren penerimaan kopal HPGW 2001-2010 ... 27

9. Tren penerimaan resin HPGW 2007-2010... 28

10. Tren biaya produksi kopal HPGW 2001-2010 ... 28

11. Tren biaya produksi resin HPGW 2007-2010... 29

12. Tren biaya pengelolaan HPGW 2001-2010 ... 29

13. Tren pendapatan bersih kopal terhadap biaya sadap HPGW 2001-2010 ... 30

14. Tren pendapatan bersih resin terhadap biaya sadap HPGW 2007-2010 ... 31

15. Tren biaya pendapatan bersih total (kopal dan resin) HPGW 2001-2010 ... 32

16. Tren pendapatan bersih total terhadap biaya pengelolaan HPGW 2001-2010 ... 32

17. Tren upah sadap penyadap HPGW pada berbagai periode manajemen ... 33

18. Perbandingan upah sadap dengan harga jual (kopal) ... 34

19. Penerimaan penyadap kopal (Rp/tahun) ... 35

20. Penerimaan penyadap resin (Rp/tahun) ... 36

21. Biaya produksi penyadapan kopal (Rp/tahun) ... 37

22. Biaya produksi penyadap resin (Rp/tahun) ... 37

23. Biaya rumah tangga (Kehidupan) penyadap kopal (Rp/tahun) ... 38

24. Biaya rumah tangga (Kehidupan) penyadap resin (Rp/tahun) ... 38

25. Pendapatan bersih penyadap kopal dari biaya produksi (Rp/tahun) ... 39

26. Pendapatan bersih penyadap resin dari biaya produksi (Rp/tahun) ... 40

27. Pendapatan penyadapan kopal terhadap biaya rumah tangga ... 41

28. Pendapatan penyadapan resin terhadap biaya rumah tangga ... 41

29. Pendapatan penyadap kopal pada periode tahun 2001-2003 ... 42

30. Pendapatan penyadap kopal pada periode tahun 2004-2008 ... 43

31. Pendapatan penyadap kopal pada periode tahun 2009-sekarang ... 43

32. Pendapatan penyadap resin pada periode tahun 2004-2008 ... 44

33. Pendapatan penyadap resin pada periode tahun 2009-sekarang ... 44

34. Kontribusi pendapatan dan curahan waktu penyadapan kopal periode tahun 2001-2003 ... 45

35. Kontribusi pendapatan dan curahan waktu penyadapan kopal periode tahun 2004-2008 ... 46

36. Kontribusi pendapatan dan curahan waktu penyadapan kopal periode tahun 2009-sekarang ... 46 37. Kontribusi pendapatan dan curahan waktu penyadapan resin


(14)

v

periode tahun 2004-2008 ... 47 38. Kontribusi pendapatan dan curahan waktu penyadapan resin

periode tahun 2009-sekarang ... 47 39. Pola pendapatan penyadap kopal pada berbagai periode ... 53 40. Pola pendapatan penyadap resin pada berbagai periode ... 54 41. Kesejahteraan penyadap menurut Sajogyo (1977) dan UMR Sukabumi (2010) ... 55


(15)

vi

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Foto citra lokasi HPGW ... 14 2. Sebaran potensi tegakan ... 16 3. Diagram motivasi penyadap kopal pada berbagai periode

manajemen ... 49 4. Diagram motivasi penyadap resin pada berbagai periode

manajemen ... 50 5. Grafik curahan waktu terhadap pendapatan penyadap kopal... 51 6. Grafik curahan waktu terhadap pendapatan penyadap resin ... 52


(16)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Identitas responden ... 61

2. Kegiatan penyadapan kopal ... 63

3. Kegiatan penyadapan resin ... 66

4. Data produksi, penerimaan dan biaya produksi kopal pengelola HPGW ... 68

5. Data produksi, penerimaan dan biaya produksi resin pengelola HPGW ... 71

6. Biaya pengelolaan HPGW ... 73

7. Komponen biaya penyadap kopal ... 74

8. Komponen biaya penyadap resin ... 77

9. Komponen penerimaan penyadap kopal ... 79

10. Komponen penerimaan penyadap resin ... 82

11. Komponen biaya hidup penyadap kopal ... 83

12. Komponen biaya hidup penyadap resin ... 86


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam dengan banyak manfaat yang terkandung didalamnya. Keberadaan hutan di Indonesia saat ini lebih banyak dimanfaatkan pada produksi kayu yang dihasilkan oleh hutan. Sedangkan potensi manfaat hutan tidak hanya kayu, melainkan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

HHBK dapat menjadi komoditas yang dapat diperhitungkan dan bernilai tinggi jika dikelola dengan baik. Hasil hutan bukan kayu menjadi alternatif disaat hasil hutan kayu di Indonesia sudah semakin terbatas, sehingga pilihan pengelolaan hasil hutan bukan kayu menjadi pilihan pemanfaatan hutan. Contoh HHBK seperti kopal, resin, rotan, dan lain-lain.

Dalam perkembangannya, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sudah semakin banyak. Namun saat ini belum mendapat perhatian yang lebih karena paradigma yang masih menilai hasil hutan kayu lebih bernilai tinggi dibandingkan dengan hasil hutan bukan kayu. Untuk itu dibutuhkan suatu pengelolaan yang baik dan profesional agar hasil hutan bukan kayu dapat dimanfaatkan dengan nilai yang tinggi serta kualitas yang lebih ditingkatkan.

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) mempunyai tujuan utama sebagai hutan pendidikan selain itu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sudah dilakukan. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menurut FSC adalah keseluruhan sumberdaya atau produk biologis selain kayu yang berasal dari hutan untuk diperjualbelikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan atau masyarakat lokal (Games et al. 2002 dalam Syamsu 2009).

Pada tahun 2009 telah dilakukan perubahan pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat. Perubahan pengelola ini mempunyai pengaruh terhadap pengelolaan hasil hutan bukan kayu, dalam hal ini kopal dan resin. Untuk mengetahui pengaruh perubahan pengelola ini terhadap pemanfaatan getah kopal dan resin antara periode setelah 2009 dan sebelum tahun 2009, maka perlu dilakukan penelitian pengaruh perubahan pengelola terhadap pendapatan usaha kopal dan resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat.


(18)

2

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari perubahan manajemen usaha kopal dan resin setelah tahun 2009 dan sebelum tahun 2009.

2. Mempelajari pendapatan dan biaya usaha kopal dan resin pengelolaan periode setelah tahun 2009 dan sebelum tahun 2009 dari sisi pengelola dan sisi penyadap.

3. Membandingkan pendapatan kopal dan resin terhadap biaya rumah tangga periode setelah tahun 2009 dan sebelum tahun 2009 dari sisi pengelola dan sisi penyadap.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan: 1. Bagi Pengelola, menjadikan penelitian ini sebagai masukan dan

pertimbangan terhadap pengelolaan kopal dan resin.

2. Bagi Penulis, penelitian ini dapat dijadikan sarana belajar memahami pengelolaan hutan.

3. Bagi Pembaca, penelitian ini dapat menambah informasi tentang pendapatan suatu usaha dari pengelolaan hasil hutan bukan kayu.

1.4 Perumusan Masalah

Dalam suatu manajemen terdapat sistem pengelolaan tertentu untuk menghasilkan output tertentu. Karena itu dalam perubahan manajemen terdapat suatu sistem pengelolaan yang berbeda dalam menghasilkan suatu output yang berbeda pula. HPGW menggunakan manajemen berbeda dalam usaha kopal dan resin sebelum tahun 2009 dan setelah tahun 2009, dalam hal ini sebelum tahun 2009 terbagi menjadi periode tahun 2004-2008 dan periode tahun 2001-2003. Oleh sebab itu pendapatan usaha kopal dan resin dari sisi petani maupun pihak pengelola HPGW pada periode tersebut menjadi penting untuk diketahui tentang pendapatan yang paling besar di antara periode tersebut baik dari sisi petani maupun pengelola, yang semua itu berujung pada pemanfaatan HHBK secara optimal.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Manfaat dan Biaya

Biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua beban yang harus ditanggung untuk menyediakan barang agar siap dipakai konsumen (Sudarsono 1995).

Apabila perluasan pengetian biaya ini diteruskan termasuk besarnya keuntungan normal (normal profit). Bila kita berusaha secara wajar, di sektor mana pun, biasanya akan mendapatkan keuntungan rata. Keuntungan rata-rata ini merupakan keuntungan minimum yang dapat diraih tanpa usaha ekstra. Pengertian keuntungan dalam teori ekonomi dipersempit menjadi hanya keuntungan diatas normal, super, atau super normal (Sudarsono 1995).

Teori biaya tradisional menganalisa biaya dalam kerangka waktu yang berbeda yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek terdapat biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel seperti halnya semua faktor juga variabel dalam kerangka waktu ini. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan. Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan biaya tetap ini harus dibayar dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk dalam biaya tetap ini adalah misalnya gaji tenaga administratif, penyusutan mesin, gedung dan alat-alat lain serta keuntungan normal yang diperhitungkan sebagai persentase tertentu dari faktor produksi tetap. Sedangkan biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perberubah-ubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Makin besar kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya variabel. Yang temasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung dan biaya eksploitasi dalam rangka pemanfaatan faktor tetap misalnya bahan bakar minyak, kerusakan kecil-kecil dan biaya perawatan lain (Sudarsono 1995).

Biaya Tetap Total (BTT) dilukiskan sebagai garis lurus sejajar dengan sumbu kuantitas produksi (mendatar), sedangkan biaya variabel total (BVT) dilukiskan sebagai suatu kurva yang terus menerus naik sebab makin besar


(20)

4

kuantitas produksi makin besar pula biaya variabel totalnya, yaitu lebih banyak bahan mentah dibeli, lebih banyak orang dipekerjakan, makin besar biaya eksploitasinya. Akan tetapi laju kenaikannya berbeda-beda (Sudarsono 1995).

Biaya Tetap Rata-Rata (BRT) adalah sama dengan biaya total per satuan produk yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap dengan kuantitas produksi (BRT = BTT/Q). Biaya varabel rata-rata (BVR) menggambarkan besarnya biaya variabel per satuan produk dan dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan kuatitas produksinya (BVR = B.Q/Q). Perilaku biaya variabel rata-rata dan biaya rata-rata hampir sama, yaitu menurun dengan cepat pada kuantitas produksi rendah, kemudian laju penurunannya semakin lambat sampai pada kuantitas tertentu (Sudarsono 1995).

Biaya sebagai sumberdaya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya aktual adalah biaya yang terjadi untuk dibedakan dari biaya yang dianggarkan atau biaya yang diperkirakan. Akumulasi biaya adalah kumpulan data biaya yang diorganisir dengan cara sejumlah yang menggunakan sarana berupa sistem akuntansi. Pembebanan biaya adalah istilah umum yang terdiri atas (1) menelusuri akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan obyek biaya dan (2) mengalokasikan akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung dengan obyek biaya (Horngren et al. 2008).

Ada dua penelusuran biaya dan alokasi biaya, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung suatu obyek biaya terkait dengan suatu obyek biaya dan dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomi. Contoh, biaya kaleng atau botol merupakan biaya langsung dari Pepsi Cola. Sedangkan biaya tidak langsung merupakan suatu obyek biaya berkaitan dengan suatu obyek biaya namun tidak dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara layak secara ekonomi. Contoh, gaji supervisi yang juga mengawasi produksi sejumlah produk minuman ringan lain yang pembotolannya dilakukan di pabrik Pepsi merupakan biaya tidak langsung bagi Pepsi Cola (Horngren et al 2008).

Menurut Horngren et al. (2008), beberapa faktor yang mempengaruhi klasifikasi biaya langsung dan tak langsung :


(21)

5

1. Materialitas suatu biaya. Semakin besar nilai suatu biaya, semakin besar kemungkinan biaya tersebut dapat dilacak secara ekonomis ke obyek biaya tertentu.

2. Ketersediaan teknologi pencarian informasi. Perkembangan teknologi pencarian informasi memungkinkan perusahaan mengelompokan semakin banyak biaya sebagai biaya langsung.

3. Desain Operasi. Mengelompokan biaya sebagai biaya langsung akan mudah jika fasilitas perusahaan digunakan secara eksklusif hanya untuk obyek yang spesifik, seperti produk tertentu atau konsumen tertentu.

Secara umum, biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis. Komponen-komponen biaya tersebut pada dasarnya terdiri dari : barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya tak terduga, sunk cost atau biaya-biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan (Nurmalina et al. 2009).

Manfaat terdiri dari 3 macam yaitu: tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur, disebabkan oleh: Peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan, perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi, penurunan atau menghindari kerugian. Sementara itu indirect or secondary benefit merupakan manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Sedangkan

intangible benefit adalah manfaat yang riil ada tapi sulit diukur. Misalnya bisnis pertanaman, dimana manfaatnya berupa keindahan, kenyamanan, dan kesegaran juga kesehatan dan pendidikan (Nurmalina et al. 2009).

2.2 Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang dibangun sejak tahun 1950an dan dikelola Fakultas Kehutanan IPB sejak tahun 1970an telah berhasil menjadikan areal berhutan yang memberikan banyak manfaat (Fahutan IPB 2008).

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dilengkapi Base Camp yang terletak di tengah-tengah hutan pendidikan, di kompleks base camp terdapat mess


(22)

6

untuk menginap, ruang pertemuan, ruang kelas, aula, mesjid, dapur dan fasilitas lainnya (Fahutan IPB 2008).

Terbangunnya Hutan di Areal Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan jerih payah dan kerjasama semua pihak, masyarakat dan muspika Kecamatan Cibadak-Cicantayan Kabupaten Sukabumi, Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Departemen Kehutanan, para Alumni, civitas akademika Fakultas Kehutanan IPB, donatur, dan pengelola HPGW serta pihak-pihak lain yang belum disebutkan(Fahutan IPB 2008).

Pembangunan Hutan Pendidikan Kehutanan berawal pada Tahun 1959, ketika Fakultas Kehutanan IPB masih merupakan Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia. Pada tahun 1959 dibangun Hutan Percobaan di Darmaga seluas 50 Ha, yang diikuti dengan pembangunan Kampus Kehutanan di Darmaga. Fakultas Kehutanan idealnya dikelilingi oleh hutan agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, terutama dalam kerangka lebih memahami model pengelolaan hutan lestari di lapangan. Hutan percobaan seluas 50 Ha tersebut dirasakan kurang mencukupi, sehingga pada tahun 1960 mulai membangun Hutan Pendidikan di Pasir Madang, seluas 500 Ha. Namun, setelah ditanam seluas 50 Ha, lahan tersebut diambil alih oleh PT Tjengkeh Indonesia. Pada tahun 1961 dilakukan penjajagan ke Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk dapat mengelola kawasan hutan di Komplek Hutan Gunung Walat. Pada tahun 2005, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 188/Menut-II/2005 tertanggal 8 Juli 2005, tentang penunjukan dan penetapan kawasan Hutan Produksi Terbatas Kompleks Hutan Pendidikan Gunung Walat seluas 359 Ha sebagai kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, untuk jangka waktu 20 tahun. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor diberi hak pengelolaan penuh terhadap kawasan Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat, Sukabumi. Fakultas Kehutanan IPB dalam mengelola HPGW bekerjasama dengan berbagai pihak, baik masyarakat setempat, pemerintah Kabupaten Sukabumi, Pemerintah Propinsi Jawa Barat, Pemerintah, terutama Departemen Kehutanan, Perusahaan baik BUMN maupun swasta dan pihak-pihak lain (Fahutan IPB 2008).


(23)

7

Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan tempat: 1. Pelatihan dan pendidikan,

2. Wisata pendidikan, 3. Wisata alam,

4. Wisata budaya, atau

5. Tempat menginap menikmati suasana hutan di sekitar base camp,

Fasilitas jalan dan jalan setapak yang baik memungkinkan untuk mengeksplorasi kekayaan alam Hutan Pendidikan Gunung Walat, dan dengan Interpreter professional memungkinkan untuk memberikan pemahaman akan arti penting ekosistem hutan dan nilai-nilai ekonomi sumberdaya hutan. Hutan Pendidikan Gunung Walat menyediakan fasilitas untuk rekreasi alam, jelajah hutan, camping, panjat pohon, flying fox dan lainnya. Belajar sambil berwisata, menambah ilmu pengetahuan, bergembira dan sehat. Bagi komunitas penggemar permainan perang-perangan, Hutan Pendidikan Gunung Walat bisa menjadi salah satu alternatif tempat yang menarik (Fahutan IPB 2008).

2.3 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menurut FSC adalah keseluruhan sumberdaya atau produk biologis selain kayu yang berasal dari hutan untuk diperjualbelikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan atau masyarakat lokal (Games et al. 2002 dalam Syamsu 2009).

Departemen Kehutanan (1991) dalam Erna Hidayat (2005) menyatakan bahwa HHBK yang sudah dimanfaatkan ada sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet, minyak atsiri, minyak lak dan lain-lain.

Menurut Sumadiwangsa (1998) dalam Wratsongko (2005), dari kawasan hutan dapat diperoleh kayu (sebagai bahan baku bangunan dan pertukangan) dan hasil lain disebut sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Selanjutnya HHBK digolongkan kepada hasil nonhayati (abstrak atau intangible seperti penadah air, hutan wisata, pelindung atmosfir), dan hasil hayati (hewani dan nabati)


(24)

8

2.4 Resin

Penyadapan pohon pinus dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan melukai sampai kayu atau hanya sampai kambiumnya (Sumantri 1991 dalam Gerard 2007).

Dinding sel yang mengelilingi saluran getah memiliki tekanan sebesar 70 atm yang menyebabkan getah keluar saat disadap. Getah pinus berasal dari saluran resin yang terdapat dalam sistem longitudinal dan radial yang secara berkala akan saling berpotongan dimana saluran resin tersebut dikelilingi oleh jaringan epitel yang memiliki fungsi sebagai penghasil dan penyalur getah (Soepardi 1955 dalam Gerard 2007).

Getah tumbuhan (resin) merupakan bahan yang mempunyai susunan yang kompleks, dihasilkan oleh kelenjar tertentu yang berbentuk saluran getah (resin ducts), dikelilingi oleh saluran parenkim, membentuk saluran resin longitudinal dan radial. Saluran longitudinal dikelilingi oleh jaringan-jaringan epitel yang menghasilkan getah. Pada jenis-jenis kayu berdaun jarum terdapat pada hampir disetiap tumbuhan. Produksi saluran resin dirangsang dengan pelukaan atau kejadian luka yang lain (Haygreen dan Bowyer 1982 dalam Dharmawan 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi getah pinus yaitu faktor internal, eksternal dan perlakuan. Faktor internal meliputi jenis pohon, jumlah persen kayu gubal yang banyak di pohon, kesehatan pohon, sistem perakaran, persen tajuk (lebar dan tinggi tajuk). Sementara itu faktor eksternal seperti jarak tanam, iklim dan tempat tumbuh (cocok di suhu 22-280 C dan tinggi 400-700 mdpl). Sedangkan faktor perlakuan seperti bentuk sadapan, arah sadapan, arah pembaharuan, dan upaya stimulansia (Kasmudjo 2005).

Pinus dapat menyimpan air yang banyak di musim penghujan dan mengalirkannya di musim kemarau sehingga pinus disarankan ditanam pada daerah dengan curah hujan diatas 3000 mm/tahun. Hal ini menyebakan tidak akan terjadi kekeringan pada musim kemarau akibat konsumsi air yang tinggi oleh pinus (Indrajaya dan Handayani 2008).


(25)

9

2.5 Kopal

Kopal sering dikacaukan dengan istilah dammar, yaitu getah yang dihasilkan dari pohon-pohon famili Dipterocarpaceae dan Burceraceae. Adapun perbedaan-perbedaan yang tampak pada keduanya adalah pada kopal tidak terdapat lubang-lubang udara, sukar dihaluskan dan mempunyai sifat larut dalam alkohol, tetapi tidak larut dalam minyak tanah atau terpentin serta akan terjadi nyala yang besar bila terbakar. Sedangkan dammar mempunyai sifat-sifat kebalikan dari kopal, yaitu mempunyai banyak lubang udara, bisa dihaluskan dan tidak larut dalam alkohol tetapi larut dalam minyak tanah atau terpentin serta akan meleleh dan menetes bila terbakar (Manupputy 1995 dalam Siswandoyo 1999).

Partadiredja dan Koamesakh (1973) dalam Siswandoyo (1999) menyebutkan bahwa kopal menurut asal dan cara dihasilkannya ada dua jenis yaitu kopal sadap dan kopal galian. Kopal sadap yaitu kopal yang diperoleh dengan cara melukai pohon. Sedangkan kopal galian yaitu kopal yang diperoleh dalam tanah, berasal dari sekresi pohon dammar yang tertimbun di dalam tanah. Jenis kopal ini tanpa disadap, menetes dari pohon dammar secara alami. Jenis-jenis yang tergolong dalam kopal sadap adalah kopal loba dan kopal melengket, sedangkan jenis kopal yang tergolong dalam kopal galian adalah kopal bua.

Kopal merupakan eksudat dari kulit dalam pohon agathis, kopal merupakan cairan kental berwarna jernih atau putih yang semakin lama semakin keras setelah terkontaminasi dengan udara (Whitmore 1977 dalam Wratsongko 2005).

Produksi kopal paling tinggi pada pagi hari (14,4 gr/pohon), kemudian siang hari (13,2 gr/pohon), yang terendah pada sore hari (10,9 gr/pohon). Hal ini disebabkan kelembaban yang masih tinggi serta suhu udara rendah di pagi hari, sinar matahari belum mampu menembus ketebalan kabut yang ada. Perlakuan yang semestinya untuk meningkatkan produksi pada siang hari dengan menutup koakan dengan plastik hitam. Hal ini dilakukan untuk menahan sinar matahari tidak mengenai langsung ke getah sehingga getah tidak mudah beku sebagaimana diketahui kopal akan beku dengan penyinaran langsung (Soenarno et al. 1984).


(26)

10

2.6 Motivasi

Terdapat 3 tingkatan dalam motivasi yaitu motivasi dasar (fear motivation), motivasi menengah (achievement motivation), dan motivasi tinggi (inner motivation). Motivasi dasar berdasarkan pada ketakutan. Melakukan sesuatu karena takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Motivasi menengah didasarkan pada keinginan mencapai sesuatu. Motivasi tinggi berupa kekuatan dari dalam diri didasarkan tujuan hidup pekerja. Motivasi ini bukan sekedar memperoleh sesuatu (uang, prestasi, dan lain-lain), tetapi proses pembelajaran yang dilaluinya untuk mencapai tujuan hidupnya (Farhan 2010).

Penjelasan mengenai konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi secara secara hierarkis ini adalah sebagai berikut : Pertama, kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah) yaitu manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Kedua, kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (Safety Needs). Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Ketiga, kebutuhan sosial (Social Needs) yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Keempat, kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs) yaitu kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kelima, kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization). Yaitu setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik (Zainun 1989).

Motivasi dan kemampuan untuk menghasilkan memang merupakan syarat pokok yang istimewa bagi manusia yang langsung berpengaruh terhadap tingkat dan mutu kinerja. Di samping itu, ciri-ciri lingkungan organisasi dan praktik-praktik manajemen juga turut mempengaruhi kinerja pegawai. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai itu antara lain terdiri dari faktor-faktor budaya, hukum, politik, ekonomi, teknologi, dan sosial. Pengaruh itu dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Zainun 1989).


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kecamatan Cicantayan-Cibadak Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, pada bulan Juni-Juli 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Penelitian ini dilakukan terhadap pendapatan usaha kopal dan resin di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Alat yang digunakan meliputi alat tulis, kalkulator, komputer (Ms. Office Word dan Ms. Excel), draft pertanyaan, dan kamera. Bahan yang diperlukan berupa data primer dan sekunder.

3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dari hasil wawancara dengan pemilihan responden secara purposive sampling yaitu penyadap kopal dan resin Hutan Pendidikan Gunung Walat yang bekerja sebagai penyadap selama 3 periode manajemen (sebanyak 16 penyadap). Data sekunder (data dari pihak manajemen dan pustaka) berupa laporan keuangan/produksi HPGW dari tahun 2002-2010. Data yang dikumpulkan diperoleh dengan cara:

1. Teknik Observasi, yaitu pengamatan langsung dilapangan.

2. Teknik Wawancara, yaitu menanyakan langsung kepada penyadap kopal dan resin.

3. Teknik Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data berdasarkan buku atau bahan rujukan (literatur).

4. Teknik Pencatatan, yaitu pengumpulan data berdasarkan data sekunder pada tempat penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis dilakukan secara kuantitatif dan disajikan secara tabulasi. Melihat angka perbedaan manfaat dan biaya sehingga didapatkan profit pada periode manajemen sebelum tahun 2009 (yaitu periode kepemimpinan tahun 2004-2008 dan 2001-2003) dan setelah tahun 2009. Data dan informasi tersebut kemudian


(28)

12

I = TR - TC I = ( P x Q ) – ( TFC + TVC)

Biaya Tetap Total (TFC) = FC1 + FC2+…….+ FCn

Biaya Variabel Total (TVC) = VC1 + VC2+…….+ VCn

diolah dengan rumus pendapatan usaha, setelah itu dijelaskan secara deskriptif. Karena itu terlihat perbedaan pendapatan usaha periode sebelum tahun 2009 dan setelah tahun 2009 dari sisi penyadap dan pihak pengelola HPGW.

3.5 Metode Pengolahan Data Pendapatan Usaha 3.5.1 Analisis Biaya Manfaat

Untuk menilai dan melihat suatu usaha menghasilkan pendapatan yang menguntungkan bagi penyadap ataupun bagi pihak pengelola HPGW dibutuhkan pendekatan manfaat dan biaya. Semua manfaat yang ada dan semua biaya yang ada dimasukan sehingga didapatkan sebuah profit margin tertentu dengan mengurangkan manfaat dengan biaya. Rumus profit margin tersedia sebagai berikut yang digunakan di semua perhitungan pendapatan (pengelola dan penyadap).

atau

Dimana:

I = Keuntungan bersih yang dihasilkan (net profit) TR = Total pemasukan atau pendapatan yang dihasilkan

TC = Total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ( TFC + TVC) P = Harga produksi atau harga jual (Price)

Q = jumlah produk yang dihasilkan (Quantity) TFC = Biaya tetap total

TVC = Biaya variabel total atau biaya tidak tetap total

Dari rumus tersebut, dapat dijabarkan dengan rumus-rumus biaya turunannya. Karena terdapat berbagai macam biaya yang dihasilkan untuk menghasilkan biaya total, baik biaya tetap maupun biaya variabel.

Keterangan: Semua biaya yang bersifat tetap ditambahkan menghasilkan biaya tetap total.


(29)

13

Keterangan:

1. Semua biaya yang bersifat variabel ditambahkan menghasilkan biaya tetap total.

2. Jenis biaya terdiri dari biaya terhadap hasil produksi dan biaya hidup.

3.5.2 Analisis Pendapatan Penyadap

1.Menghitung kontribusi pendapatan getah terhadap total pendapatan (%).

2.Menghitung kontribusi pendapatan hasil lain terhadap total pendapatan (%).

3. Menghitung pendapatan total penyadap (Rp/tahun).

4.Menghitung kecukupan pendapatan terhadap biaya hidup (Rp/tahun).

Keterangan:

Igetah = Pendapatan bersih terhadap biaya produksi penyadap dari hasil getah (Rp/tahun)

Ihasil lain = Pendapatan bersih terhadap biaya produksi penyadap dari hasil lain (Rp/tahun)

Itotal = Pendapatan total yang didapat dari hasil getah dan hasil lain (Rp/tahun)

Igetah % = Persentase pendapatan dari hasil getah terhadap pendapatan total (Rp/tahun)

Ihasil lain % = Persentase pendapatan dari hasil lain terhadap pendapatan total (Rp/tahun)

Inet = Pendapatan penyadap setelah dikurangi biaya hidup (Rp/tahun)

Chidup = Biaya yang dikeluarkan penyadap untuk memenuhi kebutuhan hidup Igetah % = (Igetah / Itotal) x 100%

Ihasil lain % = (Ihasil lain / Itotal) x 100%

Itotal = Igetah + Ihasil lain


(30)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Luas

Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. HPGW terletak 2,4 km dari jalan Sukabumi - Bogor (desa Batununggal). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km.

Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha.

Gambar 1 Foto citra lokasi HPGW

4.2 Iklim dan Topografi

Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari.


(31)

15

HPGW terletak pada ketinggian 460-715 mdpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m dpl.).

4.3 Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri.

4.4 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii),rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis.

Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus jugamenghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.


(32)

16

Gambar 2 Sebaran potensi tegakan

4.5 Satwa

Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp.J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain Elang Jawa, Emprit, Kutilang dll. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular, bunglon. Terdapat berbagai jenis ikan sungai seperti ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang memiliki warna agak merah. Selain itu terdapat pula terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon gunung, Apis dorsata).

4.6 Mata Pencaharian Penduduk Sekitar

Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestri HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan agroforestri seperti singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh, dll. Jumlah ternak domba/kambing di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 1875 ekor, jika setiap ekor domba/kambing memerlukan


(33)

17

5 kg rumput, maka diperlukan hijauan sebanyak 9,375 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal dari HPGW.

Kecamatan Cicantayan , khususnya desa Hegarmanah juga merupakan desa penghasil manggis dengan mutu ekspor. Jumlah pohon manggis di desa Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk menjadi sentra produksi diperlukan 40.000 pohon.

4.7 Panorama dan Fasilitas

Panorama alam dan iklim mikro yang sejuk merupakan obyek rekreasi yang dominan di HPGW, terutama karena bentang alam perbukitan yang memanjang dari ujung Barat ke Timur.

Fasilitas dan kapasitas untuk pendidikan dan latihan yang telah dibangun adalah Gedung serbaguna/Aula (280-300 orang), Asrama (190 - 220 orang), Ruang kuliah (120 - 160 orang), Wisma tamu (40 orang), Mushola (250 orang), Ruang Kerja, Kantor, Ruang Informasi, Tempat Parkir, Ruang Makan dan MCK, sedangkan fasilitas rekreasi yang telah ada adalah jalan setapak, gardu pandang, gardu istirahat, areal perkemahan dan papan-papan petunjuk (Prihanto 2009).


(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

5.1.1 Usia Penyadap

Rata-rata responden terbanyak antara selang umur 41-60 tahun sebesar 50%. Hal ini disebabkan pada selang umur tersebut responden lebih memilih untuk bekerja di sekitar hutan dengan menyadap dibandingkan dengan beraktifitas di kota yang jauh dari tempat tinggal. Ini menjelaskan bahwa tenaga kerja penyadap kopal dan resin umumnya berusia 41-60 tahun.

Tabel 1 Rata-rata usia responden penyadap kopal dan resin

No Selang Umur Jumlah Penyadap Persentase (%)

1 15 - 25 2 12,5

2 26 - 40 5 31,25

3 41 - 60 8 50

4 > 60 1 6,25

Total 16 100

5.1.2 Pendidikan Penyadap

Penyadap kopal dan resin didominasi berpendidikan SD sebesar 75%, sedangkan tidak bersekolah sebesar 25%. Pendidikan ini berpengaruh terhadap pola pikir penyadap untuk meningkatkan usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga tingkat pendidikan responden yang bekerja menyadap kopal dan resin adalah tingkat pendidikan rendah tidak tamat SD dan tamat SD. Tabel 2 Tingkat pendidikan responden penyadap kopal dan resin

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penyadap Persentase (%)

1 SD 12 75

2 SMP 0 0

3 SMA 0 0

4 Tidak Sekolah 4 25

Total 16 100

5.1.3 Tempat Tinggal Penyadap

Tempat tinggal penyadap relatif menyebar karena adanya pemerataan asal tempat tinggal. Namun penyadap lebih terkonsentrasi pada Cijati dan Citalahab. Hal ini dikarenakan lokasi kampung tersebut berdekatan dengan blok sadapan


(35)

19

penyadap. Cijati berada sebelah timur HPGW yang merupakan blok pinus, sehingga penyadap yang berada di Cijati di dominasi oleh penyadap resin. Sementara itu kampung Citalahab berada di sebelah barat HPGW yang merupakan blok Agathis, sehingga penyadap yang berada di Citalahab di dominasi oleh penyadap kopal.

Tabel 3 Tempat tinggal responden penyadap kopal dan resin

No Tempat Tinggal Jumlah Penyadap Persentase (%)

1 Citalahab 4 25,0

2 Cijati 6 37,5

3 Nanggerang 2 12,5

4 Cipeureu 3 18,75

5 Sindang 1 6,25

Total 16 100

5.2 Pengenalan Umum Mengenai Periode Manajemen 5.2.1 Periode Manajemen Tahun 2001-2003

Pada periode manajemen tahun 2001-2003 pengelolaan HPGW dibawah pimpinan Bapak Irdika Mansur. Pada periode ini belum ada usaha peningkatan usaha getah yang maksimal. Hal ini dikarenakan HPGW masih berfokus pada peralihan manajemen yang bersubsidi dari Fakultas Kehutanan IPB menjadi mandiri. Pendanaan HPGW masih mendapat bantuan dari fakultas, sementara untuk memenuhi kebutuhan operasional lain, maka pengembangan usaha dilakukan. Saat itu lebih dititikberatkan pada sektor agroforestri dan koperasi untuk pemasaran hasil pertanian. Sehingga usaha penyadapan kopal relatif belum menjadi prioritas.

Awal produksi getah dengan harga yang dipasarkan Rp 2.500 per kg dan biaya upah sadap Rp 600 per kg. Namun produksi masih relatif sedikit berkisar 900 kg per bulan sehingga dalam perluasan pasar untuk melakukan kontrak langsung ke industri kurang memungkinkan karena membutuhkan bahan baku kopal yang cukup banyak. Untuk menjaga stabilitas pasar dan harga, pihak HPGW menjual bahan baku kopal ke Pak Jefri sebagai distributor kopal untuk industri. Pak Jefri adalah pembeli pertama kopal di HPGW sehingga kopal mulai disadap dalam jumlah besar. Beliau merupakan pengumpul kopal dan mendistribusikannya ke pabrik kemenyan dan pabrik vernis.


(36)

20

Sementara itu untuk pemberdayaan masyarakat, pihak HPGW memfasilitasi masyarakat Desa Hegarmanah untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan Hutan Toyota (kerjasama HPGW dengan PT. Toyota Astra Motor). Hal ini membantu perekonomian masyarakat karena upah yang diterima oleh masyarakat sangat membantu dalam mencukupi kebutuhan hidup. Sementara manfaat bagi HPGW adalah masalah pencurian kayu menurun drastis serta meningkatnya hubungan dengan masyarakat desa. Kegiatan pemberdayaan lain ialah Proyek AKECU (Asean-Korean Environmental Cooperation Unit). Proyek ini merupakan kegiatan berupa pelatihan pertanian terpadu yang melibatkan masyarakat sekitar Hegarmanah salah satunya pembuatan pupuk kompos. Proyek ini memfasilitasi terbentuknya pasar tradisional dari hasil tani. Kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan ekonomi masyarakat lebih ke pertanian daripada penyadapan (pemanfaatan hutan) di HPGW.

5.2.2 Periode Manajemen Tahun 2004-2008

Pada periode manajemen tahun 2004-2008 pengelolaan HPGW dibawah pimpinan Bapak Supriyanto. Pada periode ini usaha peningkatan produksi getah mulai dilakukan. Kegiatan tersebut seperti penambahan frekuensi pengambilan getah (terutama pada saat hari besar lebih banyak mengambil getah karena membutuhkan lebih banyak uang). Kegiatan berikutnya adalah penelitian tentang stimulan untuk memicu lebih banyak getah yang keluar dari pohon. Pada periode ini HPGW mencoba mandiri (tidak ada pendanaan dari fakultas lagi), jika pada periode sebelumnya mencoba mandiri tetapi masih dibantu pendanaanya oleh fakultas.

Periode ini memiliki ciri pada proses produksi yaitu penetapan kelas kualitas (grading). Kualitas getah dibagi dalam tiga kelas yaitu grade A (kualitas getah yang bersih, besar, untuk kebutuhan ekspor), grade B (kualitas getah dengan kandungan kulit pohon kurang dari 5%, agak kecil, untuk pengolahan kembali), dan grade C (kualitas getah dengan kandungan kulit kayu lebih dari 5%,

berbentuk kecil-kecil, untuk kebutuhan lokal). Grade A memiliki harga jual Rp 4.500 per kg dengan upah sadap Rp 800 per kg, grade B memiliki harga jual

Rp 3.750 per kg dengan upah sadap Rp 750 per kg, grade C memiliki harga jual Rp 3.500 per kg dengan upah sadap Rp 700 per kg. Tujuan awal dari sistem grade


(37)

21

ini untuk menjaga kualitas di tingkat penyadap serta permintaan pembeli. Tujuan berikutnya untuk meningkatkan harga jual agar harga tidak rendah. Namun proporsi penerimaan getah masih lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan di sektor lain.

Pada periode ini dibuka pula penyadapan resin sesuai permintaan Perhutani. HPGW menilai jika hanya dari kopal tidak dapat mencukupi untuk biaya operasional manajemen. Resin menjadi kekuatan baru dengan harga jual sebesar Rp 3.500 per kg dengan upah sadap Rp 850 per kg pada tahun 2007 dan Rp 950 per kg pada tahun 2008.

Pemasaran getah kopal lebih ditekankan pada kepastian pasar. HPGW menginginkan pembeli yang berkelanjutan. Pemasaran hanya dilakukan ke Pak Junaedi (distributor pabrik kemenyan), beliau yang rutin memesan pada HPGW. Ada pembeli lain tetapi dalam bentuk skala kecil dan tidak kontinu. Sementara itu untuk pemasaran resin hanya didistribusikan ke Perhutani sebagai mitra sekaligus produsen getah pinus utama.

Proses pendekatan ke masyarakat dilakukan dengan patroli intensif sehingga pencurian kayu berkurang, melalui kegiatan sosial seperti kegiatan mahasiswa, serta bantuan sosial untuk kegiatan hari besar. Sistem pemberian insentif (reward system) diberlakukan terhadap penyadap dengan produksi baik, namun hanya bertahan 10 bulan karena penyadap tidak antusias.

5.2.3 Periode Manajemen Tahun 2009-sekarang

Pada periode manajemen tahun 2009-sekarang pengelolaan HPGW dibawah pimpinan Bapak Budi Prihanto. Pada periode ini terdapat peningkatan yang signifikan pada usaha getah. Peningkatan pesat ini karena terdapat usaha-usaha untuk meningkatkan produksi getah seperti kelola sosial, insentif, perluasan kapasitas, dan pelatihan. Dalam penentuan target produksi didasarkan pada tren yang ada, selagi masih bisa dipacu akan terus dikejar. Langkah pertama dengan mengoptimalkan penyadap.

Dasar penetapan upah sesuai rataan jumlah produksi penyadap dan melihat kebutuhan hidup penyadap. Untuk upah sadap sebesar Rp 1.000 per kg dengan tambahan Rp 200 per kg kelebihan dari target (untuk kopal dan resin). Target


(38)

22

Rp 6.500 per kg, sementara itu harga jual resin Rp 4.000 per kg (data hingga Juni 2010).

Pemasaran ditujukan kepada pembeli yang skema pembayarannya jelas dan tidak mengambil resiko. Kontinuitas penting, tetapi lebih ditekankan pada kejelasan pembayaran. Saat ini untuk pemasaran kopal hanya ke Pak Lukman (trader Cirebon) untuk selanjutnya ke pabrik di Surabaya. Beliau dinilai lebih aman (save) dalam pembayaran. Sementara itu jika resin tetap pemasarannya ke Perhutani.

Periode ini kembali menggunakan satu kualitas getah kopal (tanpa grade). Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan harga. Kualitas A (grade A) jumlahnya semakin sedikit, sehingga jika terus produksi maka harga yang diperoleh akan rendah. Sementara itu grade C memiliki peningkatan kuantitas, sehingga jika masih diterapkan sistem grade maka pemasukan yang diterima menjadi lebih sedikit karena harga jual grade C lebih rendah. Untuk itu diambil jalan tengah untuk menaikan harga grade C dan sedikit menurunkan grade A sehingga ditemukan nilai tengah. Hal ini juga untuk menyelamatkan grade C yang banyak namun harga rendah.

Tahun 2009 pendapatan getah masih 37% dari pendapatan total, namun untuk target 2010 pendapatan getah mencapai 50% dari pendapatan total. Karena yang menjadi prioritas ialah getah untuk pendapatan dasar, yang kedua ialah penerimaan pelayanan jasa seperti wisata permainan (out bond), sepeda gunung, penyewaan aula dan camp dan lain sebagainya . Meski kedepannya pelayanan jasa yang berpotensi lebih besar.

5.2.4 Periode Manajemen Tahun 1996-2001

Pada periode manajemen tahun 1996-2001 pengelolaan HPGW dibawah pimpinan Bapak Endang Husaeni. Untuk periode manajemen tahun 1996-2001 ditempatkan di akhir karena tidak termasuk dalam analisis untuk penelitian ini. Pada periode ini dimulai penyadapan pada Februari 2001. Awal penyadapan dikarenakan ada pembeli dari Sukabumi (Pak Jefri) yang ingin membeli kopal HPGW. Tetapi HPGW belum melakukan penyadapan, sehingga dilakukan percobaan dan pelatihan penyadapan dengan mencontoh agathis di Situ Gunung.


(39)

23

Direktur HPGW mencontohkan penyadapan kepada mandor, kemudian mandor memberi arahan ke masyarakat yang ingin menyadap (awal ada penyadap). Percobaan dimulai tahun 1998 dengan personel 5 orang yang terdiri dari para mandor HPGW. Masing-masing melakukan percobaan 60 pohon (di 3 plot) sehingga total 900 pohon. Percobaan bertujuan untuk mengetahui potensi awal getah yang ada. Selanjutnya datang pembeli dari Sukabumi (Pak Jefri).

Pada akhir kepemimpinan Pak Endang Husaeni dilakukan produksi penyadapan sekitar 2 bulan dengan hasil 350 kg dan 800 kg, upah sadap Rp 400 per kg dan harga jual Rp 1.500 per kg. Peralatan produksi dibeli pada periode ini seperti kapak sadap, timbangan, ember dan peralatan sadap lainnya. Pada saat dimulai produksi sudah memberdayakan penyadap. Jumlah penyadap kopal sebanyak 20 orang.

Pada awal periode ini tahun 1996, HPGW tidak memiliki uang sama sekali. Segala macam hal yang bisa menjadi uang akan dikerjakan, bahkan uang pribadi pernah dikeluarkan. Ada pengembangan agroforestri untuk pemasukan HPGW seperti kopi, aren, dan lain-lain.

Namun pada tahun 1998-1999 krisis moneter yang terjadi di Indonesia berpengaruh terhadap keadaan HPGW, sehingga Fakultas Kehutanan IPB dan Departemen-Departemen yang berada di Fakultas Kehutanan IPB turut mengucurkan dana. Pada tahun 2001 dimulailah penyadapan seiring datangnya pembeli (Pak Jefri). Pada periode ini rawan terjadinya pencurian kayu, bahkan kopal hasil sadapan.

5.3 Pendapatan Pengelola HPGW 5.3.1 Tren Produksi Kopal dan Resin

Produksi kopal telah dilakukan kurang lebih selama 10 tahun. Dari selang waktu tersebut terjadi dinamika dalam jumlah produksi. Produksi awal cukup tinggi dengan 48.000 kg. Kemudian pada periode berikutnya turun dengan rata-rata 10.872,83 kg/tahun. Sementara itu periode saat ini mengalami peningkatan tajam sebesar 77.365 kg. Hal ini dikarenakan pada saat awal produksi, pohon masih memiliki kandungan getah yang melimpah. Sementara itu pada periode 2004-2008 dilakukan sistem grade yang tujuannya untuk menjaga kualitas dan meningkatkan harga jual di grade A, kelebihan sistem ini kualitas kopal di industri


(40)

24

semakin baik karena telah diklasifikasikan sebelumnya. Sedangkan kekurangan sistem ini adalah kandungan getah pada pohon agathis sudah semakin menipis dan saluran getah tertutup sehingga jumlah getah berkurang. Hal ini mengakibatkan getah grade A berkurang dan penerimaan semakin kecil karena grade B dan C yang lebih besar dengan kondisi harga jual yang kecil. Pada periode 2009-sekarang, peningkatan tajam terjadi karena dilakukannya pembukaan saluran getah oleh stimulan, sehingga saluran getah yang sudah menutup kembali terbuka sehingga getah lebih banyak keluar. Selain itu adanya sistem insentif mempengaruhi kinerja penyadap. Pada periode ini sistem grade dihapuskan karena untuk menyelamatkan harga dan penerimaan. Kelebihannya untuk menyelamatan grade A yang semakin menipis dan meningkatkan harga jual grade C, maka diambil jalan tengah tanpa grade.

Tabel 4 Tren produksi kopal HPGW 2001-2010

No Tahun Produksi Produksi Total (kg) Keterangan

I Periode Tahun 2001-2003

1 2001/2002 48.000,00 Tanpa Grade

II Periode Tahun 2004-2008

1 2005 128,50 Grade A

2.453,50 Grade B 6.779,80 Grade C

2 2006 1.096,00 Grade A

8.338,00 Grade B 3.543,00 Grade C

3 2007 1.194,50 Grade A

10.490,00 Grade B 792,50 Grade C

4 2008 833,00 Grade A

7.510,00 Grade B 332,50 Grade C

Jumlah 43.491,30

Rata-Rata (per tahun) 10.872,83 Per tahun

III Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 77.365,00 Tanpa Grade

Sumber : Laporan Keuangan HPGW 2002 – 2010 (diolah)

Sementara itu untuk produksi resin pada awal pembukaan berkisar 13.551,97 kg/tahun. Sementara pada saat ini peningkatan terjadi dengan produksi 92.022,50 kg. Sama halnya dengan kopal, pada awal produksi getah pinus


(41)

25

melimpah secara alami namun mengalami penurunan. Setelah digunakannya stimulan terjadi peningkatan produksi.

Tabel 5 Tren produksi resin HPGW 2007-2010

No Tahun Produksi Produksi Total (kg) Keterangan

A Periode Tahun 2004-2008

1 2007 16.139,28 -

2 2008 10.964,65 -

Jumlah 27.103,93 -

Rata-Rata (per tahun) 13.551,97 -

B Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 92.022,50 -

Sumber : Laporan Keuangan HPGW tahun 2007-2010 (diolah)

5.3.2 Tren Harga Kopal dan Resin

Peningkatan harga jual terjadi sejak pembukaan kopal hingga sekarang. Perbedaan harga pada periode yang sama tidak jauh berbeda namun jika antara periode kenaikan hampir mencapai dua kali lipat. Kenaikan harga ini bisa dipengaruhi oleh faktor peningkatan permintaan terhadap kopal sehingga mempengaruhi harga pasar (dari sisi eksternal) dan faktor peningkatan biaya produksi (dari sisi internal). Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya biaya produksi butuh dana untuk menutupi kenaikan dengan meningkatkan harga jual.

Pada Tabel 6 terlihat ketika menggunakan sistem grade pada periode 2004-2008, harga grade A rata-rata Rp 4.250,00/kg lebih tinggi dari grade B dan C. Namun kondisinya ketersediaan grade A semakin kecil dan grade B dan C yang tinggi (pada Tabel 4). Kelebihannya dari segi kualitas sangat baik namun secara kuantitas penerimaan akan berkurang jika kondisi ini tidak diubah. Pada periode 2009-sekarang dilakukan tanpa grade untuk menyelamatkan harga jual C dan B (ditinggikan) karena situasinya produksi terbanyak pada kualitas tersebut.


(42)

26

Tabel 6 Tren harga jual kopal HPGW 2001-2010

No Tahun Produksi Harga (Rp/kg) Keterangan

I Periode Tahun 2001-2003

1 2001/2002 2.500,00 Tanpa Grade

II Periode Tahun 2004-2008

1 2005 4.000,00 Grade A

3.500,00 Grade B

3.000,00 Grade C

2 2006 4.000,00 Grade A

3.500,00 Grade B

3.000,00 Grade C

3 2007 4.500,00 Grade A

3.750,00 Grade B

3.500,00 Grade C

4 2008 4.500,00 Grade A

3.750,00 Grade B

3.500,00 Grade C

Jumlah 17.000,00 Grade A

14.500,00 Grade B

13.000,00 Grade C

Rata-Rata (per tahun) 4.250,00 Grade A

3.625,00 Grade B

3.250,00 Grade C

III Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 6.500,00 Tanpa Grade

Sumber : Laporan Keuangan HPGW 2002 – 2010 (diolah)

Harga jual produksi resin terjadi peningkatan antar periode. Peningkatan tersebut tidak jauh berbeda hanya ada penambahan Rp 500/kg. Harga ini dipengaruhi oleh harga pasar dimana Perhutani sebagai pemegang pasar resin memiliki harga jual Rp 2.800,00/kg. kondisi tersebut mengakibatkan tidak ada peningkatan harga jual di tingkat HPGW.

Tabel 7 Tren harga jual resin HPGW 2007-2010

No Tahun Produksi Harga (Rp/kg) Keterangan

I Periode Tahun 2004-2008

1 2007 3.500,00 -

2 2008 3.500,00 -

Jumlah 7.000,00 -

Rata-Rata 3.500,00 -

II Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 4.000,00 -


(43)

27

5.3.3 Tren Penerimaan Kopal dan Resin

Penerimaan kopal HPGW mengalami fluktuasi antar periode

manajemennya. Pada periode 2004-2008 terjadi penurunan penerimaan. Hasil ini berkaitan dengan penurunan jumlah produksi tersebut. Dapat terlihat pula pada periode 2004-2008 penerimaan terbanyak pada kualitas B (grade B), sehingga penjualan harga yang lebih tinggi di grade A tetapi kuantitasnya lebih sedikit. Hal

ini menyebabkan penerimaan dari grade A sangat kecil, rata-rata sebesar

Rp 3.505.437,50/tahun. Berbeda pada grade B yang mencapai Rp 26.317.562,50/tahun. Sementara itu penerimaan kotor pada periode

2009-sekarang mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah produksi sekitar Rp 502.872.500,00/tahun. Hal ini membuktikan ada perbedaan yang nyata penerimaan kopal di setiap periode manajemen. Penjabaran tersebut terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Tren penerimaan kopal HPGW 2001-2010

No Tahun Produksi Penerimaan (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2001-2003

1 2001/2002 120.000.000,00 Tanpa Grade

II Periode Tahun 2004-2008

1 2005 514.000,00 Grade A

8.587.250,00 Grade B

20.339.400,00 Grade C

2 2006 4.384.000,00 Grade A

29.183.000,00 Grade B

10.629.000,00 Grade C

3 2007 5.375.250,00 Grade A

39.337.500,00 Grade B

2.773.750,00 Grade C

4 2008 3.748.500,00 Grade A

28.162.500,00 Grade B

1.163.750,00 Grade C

Jumlah 14.021.750,00 Grade A

105.270.250,00 Grade B

34.905.900,00 Grade C

Rata-Rata (per tahun) 3.505.437,50 Grade A

26.317.562,50 Grade B

8.726.475,00 Grade C

III Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 502.872.500,00 Tanpa Grade


(44)

28

Sementara itu, penerimaan di sektor resin cukup tinggi dengan rata-rata Rp 47.431.877,50/tahun. Namun pada periode 2009-sekarang peningkatan yang

terjadi sekitar 8 kali lipat atau 800% menjadi Rp 368.090.000,00/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi dan peningkatan harga jual seiring dengan peningkatannya permintaan terhadap resin.

Tabel 9 Tren penerimaan resin HPGW 2007-2010

No Tahun Produksi Penerimaan (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2004-2008

1 2007 56.487.480,00 -

2 2008 38.376.275,00 -

Jumlah 94.863.755,00 -

Rata-Rata 47.431.877,50 -

II Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 368.090.000,00 -

Sumber : Laporan Keuangan HPGW tahun 2007-2010 (diolah)

5.4Biaya Pengelola HPGW

5.4.1 Biaya Terkait Penyadapan Kopal dan Resin (Biaya Produksi)

Dalam perhitungan pendapatan bersih, maka dicari selisih antara penerimaan kotor dengan biaya-biayanya. Untuk mendapatkan pendapatan bersih penyadapan dari segi pengelola, maka dilakukan pengurangan penerimaan dengan biaya produksinya. Berikut biaya produksi kopal dan resin HPGW yang tersaji pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10 Tren biaya produksi kopal HPGW 2001-2010

No Tahun Produksi Biaya (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2001-2003

1 2001/2002 65.925.036,33 -

II Periode Tahun 2004-2008

1 2005 22.873.354,66 -

2 2006 30.756.560,00 -

3 2007 21.461.189,86 -

4 2008 19.517.320,45 -

Jumlah 94.608.424,97 -

Rata-Rata (per tahun) 23.652.106,24 -

III Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 125.768.293,60 -

Sumber : Laporan Keuangan HPGW 2002 – 2010 (diolah)

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 10, terlihat adanya fluktuasi biaya


(45)

29

Rp 65.925.036,33/tahun. Sementara itu pada periode tahun 2004-2008 memiliki rata-rata biaya yang cukup rendah, berkisar Rp 23.652.106,24/tahun sedangkan

pada periode tahun 2009-sekarang biaya yang terjadi sangat tinggi mencapai Rp 125.768.293,60/tahun. Hal ini terjadi seiring kebutuhan yang semakin

meningkat.

Sementara itu untuk mengetahui penerimaan bersih resin, penerimaan kotor dikurangi biaya-biaya produksinya. Peningkatan biaya terjadi dari periode

sebelumnya dengan periode sekarang, pada periode sebelumnya sebesar Rp 22.547.715,96/tahun sementara saat ini Rp 122.768.293,60/tahun. Berikut

ialah tabel yang menyajikan data mengenai tren biaya produksi resin. Tabel 11 Tren biaya produksi resin HPGW 2007-2010

No Tahun Produksi Biaya (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2004-2008

1 2007 24.969.486,75 -

2 2008 20.125.945,17 -

Jumlah 45.095.431,92 -

Rata-Rata (per tahun) 22.547.715,96 -

II Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 122.768.293,60 -

Sumber : Laporan Keuangan HPGW tahun 2007-2010 (diolah)

Dari hasil yang didapatkan tersebut terjadi peningkatan biaya produksi yang disebabkan dengan adanya usaha untuk meningkatkan produksi, maka biaya produksinya pun akan meningkat. Sebagai contoh upah penyadapan akan keluar lebih banyak ketika ada produksi yang besar dari penyadap.

5.4.2 Biaya Pengelolaan HPGW

Biaya pengelolaan HPGW diperlukan untuk melihat sejauh mana kontribusi penyadapan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga tersebut. Biaya pengelolaan HPGW ini mencakup segala biaya yang dibutuhkan oleh HPGW dalam menjalankan operasional kegiatan seperti biaya listrik, transportasi, logistik dan lain sebagainya. Pada Tabel 12 dapat dilihat biaya pengelolaan HPGW tahun 2001-2010.


(46)

30

Tabel 12 Tren biaya pengelolaan HPGW 2001-2010

No Tahun Produksi Biaya (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2001-2003

1 2001/2002* 30.856.178,66 -

II Periode Tahun 2004-2008

1 2005 30.856.178,66 -

2 2006 30.317.388,33 -

3 2007 20.096.628,00 -

4 2008 27.236.239,10 -

Jumlah 108.506.434,41

Rata-Rata (per tahun) 27.126.608,52

III Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 287.987.266,80 -

Sumber : Laporan Keuangan HPGW 2002 – 2010 (diolah)

Ket : * Data Tidak Tersedia, sehingga dilihat dari data terdekatnya

Berdasarkan Tabel 12, dilihat bahwa biaya pengelolaan HPGW terbesar pada periode 2009-sekarang dengan Rp 287.987.266,80/tahun dan terkecil pada periode 2004-2008 dengan Rp 27.126.608,52/tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan fasilitas-fasilitas baru dan program baru yang dicanangkan HPGW sehingga kebutuhan pengelolaan HPGW semakin meningkat.

5.5 Pendapatan Bersih Pengelola HPGW

5.5.1 Pendapatan Bersih terhadap Biaya Sadap (Produksi)

Pendapatan bersih terhadap biaya sadap merupakan selisih antara penerimaan kotor dari hasil kopal dengan biaya produksi kopal. Berikut merupakan penyajian data pendapatan bersih dari biaya produksi.

Tabel 13 Tren pendapatan bersih kopal terhadap biaya sadap HPGW 2001-2010

No Tahun Produksi Pendapatan (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2001-2003

1 2001/2002 54.074.963,67 -

II Periode Tahun 2004-2008

1 2005 6.567.295,34 -

2 2006 13.439.440,00 -

3 2007 26.025.310,14 -

4 2008 13.557.429,55 -

Jumlah 59.589.475,03

Rata-Rata (per tahun) 14.897.368,76

III Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 377.104.206,40 -


(47)

31

Tabel 13 menjelaskan pendapatan bersih kopal terbesar pada periode saat ini dengan Rp 377.104.206,40/tahun. Sedangkan pada periode tahun 2001-2003 sebesar Rp 54.074.963,67/tahun . Sementara itu pada periode 2004-2008 rata-rata sebesar Rp 14.897.368,76/tahun. Hal ini dikarenakan pada awal pembukaan penyadapan tahun 2001-2003, kuantitas getah masih melimpah, sedangkan tahun-tahun berikutnya mulai menipis. Sementara itu pada periode 2009-sekarang, dilakukan perlakuan stimulan untuk merangsang keluarnya getah agar melimpah.

Sementara itu untuk mengetahui pendapatan bersih resin, maka dilihat pula pengurangan antara penerimaan kotor resin dengan biaya-biaya produksi resin. Pendapatan bersih resin periode 2004-2008 mencapai Rp 24.884.161,54/tahun sedangkan periode 2009-sekarang Rp 245.321.706,40/tahun.

Tabel 14 Tren pendapatan bersih resin terhadap biaya sadap HPGW 2007-2010

No Tahun Produksi Pendapatan (Rp/tahun) Keterangan

I Periode Tahun 2004-2008

1 2007 31.517.993,25 -

2 2008 18.250.329,83 -

Jumlah 49.768.323,08

Rata-Rata (per tahun) 24.884.161,54

II Periode Tahun 2009 - sekarang

1 2009/2010 245.321.706,40 -

Sumber : Laporan Keuangan HPGW tahun 2007-2010 (diolah)

Keadaan ini berdasarkan jumlah produksi. Karena pada awal produksi resin, getah masih dalam kondisi baik (kuantitas banyak). Tidak seperti kopal yang sempat menurun maka pada resin diberikan stimulan pada periode 2009-sekarang, sehingga penerimaan tidak terjadi penurunan, tetapi terus meningkat.

5.5.2 Pendapatan Bersih Total (Kopal dan Resin)

Pendapatan bersih yang telah didapat tersebut, dibandingkan dengan kebutuhan biaya pengelolaan HPGW. Hal ini untuk melihat sejauh mana kopal dan resin mampu menutupi kebutuhan pengelolaan HPGW. Untuk melihat perbandingan tersebut maka penghasilan getah secara keseluruhan digabungkan antara kopal dan resin. Hal ini bertujuan untuk melihat hasil pendapatan getah tersebut pada berbagai periode manajemen mampu memenuhi kebutuhan pengelolaan HPGW. Dari tahun 2001 hingga 2006, pendapatan hanya bertumpu pada kopal, sementara setelah itu mendapatkan suntikan dana dari hasil resin.


(1)

No

Komponen Penerimaan Jumlah Penerimaan Penyadap Resin (Rp/tahun)

Bidin Cakra Heri Judin Maksum Memed Empud Oha

1 Upah HPGW 4.080.000,00 3.840.000,00 1.920.000,00 4.080.000,00 2.304.000,00 1.920.000,00 816.000,00 3.840.000,00

2 Kadukul 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00

3 Ember 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00

4 Golok 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00

5 Spray 8.000,00 8.000,00 8.000,00 8.000,00 8.000,00 8.000,00 8.000,00 8.000,00

6 Stimulan 18.000,00 18.000,00 18.000,00 18.000,00 18.000,00 18.000,00 18.000,00 18.000,00

7 Sepatu 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00

8 Helm 17.500,00 17.500,00 17.500,00 17.500,00 17.500,00 17.500,00 17.500,00 17.500,00

Total Penerimaan 4.333.500,00 4.093.500,00 2.173.500,00 4.333.500,00 2.557.500,00 2.173.500,00 1.069.500,00 4.093.500,00

Keterangan: Periode 2004-2008

No Komponen Penerimaan Jumlah Penerimaan Penyadap Resin (Rp/tahun)

Bidin Cakra Heri Judin Maksum Memed Empud Oha

1 Upah HPGW 8.640.000,00 3.360.000,00 3.600.000,00 8.640.000,00 2.400.000,00 2.880.000,00 3.360.000,00 2.880.000,00

2 Kadukul 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00

3 Ember 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00 60.000,00

4 Golok 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00


(2)

Lampiran 11 Komponen biaya hidup penyadap kopal

No Komponen Biaya Jumlah Biaya Penyadap Kopal (Rp/tahun)

Abas Acem Aep Jujun Naneng Suma Tuhi Toha

1 Biaya Makan 5.400.000,00 3.600.000,00 3.600.000,00 3.600.000,00 3.600.000,00 4.680.000,00 6.120.000,00 3.600.000,00

2 Biaya Listrik 240.000,00 240.000,00 300.000,00

3 Biaya Transportasi 480.000,00 450.000,00 4 Biaya Sekolah Agama

5 Biaya Jajan Anak 6 Biaya THB 7 Biaya Pengajian 8 Biaya Kredit Baju

9 Biaya Sekolah 200.000,00

10 Biaya Sekolah SD 11 Biaya Sekolah SMP 12 Biaya Sekolah SMA

Total Biaya Hidup 6.120.000,00 4.250.000,00 3.840.000,00 3.600.000,00 3.600.000,00 4.980.000,00 6.120.000,00 3.600.000,00


(3)

No

Komponen Biaya Jumlah Biaya Penyadap Kopal (Rp/tahun)

Abas Acem Aep Jujun Naneng Suma Tuhi Toha

1 Biaya Makan 7.200.000,00 3.600.000,00 5.400.000,00 5.400.000,00 5.400.000,00 4.680.000,00 5.400.000,00 4.680.000,00

2 Biaya Listrik 240.000,00 240.000,00 120.000,00 300.000,00

3 Biaya Transportasi 480.000,00 220.000,00 4 Biaya Sekolah Agama

5 Biaya Jajan Anak

6 Biaya THB 20.000,00

7 Biaya Pengajian 36.000,00

8 Biaya Kredit Baju 120.000,00

9 Biaya Sekolah 1.000.000,00

10 Biaya Sekolah SD 36.000,00

11 Biaya Sekolah SMP 300.000,00

12 Biaya Sekolah SMA 500.000,00

Total Biaya Hidup 7.920.000,00 4.656.000,00 6.696.000,00 5.400.000,00 5.520.000,00 4.980.000,00 5.520.000,00 4.680.000,00

Keterangan: Periode 2004-2008


(4)

No

Komponen Biaya Jumlah Biaya Penyadap Kopal (Rp/tahun)

Abas Acem Aep Jujun Naneng Suma Tuhi Toha

1 Biaya Makan 7.200.000,00 4.800.000,00 5.400.000,00 5.400.000,00 5.400.000,00 4.680.000,00 9.000.000,00 5.400.000,00

2 Biaya Listrik 240.000,00 300.000,00 300.000,00 300.000,00 300.000,00 300.000,00 360.000,00

3 Biaya Transportasi 720.000,00 400.000,00

4 Biaya Sekolah Agama 48.000,00 60.000,00 60.000,00

5 Biaya Jajan Anak 2.400.000,00 1.200.000,00 480.000,00

6 Biaya THB 20.000,00

7 Biaya Pengajian 36.000,00

8 Biaya Kredit Baju 240.000,00

9 Biaya Sekolah 1.620.000,00 960.000,00

10 Biaya Sekolah SD 11 Biaya Sekolah SMP 12 Biaya Sekolah SMA

Total Biaya Hidup 8.160.000,00 6.820.000,00 6.764.000,00 8.100.000,00 6.960.000,00 5.520.000,00 9.540.000,00 5.760.000,00

Keterangan: Periode 2009-sekarang


(5)

No

Komponen Biaya Jumlah Penerimaan Penyadap Resin (Rp/tahun)

Bidin Cakra Heri Judin Maksum Memed Empud Oha

1 Biaya Makan 3.600.000,00 7.200.000,00 1.620.000,00 5.400.000,00 4.680.000,00 1.620.000,00 4.500.000,00 3.600.000,00 2 Biaya Listrik 300.000,00 300.000,00 180.000,00 840.000,00 180.000,00 180.000,00 180.000,00

3 Biaya Jajan Sekolah 720.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00

4 Biaya Sekolah 5 Biaya Sekolah SD

6 Biaya Sekolah Agama 48.000,00

7 Biaya Perawatan Alat

Total Biaya Hidup 4.620.000,00 7.500.000,00 1.800.000,00 7.440.000,00 4.908.000,00 1.800.000,00 5.880.000,00 3.600.000,00

Keterangan: Periode 2004-2008

No Komponen Biaya Jumlah Biaya Penyadap Kopal (Rp/tahun)

Bidin Cakra Heri Judin Maksum Memed Empud Oha

1 Biaya Makan 5.400.000,00 6.000.000,00 1.620.000,00 9.000.000,00 4.800.000,00 1.620.000,00 5.400.000,00 3.600.000,00 2 Biaya Listrik 1.440.000,00 3000.000,00 360.000,00 1.200.000,00 180.000,00 360.000,00 180.000,00


(6)

Lampiran 13 Dokumentasi penelitian

Proses wawancara penyadap

Proses wawancara

kopal

penyadap resin

Kopal

Resin

Proses pelukaan (sayatan)

Proses pelukaan (koakan)