Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

64 pihak penumpang berhak atas pelayanan pengangkutan dari pihak pengangkut. Selain itu pihak pengirim berkewajiban untuk memberitahukan tentang sifat, macam, dan harga barang yang akan diangkut Pasal 469, 470 ayat 2, 479 ayat 1 KUHD, menyerahkan surat-surat yang diperlukan untuk pengangkutan barang tersebut Pasal 478 ayat 1 KUHD. Sedangkan hak-hak yang dimiliki oleh pihak pengirim barang antara lain menerima barang dengan selamat di tempat yang dituju, menerima barang pada saat yang sesuai dengan yang ditunjuk oleh perjanjian pengangkutan, dan berhak atas pelayanan pengangkutan barangnya.

2.3.4. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. dalam bukunya Hukum Pengangkutan Niaga membagi tanggung jawab para pihak dalam perjanjian pengangkutan ke dalam 4 empat bagian yaitu tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan kereta api, tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan darat, tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan perairan, dan tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan udara. Abdulkadir Muhammad, 2008:37 Abdulkadir Muhammad mengemukakan setidaknya ada tiga prinsip tanggung jawab pengangkut dalam hukum pengangkutan, yaitu pertama prinsip tanggung jawab berdasarkan 65 kesalahan Fault Liability, kedua prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga Presumption of Liability, ketiga prinsip tanggung jawab mutlak Absolute Liability. Abdulkadir Muhammad, 2008:20 a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dalam penyelenggaraan kegiatan pengangkutan mewajibkan pengangkut membayar segala ganti rugi atas kerugian yang timbul atas kesalahannya itu. Untuk itu, pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Dalam hal ini, beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, dan bukan pada pihak yang dianggap merugikan yaitu pengangkut. b. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diadakannya. Apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa pengangkut tidak melakukan kesalahan, maka pengangkut bebas dari segala tanggung jawab yang mewajibkannya membayar kerugian. Dalam hal ini, yang dimaksud tidak melakukan kesalahan adalah pengangkut tidak bersalah yaitu tidak melakukan kelalaian atau telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghindari kerugian atau peristiwa yang terjadi atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak 66 mungkin dihindari. Menurut prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga, beban pembuktian ada pada pihak yang merugikan yaitu pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam penyelenggaraan pengangkutan yang diselenggarakan oleh pihak pengangkut. c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Setiap kerugian yang timbul dari penyelenggaraan pengangkutan wajib dipertanggung jawabkan oleh pengangkut tanpa perlu adanya keharusan untuk membuktikan ada tidaknya kesalahan pengangkut. Dengan prinsip tanggung jawab ini, tidak memungkinkan pengangkut untuk membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Beban pembuktian tidak dikenal dalam prinsip tanggung jawab ini. Menurut Pasal 234 UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi pengemudi kendaraan bermotor umum, yaitu: 1. Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang danatau pemilik barang danatau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi. 67 2. Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor danatau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan danatau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku jika: a. Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi; b. Disebabkan oleh prilaku korban sendiri atau pihak ketiga; danatau c. Disebabkan gerakan orang danatau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

2.4. Tinjauan Mengenai Perlindungan Konsumen

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 11

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) PADANG).

1 3 8

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN BAGI PENGGUNA JASA ANGKUTAN BUS BATIK SOLO TRANS (BST) ATAS HAK KESELAMATAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN0.

1 6 71

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUMPANG JASA ANGKUTAN UMUM KERETA API DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

4 32 119

EFEKTIVITAS PENERAPAN PASAL 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM MELINDUNGI DEBITUR DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG NGAWI.

0 0 13

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Unja

0 0 13