126
3 Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat
yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah
pula. 4
Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan
ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai
anak tersebut dewasa dan dapat mengurus sendiri 21 tahun. 5
Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah
anak Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan
1, 2, 3, dan 4. 6
Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk memelihara dan pendidikan
anak yang tidak turut padanya.
3. Akibat hukum terhadap harta bersama
1 Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan menjadi
harta bersama. Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan.
2 Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang
para pihak tidak menentukan lain. Pasal 35 ayat 2 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 87
127
ayat 10 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam.
3 Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda bersama
diatur menurut hukumnya masing-masing Pasal 37 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
4 Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua
dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan Pasal 97 Inpres Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam.
5 Harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut
dalam Pasal 96-97, Pasal 157 Inpres Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam.
Selain itu pembatalan perkawinan akan menimbulkan akibat hukum seperti tercantum dalam Pasal 28 undang-undang
nomor 1 tahun 1974, yaitu antara lain :
1 Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan
pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 2
Keputusan tidak berlaku surut terhadap • Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
• Suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan
perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan yang lain
yang lebih dahulu
128
• Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam anak- anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dan suami
atau isteri yang bertindak dengan itikad baik. Sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum
keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.
129
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, mengenai faktor-faktor terjadinya pembatalan perkawinan, pelaksanaan pembatalan perkawinan dan akibat
hukum pembatalan perkawinan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor terjadinya pembatalan perkawinan
Faktor-faktor pendorong terjadinya pembatalan perkawinan di lokasi penelitian antara lain:
1 Perkawinan yang dilangsungkan dihadapan pegawai pencatat
perkawinan yang tidak berwenang, pada kasus pembatalan perkawinan yang pertama muncul adanya kutipan Akta Nikah antara Alm.Indah
Kusumastuti dengan Tergugat II yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama. Padahal dalam Kenyataannya Alm. Indah Kusumastuti
beragama Budha sedangkan tergugat II beragama Katholik, jadi seandainya benar-benar adanya perkawinan maka seharusnya
dilakukan di Kantor Catatan Sipil.
2 Adanya pemalsuan identitas diri, pada kasus pembatalan perkawinan
yang kedua pihak tergugat atau suami telah melakukan kebohongan identitas diri dengan mengatakan bahwa masih jejaka atau belum
terikat dengan perkawinan lain sebelumnya. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila