Kajian Teoritis Gejala Indeks Bias Negatif Material

(1)

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF

MATERIAL

SKRIPSI

ADIMAS AGUNG

110801001

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ADIMAS AGUNG 110801001

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

i

LEMBARAN PENGESAHAN

JUDUL

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF

MATERIAL

Disetujui oleh :

Pembimbing 1

Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si

NIP: 197211152000121001

Pembimbing 2

Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc

NIP: 196505171993031009

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Fisika FMIPA USU

Dr.Marhaposan Situmorang

NIP: 195510301980031003


(4)

PERSETUJUAN

Judul : Kajian Teoritis Gejala Indeks Bias Negatif Material

Kategori : Skripsi

Nama : Adimas Agung

Nomor Induk Mahasiswa : 110801001

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Maret 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si

NIP: 196505171993031009 NIP: 197211152000121001

Disetujui oleh :

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP: 195510301980031003


(5)

i

PERNYATAAN

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2015

ADIMAS AGUNG 110801001


(6)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang yang berkat rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Teoritis Gejala Indeks Bias Negatif Material. Shalawat beserta salam penulis ucapkan kepada Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA-USU)

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang., selaku ketua Departemen S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA-USU)

3. Bapak Tua Raja Simbolon, S.Si M.Si selaku pembimbing 1, yang telah berkontribusi dalam meluangkan waktu, memberikan gagasan, kritik saran, dan pemikirannya dalam membahas hasil penelitian ini, serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis ketika perkuliahan yakni mata kuliah Fisika Matematika IV, Metode Fungsi Green, Metoda Variasi, Tensor yang diaplikasikan dalam penelitian ini.

4. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini, menuangkan pemikirannya dalam membahas hasil penelitian ini serta ilmu yang telah diberikan semasa kuliah tentang Fisika Matematika I dan III, Mekanika Kuantum yang juga diaplikasikan dalam penelitian ini.

5. Ayahanda Alm. Drs. Syukur Mulyadi dan Ibunda Restituta Irene Kusmiyati, sebagai orangtua yang selalu merawat, mengkhawatirkan, menyayangi, menyemangati dan lain sebagainya yang tidak dapat disampaikan keseluruhannya. Gelar ini terutama penulis persembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda.

6. Keluarga, Abang Uzon Angga Prasetia Amd, Kakak Anggi Zenithalya S.Pd, Adik Ageng Kusumayadi yang selalu mendoakan dan menanti gelar ini penulis dapatkan, serta Lulus dengan Pujian.


(7)

i

7. Bapak Dr. Nasruddin Noer, M.Eng. Sc yang telah memberikan bimbingan selama di perkuliahan, pengalaman dan juga bantuan yang sangat berharga. 8. Saudari Masita Sirait S.Pd, yang telah memberikan pendapat, nasehat,

motivasi dan doa dalam memperlancar pengerjaan skripsi ini.

9. Kepada BKB Nurul Fikri bagian pendidikan, yang telah memberikan pengalaman, ilmu, dan juga insentif untuk penyelesaian skripsi ini.

10. Sahabat seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi, Ade Ferry Irawan, Piko M, Russel, Tirto Adhiatma Syahid, Zikri Noer, Bambang Herdiansyah, Fauzi Handoko, Khairuddin.

11. Sahabat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu namanya, yang memberikan kritik, saran dan dorongan untuk penelitian ini.

12. Seluruh Staff dan Dosen Fisika FMIPA-USU, pegawai FMIPA-USU dan rekan-rekan kuliah.

Akhirnya ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doanya, apabila ada kesalahan dan kekurangan pada penulisan skripsi ini kepada Allah saya mohon ampun dan kepada pembaca saya mohon maaf, semoga tulisan ini mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan penelitian di Indonesia.

Medan, 17 Maret 2015 Penulis


(8)

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada suatu material ketika memiliki indeks bias negatif yang dikenal metamaterial. Indeks bias negatif tersebut didapat apabila permitivitas dan permeabilitas suatu material bernilai negatif. Dengan menurunkan persamaan Maxwell mengenai Gelombang Elektromagnetik akan menghasilkan persamaan permitivitas dan permeabilitas yang dapat dihubungkan dengan indeks bias sehingga pada akhirnya didapat indeks bias yang bernilai negatif. Selanjutnya ketika dihubungkan dengan persamaan kapasitansi dan induktansi akan menghasilkan bentuk rangkaian yang memiliki nilai permitivitas dan permeabiltas negatif sehingga didapat bentuk bahan material tersebut. Setelah persamaan-persamaan tersebut didapat, akhirnya disimulasikan dengan metode FDTD melalui perangkat lunak Matlab R2014a. Simulasi tersebut berguna untuk mendapatkan gambaran proses perambatan Gelombang Elektromagnetik pada salah satu aplikasi metamaterial yaitu invisble cloak.


(9)

i

THEORETICAL STUDY OF SYMPTOMS NEGATIVE REFRACTIVE INDEX MATERIAL

ABSTRACT

This study is aimed describe the phenomenon that occurs in a material with a negative refractive index metamaterial. The negative refractive index is obtained when the permittivity and permeability of a material is negative. By lowering the Maxwell equations of Electromagnetic Waves will create equal permittivity and permeability can be connected with a refractive index that is nevertheless found that the refractive index is negative. Furthermore, when connected to the capacitance and inductance equation will result in the circuit that has a value of permittivity and negative permeability in order to get the shape of the material. After obtaining the equations, finally simulated by the FDTD method via software Matlab R2014a. The simulation is useful to get an idea Electromagnetic wave propagation process in one application metamaterial that is invisible cloak.

Keywords: negative refractive index, permittivity, permeability, FDTD, invisible cloak.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar... x

Daftar Singkatan ... xi

Daftar Simbol ... xii

Daftar Lampiran ... xiv

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 2

1.5. Manfaat Penelitian ... 2

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 3

2.1. Gelombang Elektromagnetik (GEM)………….………. 3

2.1.1. Definisi GEM ……… 3

2.1.2. Karakteristik Gelombang Elektromagnetik……….. 4

2.1.3. Spektrum Gelombang Elektromagnetik……… 4

2.1.4. Persamaan Maxwell……….. 6

2.2. Refleksi dan Refraksi………….………. 7

2.2.1. Hukum Snellius………. 7

2.2.2. Jenis-Jenis Refleksi………….……….. 9

2.2.3. Jenis-Jenis Refraksi……….. 9

2.3. Metamaterial………... 11

2.3.1. Teori Dasar………... 13

2.3.2. Aplikasi Metamaterial……….. 13

2.4. Komputasi dengan Matlab……….. 14

2.4.1. Inisialisasi Variabel……….. 14

2.4.2. Perhitungan yang Berulang………... 16

2.4.3. Mengenal Cara Membuat Grafik………... 17

2.4.4. Baris-Baris Pembuka……… 19

2.4.5. Membuat 2 Grafik dalam Satu Gambar……… 20

2.4.6. Metode Finite Difference……….. 26

Bab 3. Metodologi Penelitian……… 33


(11)

i

Bab 4. Hasil dan Pembahasan……… 35

4.1. Indeks Bias Negatif pada Material……….. 35

4.2. Teori Bentuk Bahan yang Memiliki Indeks Bias Negatif……….. 38

4.3. Penjalaran Gelombang Elektromagnetik pada Metamaterial……. 41

4.3.1. Simulasi Lempengan 1 Dimensi DNG……….. 43

4.3.1.1 Spesifikasi Masalah……… 43

4.3.1.2. Hasil Simulasi……… 44

4.3.1.3. Parameter Simulasi……… 44

4.3.1.4 Medan Datang dan Transmisi………. 44

4.3.1.5. Indeks Bias………. 44

Bab 5. Kesimpulan dan Saran……… 52

5.1. Kesimpulan………. 52

5.2. Saran……… 53


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Hasil perhitungan y (xi) dan |wi– y(xi)| 32


(13)

i

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Kuat Medan Listrik (E) dan Kuat Medan Magnet (B)

saling Tegak Lurus pada Gelombang Elektromagnetik 4

2.2 Klasifikasi Gelombang Elektromagnetik 5

2.3 Pemantulan pada Cermin Datar 8

2.4 Pembiasan Cahaya 9

2.5 Skema Cara Kerja Perfect Lens 13

2.6 Cahaya Diteruskan melalui Permukaan Metamaterial 14 2.7 Data Perubahan Kecepatan terhadap Waktu 18 2.8 Data Perubahan Kecepatan terhadap Waktu 19

2.9 Grafik Gelombang berfrekuensi 5 Hz 21

2.10 Grafik yang dilengkapi dengan Keterangan Sumbu-x

dan Sumbu-y serta Judul 22

2.11 Grafik yang dilengkapi dengan Font Judul 14pt 23

2.12 Dua buah Grafik dalam sebuah Gambar 24

2.13 Tiga buah Grafik dalam sebuah Gambar 25

2.14 Solusi FD dan Solusi Analitik 32

3.1 Flowchart Penelitian 33

4.1 Rangkaian LC 39

4.2 Cincin Bercelah 39

4.3 Rangkaian LC Ganda 40

Cincin Ganda Bercelah 40

4.4 Arah Medan Listrik, Medan Magnet dan Perambatan

Gelombang dalam Cincin Ganda Bercelah 40

4.5 Data Paralel 43

4.6 Hasil Simulasi Medan Listrik Datang 45

4.7 Hasil Simulasi Spektrum Amplitudo Datang 45

4.8 Hasil Simulasi Transmisi Medan Listrik 46

4.9 Hasil Simulasi Spektrum Amplitudo Transmisi 46 4.10 Hasil Simulasi Transmisi Medan Listrik Melalui

Lempengan 47

4.11 Hasil Simulasi Spektrum Amplitudo Transmisi

Medan Listrik Melalui Lempengan 47

4.12 Hasil Simulasi Koefisien Transmisi 48

4.13 Hasil Simulasi Koefisien Refleksi 48

4.14 Hasil Simulasi Indeks Bias Real 49

4.15 Hasil Simulasi Indeks Bias Imajiner 49 4.16 Hasil Simulasi Fungsi Waktu (Penjalaran Gelombang) 50 4.17 Hasil Simulasi Penjalaran Gelombang pada


(14)

DAFTAR SINGKATAN

GEM = Gelombang Elektromagnetik FDTD = Finite Difference Time Domain FD = Finite Difference

TE = Transverse Electric TM = Transverse Magnetic

1D = Satu Dimensi

2D = Dua Dimensi


(15)

i

DAFTAR SIMBOL

= panjang gelombang (m)

 = rapat muatan listrik (C/m2)

⃗ = Medan Listrik pada posisi kelipatan k dan waktu kelipatan n ⃗⃗ = Medan magnet pada waktu kelipatan

⃗⃗ = operator grad (

̂ ̂ ̂ = operator curl

⃗ = induksi medan magnet (A/m2) ⃗⃗ = induksi medan listrik (C/m2) ⃗ = medan listrik (V/m)

⃗⃗ = medan magnet (A/m) = rapat arus (

= indeks bias medium untuk extraordinary ray = indeks bias medium untuk ordinary ray = permitivitas ruang hampa ( 8,854 x 10-12 F/m ) = permitivitas efektif

= permitivitas kompleks = permitivitas medium = Permitivitas real medium = Permitivitas imajiner medium

= besar sudut pada medium 1 = besar sudut pada medium 2

= permeabilitas ruang hampa ( 4 x 10-7 Wb/Am) = permeabilitas efektif

= permeabilitas kompleks = permeabilitas medium = Permeabilitas real medium = Permeabilitas imajiner medium


(16)

c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s) l = panjang induktor (m)

r = posisi (x, y, z)

= luas penampang (m2) = kapasitansi (F) = induktansi diri (H)

= jumlah lilitan

= jarak antar plat atau lempeng (m) = differenisial volume

= differensial elemen vektor = differensial panjang lintasan

= imajiner

= bilangan gelombang (m-1) = indeks bias medium = waktu (s)

= arah sumbu z = besar sudut datang = besar sudut pantul

= konduktivitas


(17)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. APENDIX A 55

2. APENDIX B 58

3. APENDIX C 60

4. APENDIX D 64

5. APENDIX E 73


(18)

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada suatu material ketika memiliki indeks bias negatif yang dikenal metamaterial. Indeks bias negatif tersebut didapat apabila permitivitas dan permeabilitas suatu material bernilai negatif. Dengan menurunkan persamaan Maxwell mengenai Gelombang Elektromagnetik akan menghasilkan persamaan permitivitas dan permeabilitas yang dapat dihubungkan dengan indeks bias sehingga pada akhirnya didapat indeks bias yang bernilai negatif. Selanjutnya ketika dihubungkan dengan persamaan kapasitansi dan induktansi akan menghasilkan bentuk rangkaian yang memiliki nilai permitivitas dan permeabiltas negatif sehingga didapat bentuk bahan material tersebut. Setelah persamaan-persamaan tersebut didapat, akhirnya disimulasikan dengan metode FDTD melalui perangkat lunak Matlab R2014a. Simulasi tersebut berguna untuk mendapatkan gambaran proses perambatan Gelombang Elektromagnetik pada salah satu aplikasi metamaterial yaitu invisble cloak.


(19)

i

THEORETICAL STUDY OF SYMPTOMS NEGATIVE REFRACTIVE INDEX MATERIAL

ABSTRACT

This study is aimed describe the phenomenon that occurs in a material with a negative refractive index metamaterial. The negative refractive index is obtained when the permittivity and permeability of a material is negative. By lowering the Maxwell equations of Electromagnetic Waves will create equal permittivity and permeability can be connected with a refractive index that is nevertheless found that the refractive index is negative. Furthermore, when connected to the capacitance and inductance equation will result in the circuit that has a value of permittivity and negative permeability in order to get the shape of the material. After obtaining the equations, finally simulated by the FDTD method via software Matlab R2014a. The simulation is useful to get an idea Electromagnetic wave propagation process in one application metamaterial that is invisible cloak.

Keywords: negative refractive index, permittivity, permeability, FDTD, invisible cloak.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini peran teknologi sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Teknologi semakin berkembang dan mengalami perubahan-perubahan yang awalnya tidak mungkin sekarang menjadi mungkin dan beberapa diantaranya telah terbukti. Perkembangan-perkembangan ini tidaklah lepas dari Ilmu Fisika yang menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi. Salah satu fenomena yang sedang dikembangkan saat ini adalah METAMATERIAL, yaitu bahan yang dapat memiliki indeks bias negatif .

Pada optika era optik geometris, refraksi cahaya yang dijabarkan dengan Hukum Snellius, terjadi bersamaan dengan refleksi gelombang cahaya tersebut, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Fresnel pada masa transisi menuju era optik fisis. Tumbukan antara gelombang cahaya dengan antarmuka dua medium menyebabkan kecepatan fasa gelombang cahaya berubah. Panjang gelombang akan bertambah atau berkurang dengan frekuensi yang sama, karena sifat gelombang cahaya yang transversal (bukan longitudinal). Pengetahuan ini yang membawa kepada penemuan lensa dan refracting telescope. Refraksi di era optik fisis dijabarkan sebagai fenomena perubahan arah rambat gelombang yang tidak saja tergantung pada perubahan kecepatan, tetapi juga terjadi karena faktor-faktor lain yang disebut difraksi dan dispersi.

Pada tahun 1968 Veselago mengatakan di dalam tulisannya, bagaimana seandainya material memiliki indeks bias negatif. Namun tulisan ini diabaikan karena pada sat itu belum ditemukan material yang memiliki indeks bias negatif. Saat ini, setelah ditemukan fenomena refraksi pada suatu bahan yang memiliki indeks bias negatif, tentunya akan memberikan peluang pembuatan perfect lens (lensa sempurna) dan invisible cloaking (jubah Harry Potter) yang sangat bermanfaat nantinya. Oleh karena itu penulis akan mencoba mengkaji bagaimana sifat, penjalaran gelombang elektromagnetik dan proses refraksi yang terjadi pada material bernilai indeks bias negatif yang diberi judul “Kajian Teoritis Gejala Indeks Bias Negatif Material” 1.2. Rumusan Masalah


(21)

i

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diselesaikan, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mendapatkan indeks bias negatif pada suatu material 2. Bagaimana teori bentuk bahan yang memiliki indeks bias negatif.

3. Bagaimana proses penjalaran gelombang elektromagnetik pada metamaterial 1.3. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu dan untuk menghindari topik yang tidak perlu maka penulis membatasi pembahasan. Adapun permasalahan ini dibatasi pada:

1. Refraksi ini hanya untuk gelombang elektromagnetik. 2. Pembahasan teoritis di medium udara.

3. Penggunaan konstanta dielektrik dan permeabilitas magnetik yang bernilai negatif. 1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memperkenalkan teori gejala material yang memiliki indeks bias negatif. 2. Untuk memperkenalkan teori tentang refraksi pada suatu material yang memiliki

indeks bias negatif. 1.5. Manfaat Penelitian

Keberhasilan dalam penelitian ini dapat memberikan berbagai manfaat di kehidupan bermasyarakat, diantaranya:

1. Meningkatkan pengetahuan mengenai material indeks bias negatif.

2. Memberikan pandangan teknologi invisible cloaking yang dapat digunakan dalam kehidupan.

3. Memberikan sumbangan ide atau gagasan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gelombang Elektromagnetik (GEM) 2.1.1. Definisi GEM

Gelombang Elektromagnetik (GEM) adalah gelombang yang tidak membutuhkan medium untuk perambatannya, dimana gelombang tersebut tersusun atas medan magnet dan medan listrik. Contoh Gelombang elektromagnetik diantaranya adalah cahaya, sinar-x, gelombang radio dan signal televisi. (Nicolaide, Andrei. 2012).

Gelombang elektromagnetik tidak lepas dari hipotesis Maxwell yang mengacu pada hubungan kemagnetan dan kelistrikan sesuai dengan beberapa percobaan berikut :

a. Oersted melakukan percobaan yang berhasil membuktikan bahwa arus listrik menghasilkan medan magnet. Bila jarum kompas diletakkan dekat dengan kawat yang dialiri arus listrik, maka jarum kompas tersebut akan menyimpang. Jarum kompas ternyata dibelokkan oleh medan magnet.

b. Faraday melakukan percobaan mengenai perubahan fluks magnet pada kumparan yang dapat menimbulkan arus induksi, kemudian arus induksi tersebut menghasilkan medan listrik.

Mengacu kepada dua percobaan ini, Maxwell membuat suatu hipotesa baru dari pernyataan Faraday bahwa “Perubahan fluks magnetik dapat menimbulkan medan

listrik” maka Maxwell mengatakan “Jika perubahan fluks magnet dapat menimbulkan medan listrik maka perubahan fluks listrik juga dapat menimbulkan medan magnet”.

Hipotesa yang dikemukakan Maxwell ini dikenal dengan sifat simetri medan listrik dengan medan magnet (Foster. 2007)

Jika hipotesis Maxwell benar, maka perubahan medan listrik yang terjadi akan mengakibatkan perubahan medan magnet serta sebaliknya dan keadaan ini terus akan berulang. Medan magnet (H) dan medan listrik (E) muncul akibat perubahan medan listrik atau medan magnet sebelumnya akan merambat menjauhi tempat awal kejadian. Perambatan medan magnet dan medan listrik ini dikenal dengan gelombang elektromagnetik seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini :


(23)

i

Gambar 2.1 Kuat medan listrik (E) dan kuat medan magnet (H) saling tegak lurus pada gelombang elektromagnetik

(sumber Giancoli. 2001)

2.1.2 Karakteristik Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik memiliki sifat sebagai berikut :

a. Dapat merambat tanpa medium dengan kecepatan sebesar c = 3 x 108 m/s. b. Merambat kesegala arah dengan kecepatan yang sama.

c. Arah getar dan arah rambatnya saling tegak lurus yang merupakan gelombang transversal.

d. Lintasannya lurus (gerak lurus), tidak dibelokkan dalam medan listrik maupun medan magnet.

e. Dapat mengalami refleksi, refraksi, interferensi, polarisasi dan difraksi. 2.1.3. Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum Gelombang elektromagnetik diklasifikasi berdasarkan panjang gelombang dan besarnya frekuensi gelombang elektromagnetik. Pada gambar 2.2 menunjukkan bahwa spektrum gelombang dari gelombang elektromagnetik sebagau berikut (Soetrisno. 1979) :

1. Gelombang Radio

Gelombang Radio yang sering disebut frekuensi radio, memiliki daerah frekuensi dari beberapa Hz sampai 109 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 10-3 m sampai 103 m.

2. Gelombang Mikro

H


(24)

Gelombang mikro sering disebut microwaves, memiliki daerah frekuensi dari 109 Hz sampai 3 x 1011 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 1 mm sampai 30 cm.

Gambar 2.2 Klasifikasi Gelombang Elektromagnetik (sumber Sugiyarni, Anik. 2010)

3. Sinar Infra Merah

Gelombang ini memiliki daerah frekuensi dari 3 x 1011 sampai 4 x 1014 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 7,8 x 10-7 m sampai 10-3 m. 4. Cahaya Tampak

Cahaya tampak terdiri dari spektrum warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Warna merah memiliki panjang gelombang terbesar dan frekuensi terkecil. Cahaya tampak memiliki daerah frekuensi dari 4 x 1014 Hz sampai 1015 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 7800 ̇ sampai 3900 ̇.


(25)

i

Sinar UV memiliki daerah frekuensi dari 8 x 1014 Hz sampai 3 x 1017 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 6 ̇ sampai 3000 ̇. Matahari merupkan sumber pancaran sinar UV yang paling kuat.

6. Sinar X

Sinar X memiliki daerah frekuensi dari 1016 Hz sampai 1020 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 0,06 ̇ sampai 10 ̇.

7. Sinar Gamma

Sinar Gamma memiliki daerah frekuensi dari 1020 – 1025 Hz, dengan kata lain memiliki panjang gelombang dari 10-4 ̇ sampai 1 ̇. Sinar Gamma memiliki frekuensi yang paling besar dan daya tembus yang besar.

2.1.4 Persamaan Maxwell

Maxwell memberikan persamaan untuk Gelombang Elektromagnetik sebagai berikut :

⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ Apabila persamaan Maxwell diatas digunakan untuk ruang hampa maka akan didapat kecepatan cahaya. Karena di ruang hampa tidak ada muatan dan arus maka persamaan Maxwell dapat dituliskan sebagai :

⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ Dari persamaan (2.7) diperoleh persamaan


(26)

Lalu dengan mensubstitusikan persamaan (2.8) ke dalam persamaan (2.9) diperoleh ⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗ ) ⃗ Menurut identitas vektor bahwa

⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗ ) ⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗ ) ⃗ Oleh karena itu persamaan (2.10) menjadi

⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗ ) ⃗ ⃗ Karena , maka persamaan (2.11) menjadi

⃗ Persamaan ini merupakan persamaan gelombang medan listrik 3 dimensi yang merambat dengan kecepatan fase

2.2. Refleksi dan Refraksi

2.2.1. Hukum Snellius

Pada tahun 1650, Pierre de Fermat, menyatakan bahwa “sinar datang dari suatu

titik A menuju cermin dan dipantulkan ke titik B akan menempuh satu lintasan

tertentu yang jaraknya terpendek atau waktu tempuhnya tersingkat“. Dari prinsip ini lahirlah hukum Snellius tentang pemantulan cahaya sebagai berikut :

1. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar yang dinamakan bidang pantul.

2. Sudut datang  dan sudut pantul ‟ sama besarnya, atau  = ‟. Hukum Snellius ini dapat dibuktikan dengan metode kalkulus variasi. Pada Gambar 2.3 diketahui bahwa :

I1 = √ (2.13)

I2 = √ (2.14)


(27)

i

Gambar 2.3 Pemantulan pada Cermin Datar (Sumber Smirnov, Yu. G., 2007)

Substitusi persamaan (2.13) dan (2.14) ke dalam persamaan (2.15) maka akan didapat bahwa

I = √ + √ (2.16) Menurut Prinsip Fermat nilai I harus minimum, dan dalam metode variasi fungsi minimum didapat dari turunan pertama yang bernilai sama dengan nol, maka Persamaan (2.16) menjadi :

√ √

√ √

√ Sin  = Sin ‟

 = ‟ (2.18)

Hal ini sesuai dengan Hukum Snellius bahwa sudut datang sama dengan sudut pantul. Selanjutnya Refraksi atau pembiasan terjadi karena GEM memasuki medium yang berbeda. Apabila sinar datang dari medium yang kurang rapat menuju medium yang rapat, maka sinar akan dibiaskan mendekati garis normal dan apabila sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Persamaan Snellius mengenai refraksi (pembiasan) sebagai berikut :


(28)

(2.19) n1 < n2 n1 > n2

Gambar 2.4 Pembiasan Cahaya (Sumber:Sugiyarni, Anik.2010) 2.2.2. Jenis-Jenis Refleksi

Refleksi atau pemantulan ada dua jenis yaitu a. Pemantulan baur (difus)

Terjadi jika cahaya jatuh pada benda yang permukaannya tidak rata/kasar. Cahaya akan dipantulkan ke segala arah tak tentu

b. Pemantulan teratur

Terjadi jika cahaya jatuh ke benda yang permukaannya rata/halus. Cahaya akan dipantulkan teratur ke arah tertentu

2.2.3. Jenis-Jenis Refraksi

Jenis Refraksi atau pembiasan terdiri atas : a. Refraksi ganda

Refraksi Ganda atau birefringence atau double refraction adalah dekomposisi sinar cahaya menjadi dua sinar cahaya yang disebut ordinary ray dan extraordinary ray. Refraksi ganda terjadi pada saat gelombang cahaya melalui medium material anisotropik seperti kristal kalsit atau Boron nitrat. Jika material tersebut mempunyai sumbu optis atau sumbu


(29)

i

birefringence dengan 2 buah indeks bias material anisotropik, masing-masing untuk 2 buah arah polarisasi dengan intensitas menurut persamaan:

(2.20)

dengan no dan ne adalah indeks bias untuk polarisasi tegak lurus ordinary

ray dan polarisasi paralel extraordinary ray terhadap sumbu anisotropik. Refraksi ganda juga dapat terjadi dengan sumbu anisotropik ganda yang disebut biaxial birefringence atau trirefringence, seperti yang terjadi pada pembiasan sinar cahaya pada material anisotropik layaknya kristal atau berlian. Untuk material semacam ini, tensor indeks bias n, secara umum memiliki tiga eigenvalues yang berbeda, yaitu n, n and n.

b. Refraksi Gradien

Refraksi gradien adalah refraksi yang terjadi pada medium dengan indeks

bias gradien. Pada umumnya, indeks bias gradien terjadi karena

peningkatan kepadatan medium yang menyebabkan peningkatan indeks bias secara tidak linear, seperti pada kaca, sehingga cahaya yang merambat melaluinya dapat mempunyai jarak tempuh yang melingkar dan terfokus.

Indeks bias gradien juga terjadi apabila cahaya yang merambat melalui medium dengan indeks bias konstan, mempunyai intensitas yang sangat tinggi akibat kuatnya medan listrik, seperti pada sinar laser, sehingga menyebabkan indeks bias medium bervariasi sepanjang jarak tempuh sinar tersebut. Jika indeks bias berbanding kuadrat dengan medan listrik/berbanding linear dengan intensitas, akan terjadi fenomena self-focusing dan self-phase modulation yang disebut efek optis Kerr. Fenomena refraksi gradien dengan indeks bias berbanding linear dengan

medan listrik (yang terjadi pada medium yang tidak mempunyai inversion

symmetry) disebut efek Pockels. c. Refraksi Negatif

Refraksi negatif adalah refraksi yang terjadi seolah-olah sinar cahaya insiden dipantulkan oleh sumbu normal antarmuka dua medium pada sudut refraksi yang secara umum tunduk pada hukum Snellius, namun bernilai negatif.


(30)

Refraksi negatif terjadi pada pembiasan antarmuka antara medium yang mempunyai indeks bias positif dengan medium material meta yang mempunyai indeks bias negatif oleh desain koefisien permitivitas medan listrik dan permeabilitas medan magnet tertentu menurut persamaan:

√ (2.21)

Untuk kebanyakan material, besaran permeabilitas  sangat dekat dengan nilai 1 pada frekuensi optis, sehingga nilai n disederhanakan dengan pendekatan permitivitas: √ . Menurut persamaan ini, maka indeks bias dapat bernilai negatif, misalnya seperti pada sinar x.

2.3. Metamaterial

Metamaterial adalah suatu material buatan yang memiliki nilai indeks bias negatif, sehingga dapat memanipulasi gelombang yang melewati material tersebut. Selama delapan tahun terakhir, metamaterial telah menunjukkan potensi yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ledakan minat metamaterial karena secara dramatis meningkatkan kemampuan manipulasi atas cahaya serta gelombang suara yang tidak tersedia di alam. Konsep inti metamaterial adalah untuk menggantikan molekul dengan struktur buatan manusia, dipandang sebagai "atom buatan" pada skala yang lebih kecil dari panjang gelombang yang relevan. Dengan cara ini, metamaterial dapat digambarkan dengan menggunakan sejumlah kecil parameter yang efektif. (Veselago. 1968)

Semua berawal dari sebuah paper (artikel ilmiah) yang ditulis ilmuwan asal Rusia bernama Victor Veselago pada tahun 1968. Dalam tulisannya Veselago secara

teoretik menjelaskan sebuah konsep, “Apa yang terjadi jika kita mempunyai sebuah material yang mempunyai indeks bias yang bernilai negatif?” Secara teori, nilai

negatif indeks bias bisa didapat jika kita mempunyai material dengan konstanta dielektrik (konstanta yang mengukur derajat polarisasi muatan listrik bila sebuah material dimasukkan medan listrik) dan permeabilitas magnetik (konstanta yang mengukur derajat magnetisasi sebuah benda bila di celupkan di medan magnet) yang secara bersamaan bernilai negatif. Banyak spekulasi yang disampaikan Veselago di tulisan tersebut yang bertentangan dengan konsep-konsep dasar fisika. Beberapa ilmuwan menganggap tulisan Veselago hanya isapan jempol, secara teori mungkin


(31)

i

bisa diterima, tapi apakah material tersebut benar tersedia di alam ? Orang-orang pun melupakan artikel ilmiah Veselago tersebut. Tetapi 30 tahun setelah Veselago, pada 1998, seorang fisikawan teori asal Inggris bernama John Pendry menawarkan sebuah konsep material yang mempunyai indeks bias negatif denganmemodifikasi struktur material tersebut. Pendry menawarkan kombinasi kawat logam dan struktur split ring untuk membuat metamaterial. Penggunaan kawat logam adalah untuk membuat konstanta dielektriknya menjadi negatif sedangkan split ring resonator untuk membuat permeabilitas yang bernilai negatif.

Di tahun 2000, David Smith dari University of California, San Diego, untuk pertama kalinya berhasil melakukan eksperimen membuat metamaterial berdasarkan teori yang diajukan oleh Pendry. Metamaterial ini bekerja di zona gelombang mikro, yaitu gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya berkisar antara 1 meter sampai 1 milimeter. Saat ini, sudah 11 tahun sejak ekperimen pertama tentang metamaterial, beberapa struktur pun ditawarkan untuk mendapatkan sifat yang menarik di cahaya tampak. (Li, Zhaofeng. 2009)

2.3.1. Teori dasar

Perambatan gelombang elektromagnetik bisa dijelaskan dari hukum Maxwell. Hubungan dispersi antara frekuensi  dan bilangan gelombang k dapat dituliskan sebagai berikut,

( ) n adalah indeks bias, ε adalah konstanta dielektrik, dan μ adalah permeabilitas magnetik.

Dari persamaan tersebut, konstanta dielektrik (ε) dan permeabilitas magnetik (μ) secara bersamaan harus bernilai posistif semua atau negatif semua. Untuk material yang ada di alam, nilai ε dan μ bernilai positif semua. Sedangkan metamaterial mempunyai ε dan μ yg bernilai negatif. Dengan demikian, pembiasan pada metamaterial berlawanan dengan arah pembiasan pada material biasa. (Veselago, Viktor. 2006)


(32)

2.3.2. Aplikasi Metamaterial.

Gambar 2.5 Skema cara kerja Perfect Lens (sumber Vioktalamo, Aunuddin S. 2011)

Jika kita punya lapisan tipis yang mempunyai indeks bias negatif, melalui sifat pembiasannya, penjalaran gelombang dari sumber sampai membentuk bayangan bisa diterangkan melalui gambar berikut. Pemfokusan sinar dengan menggunakan konsep ini mempunyai keunggulan disbanding pemfokusan dengan menggunakan lensa-lensa konvensional (lensa biasa). Lensa konvensional mempunyai keterbatasan yaitu tidak

bisa memfokuskan melebihi 0.6λ, dimana λ adalah panjang gelombang cahaya yang

melalui lensa. Keterbatasan resolusi ini dikenal sebagai Rayleigh limit.

Dengan menggunakan metamaterial kita bisa memfokuskan lebih detail tanpa batasan tersebut. Sebagai ilustrasi, perekaman data di DVD biasa menggunakan laser hanya sanggup menyimpan 1 film (sekitar 4 GB). Jika kita menggunakan perfect lens, kita bisa menyimpan sampai 1000 film dalam 1 DVD.


(33)

i

Gambar 2.6 Cahaya diteruskan melalui permukaan metamaterial (sumber Vioktalamo, Aunuddin S. 2011)

Dalam film Harry Potter, kita bisa melihat Harry bisa menghilang ketika menggunakan sebuah jubah yang diberikan Dumbledore. Jubah itu sebenarnya kepunyaan ayah Harry. Bukan asal-usul jubah itu yang akan dibahas, tapi dari sudut pandang fisika apakah mungkin kita bisa membuat jubah yang membuat orang bisa

tampak menghilang? Jawabannya, “IYA!”, jika kita bisa melokalisasi resonansi

medan listrik dan magnetik dengan menggunakan metamaterial. Eksperimen ini sudah dilakukan dengan gelombang mikro pada tahun 2006. Saat ini ilmuwan sedang menyiapkan desain untuk invisible cloaking di rentang cahaya tampak. (Vioktalamo, Aunuddin S. 2011).

2.4. Komputasi dengan Matlab 2.4.1. Inisialisasi variable

Salah satu perbedaan utama antara komputer dan kalkulator adalah pemanfaatan variabel dalam proses perhitungan. Kebanyakan kalkulator tidak menggunakan variabel dalam proses perhitungan; sebaliknya, komputer sangat memanfaatkan variable dalam proses perhitungan. Misalnya kita ingin mengalikan 2 dengan 3. Dengan kalkulator, langkah pertama yang akan kita lakukan adalah menekan tombol angka 2, kemudian diikuti menekan tombol ×, lalu menekan tombol angka 3, dan diakhiri dengan menekan tombol =; maka keluarlah hasilnya berupa angka 6. Kalau di komputer, proses perhitungan seperti ini dapat dilakukan dengan


(34)

memanfaatkan variabel. Pertama-tama kita munculkan sebuah variabel yang diinisialisasi dengan angka 2, misalnya A = 2. Kemudian kita munculkan variabel lain yang diinisialisasi dengan angka 3, misalnya B = 3. Setelah itu kita ketikkan A* B; maka pada layar monitor akan tampil angka 6. Bahkan kalau mau, hasil perhitungannya dapat disimpan dalam variabel yang lain lagi, misalnya kita ketiikan C = A * B; maka hasil perhitungan, yaitu angka 6 akan disimpan dalam variable C. Script matlab untuk melakukan proses perhitungan seperti itu adalah sebagai berikut A = 2;

B = 3; C = A * B

Nama suatu variabel tidak harus hanya satu huruf, melainkan dapat berupa sebuah kata. Misalnya kita ingin menyatakan hukum Newton kedua, yaitu F = ma, dimana m adalah massa, a adalah percepatan dan F adalah gaya. Maka, script matlab dapat ditulis seperti berikut ini

massa = 2; percepatan = 3;

gaya = massa * percepatan

Atau bisa jadi kita memerlukan variabel yang terdiri atas dua patah kata. Dalam hal ini, kedua kata tadi mesti dihubungkan dengan tanda underscore. Misalnya

besar_arus = 2; beda_potensial = 3;

nilai_hambatan = beda_potensial / besar_arus

Semua contoh di atas memperlihatkan perbedaan yang begitu jelas antara penggunaan komputer dan kalkulator dalam menyelesaikan suatu perhitungan. Saya akan tunjukkan perbedaan yang lebih tegas lagi pada bagian berikut ini.

2.4.2. Perhitungan yang Berulang

Di dalam matlab, suatu variabel dapat diinisialisasi dengan urutan angka. Misalnya jika variable t akan diinisialisasi dengan sejumlah angka yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10, caranya sangat mudah, cukup dengan mengetikkan


(35)

i

Angka 0 pada script di atas merupakan nilai awal; sedangkan angka 10 adalah nilai akhir.

Contoh lainnya, jika anda hanya menginginkan bilangan genap-nya saja, cukup ketikkan

t = 0:2:10;

Disini, angka 2 bertindak sebagai nilai interval dari 0 sampai 10. Sehingga angka-angka yg muncul hanyalah 0, 2, 4, 6, 8 dan 10. Andaikata anda menginginkan urutan angka yang terbalik, maka yang perlu anda lakukan adalah

t = 10:-2:0;

sehingga angka yang muncul adalah 10, 8, 6, 4, 2 dan 0. Ada kalanya proses perhitungan meminta kita untuk memulainya dari angka kurang dari nol, misalnya t = -10:3:4;

maka angka-angka yang tersimpan pada variabel t adalah -10, -7, -4, -1 dan 2.

Dengan adanya kemampuan dan sekaligus kemudahan inisialisasi urutan angka seperti ini, maka memudahkan kita melakukan perhitungan yang berulang. Sebagai contoh, kita inginmensimulasikan perubahan kecepatan mobil balap yang punya kemampuan akselerasi 2 m/dt2.

Rumus gerak lurus berubah beraturan sangat memadai untuk maksud tersebut

v = vo + at (2.23)

Jika kita hendak mengamati perubahan kecepatan mobil balap dari detik pertama disaat sedang diam hingga detik ke-5, kita dapat menghitung perubahan tersebut setiap satu detik, yaitu

pada t = 1 v1 = (0) + (2)(1) = 2 m/dt pada t = 2 v2 = (0) + (2)(2) = 4 m/dt pada t = 3 v3 = (0) + (2)(3) = 6 m/dt pada t = 4 v4 = (0) + (2)(4) = 8 m/dt pada t = 5 v5 = (0) + (2)(5) = 10 m/dt Script matlab untuk tujuan di atas adalah a = 2;


(36)

vo = 0; v = vo + a * t

Jarak tempuh mobil juga dapat ditentukan oleh persamaan berikut s = vot + 1/2 * a * t.^2 (1.2)

Untuk menentukan perubahan jarak tempuh tersebut, script sebelumnya mesti ditambah satu baris lagi

1 a = 2; 2 t = 1:5; 3 vo = 0;

4 s = vo * t + 1/2 * a * t.^2

Ada hal penting yang perlu diperhatikan pada baris ke-4 di atas, yaitu

penempatan tanda titikpada t.ˆ2. Maksud dari tanda titik adalah setiap angka yang

tersimpan pada variabel t harus dikuadratkan. Jika anda lupa menempatkan tanda titik,

sehingga tertulis tˆ2, maka script tersebut tidak akan bekerja.

2.4.3. Mengenal Cara Membuat Grafik

Seringkali suatu informasi lebih mudah dianalisis setelah informasi tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik. Pada contoh mobil balap tadi, kita bisa menggambar data perubahan kecepatan mobil terhadap waktu dengan menambahkan satu baris lagi seperti ditunjukkan oleh script dibawah ini

1 a = 2; 2 t = 1:5; 3 vo = 0; 4 v = vo + a * t

5 plot(t,v,‟o‟)

Jika script tersebut di-run, akan muncul gambar 2.7. Untuk melengkapi keterangan gambar, beberapa baris perlu ditambahkan

1 a = 2; 2 t = 1:5; 3 vo = 0; 4 v = vo + a * t;


(37)

i

5 plot(t,v,‟o‟);

6 xlabel(‟Waktu (dt)‟); 7 ylabel(‟Kecepatan (m/dt)‟) 8 title(‟Data Kecepatan vs Waktu‟)

Gambar 2.7 Data Perubahan Kecepatan terhadap Waktu


(38)

2.4.4 Baris-Baris Pembuka

Ketika anda membuat script di komputer, anda mesti menyadari bahwa script yang sedang anda buat akan memodifikasi isi memory komputer. Oleh karena itu saya menyarankan agar sebelum kalkulasi anda bekerja, maka anda harus pastikan bahwa memory komputer dalam keadaan bersih. Cara membersihkannya, di dalam matlab, adalah dengan menuliskan perintah clear. Alasan yang sama diperlukan untuk membersihkan gambar dari layar monitor. Untuk maksud ini, cukup dengan menuliskan perintah close. Sedangkan untuk membersihkan teks atau tulisan di layar monitor, tambahkan saja perintah clc. Saya biasa meletakkan ketiga perintah tersebut pada baris-baris awal sebagai pembukaan bagi suatu script matlab. Inilah contohnya, 1 clear

2 close 3 clc 4 5 a = 2; 6 t = 1:5; 7 vo = 0; 8 v = vo + a * t;

9 plot(t,v,‟o‟);

10 xlabel(‟Waktu (dt)‟); 11 ylabel(‟Kecepatan (m/dt)‟) 12 title(‟Data Kecepatan vs Waktu‟)

2.4.5 Membuat 2 Grafik dalam Satu Gambar

Misalnya, sebuah gelombang dinyatakan oleh persamaan y = A sin (2πft + θ)

dimana A = amplitudo; f = frekuensi; t = waktu; θ = sudut fase gelombang. Jika suatu gelombang beramplitudo 1 memiliki frekuensi tunggal 5 Hz dan sudut fase-nya nol, maka script untuk membuat grafik gelombang tersebut adalah

1 clc 2 clear 3 close


(39)

i 4

5 A = 1; % amplitudo 6 f = 5; % frekuensi

7 theta = 0; % sudut fase gelombang

8 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 9 y = A * sin(2*pi*f*t + theta); % persamaan gelombang 10

11 plot(t,y) % menggambar grafik persamaan gelombang

Grafik di atas muncul karena ada fungsi plot(t,y) yang diletakkan dibaris paling akhir pada script. Modifikasi script perlu dilakukan untuk memberi penjelasan makna dari sumbu-x dan sumbu-y serta memberikan judul grafik

Gambar 2.9 Grafik Gelombang berfrekuensi 5 Hz 1 clc

2 clear 3 close 4

5 A = 1; % amplitudo 6 f = 5; % frekuensi


(40)

8 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 9 y = A * sin(2*pi*f*t + theta); % persamaan gelombang 10

11 plot(t,y) % menggambar grafik persamaan gelombang

12 xlabel(‟Waktu, t (detik)‟); % melabel sumbu-x

13 ylabel(‟Amplitudo‟); % melabel sumbu-y

14 title(‟Gelombang berfrekuensi 5 Hz‟); % judul grafik

Untuk memperbesar font judul grafik, tambahkan kata fontsize(14) pada title(), contohnya

title(‟\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 5 Hz‟); % judul grafik

Bila kita perlu menggambar dua buah grafik, contoh script berikut ini bisa digunakan 1 clc

2 clear 3 close 4

5 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 6

7 A1 = 1; % amplitudo gelombang 1 8 f1 = 5; % frekuensi gelombang 1 9 theta1 = 0; % sudut fase gelombang 1

10 y1 = A1 * sin(2*pi*f1*t + theta1); % persamaan gelombang 1 11

12 A2 = 1; % amplitudo gelombang 2 13 f2 = 3; % frekuensi gelombang 2

14 theta2 = pi/4; % sudut fase gelombang 2

15 y2 = A2 * sin(2*pi*f2*t + theta2); % persamaan gelombang 2 16


(41)

i

Gambar 2.10 Grafik yang Dilengkapi dengan Keterangan Sumbu-x dan Sumbu-y serta Judul

Gambar 2.11 Grafik yang Dilengkapi dengan Font Judul 14pt 18

19 subplot(2,1,1)

20 plot(t,y1) % menggambar grafik persamaan gelombang 1

21 xlabel(‟Waktu, t (detik)‟); 22 ylabel(‟Amplitudo‟);


(42)

23 title(‟\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 5 Hz‟); 24

25 subplot(2,1,2)

26 plot(t,y2) % menggambar grafik persamaan gelombang 2

27 xlabel(‟Waktu, t (detik)‟); 28 ylabel(‟Amplitudo‟);

29 title(‟\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 3 Hz, fase pi/4‟);

Gambar 2.12 Dua Buah Grafik dalam Sebuah Gambar

Sekarang, jika kita ingin melihat tampilan superposisi kedua gelombang di atas, maka script berikut ini bisa digunakan

1 clc 2 clear 3 close 4

5 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 6

7 A1 = 1; % amplitudo gelombang 1 8 f1 = 5; % frekuensi gelombang 1 9 theta1 = 0; % sudut fase gelombang 1


(43)

i 11

12 A2 = 1; % amplitudo gelombang 2 13 f2 = 3; % frekuensi gelombang 2

14 theta2 = pi/4; % sudut fase gelombang 2

15 y2 = A2 * sin(2*pi*f2*t + theta2); % persamaan gelombang 2 16

17 y3 = y1 + y2; % superposisi gelombang 18

19 figure 20

21 subplot(3,1,1)

22 plot(t,y1) % menggambar grafik persamaan gelombang 1

23 xlabel(‟Waktu, t (detik)‟); 24 ylabel(‟Amplitudo‟);

25 title(‟\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 5 Hz‟); 26

27 subplot(3,1,2)

28 plot(t,y2) % menggambar grafik persamaan gelombang 2

29 xlabel(‟Waktu, t (detik)‟); 30 ylabel(‟Amplitudo‟);

31 title(‟\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 3 Hz, fase pi/4‟); 32

33 subplot(3,1,3)

34 plot(t,y3) % menggambar grafik superposisi gelombang

35 xlabel(‟Waktu, t (detik)‟); 36 ylabel(‟Amplitudo‟);


(44)

Gambar 2.13 Tiga buah Grafik dalam Sebuah Gambar 2.4.6. Metode Finite Difference

Suatu persamaan diferensial dapat dinyatakan sebagai berikut:

atau juga dapat dituliskan dalam bentuk lain

Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan pendekatan numerik terhadap dan . Caranya adalah pertama, kita memilih angka integer sembarang yaitu dimana dan membagi interval dengan , hasilnya dinamakan

Dengan demikian maka titik-titik x yang merupakan sub-interval antara dan dapat dinyatakan sebagai

Pencarian solusi persamaan diferensial melalui pendekatan numerik dilakukan dengan memanfaatkan polinomial Taylor untuk mengevaluasi dan pada dan seperti berikut ini


(45)

i

dan

Jika kedua persamaan ini dijumlahkan

Dari sini dapat ditentukan

Dengan cara yang sama dapat dicari sebagai berikut

Selanjutnya persamaan (2.30) dan (2.31) disubstitusikan ke persamaan (2.25) maka

Sebelum dilanjut, nyatakan bahwa dan serta . Maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut

( )

( ) ( ) ( ) dimana sampai N, karena yang ingin kita cari adalah . Sementara, satu hal yang tak boleh dilupakan yaitu dan biasanya selalu sudah diketahui. Pada persamaan (2.24), jelas-jelas sudah diketahui bahwa dan


(46)

; keduanya dikenal sebagai syarat batas atau istilah asingnya adalah boundary value. Topik yang sedang bahas ini juga sering disebut sebagai Masalah Syarat Batas atau Boundary Value Problem.

Sampai disini, akan mendapatkan sistem persamaan linear yang selanjutnya dapat dinyatakan sebagai bentuk operasi matrik

(2.33)

dimana A adalah matrik tridiagonal dengan orde N × N

[ ] Sedangkan vector w dan b adalah

[ ] [ ] Dalam hal ini vektor w dapat dicari dengan mudah, yaitu

(2.34)

Agar lebih jelas, mari kita lihat contoh berikut; diketahui persamaan diferensial dinyatakan sebagai

Dengan metode Finite-Difference, solusi pendekatan dapat diperoleh dengan membagi interval menjadi sub-interval, misalnya kita gunakan , sehingga spasi diperoleh

Dari persamaan diferensial tersebut, kita dapat menentukan fungsi p, fungsi q dan fungsi r sebagai berikut:


(47)

i

Script matlab telah dibuat untuk menyelesaikan contoh soal ini. Isi script fungsi p yang disimpan dengan nama file p.m:

1 function u = p(x) 2

3 u = -2/x;

lalu inilah script fungsi q yang disimpan dengan nama file q.m: 1 function u = q(x)

2 u = 2./x.^2;

kemudian ini script fungsi r yang disimpan dengan nama file r.m:: 1 function u = r(x)

2

3 u = sin(log(x))./x.^2;

dan terakhir, inilah script utamanya:

1 % PROGRAM - Aplikasi Metode Finite Difference (FD) 2 % Hasil FD dibandingkan dengan hasil solusi analitik 3 % yang ditampilkan dalam bentuk grafik

4 %

5 % Dibuat oleh : Supriyanto, 10 Desember 2012 6

7 clc;clear;close

8 %============= MENENTUKAN SYARAT BATAS================ 9 a = 1; b = 2;

10 alpha = 1; beta = 2; 11 N = 9;

12 h = (b-a)/(N+1); 13 for k = 1:N


(48)

14 x(k) = a + k*h; 15 end

16 %============== MEMBUAT MATRIKS A ==================== 17 A = zeros(N);

18 for k = 1:N

19 A(k,k) = 2 + h^2*q(x(k)); 20 end

21

22 for k = 2:N

23 A(k-1,k) = -1 + (h/2) * p(x(k-1)); 24 A(k,k-1) = -1 - (h/2) * p(x(k)); 25 end

26 %============== MEMBUAT VEKTOR b ====================== 27 b(1,1) = -h^2*r(x(1)) + (1+(h/2)*p(x(1)))*alpha;

28 for k = 2:N-1

29 b(k,1) = -h^2*r(x(k)); 30 end

31 b(N,1) = -h^2*r(x(N)) + (1-(h/2)*p(x(N)))*beta;

32 %============== MENGHITUNG w ========================== 33 w = inv(A) * b;

34 %============ MEMPLOT HASIL FINITE DIFFERENCE =========

35 plot(x,w,‟*b‟) 36 xlabel(‟nilai x‟);

37 hold on

38 %========= MEMPLOT HASIL SOLUSI ANALITIK =============== 39 h = 0.1;

40 x = 1:h:2;

41 y = sol_analitik(x);

42 plot(x,y,‟sr‟); 43 ylabel(‟nilai y‟);


(49)

i

Dalam script di atas, hasil perhitungan metode FD tersimpan pada baris 33 dan di-plot pada baris 35. Disisi lain, solusi analitik dari persamaan diferensial

adalah

dengan

dan

Pada script di atas, solusi analitik akan didapat pada baris 41, dimana sol_analitik() adalah fungsi eksternal untuk menyimpan persamaan solusi analitik di atas.

Tabel berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan dengan pendekatan metode FD dan hasil perhitungan dari solusi exact , dilengkapi dengan selisih antara keduanya dengan kesalahan (error) berada pada orde 10−5. Untuk memperkecil orde kesalahan, kita bisa menggunakan polinomial Taylor berorde tinggi. Akan tetapi proses kalkulasi menjadi semakin banyak dan disisi lain penentuan syarat batas lebih kompleks dibandingkan dengan pemanfaatan polinomial Taylor yang sekarang. (Suparno, Supriyanto. 2013)


(50)

Gambar 2.14 Solusi FD dan Solusi Analitik


(51)

i

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Flowchart

Adapun alur penelitian diberikan dalam bentuk flowchart sebagai berikut :

Gambar 3.1. Flowchart Penelitian End

Metamaterial

E, B, D, H Maxwell

, , n

Bentuk Metamaterial

Matlab

Perambatan Gelombang Start

C, L

Kirchoff


(52)

Keterangan :

Pada gambar 3.1. flowchart Penelitian di mulai dengan start kemudian Metamaterial dikaji melalui persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell akan menghasilkan persamaan gelombang elektromagnetik yaitu Medan Listrik, Medan Magnet, Densitas Medan Magnet dan Densitas Medan Listrik. Selanjutnya dengan mencari persamaan umum akan di dapat solusi umum yang akan menghasilkan nilai permitivitas dan permeabilitas yang kemudian dihubungkan dengan indeks bias. Setelah itu persamaan ini dikaji dalam dua bagian besar, yang pertama dengan diselesaikan dalam bentuk rangkaian LC secara hukum Kirchoff untuk mendapatkan bentuk bahan metamaterial. Kedua dengan mengubah persamaan ke dalam bentuk FDTD yang selanjutnya diselesaikan dengan program Matlab akan menghasilkan simulasi perambatan Gelombang Elektromagnetik. Kemudian ditarik kesimpulan dan diakhiri dengan end sebagai akhir penelitian.


(53)

i BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Indeks Bias Negatif pada Material

Persamaan umum Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik sebelumnya bahwa: ⃗⃗ ⃗ ⃗

⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗

Kemudian di dalam ruang hampa karena tidak adanya muatan dan arus maka persamaan Maxwell menjadi

⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗

Dengan hubungannya medan magnet (H) dan induksi medan listrik (D) pada material yang homogen adalah :

⃗ ⃗⃗ (4.1)

⃗⃗ ⃗ (4.2)

Persamaan Maxwell di atas dapat dituliskan dalam bentuk fasor yang bergantung waktu sebagai berikut

⃗ ⃗ ⃗ (4.3) ⃗ | ⃗ | (4.4)

| ⃗ | ∮ ⃗ ∫ ⃗


(54)

∮ ⃗⃗ ∫ ⃗⃗ ∫ ∮ ⃗⃗ ∫ ∮ ⃗ ⃗⃗ ⃗ (4.10)

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ (4.11)

⃗⃗ ⃗⃗ (4.12)

⃗⃗ ⃗ (4.13)

Untuk mendapatkan solusi persamaan gelombang, persamaan di atas dapat diubah menjadi :

⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗⃗ (4.14) ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ (4.15) ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ (4.16) ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ (4.17) Dalam hukum Ampere apabila medium dengan bebas arus mengalir maka sehingga

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ ( ) ⃗

( ) ⃗ Hal ini menunjukkan bahwa dalam domain fasor, konduktivitas dapat dihubungkan dengan permitivitas untuk menghasilkan permitivitas kompleks baru yang efektif :

Persamaan dapat disederhanakan menjadi

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ dengan bilangan kompleks.

Jika Hukum Faraday dioperasikan dengan curl :

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ( ⃗ ) Identitas vektor bahwa :


(55)

i

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗ ) ⃗ Dengan adalah Laplacian, di dalam koordinat kartesius :

⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗ ) ⃗ ⃗ (4.20) Hukum Gauss menyatakan bahwa ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗ karena nilai , maka bentuk sederhana dari persamaan Gelombangnya adalah

⃗ ⃗ (4.21)

Misalkan konstanta perambatan gelombang maka :

⃗ ⃗ (4.22)

Dengan metode yang sama, medan magnet akan yang memenuhi persamaan :

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ ( ⃗⃗ ) (4.23) ⃗⃗ ( ⃗⃗ ⃗⃗ ) ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ (4.24)

⃗⃗ ⃗⃗ (4.25)

Dan didapat bahwa permeabilitas kompleks :

Secara teori nilai =8,854 x 10-12 F/m dan =4 x 10-7 H/m yang merupakan permitivitas dan permeabilitas dalam ruang hampa, sedangkan bagian imajiner dan adalah bagian yang berhubungan dengan konduktivitas material tersebut namun nilainya harus positif dalam medium untuk memenuhi energi konservatif. Dalam matriks,

[

] (4.27)

[

] (4.28)

Dengan nilai permitivitas dan permeabilitas

√ √ √ √ √ √ Bilangan gelombang dapat dituliskan sebagai berikut :


(56)

√ √ √ √ Selanjutnya dihubungkan dengan persamaan indeks bias bahwa

√ √ √

Sehingga nilai dari permeabilitas dan permitivitas dapat dilihat dalam tabel berikut :

+

- Tabel 4.1 Hasil dari dan

Maka suatu material dapat memiliki indeks bias negatif apabila nilai permeabilitas dan permitivitasnya bernilai lebih kecil dari nol.

4.2 Teori Bentuk Bahan yang Memiliki Indeks Bias Negatif

Bahan yang berindeks bias negatif memiliki nilai permitivitas dan permeabilitas lebih kecil dari nol. Selanjutnya bentuk bahan material tersebut dapat dimisalkan dengan material yang tersusun dari kapasitor dan induktor, sebagaimana telah diketahui bahwa :

Sedangkan induktansi dapat ditulis sebagai :

Maka rangkaian LC dapat digunakan untuk menghasilkan nilai indeks bias negatif dengan hubungan sebagai berikut :

(4.34)

Karena induktor dan capasitor memiliki nilai permeabilitas dan permitivitas sehingga rangkaian LC memenuhi syarat bentuk metamaterial tersebut.


(57)

i

Gambar 4.1 Rangkaian LC

Maka rangkaian tersebut dapat dianalogikan sebagai cincin bercelah yang beresonansi :

Gambar 4.2 Cincin Bercelah

Namun rangkaian ini hanya akan menghasilkan permeabilitas dan permitivitas positif akibat tidak membentuk arah fasor medan magnet dan medan listrik. Untuk mendapatkan fasor yang dimaksud, rangkaian LC diubah menjadi :

Gambar 4.3 Rangkaian LC Ganda Sehingga cincin bercelah menjadi :


(58)

Gambar 4.3 Cincin Ganda bercelah

Arus yang mengalir secara melingkar mengakibatkan adanya induksi medan magnet yang bergantung kepada waktu. Dengan fasor :

Gambar 4.4 Arah Medan Listrik, Medan Magnet dan Perambatan Gelombang dalam Cincin Ganda Bercelah

Bentuk diatas dapat menghasilkan nilai pemitivitas dan permeabilitas yang negatif akibat gerak gelombang yang melewatinya menjadi memenuhi fasor perambatan gelombang. Dimana nilai persamaan :

√ √ √ √ √ √


(59)

i

Dari hukum Faraday dan Hukum Ampere bahwa ⃗⃗ ⃗ ⃗

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗

Persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi persamaan gelombang yang merambat dalam arah sumbu z sebagai berikut :

⃗⃗ [ ] ⃗⃗ [ ] ( ⃗ ⃗ ) ⃗

⃗⃗

[ ] ⃗⃗ [ ] Dalam algoritma FDTD, komponen besaran medan magnet dihitung dari besaran medan listrik. Dengan menggunakan komponen medan magnet yang telah dalam bentuk persamaan baru akan dapat disimulasikan. Misalkan dengan pembaruan persamaan FDTD metode Drude Model. Dari persamaan densitas fluks listrik dengan medan listrik bahwa

⃗⃗ ⃗

Dengan dan dalam model Drude diberikan dalam persamaan

Substitusi model Drude dalam persamaan sebelumnya akan didapat

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗ (4.38) Menurut persamaan tersebut, nilai fungsi frekuensi dapat dikonversikan menjadi fungsi waktu dengan hubungan dan . Selain itu hasil perkalian dengan merupakan waktu rata-rata. Kedua bagian ini digunakan baik dalam turunan pertama atau turunan kedua untuk syarat yang harus dipenuhi. Akhirnya bentuk diatas dapat ditulis dengan

( ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ) ( ⃗⃗ ⃗⃗ ) ( ⃗ ) ( ⃗ ⃗ ) ( ⃗ ) Nilai variabel tambahan dalam persamaan yang baru merupakan skalar yaitu


(60)

Dengan cara yang sama akan didapat variabel tambahan untuk persamaan medan magnet.

⃗⃗ ( ⃗ ) ( ⃗ ) ( ⃗⃗ ⃗⃗ ) ( ⃗⃗ ⃗⃗ )

( ⃗⃗ ) Maka gelombang yang merambat dalam arah z, persamaan FDTD sebagai berikut

⃗ ⃗ dan

⃗⃗ ⃗⃗

⃗⃗ ⃗⃗ Persamaan diatas memberikan algoritma FDTD untuk ⃗ dan ⃗⃗ .

Dengan evolusi grafis 3D muncul kebutuhan untuk komputasi yang lebih cepat untuk menangani bagian nyata dan pengolahan grafis waktu. Graphics processing unit atau GPU awalnya dimaksudkan untuk bertindak sebagai prosesor terpisah untuk menangani perhitungan grafis. Sebuah GPU yang modern memiliki beberapa ratus prosesor kecil yang dapat bekerja secara paralel. Umumnya, prosesor ini disebut sebagai pembagi. Idenya adalah untuk membagi masalah menjadi sub masalah yang lebih kecil dimaksudkan untuk mengeksekusi secara paralel. Untuk mengambil keuntungan dari akselerasi GPU masalah harus memiliki tugas paralel atau data paralel alam.

Dalam tugas perhitungan paralel terdiri dari beberapa tugas independen yang berjalan bersamaan. Tugas-tugas ini mungkin tidak berhubungan tetapi hasil akhirnya tergantung pada outputnya. Dengan melihat penjumlahan deret, dimana ingin menghitung nilai dari Deret Taylor. Ekspresi matematika diberikan oleh

Implementasi konvensional alur tunggal harus menghitung semua persyaratan satu per satu dan kemudian meringkas hasil pada akhirnya. Namun, dalam pelaksanaan


(61)

i

perhitungan ganda, setiap bagian akan menghitung hanya satu istilah. Semua melakukan perhitungan mereka secara paralel dan hasil akhirnya kemudian disimpulkan. Tugas intensif komputasi menghitung faktorial dan Nilai yang lebih tinggi dari x parallel dan menghasilkan pengurangan yang signifikan dari waktu komputasi.

Dalam data paralel operasi yang sama dilakukan pada elemen indvidual data. Sebuah contoh sederhana adalah perkalian skalar matriks. Pertimbangkan berbagai ukuran yang dikalikan dengan konstanta skalar. Hasil setiap perkalian dapat dihitung secara independen dengan menetapkan bagian terpisah untuk tugas. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 3 dimana susunan masukan A [] dan resultan susunan B []. Data paralel berlaku untuk setiap skenario dimana nilai-nilai dalam resultan data susunan hanya tergantung pada nilai-nilai dari input susunan. FDTD adalah contoh yang baik dari paralelisme data dan implementasi sebuah GPU dapat mengambil keuntungan dari komputasi yang dipercepat.

Gambar 4.5 Data Paralel 4.3.1. Simulasi Lempengan 1 Dimensi DNG

4.3.1.1 Spesifikasi Masalah

Gelombang elektromagnetik merambat ke arah z merupakan insiden pada lempengan dengan nilai-nilai permitivitas dan permeabilitas negatif (DNG) pada frekuensi yang ditentukan. Gelombang sinusoidal, seperti Gaussian dan Ricker merupakan gelombang yang digunakan sebagai sumber. Koefisien Transmisi dan refleksi dihitung pada antarmuka lempengan dan udara. Indeks bias lempengan untuk berbagai frekuensi juga dihitung. Dengan memvariasikan parameter, sehingga simulasi dapat diatur untuk frekuensi dan panjang gelombang yang diinginkan.


(62)

4.3.1.2. Hasil Simulasi

Simulasi dijalankan untuk gelombang dengan sinusoidal, Gaussian dan Ricker sebagau sumber gelombang. Parameter lempengan ditetapkan sedemikian rupa sehingga pada frekuensi operasi, permitivitas dan permeabilitas lempengan keduanya bernilai negatif dan mengakibatkan indeks bias .

4.3.1.3. Parameter Simulasi

Jumlah langkah bedanya diatur 4096 dan simulasi berjalan selama 4 x 1024 langkah waktu. Lempengan diletakkan antara langkah 1365 dan 2731. atau beda langkah diatur pada 3 mm dan langkah waktu, , diatur pada 50 ps. Frekuensi operasi yang digunakan . Untuk mendapatkan nilai permitivitas dan permeabilitas -1 pada , maka diatur frekuensi plasma dengan .

4.3.1.4 Medan Datang dan Transmisi

Simulasi dengan pulsa Gaussian mengungkapkan bahwa komponen frekuensi rendah tercermin pada antarmuka yang dikonfirmasi dari koefisien transmisi dan refleksi yang diperoleh untuk antarmuka udara dan lempengan. Pada , koefisien transmisi adalah 1 dan tidak ada refleksi ketika sumber sinusoidal dengan datang pada lempengan. Aliran keadaan stabil, gelombang yang ditransmisikan dalam lempengan memiliki kecepatan fase negatif yang energinya merambat di arah seperti yang diharapkan.

4.3.1.5. Indeks Bias

Indeks Bias dapat dihitung dari persamaan

| ̃ ̃ | Dengan adalah bilangan gelombang yang diatur pada dan medan listrik diatur pada lokasi dan = .


(63)

i

Gambar 4.6 Hasil Simulasi Medan Listrik Datang


(64)

Gambar 4.8. Hasil Simulasi Transmisi Medan Listrik


(65)

i

Gambar 4.10 Hasil Simulasi Transmisi Medan Listrik Melalui Lempengan

Gambar 4.11 Hasil Simulasi Spektrum Amplitudo Transmisi Medan Listrik Melalui Lempengan


(66)

Gambar 4.12 Hasil Simulasi Koefisien Transmisi


(67)

i

Gambar 4.14 Hasil Simulasi Indeks Bias Real


(68)

Konfigurasi 2D yang paling umum adalah polarisasi atau dimana ruang masalah terbatas pada daerah sumbu x dan y. Dalam , komponen medan listrik yang melintang sumbu z dan sebaliknya. Untuk 2D simulasi lempengan DNG, polarisasi diasumsikan. Komponen yang akan berpengaruh yaitu ⃗ ⃗⃗ dan ⃗⃗ . Setelah pendekatan untuk 1D, persamaan FDTD dapat diperbarui dalam bentuk

Gambar 4.16 Hasil Simulasi Fungsi Waktu (Penjalaran Gelombang)

⃗⃗ ⃗⃗

[ ]


(69)

i

⃗ [ ] ⃗ [ ] ( ⃗ ⃗ ) Telah diketahui bahwa suatu benda dapat terlihat apabila cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut sampai ke retina mata, namun bagaimana jika cahaya pantulan benda tersebut tidak sampai, maka tentunya benda tersebut tidak akan terlihat. Hal inilah yang mendasari teori jubah menghilang yang dikenal invisible cloak. Misalkan dalam bentuk silinder, dimana polarisasi atau dapat diubah dalam persamaan FDTD untuk silinder sebagai berikut

( )


(70)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Material memiliki nilai pemitivitas dan permeablitas yang tidak hanya real namun imajiner, dari persamaan bahwa √ √ dan √ √ . Sehingga dapat disimpulkan nilai permitivitas dan permeabilitas suatu material dapat bernilai negatif dengan melihat bagian imajiner dari nilai permitivitas dan permeabilitas.

2. Setelah mendapatkan persamaan bagian real dan imajiner dari permitivitas dan permeabilitas, apabila dihubungkan dengan indeks bias, dimana indeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya di suatu medium dengan medium lain yaitu persamaan dan √ √ akan dihasilkan nilai indeks bias negatif. Sehingga didapat suatu material yang memiliki nilai indeks bias negatif.

3. Induktor dan kapasitor memiliki hubungan dengan nilai pemitivitas dan permeabilitas suatu material. Persamaan tersebut yaitu dan

sehingga dengan menggunakan Rangkaian LC dapat dibuat suatu bentuk bahan metamerial yaitu dengan syarat permitivitas dan permeabilitas dari rangkaian tersebut bernilai negatif. Nilai negatif tersebut dapat dihasilkan dengan menyusun suatu bentuk dari rangkaian LC sesuai arah medan magnet dan medan listrik serta arah perambatannya.

4. Setelah mendapatkan nilai indeks bias negatif, fenomena ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti untuk lensa sempurna yang melebihi Rayleigh Limit sehingga dalam suatu disc (DVD) memiliki kapasitas yang sangat besar, dan invisible cloak yang akan dapat membuat sesuatu benda ketika tertutup olehnya tidak akan terlihat. Hal ini sesuai dengan hasil simulasi pada perambatan gelombang untuk silinder yang jelas bahwa GEM tidak dapat masuk (menembus) ke dalam silinder melainkan silinder tersebut membelokkan GEM yang melewatinya sehingga dikatakan silinder tersebut


(71)

i

dapat memanipulasi GEM yang merambat disekitarnya, pada akhirnya apa yang terdapat didalam silinder maupun silinder itu sendiri, tidak terlihat dari luar.

5.2. Saran

1. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk beberapa kemungkinan teori untuk mendapatkan suatu nilai permitivitas dan permeabilitas yang akan menghasilkan indeks bias negatif. Baik secara persamaan Gelombang maupun persamaan Rangkaian LC.

2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai bentuk bahan yang akan menghasilkan indeks bias negatif, misalkan dengan memvariasikan susunan rangkaian atau penambahan suatu elemen listrik pada rangkaian sehingga pada akhirnya mendapatkan indeks bias negatif.

3. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk simulasi persamaan-persamaan pada program lain, tidak hanya Matlab, atau lebih diperbaharui persamaan dan bentuk simulasi yang akan dihasilkan dalam program Matlab. Misalkan dalam bentuk bola, kubus dan lainnya.

4. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut untuk membuat metamaterial tersebut khususnya untuk bidang konsentrasi material demi melanjutkan pembahasan yang lebih lengkap dengan membuat bahannya sehingga terlihat real bukan hanya sekedar dalam simulasi pemrograman saja.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Foster, Kenneth R. 2007. Biomedical Applications and Health Effects of Nonionizing Electromagnet Fields. University of Pennsylvania. United State

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika. Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Li, Zhaofeng. 2009. Determination of Effective Constitutive Parameters of Bianisotropic Metamaterials from Reflection and Transmission Coefficients. Bilkent University. Turkey.

Nicolaide, Andre. 2012. General Theory of the Electromagnetic Field. Transilvania University Press. Braşov, Romania.

Smirnov, Yu. G. 2011. Electromagnetic Wave Propagation In Nonlinear Layered Waveguide Structures. Penza PSU Press. Rusia.

Soetrisno. 1979. Fisika Dasar Gelombang dan Optik. ITB Press. Bandung.

Sugiyarni, Anik. 2010. Gelombang Elektromagnet. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Suparno, Supriyanto. 2013. Komputasi untuk Sains dan Teknik Menggunakan Matlab. Fisika-Universitas Indonesia. Jakarta.

Veselago, Victor. 2006. Negative Refractive Index Materials. American Scientific Publishers. United States of America.

Veselago, V.G. 1968. The Electrodynamics of Substance with Simultaneously Negative Values of  and . Volume 10, Number 4. Soviet Physics Uspekhi. Rusia.

Vioktalamo, Aunuddin S. 2011. Optic Metamaterial. Tohoku University. Jepang


(73)

i APENDIX A

PERSAMAAN MAXWELL

Persamaan Maxwell dalam bentuk differensial.

Hukum Gauss ⃗⃗ ⃗ ⃗ (A.1) Hukum Gauss untuk magnetisme ⃗⃗ ⃗ (A.2) Hukum Induksi Faraday ⃗⃗ ⃗ ⃗

(A.3)

Hukum Ampere ⃗⃗ ⃗ ⃗

(A.4) Persamaan Maxwell dalam bentuk integral

Hukum Gauss ∮ ⃗⃗ ∫ ⃗ (A.5) Hukum Gauss untuk magnetisme ∮ ⃗ (A.6) Hukum Induksi Faraday ∮ ⃗ ∫ ⃗ (A.7) Hukum Ampere ∮ ⃗⃗ ∫ ⃗⃗ ∫ (A.8) Karena (teorema Gauss dan Stokes)

∮ ∮ ⃗⃗ ∮ ∮ ⃗⃗

Untuk medan listrik pada persamaan (A.5) dan (A.7) dalam keadaan konservatif sehingga dapat ditulis :

⃗⃗ ⃗⃗ (A.9)

⃗⃗ ⃗ (A.10)

Selanjutnya hubungan vektornya

⃗⃗ ⃗ (A.11)

dan


(74)

⃗ ∫ ⃗ (A.13) ⃗⃗ = kerapatan fluks listrik (C/m2)

= rapat volume muatan (C/m3) ⃗ = Medan Listrik (V/m)

⃗ = tegangan listrik (V)

 = permitivitas dielektrik (F/m)

Hubungkan persamaan (A.9), (A.11) dan (A.12) akan didapat persamaan Poisson : ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ (A.14a) Jika  konstan,

⃗ (A.14b)

Jika maka menjadi persamaan Laplace :

⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ (A.15a)

⃗ (A.15b)

Karena (hukum Biot-Savart)

∮ ⃗⃗ ∮ ∮ ⃗ ⃗⃗ = fluks magnet (A/m)

⃗ = Medan magnet (T)

Maka persamaan (A.6) dan(A.8) menjadi

⃗⃗ ⃗⃗ (A.16)

Dan

⃗⃗ ⃗ (A.17)

Dengan hubungan vector

⃗ ⃗⃗ (A.18)

⃗ (A.19)

 = permeabilitas magnetic (H/m)


(75)

i Medan magnet pada potensial A

⃗ ⃗⃗ (A.20) Dengan menggunakan vektor identitas

⃗⃗ ( ⃗⃗ ) ⃗⃗ ( ⃗⃗ )

Jika (A.17) dan (A.18) dihubungkan dalam kondisi tanpa arus (ruang hampa) maka ⃗⃗ sehingga didapat persamaan Poisson :

(A.21)

Ketika maka


(76)

APENDIX B

PERSAMAAN GELOMBANG

Gelombang Elektromagnetik merambat secara transversal. Dengan medan listrik dan medan magnet yang merambat saling tegak lurus. Misalkan gelombang elektromagnet merambat ke sumbu-x dan arah gerak medan listrik ke sumbu-y sementara medan magnetik ke sumbu-z sehingga diperoleh ⃗ ⃗ ⃗ ⃗ dan ⃗ ⃗ ⃗ ⃗ . Maka persamaan Maxwell akan berubah menjadi :

⃗⃗ ⃗ ⃗ (B.1) ⃗⃗ ⃗ ⃗ (B.2) ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗ (B.3) ⃗ ⃗ (B.4) ⃗⃗ ⃗ ⃗ ⃗ (B.5) ⃗⃗ ⃗ (B.6)

Persamaan (B.4) dan persamaan (B.6) bisa disimpulkan medan listrik dan medan magnet hanya berpengaruh pada sumbu x dan gayut waktu.

⃗ ⃗ ⃗ ⃗ Jika digabungkan maka menjadi :

⃗ Bandingkan dengan persamaan gelombang umum :


(77)

i Atau

, =0 Maka diperoleh nilai

√ Dengan v = c = kecepatan cahaya = 3 x 108 m

Dengan mengubah daerah waktu menjadi frekuensi maka Dengan

Maka persawaan Maxwell dapat dituliskan

⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ Dengan vektor perambatan elektromagnetik sebagai berikut :

⃗ ⃗⃗

⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗⃗ ⃗ ⃗⃗ ⃗

⃗⃗ ⃗ Maka dapat disimpulkan bahwa

√ Dengan n adalah indeks bias.


(1)

Hy(2:SIZE, n2)) )

|

̃

̃

|

nFDTD = (1/(1i*k0*(z1-z2)))

.*log(EXZ2(1:NFFT/2+1)./EXZ1(1:NFFT/2+1))

erx = ((r-R1) / (r));

ethetax = ((r) / (r-R1));

[

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

]

[

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

]

[

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

]

[

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

⃗⃗

]


(2)

i

Ax2 = (2.*ax)-(2.*cx)

Ax3 = ax-bx+cx

ax = ((cosx.^2) + (ethetax.*(sinx.^2))) ./ (dt^2);

bx = ((gamma_px.*(cosx.^2)) + ((sigma_px +(ethetax*gamma_px)) .*(sinx.^2))) ./ (2*dt);

cx = (((cosx.^2).*((omega_px)^2)) + (sigma_px*gamma_px .*(sinx.^2))) ./ (4);

( )

Bx1 = wx+fx+vx

( )

Bx2 = (2.*wx)-(2.*vx)

( )

Bx3 = wx-fx+vx;

wx = ((1-ethetax).*sinx.*cosx) ./ (dt^2)

fx = ((gamma_px-sigma_px-(ethetax*gamma_px)).*sinx.*cosx)./(2*dt) vx = (((omega_px)^2)-(sigma_px*gamma_px)).*sinx.*cosx) ./ (4)

Cx1 = kx+lx

Cx2 = (2.*kx)


(3)

kx = 1 / etheta0*(dt^2);

lx = gamma_px / etheta0* (2*dt);

Dx1 = tx+qx+px

Dx2 = (2.*tx)-(2.*px)

Dx3 = tx-qx+px

tx = ((sinx.^2) + (ethetax.*(cosx.^2))) ./ (dt^2)

qx = ((gamma_px.*(sinx.^2)) + ((sigma_px +(ethetax*gamma_px)) .*(cosx.^2)))./(2*dt)

px = (((sinx.^2).*((omega_px)^2)) + (sigma_px*gamma_px .*(cosx.^2))) ./(4)

a0x(i, j) = Ax1 - (((Bx1).^2) ./ Dx1); a1x(i, j) = Ax2 - ((Bx1.*Bx2) ./ Dx1); a2x(i, j) = ((Bx1.*Bx3) ./ Dx1) - (Ax3);

a1xy(i, j) = Bx2 - ((Bx1.*Dx2) ./ Dx1); a2xy(i, j) = ((Bx1.*Dx3) ./ Dx1) - (Bx3);

b0x(i, j) = Cx1; b1x(i, j) = -Cx2; b2x(i, j) = Cx3;


(4)

i

b0xy(i, j) = -(Bx1.*Cx1) ./ Dx1; b1xy(i, j) = (Bx1.*Cx2) ./ Dx1; b2xy(i, j) = -(Bx1.*Cx3) ./ Dx1;

untuk bagian y :

Ay1 = ay+by+cy

Ay2 = (2.*ay)-(2.*cy)

Ay3 = ay-by+cy

ay = ((cosy.^2) + (ethetay.*(siny.^2))) ./ (dt^2);

by = ((gamma_py.*(cosy.^2)) + ((sigma_py +(ethetay*gamma_py)) .*(siny.^2))) ./ (2*dt);

cy = (((cosy.^2).*((omega_py)^2)) + (sigma_py*gamma_py .*(siny.^2))) ./ (4);

( )

By1 = wy+fy+vy

( )

By2 = (2.*wy)-(2.*vy)


(5)

By3 = wy-fy+vy;

wy = ((1-ethetay).*siny.*cosy) ./ (dt^2)

fy = ((gamma_py-sigma_py-(ethetay*gamma_py)).*siny.*cosy)./(2*dt) vy = (((omega_py)^2)-(sigma_py*gamma_py)).*siny.*cosy) ./ (4)

Cy1 = ky+ly

Cy2 = (2.*ky)

Cy3 = ky-ly

ky = 1 / etheta0*(dt^2);

ly = gamma_py / etheta0* (2*dt);

Dy1 = ty+qy+py

Dy2 = (2.*ty)-(2.*py)

Dy3 = ty-qy+py

ty = ((siny.^2) + (ethetay.*(cosy.^2))) ./ (dt^2)

qy = ((gamma_py.*(siny.^2)) + ((sigma_py +(ethetay*gamma_py)) .*(cosy.^2)))./(2*dt)

py = (((siny.^2).*((omega_py)^2)) + (sigma_py*gamma_py .*(cosy.^2))) ./(4)

a0y(i, j) = Ay1 - (((By1).^2) ./ Dy1); a1y(i, j) = Ay2 - ((By1.*By2) ./ Dy1); a2y(i, j) = ((By1.*By3) ./ Dy1) - (Ay3);


(6)

i

a1yx(i, j) = By2 - ((By1.*Dy2) ./ Dy1); a2yx(i, j) = ((By1.*Dy3) ./ Dy1) - (By3);

b0y(i, j) = Cy1; b1y(i, j) = -Cy2; b2y(i, j) = Cy3;

b0yx(i, j) = -(By1.*Cy1) ./ Dy1; b1yx(i, j) = (By1.*Cy2) ./ Dy1; b2yx(i, j) = -(By1.*Cy3) ./ Dy1;