Keragaan Alat Tangkap Togo Sebagai Unit Penangkapan Udang Di Desa Cemara Labat, Kalimantan Tengah

(1)

KERAGAAN ALAT TANGKAP TOGO SEBAGAI UNIT

PENANGKAPAN UDANG DI DESA CEMARA LABAT

KALIMANTAN TENGAH

FEBRINA BERLIANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaan Alat Tangkap Togo sebagai Unit Penangkapan Udang di Desa Cemara Labat, Kalimantan Tengah adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Febrina Berlianti


(4)

FEBRINA BERLIANTI. Keragaan Alat Tangkap Togo sebagai Unit Penangkapan Udang di Desa Cemara Labat, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh ROZA YUSFIANDAYANI, M. FEDI A. SONDITA dan BAMBANG MURDIYANTO.

Togo merupakan alat tangkap bersifat pasif yang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang. Perikanan togo di Desa Cemara Labat terdiri dari dua lokasi penangkapan yaitu di sungai dan tambak. Seiring dengan perkembangan waktu, penangkapan udang tidak hanya dilakukan di sungai saja tetapi juga di kawasan mangrove. Lahan mangrove dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi tambak-tambak sebagai lokasi penangkapan ikan yang berfungsi menunjang kegiatan penangkapan udang. Penangkapan udang peci (Penaeus indicus) di tambak dianggap lebih menguntungkan karena hasil tangkapan yang diperoleh lebih banyak dengan ukuran hasil tangkapan lebih besar. Penelitian dilakukan untuk membandingkan produktivitas alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai dan di tambak, menentukan status teknologi penangkapan ikan togo yang diterapkan nelayan dari segi kriteria perikanan bertanggung jawab dan menentukan strategi perbaikan perikanan tangkap berdasarkan status teknologi dan kelayakan usaha penangkapan ikan di Desa Cemara Labat.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode sejarah, studi kasus, observasi, survei dan wawancara. Data yang diperoleh meliputi unit penangkapan ikan, metode pengoperasian alat, daerah penangkapan ikan, jumlah dan panjang hasil tangkapan, sejarah alat tangkap, arus, finansial dan tingkat tanggung jawab alat tangkap. Analisis yang digunakan ialah analisis sejarah, analisis teknis, analisis tingkat produktivitas unit penangkapan ikan, analisis statistik dengan uji t tidak berpasangan (unpaired comparison test), analisis aspek finansial melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi serta analisis multi kriteria menggunakan 13 kriteria unit penangkapan ikan yang bertanggung jawab. Responden dalam penelitian ini ditentukan menggunakan metode snowball sampling.

Unit penangkapan togo di sungai terdiri dari alat tangkap dan perahu, lebih sedikit dibandingkan komponen pada unit penangkapan togo di tambak yang terdiri dari alat tangkap, tambak dan pondok. Pengujian melalui uji statistika menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada jumlah dan ukuran hasil tangkapan udang peci per trip pada kedua alat tangkap berbeda (p<0.05). Hasil tangkapan udang peci pada alat tangkap togo di sungai berukuran rata-rata 7.9 cm dan jumlah rata-rata yaitu 10.60 kg dengan produktivitas per trip untuk seluruh jumlah hasil tangkapan 31.47 kg/trip lebih sedikit dibandingkan togo di tambak yang mencapai 53.45 kg/trip dengan jumlah dan ukuran rata-rata udang peci 46.08 kg dan 10.07 cm.

Usaha perikanan togo di sungai dan tambak merupakan usaha perikanan yang layak dikembangkan. Tingkat keuntungan yang didapatkan oleh kedua unit penangkapan per tahunnya jika dilihat pada nilai investasi yang ditanamkan cukup baik dengan tingkat pengembalian modal pada usaha perikanan tangkap togo di sungai maupun tambak juga dapat dikatakan cepat yakni kurang lebih 1 tahun. Dilihat


(5)

Berdasarkan status teknologi penangkapan ikan, kedua alat tangkap tergolong baik dengan memiliki skor yang sama yaitu 33 dengan masing-masing satu indikator bernilai 1 (buruk) dan empat indikator bernilai 2 (cukup baik). Kedua alat tangkap memiliki skor terendah (skor 1) pada indikator menjamin survival dari ikan dan biota perairan yang dikembalikan di sungai (X10) dan skor 2 pada indikator kompetensi nelayan (X1). Indikator dengan nilai skor 2 lainnya pada unit penangkapan togo yang dioperasikan di sungai yaitu keselamatan di sungai (X2), kepatuhan terhadap peraturan (X3) dan konsumsi bahan bakar kapal (X4), sedangkan untuk togo yang dioperasikan di tambak yaitu indikator proporsi hasil tangkapan yang dimanfaatkan(X9), potensi terjadi kerusakan lingkungan perairan dan habitat (X12) dan kejadian atau potensi konflik(X13).

Perikanan berkelanjutan adalah upaya memadukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan usaha, unit penangkapan togo yang dioperasikan di tambak dapat menjadi rekomendasi utama untuk kegiatan penangkapan udang. Namun jika dilihat dari status teknologi penangkapan, nelayan sudah harus berpikir serius mengenai keberlanjutan perikanan tangkap. Strategi perbaikan perikanan tangkap antara lain pengaturan waktu penangkapan ikan berdasarkan data serial produktivitas per trip (berdasarkan musim penangkapan), pembatasan jumlah unit penangkapan togo, penggantian racun akodan dengan bahan alami, serta penekanan pada karakteristik dan perilaku sosial ekonomi nelayan melalui sosialisasi. Perencanaan seluruh kegiatan harus melewati pengawasan dan dilaksanak an sesegera mungkin. Oleh karena itu, agar pengelolaan perikanan dapat berjalan dengan baik serta untuk menghindari konflik dalam masyarakat, maka perlu menjalin koordinasi dengan semua pihak yang terkait.


(6)

FEBRINA BERLIANTI. Togo Perfomance as Shrimp Fishing Unit in Cemara Labat Village, Central Kalimantan. Supervised by ROZA YUSFIANDAYANI, M. FEDI A. SONDITA and BAMBANG MURDIYANTO

Togo is a passive gear and classified as trap and guiding barrier. Togo fisheries in Cemara Labat village covers fishing activities in river and ponds. Over years, shrimp fishing is not only produce in river but also in mangrove areas. Villagers constructed these ponds as trap ponds in mangrove areas which serves to support the shrimp fishing activities. Penaeus indicus fishing in ponds are considered more profitable because catches obtained were greater both in abundance and biomass. This study aims to compare the productivity of togo catches in river and ponds, determine the status of togo fishing technology and strategies to develop sustainable fisheries based on the status and feasibility of fishing effort at the Cemara Labat Village.

The research used historical research, case study, observation, survey and interview techniques to collect data on the fishing unit, fishing method, fishing areas, number and size of catches, the history of fishing gear, current, level of fishing responsibility and financial were analyzed using historical analysis, technical analysis, productivity trip, unpaired comparisson t test, multi criteria analysis and financial analysis through business analysis and investment criteria analysis. Respondents in this study were determined using snowball sampling method.

Fishing unit of togo in river consists of fishing gear and boat, while the components on the fishing unit of togo in ponds consisting of fishing gear, ponds and hut. The t test showed that was differences in abundance and biomass of Penaeus indicus on the different togo (p<0.05). The average size of Penaeus indicus in river was 7.87 cm with average catch was 10.60 kg while catches per trip for all catches was 31.47 kg trip-1 less than togo in ponds which reached 53.45 kg trip-1 with an average number and size of Penaeus indicus where each 46.08 kg and 10.07 cm.

Togo business in river and ponds were feasible and can be developed. The level of profits earned by both fishing unit seen from investment value per year quite good with estimated payback period is approximately 1 year. Togo in river had a high priority of investment value, net B/C, IRR and PP, while togo in ponds more profitable with highest R/C and NPV.

Based on status of fishing technology, both togo were considered good with same score 33, one indicator with bad category (score 1) and four indicators with good category (score 2). Both gear had the lowest score ( score 1) the indicator ensure the survival of fish and aquatic biota are returned to the waters (X10), and score 2 for fisheries competence indicator (X1). Other indicators in river which have score of 2 were safety on the water (X2), regulatory compliance (X3) and fuel consumption of ships (X4) while for togo operated in ponds were the proportion of the catch (X9),


(7)

economic and social issues are interconnected. Based on feasibility of fishing effort, togo in ponds could be used as main option in supporting shrimp fishing but

considering fishing technology status, greater awareness by fishermen is needed to ensure sustainable fisheries. Strategies to developed sustainable fisheries were arrange fishing schedule by making calendar based on productivity per trip data considering fishing season, limiting the number of fishing unit, replace akodan with natural ingredients and emphasized the socio-economic characteristics and behavior of fishermen through socialization. All activities must pass scrutiny and implemented as soon as possible. Therefore, in order to achieve well working fisheries management and to avoid conflicts in society, it is necessary to establish coordination and collaboration of all parties concerned.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(9)

KERAGAAN ALAT TANGKAP TOGO SEBAGAI UNIT

PENANGKAPAN UDANG DI DESA CEMARA LABAT

KALIMANTAN TENGAH

FEBRINA BERLIANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(10)

(11)

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih adalah teknologi penangkapan ikan, dengan judul “Keragaan Alat Tangkap Togo

sebagai Unit Penangkapan Udang di Desa Cemara Labat, Kalimantan Tengah”

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

1. Prof Dr Ir Bambang Murdiyanto, MSc; Dr Ir M. Fedi A. Sondita, MSc dan

DrRoza Yusfiandayani, SPi selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, masukan dan saran;

2. Dr Ir Wazir Mawardi, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran;

3. Dr Iin Solihin, SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran;

4. Papah, Mamah, kakak Edelweisia Cristiana, adik Jennie Jesica, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, masukan dan dukungan;

5. Bapak Wisnu serta seluruh pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten

Kapuas yang telah banyak membantu;

6. Kepala Desa Cemara Labat dan seluruh nelayan yang telah banyak membantu

dalam pengambilan data di Desa Cemara Labat;

7. Fumiya Okada, April, Bang Rahman, kak Tyas, Winda, Wanda, Muth, Yogi serta seluruh teman-teman PSP, TPL dan KTB yang selalu menemani dan banyak memberikan dukungan dan doa.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016


(13)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR ISTILAH xvii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Manfaat 3

Kerangka Pemikiran 3

Hipotesis Penelitian 5

2 METODE PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat dan Objek Penelitian 6

Metode Penelitian 6

Hasil tangkapan 7

Tingkat tanggung jawab alat tangkap 7

Kelayakan usaha 10

Keadaan umum lokasi penelitian 10

Analisis Data 12

Analisis tingkat produktivitas unit penangkapan ikan 12

Analisis statistik 12

Analisis multi kriteria 13

Analisis kelayakan usaha 15

Analisis teknis 18

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19

Letak Geografis dan Topografi 20

Kependudukan 20

Kondisi Perairan 21

Pasang 21

Arus 22

Sejarah Alat Tangkap Togo 23

Keragaan Unit Penangkapan Ikan 25

Unit penangkapan ikan togo yang dioperasikan di sungai 25

Unit penangkapan ikan togo yang dioperasikan di tambak 27

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Hasil 30

Produktivitas unit penangkapan ikan 30


(14)

Kelayakan usaha 47

Status teknologi penangkapan ikan togo 48

Strategi perbaikan perikanan tangkap 50

5 SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 58


(15)

ikan 8 2 Jumlah Penduduk Desa Cemara Labat Kecamatan Kapuas Kuala

tahun 2014 20

3 Jadwal pasang naik dan pasang surut di sungai Kahayan tahun 2015 21

4 Pola musim penangkapan togo 31

5 Produktivitas trip alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai

berdasarkan musim penangkapan 31

6 Produktivitas trip alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak

berdasarkan musim penangkapan 32

7 Produktivitas trip alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai

berdasarkan periode waktu 32

8 Produktivitas trip alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak

berdasarkan periode waktu 33

9 Jumlah hasil tangkapan dan panjang total rata-rata udang peci pada

alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai tahun 2015 33

10 Jumlah hasil tangkapan dan panjang total rata-rata udang peci pada

alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak tahun 2015 34

11 Komponen investasi usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

sungai 36

12 Komponen investasi usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

tambak 36

13 Komponen biaya usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

sungai 37

14 Komponen biaya usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

tambak 38

13 Komponen penerimaan usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

sungai 38

14 Komponen penerimaan usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

tambak 39

15 Komponen analisis usaha jaring togo 40

16 Komponen biaya usaha penangkapan togo yang dioperasikan di

tambak 40

17 Skor setiap indikator unit penangkapan ikan di perairan Kabupaten


(16)

2 Peta Desa Cemara Labat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah 5

3 Udang peci (Penaeus indicus) 6

4 Alat pengukur arus dari bambu 11

5 Ilustrasi alat dalam air saat pengukuran 11

6 Ilustrasi unit penangkapan togo yang dioperasikan di sungai 26

7 Ilustrasi kontruksi alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak 27

8 Ilustrasi kondisi penangkapan di tambak 28

9 Distribusi frekuensi panjang total udang peci di sungai 34

10 Distribusi frekuensi panjang total udang peci di tambak 35

11 Peta jalur kapal perikanan dan lokasi penangkapan 63

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode 13 indikator teknologi penangkapan ikan bertanggung jawab 59

2 Hasil perhitungan analisis multi kriteria unit penangkapan togo yang

di operasikan di sungai 68

3 Hasil perhitungan analisis multi kriteria unit penangkapan togo yang

di operasikan di tambak 69

4 Daerah penangkapan togo yang dioperasikan di sungai dan tambak 70

5 Data jumlah dan ukuran hasil tangkapan 3 nelayan togo yang

dioperasikan di sungai tahun 2015 71

6 Data jumlah dan ukuran hasil tangkapan 3 nelayan togo yang

dioperasikan di tambak tahun 2015 73

7 Perhitungan produktivitas per trip alat tangkap togo yang dioperasikan

di sungai tahun 2015 75

8 Perhitungan produktivitas per trip alat tangkap togo yang

dioperasikan di tambak tahun 2015 76

9 Uji statistika jumlah hasil tangkapan dengan independent sample test 77

10 Uji statistika ukuran hasil tangkapan dengan independent sample test 80

11 Perhitungan cash flow usaha togo yang dioperasikan di sungai 83

12 Perhitungan cash flow usaha togo yang dioperasikan di tambak 84

13 Distribusi panjang total udang peci (Penaeus indicus) selama

penelitian 85


(17)

Alat penangkapan ikan : Sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan (Nomor 2/PERMEN-KP/2015, pasal 1).

Analisis finansial : suatu analisis terhadap biaya dan manfaat pada

suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut (Kadariah et al 1999).

Biaya investasi : Penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan

harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim 2003).

Biaya tetap : biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi yang diperoleh (Soekartawi 1995).

Biaya variabel : biaya tidak tetap yang sifatnya berubah-ubah

tergantung dari besar kecilnya produksi yang dihasilkan (Soekartawi 1995).

Hutan mangrove : Komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi

oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur (Nontji 1993)

Internal rate of return : Nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol (Nurmalina et al. 2010).

Keragaan : Performa; penampilan; .

Mangrove : Tanaman tropis yang tumbuh pada daerah

intertidal (Tomlinson 1986).

Netbenefit cost ratio : Suatu perbandingan yang pengambilannya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dan benefit bersih itu bersifat positif (Nurmalina et al. 2010).

Payback period : Suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas (Nurmalina et al. 2010).

Produktivitas alat tangkap : hasil tangkapan dengan satuan bobot per upaya penangkapannya, dimana upaya penangkapan disini dapat berupa alat tangkap atau berupa trip (Sparre dan Venema 1999).


(18)

dengan total biaya (Nurmalina et al. 2010).

Sungai : Aliran air yang besar yang biasanya buatan alam

(KBBI).

Sungkur (push net) : Alat tangkap dengan bukaan mulut menyilang

membentuk segitiga dengan sebuah kantong dibelakang (Diskanlut 2008).

Tambak : Kolam di tepi laut yang diberi berpematang untuk

memelihara ikan (KBBI).

Togo : Alat tangkap bersifat pasif yang diklasifikasikan

ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (trap and guiding barrier). Alat tangkap ini berupa badan jaring berbentuk kerucut yang lengan-lengannya diikatkan pada 2 tiang dan

keberhasilan penangkapannya mengandalkan

adanya sifat pasang surut air laut (Diskanlut 2008).

Unit penangkapan ikan : Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi

penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan (Monintja dan Yusfiandayani 2001)


(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan merupakan salah satu sumber utama pangan di Desa Cemara Labat, akan tetapi teknologi yang digunakan masih sederhana dengan usaha berskala kecil. Sedimentasi yang terjadi di pantai Cemara Labat pada tahun 1994 menyebabkan pendangkalan sepanjang satu km yang berakibat perubahan pada teknologi penangkapan yang awalnya didominasi oleh penangkapan ikan di laut dengan alat tangkap lampara dan sungkur menjadi penangkapan ikan di sungai dengan alat tangkap togo. Togo merupakan alat tangkap bersifat pasif yang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (trap and guiding barrier) (Najamuddin 2012). Alat tangkap ini berupa badan jaring berbentuk kerucut yang lengan-lengannya diikatkan pada dua tiang dan keberhasilan penangkapannya mengandalkan adanya sifat pasang surut air laut (Diskanlut 2008) dengan hasil tangkapan utama dominan yaitu udang peci (Penaeus indicus).

Udang peci yang berasal dari laut diketahui beruaya menuju Sungai Cemara Labat melalui aktivitas pasang surut. Semakin menurunnya hasil tangkapan udang peci, maka sebagian nelayan memanfaatkan lahan mangrove yang dilintasi oleh Sungai Cemara Labat menjadi tambak sebagai lokasi penangkapan (fishing area) alat tangkap togo dengan kontruksi yang lebih sederhana. Tambak yang bukan merupakan unit budidaya ikan ini berfungsi sebagai tempat yang dimanipulasi oleh nelayan agar udang bisa masuk sehingga nelayan dapat menangkap dengan lebih mudah.

Penangkapan togo di tambak memberikan dimensi baru dalam penangkapan udang peci. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, penggunaan kedua jenis togo di dua fishing area tersebut memberikan hasil tangkapan udang peci yang cukup berbeda dilihat dari komposisi dan ukurannya, oleh karena itu maka penting untuk membandingkan keragaan togo yang dioperasikan di kedua fishing area tersebut. Perbandingan dapat dilakukan dengan mengkaji keragaan hasil tangkapan togo, yaitu jumlah dan ukuran udang peci (Penaeus indicus) yang tertangkap serta produktivitas per trip berdasarkan keseluruhan data hasil tangkapan kedua alat tangkap. Produktivitas hasil tangkapan merupakan perbandingan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan. Perhitungan tidak terbatas pada output penangkapan ikan saja, tetapi mencakup juga desain dan konstruksi alat penangkapan ikan. Perbedaan lokasi penangkapan berimbas pada perbedaan konstruksi togo yang digunakan baik di sungai maupun di tambak Cemara Labat. Desain dan konstruksi alat penangkapan ikan ini adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kinerja alat penangkapan ikan tersebut (Mahiswara

et al. 2013).

Perkembangan perikanan togo juga perlu memperhatikan keberlanjutan perikanan tangkap. Hal ini dilakukan mengingat upaya memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan berkelanjutan merupakan tuntutan yang cukup mendesak demi kesejahteraan rakyat saat ini hingga masa mendatang. Guna memberikan manfaat yang maksimal dan menjamin keberlangsungan perikanan tangkap, maka perlu diperhatikan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan.


(20)

Perikanan berkelanjutan sendiri adalah upaya memadukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi (Munasinghe 2002).

Keberlanjutan ekologi sangat terkait dengan tujuan sosial dan ekonomi. Usaha yang akan dijalankan diharapkan dapat memberikan penghasilan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Namun meskipun suatu alat penangkapan ikan tergolong layak secara ekonomi dan tampak sederhana, jika upaya penangkapan ikan sudah berlebihan maka sumber daya ikan yang dimanfaatkan akhirnya dapat terancam kelestariannya. Penggunaan alat tangkap ikan dalam pemanfaatan sumber daya ikan harus benar-benar memperhatikan keseimbangan dan meminimalkan dampak negatif bagi kehidupan biota lain. Menurut Brown et al.(1998), penangkapan ikan secara berlebihan dapat mengurangi keberlanjutan populasi sumber daya ikan. Selanjutnya, berkurangnya satu spesies secara drastis akan mengubah pola rantai makanan yang dapat menganggu keseimbangan ekosistem perairan. Penilaian tentang tingkat tanggung jawab unit penangkapan togo dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan multi criteria analysis

sebagai perangkat pengambil keputusan yang dikembangkan untuk masalah-masalah kompleks multikriteria dalam proses pengambilan keputusan (Mendoza dan Macoun 1999). Pendekatan ini berguna sebagai konektivitas antara sistem ekologis dengan sistem sosial sebagai unsur utama dari pengelolaan perikanan togo.

Berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, penelitian ini akan dilakukan untuk mengkaji keragaan alat tangkap togo yang terdiri dari keragaan fisik togo, keragaan produktivitas, keragaan finansial dan status keragaan teknologi penangkapan togo di Desa Cemara Labat sebagai salah satu upaya membantu nelayan dan Pemerintah Daerah setempat mengembangkan perikanan tangkap. Topik penelitian ini sangat tepat karena sesuai dengan tren kebijakan pengembangan perikanan tangkap yang memprioritaskan penerapan teknologi penangkapan ikan bertanggung jawab yang bertujuan memanfaatkan sumber daya perikanan secara berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Kegiatan perikanan togo yang awalnya dilakukan di sungai kini mulai berkurang dan didominasi oleh kegiatan penangkapan di tambak. Tambak yang bukan merupakan unit budidaya ikan ini berfungsi sebagai tempat yang dimanupilasi oleh nelayan agar udang bisa masuk sehingga nelayan dapat menangkap dengan lebih mudah. Menurut nelayan hasil tangkapan yang diperoleh di tambak lebih banyak dibandingkan penangkapan di sungai. Penangkapan udang di sungai dianggap kurang menguntungkan karena hasil tangkapan yang diperoleh lebih sedikit dengan ukuran hasil tangkapan lebih kecil. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan keragaan alat tangkap togo di dua

fishing area yaitu sungai dan tambak. Perbandingan tersebut tidak terbatas pada

output penangkapan ikan saja, tetapi mencakup juga desain dan konstruksi alat penangkapan ikan.

Seiring dengan pertambahan waktu terjadi peningkatan jumlah tambak yang mengakibatkan meningkatnya kegiatan penangkapan udang. Walaupun kegiatan penangkapan tergolong skala usaha kecil, perlu diketahui status


(21)

teknologi penangkapan ikan togo yang diterapkan oleh nelayan Cemara Labat, sehingga dapat ditentukan strategi perbaikan perikanan tangkap untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan:

1. Membandingkan produktivitas alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai dan di tambak.

2. Menentukan status teknologi penangkapan ikan togo yang diterapkan nelayan Desa Cemara Labat dari segi kriteria perikanan bertanggung jawab.

3. Menentukan strategi perbaikan perikanan tangkap di Desa Cemara Labat berdasarkan status teknologi dan kelayakan usaha penangkapan ikan

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini dapat dibagi untuk 3 kepentingan, yaitu bagi ilmu pengetahuan, bagi pengelola perikanan setempat dan bagi penulis. Bagi ilmu pengetahuan perikanan tangkap, penelitian ini menyajikan informasi tentang sejarah alat tangkap togo, konstruksi dan klasifikasi togo yang dioperasikan di sungai dan tambak serta penerapan sejumlah kriteria untuk menilai status unit penangkapan ikan. Bagi pengelola perikanan, penelitian ini menghasilkan informasi yang dapat dipertimbangkan dalam mengembangkan perikanan tangkap yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat dengan memastikan terwujudnya kelestarian sumber daya ikan yang menjadi andalan hidup mereka sehingga kegiatan yang menjadi mata pencahariannya juga dapat terus berlanjut. Bagi penulis dapat menyelesaikan studi dan menambah pengetahuan serta wawasan dalam penerapan teori-teori yang sudah diperoleh selama masa studi.

Kerangka Pemikiran

Pemasalahan perikanan yang terjadi di Desa Cemara Labat pada perikanan togo yaitu penangkapan udang di sungai dianggap kurang menguntungkan dibandingkan perikanan togo di tambak karena hasil tangkapan yang diperoleh lebih sedikit dan ukuran hasil tangkapan lebih kecil sehingga jumlah penerimaan usaha lebih rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu strategi dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan togo. Potensi perikanan yang dimiliki oleh suatu daerah seyogyanya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat setempat. Kelayakan usaha dan status teknologi penangkapan ikan dapat ditentukan dengan memperhatikan produktivitas dari kedua alat tangkap untuk selanjutnya dapat dipakai untuk menentukan strategi perbaikan perikanan tangkap. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan secara diagramatik seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.


(22)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Input Proses Output Keragaan Fisik Alat Tangkap Hasil Tangkapan Status Teknologi Penangkapan Ikan Analisis teknis Analisis statistik

panjang total (cm)

Jumlah hasil tangkapan (kg)

Analisis multi kriteria

Produktivitas alat tangkap, status teknologi penangkapan, kelayakan usaha dan strategi perbaikan perikanan tangkap

Pengembangan perikanan tangkap togo di sungai Analisis tingkat produktivitas unit penangkapan ikan Kelayakan Usaha Aspek Finansial Perbandingan kelayakan usaha Analisis usaha Analisis kriteria investasi di tambak

Jumlah hasil tangkapan dan ukuran udang di tambak lebih besar dibandingkan di sungai

Unit Penangkapan Togo

Hasil tangkapan umum Hasil tangkapan udang peci (Penaeus indicus)


(23)

Hipotesis Penelitian

1. Produktivitas hasil tangkapan pada alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak lebih tinggi dibandingkan togo yang dioperasikan di sungai.

2. Status teknologi penangkapan berdasarkan kriteria ramah lingkungan di tambak lebih baik dibandingkan togo yang dioperasikan di sungai.

3. Kegiatan penangkapan pada alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak lebih menguntungkan dibandingkan togo yang dioperasikan di sungai berdasarkan aspek finansial.

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan pada bulan Januari, Februari, Maret dan Agustus hingga Desember 2015. Pengambilan data dilakukan di Desa Cemara Labat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Gambar 2).

Gambar 2 Peta Desa Cemara Labat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah Sumber: Pemerintah Desa Cemara Labat 2014


(24)

Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian di lapangan adalah alat tulis, alat ukur berupa penggaris, meteran, timbangan serta peralatan dokumentasi seperti kamera. Objek penelitian adalah togo yang dioperasikan di sungai dan di tambakserta hasil tangkapan togo diantaranya udang peci (Penaeus indicus). Menurut taksonominya, udang peci memiliki klasifikasi sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Penaeus

Species : Penaeus indicus

Gambar 3 Udang Peci (Penaeus indicus)

Sumber: Chan (1998)

Morfologi dari genus penaeus yang termasuk decapoda adalah sebagai berikut, tubuhnya terdiri atas dua bagian yaitu bagian kepala (cephalothorax) dan bagian perut (abdomen). Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri atas ruas-ruas (segmen). Cephalothorax terdiri atas 13 ruas yaitu kepala yang terdiri 5 ruas dan dada 8 ruas, dan pada bagian perut terdiri atas 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula. Seluruh tubuhnya tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari chitin. Kerangka luar tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan sehingga memudahkan udang untuk bergerak (Suyanto dan Mujiman 2001).

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah observasi, survei, wawancara dan studi kasus. Data primer yang diperoleh meliputi unit penangkapan ikan, metode pengoperasian alat, daerah penangkapan ikan, jumlah dan panjang hasil tangkapan, finansial, tingkat tanggung jawab alat tangkap,


(25)

sejarah alat tangkap dan arus, sedangkan data sekunder yaitu pasang naik dan surut serta berbagai tulisan melalui penelusuran pustaka (studi pustaka), lembaga-lembaga pemerintah dan instansi terkait. Seluruh data yang dibutuhkan diperoleh dari wawancara, observasi langsung di lapangan dan informasi dari masyarakat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kapuas.

Responden untuk mengumpulkan seluruh data terkait hasil tangkapan, status teknologi penangkapan, kelayakan usaha, sejarah alat tangkap, kondisi daerah dan keragaan alat tangkap dalam penelitian ini ditentukan menggunakan metode

snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan bantuan key informant, dan dari key informant inilah akan berkembang sesuai petunjuknya. Peneliti pada metode ini hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel (Subagyo 2006). Key informant yaitu kepala desa yang untuk selanjutnya akan menunjukan siapa informan yang kompeten memberikan data. Informasi diperoleh dari responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan total jumlah responden ialah 10 orang.

Hasil Tangkapan

Penelitian terhadap hasil tangkapan dilakukan dengan metode observasi di sungai dan tambak sebanyak 10 kali ulangan dengan jumlah responden dibatasi dibatasi 3 orang untuk alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai pada 3 stasiun dan 3 orang untuk togo yang dioperasikan di tambak pada 3 stasiun (Lampiran 4). Data hasil tangkapan diperoleh dari pencatatan jumlah dan panjang hasil tangkapan berdasarkan fishing area. Fishing area terdiri dari fishing area

untuk togo yang dioperasikan di sungai dan togo yang dioperasikan di tambak. Hasil tangkapan diidentifikasikan terlebih dahulu sebelum dianalisis untuk mengetahui klasifikasi taksonomi hasil tangkapan. Data penelitian yang diambil yaitu jumlah hasil tangkapan utama yaitu udang peci dan hasil tangkapan seperti udang geragai, lampis, jerbung dan ikan lainnya yang ditimbang dengan timbangan manual untuk setiap kali pengoperasian alat tangkap pada tiap responden (3 responden di sungai dan 3 responden di tambak) sebanyak 10 kali ulangan. Data kedua yang diambil ialah panjang udang peci yang diukur dengan penggaris sebanyak 30 sampel per ulangan atau trip. Ukuran panjang udang peci dalam penelitian ini ialah panjang total udang (cm).

Tingkat Tanggung Jawab Alat Tangkap

Metode yang digunakan untuk memperoleh data tentang tingkat tanggung jawab penggunaan alat tangkap ini ialah metode survei dan wawancara pada 3 responden untuk alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai dan 3 responden untuk yang dioperasikan di tambak. Menurut Nazir (2005) metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Selanjutnya untuk menilai tingkat tanggung jawab alat tangkap digunakan metode

multi criteria analysis atau analisis multi kriteria. Analisis multi kriteria adalah perangkat pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk masalah-masalah kompleks multikriteria yang mencakup aspek kualitatif dan kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan. Penggunaan AMK disesuaikan fungsinya sebagai perangkat pengambil keputusan yang dikembangkan untuk masalah-masalah


(26)

kompleks multikriteria (kriteria lebih dari 1) dalam proses pengambilan keputusan (Mendoza dan Macoun 1999). Jenis data yang dikumpulkan untuk menilai tingkat tanggung jawab ditentukan dengan menjabarkan indikator yang sesuai dengan setiap kriteria perikanan tangkap yang bertanggung jawab (Tabel 1). Penilaian tingkat tanggung jawab alat tangkap togo menggunakan metode dengan 13 indikator teknologi penangkapan ikan bertanggung jawab (Berlianti 2014) berdasarkan 14 kriteria ramah lingkungan (Purbayanto et al. 2010). Pengurangan satu kriteria disebabkan kriteria tersebut (kriteria 8 yaitu ikan yang tertangkap legal) dianggap telah termasuk dalam kriteria lain (kriteria nomor 7, yaitu selektif: ikan yang tertangkap seragam, legal atau proper size). Berikut ini adalah tiga belas kriteria beserta indikator teknologi penangkapan ikan yang bertanggung jawab.

1. Nelayan terlatih, memahami dan menerapkan konsep efisiensi dan konservasi; 2. Tidak membahayakan nelayan dan orang lain di perairan;

3. Sesuai dengan peraturan; 4. Hemat energi;

5. Tidak menghasilkan polusi;

6. Terbuat dari bahan yang pengadaannya tidak merusak lingkungan atau ekosistem yang dilindungi;

7. Selektif: Ikan yang tertangkap seragam, legal atau proper size;

8. Low potential of ghost fishing;

9. Memanfaatkan ikan secara maksimum;

10.Menjamin survival dari ikan dan biota perairan yang dikembalikan ke perairan (discards);

11.Tidak menangkap jenis yang dilindungi/biodiversity;

12.Tidak merusak lingkungan perairan dan habitat; 13.Tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lainnya.

Tabel 1 Indikator yang dikembangkan untuk menilai teknologi penangkapan ikan (Berlianti 2014)

No. Kriteria Perikanan

Bertanggung jawab Indikator Sub-Indikator

1 Nelayan terlatih,

memahami dan menerapkan konsep efisiensi dan

konservasi

Kompetensi nelayan (X1)

A. Tingkat Terlatih a) Lama

Pengalaman Kerja b) Intensitas

Pelatihan

B. Tingkat pemahamam dan penerapan konsep efesiensi a) Paham b) Penerapan C. Tingkat pemahamam

dan penerapan konsep konservasi a) Paham


(27)

No. Kriteria Perikanan

Bertanggung jawab Indikator Sub-Indikator

2 Tidak membahayakan nelayan dan orang lain di perairan

Keselamatan di perairan (X2)

A. Keselamatan ABK B. Keselamatan Kasko C. Keselamatan Mesin D. Keselamatan Alat

Penangkapan Ikan 3 Sesuai dengan peraturan Kepatuhan terhadap

peraturan (X3)

A. Jalur penangkapan B. Alat tangkap

4 Hemat energi Konsumsi bahan

bakar kapal (X4)

A. Jumlah bahan bakar yang dipakai B. Penggunaan angin

sebagai tenaga penggerak kapal ikan

5 Tidak menghasilkan polusi Kuantitas bahan pencemar (X5)

A. Jumlah polutan udara

B. Jumlah polutan cair 6 Terbuat dari bahan yang

pengadaannya tidak merusak lingkungan atau ekosistem yang dilindungi

Bahan pembuatan alat penangkapan ikan (X6)

A. Penggunaan bahan alami

B. Penggunaan bahan buatan

7 Selektif: Ikan yang tertangkap seragam, legal atau proper size

Komposisi ikan yang tertangkap (X7)

A. Keragaman ikan yang ditangkap B. Jumlah ikan yang

memiliki legal atau proper size

C. Proporsi jenis ikan sasaran (target species)

8 Low potential of ghost

fishing

Tingkat kerawanan suatu alat tangkap (X8)

(tidak ada) 9 Memanfaatkan ikan secara

maksimum

Proporsi hasil tangkapan yang dimanfaatkan (X9)

(tidak ada)

10 Menjamin survival dari ikan dan biota perairan yang dikembalikan ke perairan (discards)

Perlakuan pada ikan dan biota perairan yang dikembalikan ke perairan (X10)

(tidak ada)

11 Tidak menangkap jenis yang dilindungi/ biodiversity

Kasus tertangkapnya jenis biota yang dilindungi (X11)

(tidak ada)

12 Tidak merusak lingkungan perairan dan habitat

Potensi terjadi

kerusakan lingkungan perairan dan habitat (X12)

(tidak ada)

13 Tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lainnya

Kejadian atau potensi konflik (X13)


(28)

Kelayakan Usaha

Kelayakan usaha dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain: aspek pasar, aspek teknis, aspek legal dan lingkungan, aspek manajemen sumber daya manusia dan aspek finansial (Umar 2005). Penelitian kelayakan usaha yang dianalisis dalam penelitian ini difokuskan pada aspek finansial yang terdiri dari analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Data yang diperlukan diperoleh dengan metode wawancara dari 2 nelayan togo di sungai dan 2 nelayan togo di tambak. Metode ini digunakan untuk pengumpulan data yang antara lain adalah pembiayaan yang terdiri atas biaya investasi, biaya operasional selama kegiatan berlangsung, biaya tetap, total penerimaan dan total pengeluaran nelayan yang kemudian dipakai untuk melakukan perhitungan kriteria investasinya; Revenue Cost Ratio (R/C), Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Net Benefit/Cost (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Aspek yang diteliti pada keadaan umum lokasi penelitian, antara lain sejarah alat tangkap, keragaan fisik alat tangkap, serta kondisi pasang dan arus perairan. Penelitian sejarah alat tangkap dilakukan melalui metode sejarah (historical research) pada 10 responden dengan profesi nelayan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kapuas dan perangkat desa. Metode sejarah ialah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data informasi yang berkaitan atau data peninggalan-peninggalan masa lalu, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau keadaan masa lalu, selanjutnya kerap kali juga hasilnya dapat dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang (Nawawi 2001). Data diperoleh melalui teknik recollections, yaitu penuturan atau tulisan orang tentang pengalaman masa lalunya atau kesaksian atas suatu peristiwa di masa lalu berdasarkan ingatan belaka, serta melalui running records yaitu file atau dokumen yang dimiliki oleh lembaga-lembaga pemerintah dan instansi terkait (Neuman 2006).

Penelitian keragaan fisik alat tangkap dilakukan dengan metode yang bersifat studi kasus pada 2 togo yang dioperasikan di tambak dan 2 unit togo yang dioperasikan di sungai. Data keragaan alat tangkap berupa unit penangkapan ikan, metode pengoperasian alat dan daerah penangkapan ikan. Menurut Nazir (2005), metode studi kasus adalah metode yang meneliti tentang status obyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk menggambarkan secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari kasus, atau status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas itu akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Selanjutnya pengklasifikasian alat tangkap dilakukan berdasarkan

basic capture methods dan three basic way to control fish (Fridman dan Carrothers 1986).

Data tentang pasang naik dan surut diperoleh dari sumber website www.pasanglaut.com melalui kalender bulan di Sungai Kahayan pada bulan Januari, Februari, Maret, September hingga Desember 2015. Sungai Kahayan dipilih karena tidak tersedianya data untuk Sungai Cemara Labat dan Sungai Kapuas yang merupakan batang Sungai Cemara Labat, serta mempertimbangkan


(29)

tentang posisi Sungai Kapuas yang berada di antara Sungai Kahayan dan Sungai Barito. Penelitian tentang arus dilakukan dengan metode observasi langsung. Pengambilan data dilakukan dengan sebuah peranti sederhana yang terbuat dari bambu yang kemudian dipasang di mulut togo yang ukurannya disesuaikan dengan lokasi dan kedalaman perairan (Gambar 4). Pengamatan dilakukan pada 6 lokasi pemasangan alat tangkap togo yang terdiri atas 3 unit togo yang dioperasikan di sungai dan 3 unit togo yang dioperasikan di areal tambak. Penentuan kecepatan arus digolongkan menjadi tiga yaitu arus air lemah (sudut α ca 30o), arus air cukup kuat (ca 45 o) dan arus air kuat (ca 60o) dengan semakin besar ukuran sudut menunjukkan semakin kuat arus (Gambar 5).

A B Gambar 4 Alat pengukur arus dari bambu

A. Pengujian di sungai

B. Pengujian di tambak

Gambar 5 Ilustrasi alat dalam air saat pengukuran


(30)

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menggunakan 6 jenis analisis. Analisis yang digunakan ialah analisis tingkat produktivitas unit penangkapan ikan, analisis statistik, analisis multi kriteria, analisis finansial, analisis sejarah dan analisis teknis.

Analisis Tingkat Produktivitas Unit Penangkapan Ikan

Estimasi tingkat produktivitas unit penangkapan ikan dilakukan dengan pendekatan nilai produktivitas per trip. Nilai ini dapat menggambarkan nilai laju tangkap per upaya penangkapan ikan berdasarkan atas pembagian total hasil tangkapan (kg) dengan upaya penangkapan (trip). Pendekatan ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui tingkat produktivitas unit penangkapan ikan togo yang dioperasikan di sungai dan togo yang dioperasikan di tambak. Pendekatan yang digunakan dapat digambarkan pada setiap musim penangkapan ikan (musim puncak, musim sedang dan musim paceklik) dan 3 periode waktu. Penentuan musim penangkapan diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Perhitungan produktivitas per trip untuk musim puncak pada kedua alat tangkap menggunakan data yang diperoleh selama penelitian yaitu effort atau jumlah hasil tangkapan yang diperoleh melalui pengukuran secara langsung dan jumlah trip berdasarkan jumlah ulangan responden yaitu 10 kali ulangan. Data jumlah trip dan produksi untuk musim sedang dan paceklik diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Pembagian 3 periode waktu dibagi menjadi periode pertama dari bulan Januari hingga Maret, periode kedua bulan April hingga Agustus dan periode ketiga yaitu bulan September hingga Desember. Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung produktivitas trip (Hanafiah 1986):

...(1)

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan untuk membuktikan secara statsitik ialah uji t tidak berpasangan (unpaired comparison test) atau independent sample test

pada udang peci (Penaeus indicus) berdasarkan fishing area yaitu sungai dan tambak. Unpaired comparison test ialah salah satu metode pengujian hipotesis dengan tujuan membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, sehingga dapat diketahui apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau jelas berbeda (Santoso 2012). Pengujian pada penelitian ini digunakan untuk melihat adanya perbedaan berdasarkan jumlah hasil tangkapan (kg) dan ukuran panjang total hasil tangkapan (cm) pada dua fishing area tersebut. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan data dari hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian yaitu bulan September sampai Desember untuk togo yang diioperasikan di sungai dan Januari sampai Maret dan September untuk alat tangkap togo yang di tambak. Hipotesis yang digunakan ialah jumlah dan ukuran hasil tangkapan udang peci (Penaeus indicus) pada kedua alat tangkap togo sama. Pengambilan keputusan terhadap uji hipotesis dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dengan jumlah sampel n1 = n2 = n, dengan rumus berikut.


(31)

….………(2)

………...………(3)

dengan:

n : Jumlah sampel

t : Nilai t hitung

S : Simpangan baku pada dua kelompok

S2 : Ragam atau varians

: Kesalahan baku kedua kelompok

: Nilai rata-rata jumlah atau ukuran hasil tangkapan kelompok 1 : Nilai rata-rata jumlah atau ukuran hasil tangkapan kelompok 2

Pengambilan keputusan terhadap uji hipotesis juga dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitas menggunakan bantuan software statistik SPSS versi 22 dengan kriteria uji:

Sig: p 0.05  ada perbedaan Sig: p > 0.05  tidak ada beda atau

t hitung < t tabel  terima hipotesis, pada taraf nyata 5% t hitung > t tabel  tolak hipotesis, pada taraf nyata 5%

Analisis Multi Kriteria

Kepentingan relatif suatu kriteria terhadap keputusan yang telah dibuat harus dievaluasi dan dimasukkan ke dalam proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan suatu pilihan,. Analisis ini adalah suatu perangkat yang dapat membantu mengevaluasi tingkat kepentingan relatif selutuh kriteria yang terkait dan menggambarkan tingkat kepentingannya dalam proses pengambilan keputusan akhir (Mendoza dan Macoun 1999).

Penilaian tingkat tanggung jawab alat tangkap togo menggunakan metode dengan 13 indikator teknologi penangkapan ikan bertanggung jawab (Lampiran 1). Indikator yang menggunakan sub indikator, data yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi data ordinal. Data ordinal enam responden pada tiap sub indikator dihitung rata-ratanya. Nilai rata-rata yang diperoleh tiap sub indikator kemudian dijumlahkan. Total nilai sub indikator akan menentukan kategori suatu unit penangkapan ikan; setiap kategori tersebut memiliki kriteria berupa kisaran total nilai sub indikator. Skor suatu indikator ditentukan berdasarkan kategori yang diperoleh. Berikut adalah metode cara menilai skor setiap indikator (Berlianti 2014)

Indikator ke-1:

+


(32)

+

A adalah tingkat pelatihan, B adalah tingkat pemahaman dan penerapan konsep efesiensi, C adalah tingkat pemahaman dan penerapan konsep konservasi

Indikator ke-2

A adalah keselamatan ABK, B adalah keselamatan kasko, C adalah keselamatan mesin, D adalah keselamatan alat penangkapan ikan

Indikator ke-3 hingga ke-6

Indikator ke-7

A adalah tingkat keseragaman, B adalah tingkat legal atau proper size, C adalah target spesies

Indikator ke-8 hingga ke-13

Indikator ke 8 s.d. 13 tidak memiliki sub-indikator.

Total Skor = X1+X2+X3+……+X13

Keterangan:

n : Nelayan atau responden x : Sub indikator


(33)

Tiap indikator terdiri dari 3 nilai yaitu 1, 2 dan 3; nilai 3 berarti baik, nilai 2 berarti tergolong cukup dan nilai 1 tergolong tidak baik. Semakin tinggi skor suatu indikator berarti unit penangkapan ikan memiliki ciri yang semakin mendekati suatu kriteria ideal. Penentuan unit penangkapan terbaik dilakukan berdasarkan nilai total skor tertinggi.

Strategi perbaikan unit penangkapan ikan dikembangkan berdasarkan penilaian kinerja pada status teknologi penangkapan ikan dan kelayakan usaha untuk memperbaiki indikator yang bernilai rendah. Strategi ini merupakan rekomendasi perbaikan yang difokuskan pada indikator-indikator terburuk sehingga unit penangkapan ikan tersebut akan semakin memenuhi kriteria ideal bertanggung jawab.

Analisis Kelayakan Usaha

Kelayakan suatu usaha dapat diketahui melalui pengujian melalui analisis finansial. Aspek finansial merupakan suatu analisis terhadap biaya dan manfaat pada suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut (Kadariah et al. 1999). Oleh karena itu diperlukan suatu analisis kelayakan usaha, yang dimaksud untuk mengevaluasi apakah usaha tersebut layak untuk diusahakan. Untuk mengevaluasi kelayakan usaha perlu diketahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Manfaat (benefit) adalah apa yang diperoleh orang atau badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam kelayakan suatu usaha, antara lain aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi (Kadariah et al. 1978).

1. Analisis usaha

Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan pada suatu usaha selama usaha itu telah berjalan. Analisis usaha untuk mengetahui tingkat keuntungan atau keberhasilan dari usaha perikanan yang telah dijalankan selama ini. Analisis ini meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue cost ratio) dan analisis waktu balik modal (payback period). Pengukuran analisis usaha meliputi :

1) Analisis pendapatan usaha (Π)

Analisis ini bertujuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Analisis ini dapat juga digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau jumlah nominal yang diperoleh dari selisih antara biaya pemasukan dengan biaya pengeluaran pada suatu kegiatan (Umar 2003). Rumus π yang digunakan adalah:

………..…………...(4)

dengan:

Π : Keuntungan

TR : Total Pemasukan (Total Revenue) TC : Total Pengeluaran (Total Cost)


(34)

Kriteria :

 Jika total penerimaan > total biaya, usaha untung atau layak untuk dilanjutkan.

 Jika total penerimaan < total biaya, usaha rugi atau tidak layak untuk lanjut.

 Jika total penerimaan = total biaya, usaha tidak untung dan tidak rugi (impas). 2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue cost ratio)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu menguntungkan atau tidak (Nurmalina et al. 2010). Rumus R/C yang digunakan adalah:

………. (5)

dengan:

R : Penerimaan (Revenue)

C : Pengeluaran (Cost)

Kriteria :

 Jika R/C > 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan untung sehingga layak untuk dilanjutkan.

 Jika R/C = 1 maka kegiatan usaha tersebut dapat dikatakan tidak untung dan tidak rugi sehingga berada dalam kondisi impas.

 Jika R/C < 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan rugi sehingga tidak layak untuk dilanjutkan.

3) Analisis waktu balik modal (Payback period)

Payback period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Payback period dapat juga diartikan sebagai ratio antara initial cash investment dengan cash inflownya yang hasilnya merupakan satuan waktu, selanjutnya nilai rasio dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima (Nurmalina et al. 2010). Rumus yang digunakan adalah:

………(6)

dengan:

I : Jumlah modal investasi yang dibutuhkan (Rupiah)

Ab : Keuntungan bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya (Rupiah/ tahun) Kriteria :

Jika payback period lebih pendek waktunya dari maximum payback period maka usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan.

2. Analisis kriteria investasi

Cash flow disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya. Kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).


(35)

1) Net Present Value (NPV)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya, dinyatakan dalam rumus (Nurmalina et al. 2010) :

……… (7)

dengan:

NPV : Net Present Value

Bt : Manfaat dari suatu proyek pada tahun ke-t Ct : Biaya dari suatu proyek pada tahun ke-t kotor

i : Tingkat suku bunga

n : Tahun kegiatan proyek (t = 1,2,3,..., n tahun) Kriteria :

 Jika NPV > 1 maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dilanjutkan

 Jika NPV = 1 maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi

 Jika NPV < 1 maka usaha dikatakan rugi dan tidak layak untuk dilanjutkan 2) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan suatu perbandingan yang pengambilannya terdiri atas present value

total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dan benefit bersih itu bersifat positif sedangkan penyebutnya terdiri atas present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun saat Bt-Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar dari benefit kotor, dinyatakan dalam rumus (Nurmalina et al. 2010) :

……….(8)

dengan:

Bt : Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah) Ct : Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) t : Periode waktu (t = 1,2,3,...,n tahun)

n : Umur proyek (Tahun)

i : Tingkat suku bunga/diskonto (%) Kriteria:

 Jika Net B/C > 1 maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dilanjutkan

 Jika Net B/C = 1 maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi

 Jika Net B/C < 1 maka usaha dikatakan rugi dan tidak layak untuk dilanjutkan 3) Internal Rate of Return (IRR)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Internal Rate of Return merupakan nilai


(36)

discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, dinyatakan dalam rumus (Nurmalina et al. 2010) :

……….(9)

dengan:

IRR : Internal Rate of Return

i : Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif

i’ : Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif

NPV : NPV pada suku bunga i’ NPV’ : NPV pada suku bunga i” Kriteria:

 nilai IRR lebih besar atau sama dengan tingkat discount rate yang berlaku, artinya usaha layak untuk dijalankan karena pada kondisi tersebut nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol.

 nilai IRR lebih kecil dari tingkat discount rate yang berlaku, artinya usaha tidak layak dijalankan karena ada alternatif pengguna lain yang lebih menguntungkan.

Asumsi-asumsi dasar perlu digunakan untuk membatasi permasalahan yang ada pada usaha penangkapan togo di Desa Cemara Labat, Kuala Kapuas dalam perhitungan analisis kriteria investasi. Asumsi tersebut antara lain:

1. Analisis yang dilakukan untuk usaha yang baru akan dimulai dengan penggunaan investasi alat tangkap yaitu 8 tahun;

2. Umur togo dalam perhitungan finansial ialah 15 tahun;

3. Analisis ini dimulai dari tahun ke-0, karena dibuat untuk mengetahui kelayakan usaha togo;

4. Sumber modal nelayan togo adalah modal sendiri;

5. Penerimaan dan pengeluaran merupakan harga yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan togo tersebut bersifat konstan;

6. Discount factor yang digunakan sebesar 9% merupakan tingkat suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) efektif per tahun yang berlaku pada tahun 2016 di Bank BRI.

Analisis Teknis

Analisis teknis digunakan untuk mengetahui keragaan perikanan tangkap, meliputi:

 Unit Penangkapan Ikan

 Kapal

 Alat tangkap (kontruksi dan desain) yang terdiri dari material jaring,

mesh size, panjang total jaring, material penaju, jumlah penaju, diameter penaju, panjang penaju, umur pakai penaju, jarak antar penaju, pelampung, pemberat dan tali temali

 Nelayan

 Metode pengoperasian

 Daerah penangkapan ikan

 Klasifikasi berdasarkan basic capture methods dan three basic way to control fish behavior


(37)

Basic Capture Method (Mekanisme Tertangkapnya ikan)

Berdasarkan Fridman dan Carrothers (1986) terdapat 5 mekanisme tertangkapnya ikan oleh alat penangkapan ikan yaitu :

a. Tangling (Tg), yaitu ikan terjerat atau terbelit oleh suatu benang atau mata jaring

b. Trapping (Tp), yaitu ikan terjebak atau terperangkap ke suatu ruang 3 dimensi

c. Filtering (Ft), yaitu menangkap ikan dengan sistem menyaring perairan. Alat penangkapan ikan yang aktif bergerak ataupun alatnya tetap tetapi perairannya yang bergerak.

d. Hooking and Spearing (Hs), yaitu ada sesuatu yang dimasukkan ketubuh ikan

e. Pumping (Pm), yaitu ikan beserta perairan dihisap dengan menggunakan pompa seperti penghisap debu.

Three basic way to control fish behavior (3 cara dasar mengendalikan tingkah laku ikan)

Berdasarkan Fridman dan Carrothers (1986) terdapat 3 cara dasar mengendalikan tingkah laku ikan agar tertangkap oleh alat penangkapan ikan yaitu :

a. Attraction (A) yaitu menarik perhatian ikan agar ikan mendekati penangkapan ikan

b. Repulsion (R) yaitu menggiring atau mengarahkan ikan ke posisi tertentu

c. Deception (D) yaitu menipu ikan atau ikan tidak menyadari adanya proses penangkapan ikan.

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Topografi

Cemara Labat merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Luas wilayah Desa Cemara Labat lebih kurang 35.1 km2 (10.08% terhadap luas kecamatan Kapuas Kuala). Secara geografis, Kabupaten Kapuas terletak pada posisi 114º 14’58 33” BT - 114º 18’32 73” BT dan 3º 21’14 20” LS - 3º 26’41 67” dengan luas wilayah 14,999 km2 (9.77% dari luas wilayah provinsi Kalimantan Tengah) dengan batas-batas wilayah.

 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Murung

Raya dan Kabupaten Barito Utara;

 Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Barito Kuala Propinsi Kalimantan Selatan;

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pulang pisau;

 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan Provinsi


(38)

Topografi daerah secara umum terbagi dalam dua bagian yakni daerah sebelah utara (meliputi 3 kecamatan) merupakan daerah dataran tinggi yang berbukit dengan ketinggian antara 50-500 m/dpl, sedangkan daerah selatan (meliputi 9 kecamatan) merupakan daerah pesisir, dataran rendah dan rawa-rawa dengan ketinggian 0-50 m/dpl. Iklim di Kabupaten Kapuas memiliki iklim tropis dan lembab dengan temperatur minimal berkisar antara 21-230 dengan curah hujan rata-rata 1.789 mm pertahun.

Wilayah perairan meliputi danau, rawa dan beberapa sungai besar yang berada dalam wilayah Kabupaten Kapuas meliputi.

 Sungai Kapuas Murung dengan panjang +66,735 km

 Sungai Kapuas dengan panjang +600 km

 Daerah pesisir/garis pantai dengan panjang +15.6 km

 Kanal/Anjir Serapat +28 m, menghubungkan Kuala Kapuas dan Banjarmasin

 Kanal/Anjir Kalampan +14.5 km, menghubungkan Mandomai Kecamatan

Kapuas Barat dan Kabupaten Pulang Pisau

 Kanal/Anjir Basarang +24 km, menghubungkan Basarang dan Kabupaten

Pulang Pisau

 Kanal/Anjir Tamban +25 km, menghubungkan Kapuas Kuala dan Kabupaten

Barito dan Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan selatan

Kependudukan

Salah satu komponen utama suatu daerah adalah keberadaan penduduk yang menghuni daerah tersebut. Tingkat kemajuan daerah juga akan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan tingkat kepadatan penduduk.

Penduduk Desa Cemara Labat berjumlah sebanyak 1,184 jiwa dengan jumlah rumah tangga 372. Dari jumlah tersebut, jumlah laki-laki dan perempuan relatif sama banyak, yakni 631 jiwa (50.16 %) dan 627 jiwa (49.84 %) dengan tingkat kepadatan penduduk 45 jiwa per km². Seluruh penduduk Desa Cemara Labat adalah berstatus Warga Negara Indonesia (BPS 2015). Jumlah penduduk setiap kampung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah Penduduk Desa Cemara Labat Kecamatan Kapuas Kuala tahun 2014

No Wilayah Jumlah KK

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Laki – Laki Perempuan Jumlah

1 RT 1 41 KK 66 63 129

2 RT 2 42 KK 57 60 117

3 RT 3 49 KK 85 63 148

4 RT 4 50 KK 81 82 163

5 RT 5 65 KK 106 108 214

6 RT 6 55 KK 92 87 179

7 RT 7 70 KK 120 114 234


(39)

Kondisi Perairan Pasang

Berdasarkan hasil peramalan pasang surut terhadap beberapa stasiun lokasi di perairan pantai Kalimantan Tengah, dapat diinformasikan variasi tunggang pasut. Secara umum tunggang pasut terendah di perairan pantai bagian barat dan semakin tinggi ke arah timur. Perairan Kalimantan Tengah secara umum mempunyai tipe pasang surut (pasut) campuran cenderung diurnal (mixed tide prevailing diurnal). Pola kemunculan pasang surut tipe ini adalah dalam 1 hari bisa terjadi 1 kali saat air pasang dan 1 kali saat air surut, tetapi bisa juga terjadi 2 kali saat air pasang dan 2 kali saat air surut dengan ketinggian antar puncak yang jauh berbeda (LPPM ITB 2002). Kondisi pasang surut pada tanggal penelitian berdasarkan sumber website www.pasanglaut.com di Sungai Kahayan tahun 2015 (Tabel 3).

Tabel 3 Pasang naik dan pasang surut di Sungai Kahayan tahun 2015

Hari   Pasang 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang 4

Januari 09 5.22 17.39  14.05  22.35

14 5.24 17.41 8.00 13.10 17.20

20 5.26 17.42 2.35 11.35 19.30

29 5.29 17.15 8.30 15.45 19.30

Februari

13 5.31 17.44 7.25 14.15 18.40 23.50

21 5.31 17.43 2.45 6.10 13.45 20.45

Maret

06 5.30 17.39 1.00 4.05 12.05 19.20

20 5.27 17.34 0.10 4.25 11.40 18.20

27 5.26 17.32 5.50 13.30 20.20 22.00

September

27 5.11 17.18 5.00 11.35 16.05 23.05

28 5.10 17.18 5.35 12.25 17.25

Oktober

17 5.03 17.14 3.15 5.55 14.35 22.25

23 5.02 17.14 2.00 9.20 12.30 19.40

24 5.02 17.14 2.40 9.55 14.00 20.35

November

13 5.00 17.15 0.40 3.45 12.50 21.00

14 5.00 17.15 2.25 3.35 13.20 21.40

28 5.03 17.20 13.35 21.55

29 5.03 17.20 14.15 22.40

Desember

04 5.05 17.22 0.50 17.25

Sumber: diolah kembali dari www.pasanglaut.com (2015) Keterangan:

 : Matahari terbit


(40)

Arus

Arus merupakan suatu gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Aliran sungai dipengaruhi oleh adanya dua kekuatan yaitu gravitasi dan hambatan (friksi). Oleh karena itu, kekuatan arus di sungai tergantung pada letak daerahnya yang mana kecepatan arus daerah hulu tinggi, sedangkan di daerah hilir kecepatan arusnya menurun (Rejeki 2001).

Berdasarkan survei dan pengukuran arus di beberapa wilayah perairan sungai (estuari) yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) ITB pada 14 – 25 Oktober 2002, diperoleh bahwa arus yang terjadi dominan disebabkan oleh pasang surut dan angin. Perubahan arah arus yang dibangkitkan pasang surut terjadi lebih cepat karena periode pasang surut yang lebih pendek (harian) dibandingkan dengan periode angin (musiman). Simulasi pola arus di perairan laut Kalimantan Tengah yang mewakili empat musim yang berbeda, dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Musim Barat Musim ini terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Pada saat ini angin bertiup dari Barat ke Timur. Pola arus musim ini diwakili oleh simulasi arus bulan Februari. Pergerakan arus di daerah sekitar pantai jelas mengarah ke Timur akibat angin Barat, dan arus bergerak ke arah barat menuju Laut Flores dan sebagian membelok ke arah Selat Makasar. Kecepatan arus pada bulan ini berkisar antara 0.02 – 3.0 m/detik.

2. Musim Peralihan I Musim ini terjadi pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Pada musim ini mulai terjadi peralihan arah angin yang bergerak dari Timur ke Barat. Pola arus di musim ini diwakili oleh simulasi arus di bulan Mei. Arah arus menuju ke Barat walaupun nilainya masih kecil. Kondisi ini diakibatkan oleh kekuatan angin yang relatif masih lemah. Kecepatan arus pada bulan ini berkisar antara 0.01 – 2.6 m/detik.

3. Musim Timur Musim ini terjadi dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. Kondisi angin bertiup dari Timur ke Barat. Pada laporan ini pola arus hasil simulasi pada musim timur diwakili oleh pola arus pada bulan Agustus. Hasil simulasi model memperlihatkan bahwa kecepatan arus permukaan di sekitar pantai lebih kuat dibandingkan arus yang terjadi pada bulan Mei dengan arah dari Timur ke Barat. Kecepatan arus pada bulan ini berkisar antara 0.01 – 2.0 m/detik.

4. Musim Peralihan II Musim ini terjadi pada bulan September sampai dengan bulan November. Kondisi angin mulai membelok ke arah Timur atau mulai terjadi peralihan dari musim timur ke musim barat. Dengan demikian arus permukaan di sekitar pantai yang pada awalnya bergerak ke Barat mulai melemah dan kemudian akan membelok ke arah Timur. Proses perubahan ini akan diikuti oleh pergerakan massa air. Kecepatan arus permukaan pada bulan ini berkisar antara 0.01 – 1 m/detik.

Pengukuran arus secara langsung juga dilakukan peneliti untuk mengetahui kekuatan arus di sekitar area penangkapan. Hasil pengukuran arus di tiga kawasan tambak secara umum tidak jauh berbeda. Walaupun semakin dalam kekuatan arus semakin berkurang namun kekuatannya masih cukup kuat dan berada pada range yang sama yaitu ca 45° saat air dimasukkan ke dalam tambak. Hal ini karena air yang masuk ke pertambakan berasal dari sumber air yang sama. Secara umum pengelolaan kualitas air oleh penggarap hampir sama yaitu dengan sistem sirkulasi terbuka sehingga air laut bebas keluar-masuk dari dan ke tambak (Rangkuti 2013). Pemanenan di tambak dilakukan dengan pembukaan pintu


(41)

tambak dan pemasangan alat tangkap togo ketika air sedang surut. Air yang mengalir dari dalam tambak dan keluar menuju perairan memiliki kecepatan arus kuat ca 60o yang disebabkan terdapatnya perbedaan ketinggian air di dalam tambak dan luar tambak.

Pengukuran arus yang dilakukan di sungai menghasilkan arus yang kuat (ca 60o), karena banyaknya anak sungai dan belokan sungai. Sungai di Cemara Labat dibentuk oleh beberapa anak sungai yang menyatu membentuk suatu aliran sungai yang lebih besar. Umumnya kecepatan arus di daerah hulu sangat tinggi terutama diakibatkan oleh kecuraman topografi aliran yang terbentuk. Selanjutnya aliran air tersebut akan memasuki daerah yang lebih landai sehingga kecepatan arus akan menurun dengan cepat (Barus 2004). Kecepatan arus di sungai Cemara Labat biasanya lebih dipengaruhi oleh pasang surut dengan tipe campuran cenderung diurnal (mixed tide prevailing diurnal) dana rah angin. Selain itu, banyak sedikitnya penghalang, misalnya batu-batuan dapat mempengaruhi kecepatan arus tersebut (Effendi 2003).

Sejarah Alat Tangkap Togo

Perikanan sesuai dengan definisi menurut UU No. 31/2004 yang diperbaharui dengan UU No 45/2009 adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Praproduksi ialah kegiatan penangkapan dengan atau tanpa menggunakan alat tangkap. Kegiatan penangkapan di Cemara Labat sudah berlangsung sejak lama yang dilakukan oleh penduduk di sekitarnya dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Awalnya nelayan di desa ini melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap tradisional seperti jala, pancing dan rawai di sepanjang pantai dan di laut. Pengoperasian alat tangkap di laut dilakukan dengan menggunakan perahu yang digerakkan dengan layar atau dayung. Tahun 1980-an berdasarkan wawancara dengan nelayan, nelayan menggunakan lampara sebagai alat tangkap di laut disusul penggunaan sungkur yang kemudian menjadi alat tangkap utama dengan hasil tangkapan utama yaitu udang-udangan.

Terjadinya deforestasi di daerah hulu dan sekitar daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan banjir sungai yang membawa debit air dan lumpur yang besar menyebabkan punahnya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan hutan mangrove dan kerusakan ekosistem estuaria dan delta. Erosi dan sedimentasi yang terjadi akibat berkurangnya hutan di daerah hulu sungai karena pembukaan hutan mengakibatkan pertambahan luas substrat hutan mangrove (bakau) yang terjadi pada daerah teluk atau perairan dangkal yang terlindung dari gelombang (LPPM ITB 2002). Terjadinya abrasi dan sedimentasi di beberapa lokasi pantai Kalimantan Tengah juga mempengaruhi ekosistem pesisir, salah satunya di Desa Cemara Labat pada tahun 1994 yang menyebabkan pendangkalan sepanjang 1 km ke arah darat dan bertambahnya luasan hutan mangrove.

Pendangkalan yang terjadi di pantai mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan. Terganggunya aktivitas penangkapan di laut berdampak terhadap penghasilan nelayan, sehingga nelayan kemudian mulai memanfaatkan perairan


(42)

sungai secara maksimal sebagai lokasi mata pencaharian yang baru. Kegiatan penangkapan ikan di sungai didominasi oleh alat tangkap togo yang dibuat oleh nelayan dari alat tangkap sungkur. Sungkur (push net) adalah alat tangkap dengan bahan jaring. Jaring tersebut diberi bukaan mulut dengan rangka menyilang membentuk segitiga sehingga terbentuk sebuah kantong di belakang mulut yang berbentuk segitiga tersebut. Kedua sisi mulut sungkur diperkuat potongan batang bambu bulat yang dibuat menyilang sedangkan bagian dasarnya tidak berkerangka. Hasil tangkapan utamanya adalah udang (Diskanlut 2008).

Sungai yang digunakan sebagai lokasi penangkapan merupakan sungai yang dibuat oleh pemerintah sejak tahun 1987. Awalnya pemerintah mengadakan proyek pembuatan sungai buatan di daerah Cemara Labat yang berfungsi untuk irigasi sawah dengan menggunakan alat manual dan kemudian dilanjutkan dengan memakai ekskavator mengeruk tanah sampai kedalaman 4-7 meter dengan lebar 16-25 meter pada tahun 1994. Proyek ini dilakukan berdasarkan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 yang manyatakan bahwa irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Pelebaran sungai buatan ini dilakukan setiap 5 hingga 10 tahun sekali.

Sungai merupakan sumber daya alam yang dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan baku air minum, pertanian, perikanan dan usaha perkotaan. Sungai memiliki peran yang sangat penting dalam roda pertumbuhan ekonomi masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah. Sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat terletak di sepanjang aliran sungai tersebut misalnya usaha pertanian, perikanan, pemukiman dan pusat-pusat perkotaan (LPPM ITB 2002).

Pengoperasian togo di sungai berkembang hingga ke tambak dengan desain yang cukup berbeda. Awalnya penggunaan tambak diperuntukkan untuk budidaya ikan bandeng seluas 50 ha untuk 5 orang sebagai pemilik. Mahalnya biaya bibit dan pakan bagi nelayan, membuat produksi bandeng kurang berjalan lancar. Terabaikannya lokasi tambak mengakibatkan tambak menjadi kolam liar yang kemudian banyak diisi udang alam yaitu udang peci dan udang geragai yang masuk secara tidak sengaja ke dalam tambak. Nelayan mulai memanfaatkan udang yang masuk ke tambak sebagai hasil tangkapan. Hasil yang diperoleh dari udang peci dan udang geragai ternyata cukup menguntungkan dibandingkan dengan ikan bandeng. Kemudian pada tahun 2005, bangsa Bugis mulai memperkenalkan penggunaan alat tangkap togo di tambak. bangsa Bugis yang tinggal menetap di daerah Kalimantan Selatan memperkenalkan alat tangkap togo sebagai alat yang digunakan untuk memanen udang dengan memanfaatkan arus pasang surut. Togo yang digunakan di tambak memiliki kontruksi yang sangat sederhana yang berfungsi untuk menyaring udang saat pintu tambak di buka.

Penggunaan tambak untuk menangkap udang di desa ini awalnya dilakukan oleh Pak Bani, salah seorang nelayan di Desa Cemara Labat dengan luas tambak 10 ha. Tambak mulai dikembangkan atas inisiatif masyarakat hingga seluas 150 ha dengan luas lahan rata-rata 2 s/d 8 ha per tambak. Pembuatan tambak oleh masyarakat dilakukan menggunakan alat manual seperti cangkul, linggis dan parang. Penggunaan tambak setiap tahunnya mulai menarik banyak perhatian, tidak hanya masyarakat Desa Cemara Labat namun juga pemerintah dan masyarakat perkotaan seperti Kuala Kapuas dan Palangkaraya yang mulai ramai


(1)

Lampiran 12 Perhitungan cash flow usaha togo yang dioperasikan di tambak

No Uraian Tahun Proyek

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A INFLOW

Penjualan HT

Musim Puncak 37,445,192 37,445,192 37,445,192 37,445,192 37,445,192 37,445,192 37,445,192 37,445,192

Musim Sedang 13,819,400 13,819,400 13,819,400 13,819,400 13,819,400 13,819,400 13,819,400 13,819,400

Musim Paceklik 4,055,000 4,055,000 4,055,000 4,055,000 4,055,000 4,055,000 4,055,000 4,055,000

Total inflow 55,319,592 55,319,592 55,319,592 55,319,592 55,319,592 55,319,592 55,319,592 55,319,592

B OUTFLOW

Investasi dan Replacement

1. Tambak 73,420,000

2. Togo (8 tahun) 1,000 ,000

Total investasi 74,420 ,000

B1 Biaya tetap

Perawatan tambak 500 ,000 500 ,000 500 ,000 500 ,000 500 ,000 500 ,000 500 ,000 500 ,000

Perawatan alat tangkap (togo) 150 ,000 150 ,000 150 ,000 150 ,000 150 ,000 150 ,000 150 ,000 150 ,000

Total biaya tetap 650 ,000 650 ,000 650 ,000 650 ,000 650 ,000 650 ,000 650 ,000 650 ,000

B2 Biaya variabel

Es 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000

Perbekalan 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000

Air tawar 750,000 750,000 750,000 750,000 750,000 750,000 750,000 750,000

Upah tenaga kerja 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000 3,750,000

Total biaya variabel 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000 9,750,000

Total outflow 74,420,000 10,400,000 10,400,000 10,400,000 10,400,000 10,400,000 10,400,000 10,400,000 10,400,000

C NET BENEFIT (74,420,000) 44, 919, 592 44,919,592 44,919,592 44,919,592 44,919,592 44,919,592 44,919,592 44,919,592

D DISCOUNT RATE 1 .00 0 .92 0 .84 0 .77 0 .71 0 .65 0 .60 0 .55 0 .50

E PRESENT VALUE (74,420,000) 410,210,635 37,807,922 34,686,167 31,822,172 29,194,653 26,784,085 24,572,555 22,543,629

F NPV 174,201,818

Net B/C 3.34


(2)

Lampiran 13 Distribusi panjang total udang peci (Penaeus indicus) selama penelitian 0 10 20 30 40 50 27 September 0 10 20 30 40 50 28 September 0 10 20 30 40 50 17 oktober 0 10 20 30 40 50 23 Oktober 0 10 20 30 40 50 F re k u e n si 24 Oktober 0 10 20 30 40 50 13 November 0 10 20 30 40 50 14 November 0 10 20 30 40 50 28 November 0 10 20 30 40 50 29 November 0 10 20 30 40 50

3,35 5,55 7,75 9,95 12,15

Panjang Total Udang Peci (cm)

04 Desember 0 10 20 30 40 50 09 Januari 0 10 20 30 40 14 Januari 0 10 20 30 40 20 Januari 0 10 20 30 40 29 Januari 0 10 20 30 40 F re k u e n si 13 Februari 0 10 20 30 40 50 21 Februari 0 10 20 30 40 50 06 Maret 0 10 20 30 40 20 Maret 0 10 20 30 40 27 Maret 0 10 20 30 40

3,35 5,55 7,75 9,95 12,15

Panjang Total Udang Peci (cm) 20 September

Panjang total udang peci pada alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai

Panjang total udang peci pada alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak


(3)

 Nilai minimal : 2.3 cm  Nilai maksimal : 13.2 cm

 R = nilai maksimal – nilai minimal = 13.2 – 2.3

= 10.9 cm

 K (jumlah kelas) = 1 + 3.32 log (900) = 10.74 ~ 10

 Interval kelas = 10.9 / 10 = 1.09 ~ 1

Udang peci pada alat tangkap togo yang dioperasikan di sungai

Interval 10 Kelas Frekuensi Interval 5 Kelas Frekuensi

2.3 - 3.3 29

2.3 – 4.4 84

3.4 - 4.4 55

4.5 - 5.5 81

4.5 – 6.6 182

5.6 - 6.6 101

6.7 - 7.7 207

6.7 – 8.8 402

7.8 - 8.8 195

8.9 - 9.9 83

8.9 – 11 203

10 - 11 120

11.1 - 12.1 29

11.1 – 13.2 29

12.2 - 13.2 0

Udang peci pada alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak

Interval 10 Kelas Frekuensi Interval 5 Kelas Frekuensi

2.3 - 3.3 0

2.3 – 4.4 0

3.4 - 4.4 0

4.5 - 5.5 1

4.5 – 6.6 24

5.6 - 6.6 23

6.7 - 7.7 94

6.7 – 8.8 218

7.8 - 8.8 124

8.9 - 9.9 130

8.9 – 11 369

10 - 11 239

11.1 - 12.1 178

11.1 – 13.2 289


(4)

Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 Udang peci (Penaeus indicus) Gambar 2 Hasil tangkapan togo yang dioperasikan di tambak

Gambar 3 Pengukuran panjang total udang penaeus indicus

Gambar 4 Hasil tangkapan togo yang dioperasikan di sungai

Gambar 5 Predator yang mati di tambak karena racun akodan

Gambar 6 Hasil tangkapan sampingan togo di tambak


(5)

Gambar 7 Kondisi tambak di Desa Cemara Labat

Gambar 8 Alat tangkap togo yang dioperasikan di tambak

Gambar 10 Timbangan manual Gambar 9 Setting alat tangkap togo di


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuala Kapuas pada tanggal 17 Februari 1993, putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Barlianto dan Ibu Hartati. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Program Pascasarjana pada program studi Teknologi Perikanan Laut di perguruan tinggi yang sama.

Selama mengikuti program S-2, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar maupun kepanitiaan yang diselenggarakan berbagai macam institusi baik internal kampus maupun internal kampus. Penulis juga pernah mengikuti program special research student di Tokyo University of Marine Science and Technology (Tokyo Kaiyo Daigaku), Tokyo, Jepang tahun 2015 hingga 2016, menjadi peserta dalam Nippon Suisan Gakkaishi di Tokyo, Jepang tahun 2016 dan 7th World Fisheries Congress di Busan, Korea Selatan di tahun yang sama. Penulis juga merupakan anggota Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC) tahun 2013 hingga sekarang.