Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Pekerja Seks (PPS) Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M)

(1)

TINJAAUAN KEH DAM Un HIDUPAN MPINGAN P Diaj ntuk Mempe DEPARTE FAKULT UN SOSIAL E PEREMPU jukan Guna eroleh Gelar Univers D Eint Jo EMEN ILM TAS ILMU NIVERSIT EKONOMI UAN PEDU Memenuhi r Sarjana Il sitas Sumate

Disusun Ole onathan Na 100902056

MU KESEJ U SOSIAL D

AS SUMAT MEDAN

I PEREMPU ULI PEDILA Salah Satu lmu Sosial D

era Utara eh : ainggolan 6 JAHTERAA DAN ILMU TERA UTA N UAN PEKE A MEDAN Syarat Dan Ilmu Po

AN SOSIA U POLITIK ARA ERJA SEK N (P3M) olitik L K KS (PPS)


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Eint Jonathan Nainggolan Nim : 100902056

ABSTRAK

TINJAUAN KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEREMPUAN PEKERJA SEKS DAMPINGAN PEREMPUAN PEDULI PEDILA MEDAN (P3M)

Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat kompleks, baik dari segi sebab-sebabnya, prosesnya maupun implikasi sosial yang ditimbulkannya. Pelacuran dengan berbagai versinya merupakan bisnis yang abadi sepanjang zaman. Karena disamping disebut sebagai profesi yang tertua, jasa pelacuran pada hakekatnya tetap dicari oleh anggota masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya. Masalah prostitusi adalah masalah struktural. Permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat adalah mereka masih memahami masalah prostitusi sebagai masalah moral. Mereka tidak menyadari persepsi moral ini akan mengakibatkan sikap "menyalahkan korban" yang ujungnya menjadikan korban semakin tertindas. Di antara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktur kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin menumpuk harta kekayaannya.

Penelitian dilakukan di losmen serasi baru Medan yang menjadi dampingan perempuan peduli pedila medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan kunci dalam penelitian ini adalah mereka yang menjadi pekerja seks sebanyak tiga orang dan satu informan tambahan yaitu salah satu pegawai di perempuan peduli pedila medan dengan wawancara mendalam dan Observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitaif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

  Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa perempuan pekerja seks yang mencari nafkah dapat membantu dalam perekonomian keluarga. Hal ini terlihat dengan peningkatan pendapatan keluarga, perumahan yang layak huni , pangan yang terpenuhi walaupun sederhana , sandang yang terpenuhi walaupun di beli pada saat keperluan saja. pendidikan anak yang baik , kesehatan yang baik , interaksi berjalan dengan baik seperti masyarakat umumnya, namun mereka masih menutupi identitas pekerjaan mereka.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Eint Jonathan Nainggolan Nim : 100902056

ABSTRACT

SOCIAL LIFE ECONOMIC REVIEWS OF SEX WORKER WOMAN ADJOINS BY PEREMPUAN PEDULI PEDILA (P3M) MEDAN

Prostituion is one kind of social phenomenon in society that being complex, both in terms of causing, process or social implications inflicted. Prostitution with a variety of these versions that all the days perennial. Because its called as the oldest profession, services of prostitution that substantially looks by members of society that instatiable their desire of sex. The prostitution problems is a structural problem.The basic problems that happened in society is they still perceive as a moral issue. They had not realizing this moral perceptions makes an attitude “blame the victims” at the ends. Between the most important reasons that background is the structural poverty. The structure of policies that impartial of weak makes the poor one more poor, and the rich one became accumulate their wealth.

This research conducted at losmen Serasi Baru Medan that adjoin by Perempuan Peduli Pedila (P3M). This is descriptive research which the informan key are the sex workers as many three people and an additional informan as employee in Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) with deep interview and observation. Data obtained in the field and analyzed by researcher that explained qualitative, eventually conclusions may be drawn from the research.

Basedon research that writes do, overall inconclusive that women sex workers who earns aliving can assist in the economy. It is spotted with an icrease in income of family, housing a livable, food are being fulfilled its simplicity, grid a self fulfilling even only when it needs, good healthy, interaction going as well as the public generally, but they still cover their indentity of their work.

Key word : prostituion, sex workers women, social economic, adjoins  


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuahan Yang Maha Esa atas segala penyertaan

dan berkatNya penulis dapat memulai, melaksanakan, dan menyelesaikan masa perkuliahan di

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara (FISIP USU) dan atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “Tinjauan kehidupan sosial ekonomi perempuan pekerja seks (pps) dampingan perempuan peduli pedila medan (P3M)”.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada orang tua, Raden Damanik dan Tialam Sinaga yang dengan penuh

cinta kasih dan perjuangan mulai dari merawat, membesarkan, mendidik, mendukung, serta

selalu berupaya memenuhi kebutuhan penulis. Semoga apa yang penulis berikan ini dapat

menambah kebanggaan bagi orang tua saya.

Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak

yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan yang telah membantu penulis selama

kuliah sampai penulis lulus, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si selaku Dekan FISIP-USU.

2. Ibu Hairani Siregar, S. Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

FISIP-USU.

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos. M.SP selaku Dosen pembimbing penulis yang telah

membimbing penulis penuh kesabaran atas segala kekurangan dan kelambatan penulis,


(5)

4. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing akademik penulis yang

telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

5. Seluruh staff pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan

ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Seluruh staff Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) yang telah banyak

membantu penulis dalam penyelasaian skripsi ini, terutama kak Wilda Wakkary dan

kak Eva.

Secara istimewa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis, Papa G. Nainggolan dan Mama R.

br.Hutagaol yang telah menjadi pendukung terbaik sepanjang masa dan tak ada

gantinya, serta kepada adik-adikku Samuel Nainggolan, Thrysha Elishabeth

Nainggolan dan Rebeka Theolina Nainggolan.

2. Kepada orang terspesial yang telah banyak memberikan masukan dan semangat dari

putus asa untuk penulis agar bisa lebih percaya diri dalam situasi apapun dan

kapanpun, terutama dalam penyelesaian skripsi ini, yakni sahabat jiwaku kutengsa

Fretty Frederika Pramuditha Sitorus. Thanks for everything Sa.

3. Sahabat- sahabat penulis yang selalu setia dalam menjalani masa perkuliahan mulai

dari awal hingga berakhirnya masa mahasiswa kita ini yakni Anton Syamsul Purba, Adong Yanve Samosir, Jojo Raja Goncar, Pram Sawit, S.Sos , Guru Besar sabun Nati, Helen Nuarita, S.Sos, dan terkhusus kawan pembimbing skripsi Hallason

Simangunsong, S.Sos yang berperan penting dalam penyempunaan skripsi ini.


(6)

5. Untuk kawan-kawan seperjuangan stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya

satu persatu terimakasih untuk kebersamaan dan pengalaman bersama selama kurang

lebih 4 tahun. Tetap semangat yang masih dalam pembuatan skripsinya dan sukses

selalu buat kawan – kawan yang telah sarjana.

6. Buat kawan – kawan sepermainan yang lain Saritua Pandjaitan S.E, calon dokter Sally

tongboy Sihombing, Maria jawa Sembiring,

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat banyak

kekurangan dalam skripsi ini dikarenakan keterbatasn yang penulis miliki. Untuk itu penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

Medan, September 2014

Eint Jonathan Nainggolan

               


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Eint Jonathan Nainggolan Nim : 100902056

ABSTRAK

TINJAUAN KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEREMPUAN PEKERJA SEKS DAMPINGAN PEREMPUAN PEDULI PEDILA MEDAN (P3M)

Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat kompleks, baik dari segi sebab-sebabnya, prosesnya maupun implikasi sosial yang ditimbulkannya. Pelacuran dengan berbagai versinya merupakan bisnis yang abadi sepanjang zaman. Karena disamping disebut sebagai profesi yang tertua, jasa pelacuran pada hakekatnya tetap dicari oleh anggota masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya. Masalah prostitusi adalah masalah struktural. Permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat adalah mereka masih memahami masalah prostitusi sebagai masalah moral. Mereka tidak menyadari persepsi moral ini akan mengakibatkan sikap "menyalahkan korban" yang ujungnya menjadikan korban semakin tertindas. Di antara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktur kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin menumpuk harta kekayaannya.

Penelitian dilakukan di losmen serasi baru Medan yang menjadi dampingan perempuan peduli pedila medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan kunci dalam penelitian ini adalah mereka yang menjadi pekerja seks sebanyak tiga orang dan satu informan tambahan yaitu salah satu pegawai di perempuan peduli pedila medan dengan wawancara mendalam dan Observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitaif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

  Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa perempuan pekerja seks yang mencari nafkah dapat membantu dalam perekonomian keluarga. Hal ini terlihat dengan peningkatan pendapatan keluarga, perumahan yang layak huni , pangan yang terpenuhi walaupun sederhana , sandang yang terpenuhi walaupun di beli pada saat keperluan saja. pendidikan anak yang baik , kesehatan yang baik , interaksi berjalan dengan baik seperti masyarakat umumnya, namun mereka masih menutupi identitas pekerjaan mereka.


(8)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Eint Jonathan Nainggolan Nim : 100902056

ABSTRACT

SOCIAL LIFE ECONOMIC REVIEWS OF SEX WORKER WOMAN ADJOINS BY PEREMPUAN PEDULI PEDILA (P3M) MEDAN

Prostituion is one kind of social phenomenon in society that being complex, both in terms of causing, process or social implications inflicted. Prostitution with a variety of these versions that all the days perennial. Because its called as the oldest profession, services of prostitution that substantially looks by members of society that instatiable their desire of sex. The prostitution problems is a structural problem.The basic problems that happened in society is they still perceive as a moral issue. They had not realizing this moral perceptions makes an attitude “blame the victims” at the ends. Between the most important reasons that background is the structural poverty. The structure of policies that impartial of weak makes the poor one more poor, and the rich one became accumulate their wealth.

This research conducted at losmen Serasi Baru Medan that adjoin by Perempuan Peduli Pedila (P3M). This is descriptive research which the informan key are the sex workers as many three people and an additional informan as employee in Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) with deep interview and observation. Data obtained in the field and analyzed by researcher that explained qualitative, eventually conclusions may be drawn from the research.

Basedon research that writes do, overall inconclusive that women sex workers who earns aliving can assist in the economy. It is spotted with an icrease in income of family, housing a livable, food are being fulfilled its simplicity, grid a self fulfilling even only when it needs, good healthy, interaction going as well as the public generally, but they still cover their indentity of their work.

Key word : prostituion, sex workers women, social economic, adjoins  


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat

kompleks, baik dari segi sebab-sebabnya, prosesnya maupun implikasi sosial yang

ditimbulkannya. Pelacuran dengan berbagai versinya merupakan bisnis yang abadi sepanjang

zaman. Karena disamping disebut sebagai profesi yang tertua, jasa pelacuran pada hakekatnya

tetap dicari oleh anggota masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya.

Pelacuran tidak terlepas dari gaya hidup seseorang. Gaya hidup mampu menjelaskan

pandangan seseorang akan suatu hal seperti status sosial, serta berbagai corak baik lama maupun

yang baru dalam sebuah budaya modern. Gaya hidup merupakan ciri dari sebuah dunia modern,

bisa dikembangkan melalui pola perilaku manusianya itu sendiri atau dengan melalui benda serta

orang lain. Gaya hidup mampu memahami (menjelaskan sesuatu tapi bukan berarti

membenarkan) apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang mereka

lakukan bermakna bagi dirinya ataupun orang lain (Chaney. 1996:40).

Masalah prostitusi adalah masalah struktural. Permasalahan mendasar yang terjadi dalam

masyarakat adalah mereka masih memahami masalah prostitusi sebagai masalah moral. Mereka

tidak menyadari persepsi moral ini akan mengakibatkan sikap "menyalahkan korban" yang

ujungnya menjadikan korban semakin tertindas. Di antara alasan penting yang melatarbelakangi

adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktur kebijakan tidak memihak kepada

kaum yang lemah sehingga yang miskin semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin


(10)

Banyak budaya yang menyebabkan wanita akhirnya menjadi PPS (Perempuan Pekerja

Seks). (Koentjoro 2004:45) menyebutkan bahwa dalam penelitiannya yang dilakukan di

Indramayu, terdapat budaya yang menganggap bekerja sebagai PPS adalah baik dan justru

mendapat dorongan orangtua dan keluarga. Bahkan, keluarga menyelenggarakan slametan agar anaknya mendapat banyak pelanggan dan dapat mengirimi uang untuk keluarga di rumah.

Pada masa kerajaan-kerajaan Jawa perdagangan perempuan pada saat itu merupakan

bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Dua kerajaan yang sangat lama berkuasa di

Jawa berdiri tahun 1755 ketika kerajaan Mataram terbagi menjadi Kesunanan Surakarta dan

Kesultanan Yogyakarta. Kekuasaan raja yang tidak terbatas ini juga tercermin dari banyaknya

selir yang dimilikinya. Beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang

diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lagi adalah persembahan dari kerajaan

lain, dan ada juga selir yang berasal dari lingkungan masyarakat kelas bawah yang dijual atau

diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan

dengan keluarga istana.

Bentuk industri seks yang lebih terorganisir berkembang pesat pada periode penjajahan

Belanda. Kondisi tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran

yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pemuasan seks masyarakat Eropa. Umumnya

aktifitas ini berkembang di daerah-daerah sekitar pelabuhan di Nusantara ini. Pemuasan seks

untuk para serdadu, pedagang, dan para utusan menjadi isu utama dalam pembentukan budaya

asing yang masuk ke Nusantara.

Aktifitas pelacuran semakin meningkat secara drastis pada abad ke-19, terutama setelah

diadakannya pembenahan hukum agraria pada tahun 1870, dimana pada masa saat itu


(11)

jalan kereta api yang menghubungkan kota-kota di Jawa seperti Batavia, Bogor, Cianjur,

Bandung, Cilacap, Yogyakarta dan Surabaya pada tahun 1884, tak hanya aktivitas pelacuran saja

yang timbul untuk melayani para pekerja bangunan di setiap kota yang dilalui kereta api, tetapi

juga pembangunan tempat-tempat-tempat penginapan dan fasilitas lainnya meningkat bersamaan

dengan meningkatnya aktifitas pembangunan konstruksi jalan kereta api.

Oleh sebab itu dapat dimengerti mengapa banyak kompleks pelacuran tumbuh di sekitar

stasiun kereta api hampir di setiap kota. Pada masa pendudukan Jepang, banyak perempuan

dewasa dan anak-anak sekolah yang tertipu atau dipaksa memasuki dunia pelacuran. Bangsa

Jepang menawarkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik di Tokyo atau kota-kota besar di

Indonesia lainya kepada sejumlah pelajar perempuan. Banyak calon yang berparas menarik dan

cerdas yang berasal dari keluarga kalangan atas untuk mencoba tawaran pihak pihak Jepang ini.

Koentjoro (1989:3) mengidentifikasi 11 kabupaten di Jawa yang dalam sejarah terkenal

sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan; dan sampai sekarang daerah tersebut masih terkenal

sebagai sumber wanita pelacur untuk daerah kota. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten

Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di

Jawa Tengah; serta Blitar, Malang, Banyuwangi dan Lamongan di Jawa Timur. Kecamatan

Gabus Wetan di Indramayu terkenal sebagai sumber pelacur; dan menurut sejarah daerah ini

merupakan salah satu sumber perempuan muda untuk dikirim ke istana Sultan Cirebon sebagai

selir.

Beberapa wanita pekerja seks komersial menikmati perannya sebagai wanita pekerja seks

komersial. Wanita pekerja seks komersial dianggap sebagai pekerjaan yang menjanjikan karena

dengan menjadi wanita pekerja seks komersial, uang dapat dengan mudah diperoleh sehingga


(12)

Keluarga memberikan peluang bagi wanita untuk memainkan berbagai peran. Wanita

pekerja seks komersial yang berkeluarga berperan sebagai istri bagi suami, ibu bagi

anak-anaknya, sebagai pengatur rumah tangga dalam keluarga, dan juga berperan sebagai wanita

bekerja. Wanita pekerja seks komersial selalu mengalami konflik dalam dirinya, baik konflik

kepentingan antara rasa membutuhkan uang dan perasaan berdosa, atau juga karena adanya

perasaan tidak aman akan statusnya sosialnya sebagai pekerja seks komersial dalam masyarakat

(Koentjoro 1996:50).

Banyaknya resiko yang harus dihadapi juga dapat memicu munculnya konflik dalam diri

wanita pekerja seks komersial. Resiko yang dihadapi wanita pekerja seks komersial berasal dari

resiko fisik dan resiko seksual, maupun resiko sosial. Resiko fisik dan resiko seksual yang

dihadapi wanita pekerja seks komersial antara lain berhubungan dengan resiko penularan

penyakit infeksi menular seksual (selanjutnya disebut IMS) dan resiko kehamilan.

Kehidupan seorang wanita pekerja seks komersial merupakan fenomena yang tidak dapat

diterima sebagian kalangan masyarakat. Wanita pekerja seks komersial dipandang sebagai

makhluk yang menyandang stereotip negatif dan dianggap tidak pantas menjadi bagian dari

masyarakat. Masih sering ditemui bahwa bila suatu rumah tangga yang dalam keluarganya

tersebut terdapat wanita pekerja seks komersial maka akan dijauhi dalam lingkungannya.

Bahkan seperti dalam suatu acara di televisi mengisahkan bahwa ada seseorang wanita

yang dulunya dipaksa menjadi wanita penghibur bagi tentara Jepang pada jaman dahulu, sampai

sekarang sering diejek dan dikucilkan oleh masyarakat karena dia dianggap sebagai pelacur.

(Annaregina diakses pada tanggal 1 Juni pukul 21.00 Wib.)

Koentjoro (1996:50) mengemukakan bahwa wanita pekerja seks komersial merasa tidak


(13)

statusnya diketahui masyarakat. Hutabarat (2004:76) dalam penelitiannya menemukan bahwa

adanya keinginan untuk tidak diasingkan dari lingkungan menyebabkan wanita pekerja seks

komersial menutupi status sebagai wanita pekerja seks komersial dengan berpura-pura menjadi

anggota masyarakat biasa sehingga interaksi dengan lingkungan sekitar tetap terjaga.

Fenomena prostitusi hingga kini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah, baik upaya preventif maupun upaya yang bersifat

represif dan kuratif untuk menanggulangi masalah prostitusi belum menampakkan hasil

maksimal hingga kini (Kartono, 2005:266).

Belum adanya satu program terpadu dari pemerintah untuk mengatasi masalah prostitusi

menyebabkan fenomena wanita pekerja seks komersial terus tumbuh dengan subur, yang

dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah wanita pekerja seks komersial setiap tahunnya.

Praktik prostitusi yang dilakukan secara terang-terangan hingga praktik prostitusi terselubung

menambah jumlah wanita pekerja seks komersial di Indonesia. Salah satu contohnya ialah Dolly

Dolly atau Gang Dolly adalah nama sebuah kawasan lokalisasipelacuran yang terletak di daerah

Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia., yaitu sebagai lokalisasi

pelacuran yang terbesar di Asia Tenggara. Di kawasan lokalisasi ini, wanita penghibur

"dipajang" di dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase. Konon lokalisasi ini adalah yang

terbesar di Asia Tenggara lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di

Singapura. Bahkan pernah terjadi kontroversi untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah satu

daerah tujuan wisata Surabaya bagi wisatawan mancanegara.

Di Medan salah satu Lembaga yang fokus menangani Perempuan Pekerja Seks seperti

P3M (Perempuan Peduli Pedila Medan) sangat concern atau memerhatikan nasib kaum perempuan pekerja seks. Ini terbukti dengan berbagai langkah bijak atau program-program


(14)

terpadu seperti penyuluhan atau sosialisasi kondom (Outreach Kondom), memberikan pelayanan

klinik kesehatan fisik bagi perempuan pekerja seks, memberikan bimbingan konseling dalam

membantu perempuan pekerja seks mampu menjalani interaksi dengan lingkungannya, dan

pelatihan keterampilan bagi perempuan pekerja seks yang bertujuan untuk membantu perempuan

pekerja seks lebih menyadari masih banyak pekerjaan yang halal diluar sana.

Fokus saya dalam penelitian ini adalah Losmen Serasi Baru. Losmen ini merupakan salah

satu losmen yang terdapat di Jalan Rupat, Medan yang menyediakan pelayanan pekerja seks

perempuan sebanyak 26 pekerja seks perempuan kepada pekerja pasar terkhusunya, tukang

becak. Hal ini yang membedakannya dengan losmen lainnya, Losmen Serasi Baru lebih

melayani konsumen dari kelas menengah ke bawah, namun tidak menutup kemungkinan jikalau

masyarakat kelas atas untuk memasuki Losmen Serasi Baru ini.

Tarif yang ditawarkan kepada konsumen berkisar Rp 50.000-Rp 250.000 berdasarkan

rentang waktu lamanya melakukan hubungan seks baik itu shorttime atau pun longtime. Selain itu, indikator menetapkan tarif tergantung usia perempuan pekerja seks atau pendekatan yang

dilakukan oleh konsumen kepada perempuan pekerja seks. Semakin tinggi tarif yang disepakati

antara kedua belah pihak berarti menunjukkan perempuan pekerja seks mampu untuk memenuhi

kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Sebaliknya semakin rendah tarif yang disepakati,

perempuan pekerja seks semakin menambah jam kerja untuk mencari pendapatan yang lebih,

serta meningkatkan aktivitas pelayanan seksnya kepada konsumen lain.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka penulis

tertarik melihat kehidupan sosial ekonomi perempuan pekerja seks yang hasilnya akan

dituangkan dalam penelitian berjudul “Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Pekerja


(15)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar belakang, maka dapat

dirumuskan masalah bagaimana Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Pekerja Seks

(PPS) dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M).

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi

kehidupan sosial ekonomi perempuan pekerja seks (PPS) dampingan Perempuan Peduli Pedila

Medan (P3M) dilokalisasi Losmen Serasi Baru.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan

kajian serta studi komparasi bagi peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap

penelitian yang berkaitan dengan kehidupan sosial ekonomi pekerja seks komersial.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka

membantu program-program yang dibuat pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat


(16)

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan kajian penelitian terdahulu, menguraikan secara teoritis

variabel-variabel yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi

operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, pendekatan dan kedudukan penelitian, lokasi

penelitian, unit analisis dan informan, teknik pengumpulan data dan teknik analisa

data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis

melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan

analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan dengan


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam peneltian ini penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis teliti. Diantaranya sebagai berikut.

1. Menurut Dhani Prajuritno jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas

Negeri Semarang Tahun 2012 yang berjudul ‘’ Interaksi Sosial Pekerja Seks Komersial dengan Masyarakat Setempat di Lokalisasi Gang Sadar Kawasan Wisata Baturraden Kabupaten Banyumas’’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Interaksi sosial yang terjadi antara PSK dengan masyarakat setempat sangat beragam. Interaksi antar sesama PSK terjadi

hubungan sosial yang baik, para PSK menjalankan tugas dan peran masing-masing sehingga

tidak pernah terjadi bentrok atau keributan antara PSK. Dalam berinteraksi dengan orang tua

asuh terjalin suatu hubungan yang begitu akrab antara PSK dengan bapak-ibu asuh (mamih),

mereka seperti satu ikatan keluarga.

2. Menurut Jajuli jurusan Bimbingan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta Tahun 2010 yang berjudul ‘’ Motivasi dan Dampak Psikologis Pekerja Seks

Komersial’’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara motif yang melatar belakangi

seorang untuk menjadi PSK secara Sosiogenetis adalah faktor pemenuhan kebutuhan

ekonomi, motif kemewahan dan motif kepuasan, akibat kurangnya faktor pendidikan dan juga

tidak memiliki skill khusus sehingga mereka mudah terpengaruh.


(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja seks pelajar yeng berasal dari keluarga kurang

mampu alasan yang utama dalam melakukan praktik prostitusi adalah dorongan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selalu mempertimbangkan pembelian yang akan

dilakukannya, cenderung untuk menabung dan memfokuskan pengeluaran pada anggaran

pendidikan. Pekerja seks pelajar dari keluarga mampu terjun ke dunia prostitusi disebabkan

pengaruh lingkungan budaya yang mempengaruhi untuk berperilaku konsumtif, menjalani

profesi ini karena gaya hidup hedonisme, berkecukupan tidak ada keinginan untuk menabung

dan berinvestasi. Pekerja seks yang telah profesional atau yang menjalani pekerjaan seperti ini

sejak lama, lebih berorientasi untuk menabung dan berinvestasi.

Berdasarkan ketiga penulisan sebelumnya, belum ada yang secara spesifik atau khusus

membahas mengenai kehidupan sosial ekonomi pekerja seks. Dalam hal ini yang ingin penulis

tekankan adalah seperti apa kehidupan sosial ekonomi pekerja seks yang ada di Losmen Serasi

Baru.

2.2 Sosial Ekonomi 2.2.1 Pengertian

Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan

pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah meski saling memiliki keterkaitan. Pengertian

sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat, sedangkan pada departemen

sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi

oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan


(19)

Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana manusia-manusia

itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi dan batas-batasnya yang tidak bisa

diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan,

sandang, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya

faktor-faktor ini berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana

manusia itu harus hidup (Ahmad, 1992:45).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan

dengan masyarakat (KBBI,1996:958). Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering

disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya

bantuan orang lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang

berkenaan dengan masyarakat.

Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos” yang berarti

keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis

besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Ini adalah

pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan

masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian

barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan).

(KBBI,1996:251).

Sehingga menurut (Conyers 1991:5) kata sosial ekonomi mengandung pengertian sebagai

sesuatu yang non moneter sifatnya yang bertalian dengan kualitas kehidupan insani. Sedangkan

ekonomi dijelaskan sebagai lawan dari pengertian sosial yaitu dilibatkan kaitannya dengan uang.


(20)

kondisi yang terkait secara moneter dan non moneter. Kondisi sosial ekonomi keluarga

didasarkan pada pendapatan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan orang orang tua

dan status sosial didalam masyarakat seperti, hubungan dengan masyarakat, asosiasi dalam

kelompok masyarakat, dan persepsi masyarakat atas.

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial

dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian

posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa

status. (Koentjaraningrat, 1990:56)

Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor yaitu

pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud UI Hag dari

Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan

bahwa kedudukan sosial ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan,

perumahan dan air yang sehat serta didukung oleh pekerjaan yang layak

(http://www.detikfinance.com, diakses pada tanggal 28 Mei 2014 pukul 16:40).

2.2.2 Indikator Sosial Ekonomi

Keluarga atau kelompok masyarakat dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah,

sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981: 38). Berdasarkan hal tersebut kita dapat

mengklasifikasikan keadaan sosial ekonominya, yang dapat dijabarkan sesuai dengan indikator

sebagai berikut :

a. Pendapatan

Pendapatan akan mempengaruhi status sosial seseorang, terutama akan ditemui dalam


(21)

terhadap kekayaan. Christopher dalam Sumardi (2004) mendefinisikan pendapatan berdasarkan

kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga,

laba dan lain sebagainya.

Sedangkan Biro Pusat statistik merinci pendapatan dalam kategori sebagai berikut:

1. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai balas atau kontra prestasi, sumbernya berasal dari:

a) Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan, kerja lembur dan

kerja kadang-kadang.

b) Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, penjualan

dari kerajinan rumah.

c) Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.

Keuntungan serial yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik.

2. Pendapatan yang berupa barang yaitu : Pembayaran upah dan gaji yang ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan kreasi. Berkaitan dengan hal tersebut

mendefinisikan pendapatan adalah sebagai Seluruh penerimaan baik berupa uang ataupun

barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai sejumlah atas harga

yang berlaku saat ini. Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan pendapatan penduduk

menjadi 4 golongan yaitu:

1. Golongan Sangat Tinggi : Golongan pendapatan sangat tinggi adalah

jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan

2. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara


(22)

3. Golongan Pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata

dibawah antara Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000, 00 perbulan.

4. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp.

1.500.000,00 per bulan (Wijaksana,1992: 52)

Berdasarkan kategori tersebut, dapat dikatakan bahwa pendapatan juga sangat

berpengaruh terhadap tingkat ekonomi seseorang. Apabila seseorang mempunyai pendapatan

yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ekonominya tinggi juga. Disamping memiliki

penghasilan pokok setiap Keluarga biasanya memiliki penghasilan lain yang meliputi

penghasilan tambahan dan penghasilan insidentil.

b. Perumahan

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal

atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik

lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman sebagai mana mestinya.

Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa

kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang

berharga, dan rumah juga sebagai status lambing sosial (Mukono, 2000: 25). Rumah adalah

struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat

tinggal dan sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1992). Menurut WHO (World Health Organization), rumah adalah struktur fisik atau bangunan


(23)

keadaan sosialnya baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai

Kesehatan dan Lingkungan, 2001).

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat apabila :

(1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah,

penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A, (2) Memenuhi

kebutuhan kejiwaan, (3) Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu

memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah

yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan, serta (4) Melindungi penghuninya dari

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh,

tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari

ancaman kecelakaan lalu lintas (Sanropie, 1992: 55 dan Azwar, 1996 : 64).

Berdasarkan Undang-undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,

terdapat beberapa pengertian dasar, yaitu:

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal

atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan


(24)

4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang

terstruktur.

5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan

lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

6. Rumah sebagai bangunan yang merupakan bagia dari suatu pemukiman yang utuh dan tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya,

gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga tempat tinggal, tempat beristirahat

setelah menjalani perjuangan hidup sehari-hari

7. Permukiman adalah satuan kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan, prasarana umum, dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan

keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan

8. Perumahan dan pemukiman merupakan kesatuan fungsional, sebab pembangunan perumahan harus berlandaskan suatu pola pemukiman yang menyeluruh, yaitu tidak

hanya meliputi pembangunan fisik rumah saja, melainkan juga dilengkapi dengan

prasarana lingkungan, sarana umum dan fasilitas sosial, terutama di daerah perkotaan

yang mempunyai permasalahan majemuk dan multidimensional.

Pengertian mengenai perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan


(25)

Adapun Persyaratan Perumahan dan Permukiman adalah

1. Persyaratan Dasar Perumahan

Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di

Perkotaan lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan

merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah

buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah

jaringan listrik tegangan tinggi.

2) Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan

daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air

permukaan dan air tanah dalam.

3) Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas),

kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung atau tidak langsung),

kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia).

4) Kriteria keindahan/ keserasian/ keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan

penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada,

misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa atau danau/ setu/ sungai/ kali


(26)

5) Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan

fisik/ pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan

keterpaduan prasarana.

6) Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian

ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap

penempatan sarana dan prasarana-utilitas lingkungan.

7) Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan

karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap

lingkungan tradisional/ lokal setempat.

b. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status

kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis.

Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan

mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya

terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan

yang dimaksud.

2. Persyaratan Dasar Permukiman

Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang menghendaki

jawaban yang bersifat komprehensif, sebab perumahan dan permukiman menyangkut kehidupan

manusia termasuk kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek. Sehingga dapat

dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik untuk suatu permukiman yaitu harus


(27)

a. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain seperti

pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau

pencemaran lingkungan lainnya

b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan pendidikan,

kesehatan, perdagangan, dan lain-lain

c. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan

tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun

d. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap

untuk disalurkan ke masing-masing rumah

e. Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/ tinja yang dapat dibuat dengan sistem

individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal

f. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar

lingkungan permukiman tetap nyaman

g. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan

atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala

besarnya permukiman itu.

h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon

c. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

kegiatanbimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Pada dasarnya pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun


(28)

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan

mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau

perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara yang tak lain adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia

menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup

tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat

yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah

bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak

untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas

hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

d. Kesehatan

Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun

1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan

sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Pada tahun 1986,


(29)

kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah

konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

e. Sandang dan Pangan.

Sandang adalah pakaian manusia. Pakaian menjadi kebutuhan primer pertamawalaupun manusia

tidak bisa hidup tanpa pakaian, tetapi karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam

masyarakat sehingga pakaian adalah hal yang paling penting. Sedangkan pangan adalah sumber

makanan bagi manusia dan merupakan kebutuhan primer. Pangan ini meliputi pekerjaan dan

hal-hal serupa yang bertujuan menghasilkan pangan bagi kehidupan manusia. Manusia hidup dalam

masyarakat pasti butuh bekerja untuk memperoleh nafkah.

f. Interaksi sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan

antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa

adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang

berlangsung sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses

sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan


(30)

Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika

suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau

hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.

Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi

tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang

masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan

masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut

dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau

berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk

mempengaruhi individu lain (http://belajarpsikologi.com/pengertian-interaksi-sosial/ oleh

Haryanto, S.Pd diakses pada tanggal 1 September 2014).

2.3Seks

Seks secara harafiah memiliki arti berkenaan dng seks (jenis kelamin) atau berkenaan

dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Istilah “seks” secara etimologis,

berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500

M. Seks secara leksikal (makna dasar) bisa berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive). Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting/ naluri


(31)

yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang

mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan keturunan manusia.

(http://kbbi.web.id/seksual, diakses tanggal 27 Mei 2014 pukul 20.00 Wib)

2.3 Perempuan Pekerja Seks (PPS) 2.4.1 Pengertian

Pelacur, lonte, Pekerja Seks komersial (PSK), wanita tuna susila (WTS), prostitute adalah

kata lain sebutan dari perempuan pekerja seks (PPS) yang diunjukkan pada sesosok perempuan

penjaja seks. Istilah pelacur berkata dari “lacur” yang berarti malang, celaka, gagal, sial atau

tidak jadi, kata lacur juga memiliki arti buruk laku. (Kamus Besar Bahasa indonesia,2001:265).

Berangkat dari kata-kata tersebut pengertian dari Pekerja seks komersial itu sendiri dapat

disimpulkan adalah para pekerja yang bertugas melayani  dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2004:26). Atau

dengan kata lain adalah wanita yang melakukan hubungan seksual dengan banyak laki – laki di

luar pernikahan dan sang wanita memperoleh imbalan dari laki – laki yang menyetubuhin

(Siregar, 1983:11)

Biasanya pekerja seks komersial yang berada di bordil-bordil ini dipelihara oleh

seseorang yang dinamakan germo atau mucikari. Ada pula pekerja seks komersial yang hanya

melayani panggilan ke tempat tertentu seperti di hotel, pesanggrahan atau rumah tertentu.

Pekerja seks komersial jenis ini dinamakan “call girl” (wanita panggilan). Pekerja seks komersial

tersebut diperoleh dari tempat penampungan milik germo dan sulit ditelusuri keberadaannya.


(32)

pelacuran. PSK menunjukkan kepada “orang”nya, sedangkan pelacuran menunjukkan kepada

“perbuatan”.

2.4.2 Kategori Pelacuran

Pelacuran dapat dikategorikan dengan kelas-kelas seperti berikut :

a. Pelacuran kelas rendahan seperti jalanan, bordil-bordil murahan

b. Pelacuran kelas menengah seperti yang berada di bordil-bordil tertentu yang cukup bersih

dan pelayanannya baik

c. Pelacuran kelas tinggi :biasanya para pelacur tinggal di rumah sendiri

(terselubung/tersembunyi) dan hanya menerima panggilan dengan perantara yang cukup

rapi sehingga sulit dilacak keberadaannya dan biasanya memasang tarif mahal.

2.4.3 Sejarah Perempuan Pekerja Seks (PPS) atau Perempuan Pekerja Seks (PSK)

Pelacuran sejak jaman dahulu telah hadir dan berkembang di kehidupan manusia, karena

seiring dengan hadirnya manusia di muka bumi ini. Seperti menurut (Hull 1997: 5)menyatakan

bahwa adanya perkembangan pelacuran di Indonesia dari masa ke masa yang dimulai dari masa

kerajaan-kerajaan di Jawa, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan setelah

kemerdekaan.

Pada masa kerajaan di Jawa, perdagangan wanita yang kemudian akan dimasukan dalam

dunia pelacuran terkait dengan sebuah sistem pemerintahan yang feodal. Bentuk pelacuran ini

disebabkan oleh konsep kekuasaan raja yang bersifat agung, mulia dan tak terbatas, sehingga

mendapatkan banyak selir. Muncul pula anggapan bahwa, semakin banyak selir yang dimiliki


(33)

menunjukkan keberadaan komersialisasi industri seks seperti masyarakat modern ini, meskipun

apa yang dilakukan pada masa itu dapat membentuk landasan bagi perkembangan industri seks

yang sekarang.

Setelah masa kerajaan, pelacuran muncul kembali dengan gaya yang berbeda dalam masa

penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Belanda, bentuk pelacuran lebih terorganisir dan

berkembang pesat. Didasarkan pada pemenuhan kebutuhan pemuasaan seks masyarakat Eropa

yang ada di Indonesia, dengan melalui adanya selir-selir. Juga adanya dasar alasan lain mengapa pelacuran lebih terorganisir dan berkembang pesat, yaitu sistem perbudakan tradisional.

Contohnya dalam pertumbuhan industri seks di pulau Jawa dan Sumatera, berkembang seiring

pendirian perkebunan-perkebunan. Para pekerja perkebunan dengan mayoritas laki-laki akan

menciptakan permintaan aktivitas prostitusi.

Komersialisasi seks di Indonesia terus berkembang, selama pendudukan Jepang (antara

tahun 1941-1945), semua perempuan yang dijadikan budak sebagai wanita penghibur

dikumpulkan dan dijadikan satu dalam rumah-rumah bordir. Bukan hanya wanita yang tadinya

memang sebagai wanita penghibur saja yang masuk ke rumah bordir, di masa pemerintahan

Jepang banyak pula wanita yang tertipu ataupun terpaksa melakukan hal tersebut (Hull,

1997:13).

Terdapat kaitan antara ekonomi dengan pelacuran, (Hull 1997: 43) yang menyatakan

bahwa ada dua perbedaan perekonomian yang berkembang di daerah-daerah kota. Perekonomian

yang pertama, kelompok perekonomian yang sifatnya komersil dimana perdagangan dan industri

berlangsung dengan cara tidak melakukan kontak langsung dengan pelaku-pelaku ekonomi.

Perekonomian yang ke dua adalah, ekonomi bazaar terdiri dari berbagai macam kegiatan ekonomi ditujukan untuk melayani kebutuhan konsumen dan dikelola oleh sekolompok penjual


(34)

yang berkompetisi ketat, dan saling berkomunikasi melalui transaksi. Masa penjajahan,

komersialisasi seks diikuti oleh bentuk perdagangan seks yang berkembang mencerminkan

dualistik dari struktur perdagangan ekonomi komersial dan bazaar.

Terdapat perbedaan kehidupan wanita tuna susila dari kedua masa penjajahan tersebut

(Belanda dan Jepang), yang ditegaskan dalam sebuah dokumen yang dikumpulkan majalah

mingguan Tempo (1992:7:45) yang menyebutkan bahwa wanita-wanita yang dijadikan pelacur pada kedua masa penjajahan tersebut lebih menyukai kehidupannya yang nyaman pada masa

penjajahan Belanda dibanding dengan masa penjajahan Jepang. Hal ini dikarenakan banyak

Sinyo yang memberi hadiah (pakaian, uang, perhiasan, tempat tinggal), sedangkan orang Jepang terkenal pelit dan lebih suka kekerasan (Hull, 1997:15).

Kemudian pelacuran lebih bervariatif pada tahun 1980-an dengan diawali munculnya

fenomena baru yaitu hadirnya perek , yang biasa diartikan sebagai perempuan eksperimental. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah, masih bersekolah,

dan bekerja sebagai pekerja seks. Menurut (Hull 1997:31) menyatakan bahwa mereka

menekankan kepentingan diri sendiri, secara bebas melakukan hubungan seks dengan siapa saja

yang mereka inginkan, dengan atau tanpa bayaran. Biasanya seorang perek adalah seseorang wanita muda, dengan memiliki jiwa petualang dan mempunyai sikap melawan.

Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan, tidak sedikit mengangkat wacana

seksualitas. Penelitian bertemakan seksualitas biasanya dibalut dengan isu politik, gender,


(35)

2.4.4 Ciri-Ciri Perempuan Pekerja Seks (PPS)

Kartono Kartini (2005:209) menyebutkan beberapa cirri khas dari Pekerja Seks

Komersial ialah sebagai berikut :

1. Wanita, lawan pelacur adalah gigolo (pelacur pria, lonte laki-laki).

2. Cantik, molek, rupawan, manis, atraktif menarik, baik wajah maupun tubuhnya. Bisa

merangsang selera seks kaum pria

3. Masih muda-muda & 5% dari pelacur di kota-kota ada dibawah usia 30 tahun. Yang

terbanyak adalah usia 17-25 tahun

4. Pakaiannya sangat mencolok, beraneka warna, sering aneh-aneh (eksentrik) untuk menarik

perhatian kaum pria. Mereka sangat memperhatikan penampilan lahiriahnya, yaitu wajah,

rambut, pakaian, alat-alat kosmetik dan parfum yang wangi semerbak.

5. Bersifat sangat mobil, kerap berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Biasanya

mereka memakai nama samara dan sering berganti nama, juga berasal dari tempat lain,

bukan di kotanya sendiri agar tidak dikenal oleh banyak orang

6. Mayoritas berasal dari strata ekonomi social rendah. Mereka umumnya tidak memiliki

keterampilan (skill) khusus dan kurang pendidikannya. Modalnya adalah kecantikan dan kemudaaannya.

Pada umumnya seorang PSK adalah wanita yang memiliki kesempurnaan secara fisik. Hal

ini mutlak dibutuhkan karena merupakan modal dasar perempuan tersebut untuk terjun, hidup

dan laku sebagai PSK. Mereka dituntut untuk tetap mempertahankan kecantikan agar tetap


(36)

2.4.5 Faktor-Faktor Penyebab Pelacuran

Faktor-faktor penyebab wanita terjun kedunia pelacuran sangat beragam. Banyak studi

yang telah dilakukan oleh para ahli untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor yang

mempengaruhi perempuan menjadi pelacur. Adanya tiga motif utama yang menyebabkan

perempuan memasuki dunia pelacuran (Koentjoro, 2004:16), yaitu:

1. Motif psikoanalisis menekankan aspek neurosis pelacuran, seperti bertindak sebagaimana

konflik Oedipus dan kebutuhan untuk menentang standar orang tua dan sosial.

2. Motif ekonomi secara sadar menjadi faktor yang memotivasi. Motif ekonomi ini yang

dimaksud adalah uang

3. Motivasi situasional, termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang tua,

penyalahgunaan fisik, merendahkan dan buruknya hubungan dengan orang tua. Weisberg

juga meletakkan pengalaman di awal kehidupan, seperti pengalaman seksual diri dan

peristiwa traumatik sebagai bagian dari motivasi situasional. Dalam banyak kasus

ditemukan bahwa perempuan menjadi pelacur karena telah kehilangan keperawanan

sebelum menikah atau hamil di luar nikah.

Berbeda dengan pendapat di atas, (Koentjoro, 2004:34) mengemukakan bahwa faktor

yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi pelacur adalah faktor kepribadian.

Ketidakbahagiaan akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan untuk membuktikan tubuh yang

menarik melalui kontak seksual dengan bermacam-macam pria, dan sejarah perkembangan

cenderung mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.

Sedangkan Supratiknya (1995:27) berpendapat bahwa secara umum alasan wanita


(37)

menjadi pelacur bukan atas kemauannya sendiri, hal ini dapat terjadi pada wanita-wanita yang

mencari pekerjaan pada biro-biro penyalur tenaga kerja yang tidak bonafide, mereka dijanjikan

untuk pekerjaan di dalam atau pun di luar negeri namun pada kenyataannya dijual dan dipaksa

untuk menjadi pelacur.

Kemudian secara rinci Kartini Kartono (2005:34) menjelaskan motif-motif yang

melatarbelakangi pelacuran pada wanita adalah sebagai berikut:

1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari

kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian,

kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.

2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan

seks. Hysteris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan

satu pria/suami

3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status

sosial yang lebih baik

4. Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap

pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewah, namun malas bekerja.

5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negative,

terutama sekali tarjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi

kakak, ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya

6. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian


(38)

7. Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak tabu

dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila yang

dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja , mereka lebih menyukai pola seks

bebas

8. Pada masa kanak-kanak pernah malakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks

sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk menikmati

“masa indah” di kala muda

9. Gadis-gadis dari daerah slum (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan

lingkungan yang immoral yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang

dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak

asusila). Lalu menggunakan mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk mempertahankan

hidupnya.

10.Bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjajikan pekerjaan-pekerjaan

terhormat dengan gaji tinggi

11.Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk : film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan

cabul, geng-geng anak muda yang mempraktikkan seks dan lain-lain.

12.Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh melayani

kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.

13.Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh

pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri

daripada kawin

14.Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah dan ibu lari,


(39)

sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia

pelacuran

15.Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa

keluarganya.

16.Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi,

dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau ketrampilan khusus

17.Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam bermacam-macam permainan

cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan dagang.

18.Pekerjaan sebagai lacur tidak membutuhkan keterampilan/skill, tidak memerlukan

inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kacantikan,

kemudaan dan keberanian.

19.Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish, ganja,

morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak

menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan tersebut.

20.Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya gagal

dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang

terlalu dini dan abnormalitas seks.

21.Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia

pelacuran.Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

melatarbelakangi seseorang memasuki dunia pelacuran dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa rendahnya standar moral dan nafsu seksual


(40)

penipuan, korban kekerasan seksual dan keinginan untuk memperoleh status sosial yang lebih

tinggi.

2.5 Pendampingan

Pengertian pendampingan dikalangan dunia pengembangan masyarakat istilah

“pendampingan” merupakan istilah baru yang muncul sekitar 90-an, sebelum itu istilah yang

banyak dipakai adalah “pembinaan”. Ketika istilah pembinaan ini dipakai terkesan ada tingkatan

yaitu ada Pembinaan dan yang dibina, pembinaan adalah orang atau lembaga yang melakukan

pembinan sedangkan yang dibina adalah masyarakat. Kesan lain yang muncul adalah pembinaan

sebagai pihak yang aktif sedang yang dibina pasif atau pembinaan adalah sebagi subjek yang

dibina adalah objek. Oleh karena itu istilah pendampingan dimunculkan, langsung mendapat

sambutan positif dikalangan praktisi Pengembangan Masyarakat.

Karena kata pendampingan menunjukan kesejajaran (tidak ada yang satu lebih dari yang

lain), yang aktif justru yang didampingi sekaligus sebagai subjek utamanya, sedang pendamping

lebih bersifat membantu saja. Dengan demikian pendampingan dapat diartikan sebagai satu

interaksi yang terus menerus antara pendamping dengan anggota kelompok atau masyarakat

hingga terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh anggota kelompok atau

masyarakat yang sadar diri dan terdidik ( tidak berarti punya pendidikan formal)

Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang diberikan

pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan masalah serta

mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian


(41)

Pendampingan sosial merupakan suatu proses relasi sosial antara pendamping dengan

klien yang bertujuan untuk memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan

berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup serta meningkatkan akses klien

terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya

(Departemen Sosial RI, 2009:122)

Pendampingan merupakan suatu upaya yang terus menerus (berkelanjutan) dan sistematis dalam menfasilitasi individu/ kelompok/ komunitas anak-anak untuk mengembangkan diri mereka, memberikan ketrampilan dalam mengatasi permasalahan dan membantu menyiapkan kemampuan-kemampuan dan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan untuk masa depan mereka dan juga individu/ kelompok/ komunitas orang dewasa untuk membantu mereka menciptakan lingkungan yang mendukung dan menguatkan bagi anak. (http: //kamuspsikososial.wordpress.com-/tag/definisi-pendampingan/, diakses tanggal 25 Mei 2014 pukul 17.00 Wib)

Oleh karena itu kegiatan pendampingan sebagai upaya strategis sangat menarik untuk dikembangkan kepada wanita pekerja seks komersial dilokalisasi. Keterlibatan pekerja seks komersial sebagai dampingan yang membutuhkan pengetahuan dan informasi tentang resiko dari pekerjaannya, sangat dipengaruhi oleh tenaga pendamping (Outreach Worker) dilapangan yang berperan sebagai fasilitator, komunikator dan dimanisator.

2.6 Kesejahteraan Sosial

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan


(42)

sosial warga negara dan dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Menurut Suharto (2009:1) pengertian kesejahteraan sosial sebagai berikut :Kesejahteraan

sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang

diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk

mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan

peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial, keuangan,

kesehatan dan rekreasi semua individu masyarakat. Berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 11 tahun

2009 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:

1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial

4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan

5. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan

6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan

kesejahteraan sosial ini ditujukan kepada: perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau

masyarakat. Sedangkan yang menjadi prioritas adalah mereka yang memiliki kehidupan yang


(43)

kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, dan penyimpangan perilaku, korban bencana,

dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

2.7 Kerangka Pemikiran

Lapangan pekerjaan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemenuhan sosial ekonomi

keluarga n.amun saat ini lapangan pekerjaan semakin sempit dengan jumlah tenaga kerja yang

semakin bertambah. Kenyataannya, banyak masyarakat yang tidak memiliki kemampuan sesuai

pekerjaan tersebut. Ini memaksa masyarakat khususnya perempuan semakin bingung untuk bisa

memenuhi sosial ekonomi keluarga. Banyak perempuan yang harus memilih pekerjaan lainnya

yang dirasakan cukup membantu sosial ekonomi keluarga walaupun itu sangat memalukan.

Salah satu pekerjaan yang dirasa para wanita sangat mudah untuk bisa mendapatkan uang untuk

memenuhi sosial ekonomi keluarga adalah sebagai pelacur..

Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua kehidupan

manusia itu sendiri. Pelaku Prostitusi yaitu pekerja seks komersial (PSK) adalah bagian dari

dunia pelacuran tersebut.Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk

melakukan hubungan seksual untuk uang. Namun PSK tidak terbatas pada perempuan saja, tetapi

seseorang yang menukar jasa seksual dengan uang, narkoba, atau komoditas lain yang

diinginkan. Pekerja seks komersial adalah wanita yang kelakuannya tidak pantas dan bisa

mendatangkan malu/celaka dan penyakit, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain yang

bergaul dengan dirinya, maupun kepada dirinya sendiri.

Fenomena prostitusi hingga kini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah, baik upaya preventif maupun upaya yang bersifat


(44)

maksimal hingga kini. Upaya-upaya dalam penanggulangan pelacuran dan prostitusi tersebut

bukan hanya menjadi masalah pemerintah. Salah satu lembaga yang berperan dalam mengurangi

dampak akibat aktivitas seks adalah P3M (Perempuan Peduli Pedila Medan). Beberapa

program seperti penyuluhan atau sosialisasi kondom (Outreach Kondom), memberikan

pelayanan klinik kesehatan fisik bagi perempuan pekerja seks, memberikan bimbingan konseling

dalam membantu perempuan pekerja seks mampu menjalani interaksi dengan lingkungannya,

dan pelatihan keterampilan bagi perempuan pekerja seks. Program-program tersebut menunjang

kebutuhan akan hal sosial ekonomi perempuan pekerja seks. Berdasarkan tarif yang ada

Perempuan Pekerja seks dapat memenuhi kebutuhannya baik untuk memenuhi sandang pangan,


(45)

Bagan Alur Pikir

PEREMPUAN PEDULI PEDILA MEDAN (P3M)

PEREMPUAN PEKERJA SEKS (PPS) di Lokalisasi Losmen

SERASI BARU Medan

SOSIAL EKONOMI

Pendapatan  

Perumahan  

Pendidikan Pangan Kesehatan Sandang Interaksi  


(46)

2.8 Definisi Konsep

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai

peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan

mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama.

Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara

mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah

pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:23).

Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa untuk

mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti oleh peneliti. Peneliti berupaya menggiring

para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan

dimaksudkan oleh sipeneliti, jadi definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu

konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136 &138).

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah :

a. Kehidupan sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara

sosial maupun ekonomi dan menempatkan seseorang pada kondisi tertentu dalam struktur

sosial masyarakat disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi

oleh sipembawa status sosial tersebut yang tediri dari kombinasi pendapatan,

pendidikan,kesehatan, perumahan, dan konsumsi :

b. Perempuan Pekerja Seks (PPS) yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah

peristiwa penjualan diri perempuan dengan jalan memperjual-belikan badan, kehormatan

dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seksnya dengan


(47)

c. Pendampingan yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah suatu strategi yang biasa

diaplikasikan oleh pemerintah dan lembaga non profit dalam upaya meningkatkan mutu

dan kualitas dari sumber daya manusia, sehingga mampu mengindentifikasikan dirinya

sebagai bagian dari permasalahan yang dialami dan berupaya untuk mencari alternatif

pemecahan masalah yang dihadapi

d. Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah

tempat dimana peneliti mengumpulkan data dan melakukan penilitian.

2.9 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang

lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki

rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian

dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang mengambarkan tentang apa

yang harus diamati (Silalahi,2009:120).

Defenisi operasional sering disebut sebagai proses opersasionalisasi konsep, yang berarti

menjadi konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep sudah bersifat dinamis,

maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam

bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum

dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian,2011:141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional mengenai Tinjauan Kehidupan Sosial

Ekonomi Perempuan Pekerja Seks Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan dapat diukur


(48)

a. Penghasilan

b. Pemenuhan kebutuhan

c. Jumlah yang ditanggung

d. Tabungan

2. Perumahan

a. Tersedianya sistem pengadaan air

b. Adanya sistem pembuangan

c. Adanya ventilasi

d. Luas rumah

e. Bangunan rumah

3. Pendidikan

a. Tingkat pendidikan anak

b. Jumlah anak yang sekolah

4. Pangan

a. Jenis makanan yang dikonsumsi

b. Unsur gizi pembangunan sel-sel jaringan yaitu protein, mineral, vitamin dan air

c. Unsur gizi pengatur pekerjaan jaringan tubuh kita yaitu vitamin dan mineral.

5. Kesehatan

a. Kemampuan untuk membeli obat-obatan

b. Kemampuan berobat ke rumah sakit

c. Kemampuan berobat ke puskesmas


(49)

a. Jenis Pakaian yang di pakai

b. Berapa kali dalam setahun membeli pakaian

7. Interaksi sosial

a. Komunikasi dengan anak

b. Komunikasi dengan keluarga

c. Komunikasi dengan tetangga


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang

memberikan gambaran secara sistematis mengenai kondisi sesungguhnya dari obyek yang

diteliti. Metode penelitian deskriptif adalah salah satu metode penelitan yang banyak digunakan

pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kejadian (Sugiyono, 2011: 8)

Penelitian desktiptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau

menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur

ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual”. Melalui penelitian deskriptif ini, penulis ingin

menggambarkan bagaimana kehidupan sosial ekonomi Perempuan Pekerja Seks (PPS)

dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) dilokalisasi losmen Serasi Baru.

3.2 Pendekatan Penelitian dan Kedudukan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi

yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti

membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan

responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswel, 2008: 15). Dikemukakan

bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif


(51)

Menurut Strauss (2007:11-13), penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan

prosedur-prosedur statistik atau cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).

Menurut Taylor dan Renenr (2013:21-22), penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang yang

diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang

ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat dan

atau organisasi tertentu dalam setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh,

komprehensif dan holistik.

Menurut Kirk dan Millir (2006: 9), istilah penelitian kualitatif pada mulanya bersumber

pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Pengamatan

kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu

dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam

penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Peneliti sebagai alat penelitian, artinya

peneliti sebagai alat utama pengumpul data yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan

pengamatan dan wawancara. Oleh karena itu, peeliti harus memiliki bekal teori dan wawasan

yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih

jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna da terikat nilai. Penelitian kualitatif

digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk

memahami interkasi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan


(52)

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Losmen Serasi Baru Medan yang berada di Jalan Rupat No. 50

gang Buntu Medan timur 20213. Alasan penulis memilih Losmen Serasi Baru sebagai lokasi

penelitian karena Losmen Serasi Baru merupakan salah satu losmen/hotel dampingan dari

Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M).

3.4 Unit Analisis dan Informan 3.4.1 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek

penelitian. Dalam pengertian yang lain, Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan

dengan fokus/ komponen yang diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan

reabilitas penelitian dapat terjaga (Notoatmojo, 2005: 34).

3.4.2 Informan

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informas tentang

situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong 2000 : 97). Informan merupakan orang

yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat 2

jenis informan kunci yang nantinya akan membantu memberikan data dan informasi, data,

ataupun fakta dari objek penelitian yang akan dilakukan yakni informan kunci dan informan

utama.

e. Informan kunci

Informan kunci ialah orang-orang yang sangat memahami permasalahan yang


(1)

Penuturan Informan LN ;

“Kakak selalu berusaha terlihat sebagai Ibu rumah tangga yang normal,baik-baik. Suami kakak kerjanya gak tetap, mocok-mocok. Kadang jadi kuli bangunan, jadi buruh lepas harian. Makanya gaji kecil dek, gak cukup. Suami gak ada tuh melarang, kana bang itu juga taunya kakak diluar kerja tambahannya jadi tukang cuci di komplek perumahan dekat rumah itu.”

Penuturan Informan ST ;

“Yah, semua ini kakak lakukan supaya anak kakak gak harus putus sekolah. Kakak memang kurang dekat sama mereka, kakak belum bisa jadi ibu yang sempurna tapi secukupnya ajalah kakak buat,perhatian seperti ibu biasa gak terlalu memanjakan anak.”

“Yaa, kalau masalah dengan tetangga kakak masih normal lah, biasa aja, kalau jumpa saling tegur, tapi kalau ikut wiritan, enggak lah dek, apalagi kalau aktif gak lah. Paling kalau ada yang pesta, nikah, atau melayat kakak baru datang.”

Penuturan Informan DB :

“Biasa aja dek, kakak buat ajanya kakak seolah-olah gak ada apa-apa. Gak mau juga kakak terlalu dekat sama tetangga, bergosip aja nanti. Nanti aku pula yang kena lagi. Selama masih ada yang bisa kaka ikuti, kakak ikut.Kakak harus pandai menutupilah”


(2)

BAB VI PENUTUP

6.1.1 Kesimpulan dan Saran 6.1.2 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Prostitusi merupakan masalah struktural, dimana banyaknya wanita yang memilih terjun prostitusi ini adalah karena mesalah kemiskinan yang belum kunjung ditemukan jalan keluarnya, akibat kebijakan yang tidak memihak terhadap kaum miskin.

2. Sosial ekonomi para keluarga perempuan pekerja seks adalah umumnya berada pada garis menengah kebawah. Hal ini jugalah yang memicu mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. 3. Para perempuan pekerja seks bukanlah hasil pilihan pribadi ataupun berkaitan dengan

moralnya, namun keberadaan perempuan pada dunia pelacuran merupakan korban dari himpitan ekonomi yang membuat mereka terjun keindusri seks.


(3)

6.1.3 Saran

1. Pemerintah diharapkan semakin memandang masalah prostitusi ini sebagai masalah struktural, dimana dengan demikian pemerintah dapat lebih mencanangkan program-program yang pro rakyat kecil serta memperhatikan lembaga-lembaga mandiri yang menangani masalah sosial ini agar semakin berkembang dan dapat merangkul lebih banyak para perempuan pekerja seks.

2. Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) sebagai lembaga tempat berlindungnya para perempuan pekerja seks agar melakukan upaya dukungan psikososial secara preventif tiap individu agar secara perlahan meninggalkan profesinya dan bekerja mandiri lewat pelatihan-pelatihan yang telah diajarkan selama berada dalam perlindungan P3M serta agar dicanangkannya kegiatan rohani untuk mendekati para perempuan pekerja seks agar semakin berfikir terbuka dalam mencari kehidupan yang lebih layak.

3. Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan pelatihan serta program kesehatan yang dilakukan oleh lembaga agar terus ditingkatkan sehingga perempuan pekerja seks tidak terjangkit dengan penyakit-penyakit menular seks.

 

 


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi,Hasan dkk . 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka A.Supratiknya .1995.”Tinjauan Psikologis, Komunikasi Antarpribadi, Jakarta .  

Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta :Mutiara Sumber Widya. Departemen Tenaga Kerja RI. 1995. Perencanaan Tenaga Kerja Nasional.

Kartini, Kartono. 2005. “Patologi Sosial”. Jakarta :Erlangga

Iqbal, Mohammad. 1994. “Wanita Kepala Rumah Tangga dan Kemiskinan”. Dalam Kompas. Kamis, 7 Juli, No. 10, Tahun ke-30, hlm 4, kol.5-9.

Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan . (2001). Planet Kita Kesehatan Kita. Kusnanto H . Yogyakarta :Gajah Mada University Press, p. 279.

Koentjaraningrat. 1990.Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Pustaka Jaya Koentjaraningrat. 1981. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Koentjaraningrat. 1989. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat.2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

MoleongLexy J. 2006.Metode penelitian kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Mukono HJ.2000. “Prinsip dasar Kesehatan Lingkungan” . Surabaya : Airlangga University Press,

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sanropie D. 1992. Pedoman Bidang Studi Perencanaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.


(5)

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama

Suparno Sastra M. dan Endi Marlina,2006. “Perencanaan dan Pengembangan Perumahan”. Jakarta. Nusa Baru Ilmu

Soedjono D,1977, “Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan Dalam Masyarakat”. Bandung. Karya Nusantara.

Tjahyo Purnomo dan Ashadi Siregar.1985 “Dolly Membelah Dunia Pelacuran Surabaya”. Grafitti.Surabaya

Kajian Terdahulu

Dhani Prajuritno. 2012, “ Interaksi Sosial Pekerja Seks Komersial dengan Masyarakat Setempat di Lokalisasi Gang Sadar Kawasan Wisata Baturraden Kabupaten Banyumas.” Universitas Negeri Semarang

Jajuli. 2010. “ Motivasi dan Dampak Psikologis Pekerja Seks Komersial.” Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Sakinatul, 2011. “Studi Kehidupan Ekonomis Pekerja Seks Pelajar (Studi Kasus Pelajar di Kota Malang.” Universitas Negeri Malang

Undang-Undang :

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman

Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.


(6)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,

Undang-undang No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 Tentang Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Sumber Internet :

http://annaregina25.blogspot.com/2013/06/kualitas-hidup.html diakses tanggal 1 Juni pukul 21.00 Wib.

http://kamuspsikososial.wordpress.com-/tag/definisi-pendampingan,diakses tanggal 25 Mei 2014 pukul 17.00 Wib