Peranan Perempuan Peduli Pedila Medan Dalam Mendampingi Pekerja Seks Komersial Di Losmen Sinabung Medan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Hull, Terence H. 1997. Pelacuran di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan The Ford Foundation.

Hurlock, Elizabeth. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Kartini,Kartono. 2005. Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Koentjoro. 2004. On The Spot, Tutur dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Cv.Qalam. Meleong. Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Mudjijono. 2005. Sarkem: Reproduksi Sosial Pelacuran /UGM. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Sarwono, Dr.Sarlito. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sedyaningsih, Endang R. 2010. Perempuan-perempuan Kramat Tunggak. Jakarta: Gramedia Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Surtiretna,Nina. 2001. Bimbingan Seks bagi Remaja. Bandung: Rosda Karya Orientasi.

Wibhawa, Budhi. Santoso T. Raharjo, Meilany Budiarti. 2010. Dasar-dasar Pekerjaan Sosial. Bandung : Widya Padjadjaran

Sumber Internet

http://p3medan.blogspot.com/

(http/www.kabar3.com/news/2014/03/kekerasan-seksual-mencapai-279769-kasus, Diakses tanggal 30 april 2014 pukul 23.00).


(2)

(sumber;http//id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2165744-defenisi-peran-atau-peranan). Di akses tanggal 29 April 2014 pukul 22.30 WIB).

(sumber http//id.wikipedia.org/wiki/proses, diakses tanggal 23 April 2014 pukul 19.00 WIB). (sumber;http//hukum.ud.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/jurnal-lalu-Muhammad-wahyu pdf, diakses tanggal 23 April 2014 pukul 19.30 WIB).

(Sumbe tanggal 21 Mei 2014 pukul 15:42)


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yag dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang ingin diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur – unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian,2011:52). Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang Peranan lembaga swadaya masyarakat P3M dalam mendampingi PSK di Losmen Sinabung.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Losmen Sinabung, lokasi Losmen Sinabung ini terletak di Jalan. Rupat No. 55 Kecamatan Medan Area, Kota Madya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Adapun alasan peneliti melakukan penelitiaan di lokasi ini adalah karena Losmen Sinabung ini merupakan salah satu dampingan P3M dan lokalisasi ini sering di kunjungi oleh masyarakat kalangan ekonomi lemah.


(4)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang akan diteliti (Soehartono, 2008: 57). Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh psk yang ada di Losmen Sinabung dan merupakan dampingan P3M yaitu sebanyak 24 orang.

Apabila subjek kurang dari 100, lebih baik sampel diambil semua sehingga penelitian populasi. Penelitian ini termasuk penelitian populasi karena dalam penelitian ini populasi adalah sampel (N=n) yaitu berjumlah 24 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, surat kabar, serta tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti

b. Studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian lapangan ini digunakan beberapa metode, yakni :

1. Observasi yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.


(5)

2. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh. 3. Kuesioner dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tambahan dan data yang

relevan dari informasi yang telah penulis dapatkan dari wawancara, hal ini dilakukan melalui daftar pertanyaan yang diajukan.

3.5. Teknik Analisa Data

Analisis data dalah proses menjadikan data memberikan pesan kepada pembaca. Analisis data menjadikan data tersebut mengeluarkan maknanya sehingga para pembaca tidak hanya mengetahui data itu, melainkan juga mengetahui apa yang ada dibalik itu. Analisis data merupakan tahap pengumpulan data dan informasi, penyederhanaan data kemudian data dianalisis sampai kepada kesimpulan. Kemudian data yang disajikan berupa kesimpulan data yang sudah dianalisis.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif. Melalui teknik analisis ini data hasil penelitian disusun, diklasifikasikan menjadi bentuk frekuensi, yang setelah itu diinterprestasikan. Dengan demikian diperoleh gambaran sebenarnya mengenai Peranan P3M dalam mendampingi PSK di Losmen Sinabung Medan.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN


(6)

Perdagangan dalam tubuh perempuan merupakan bisnis global terlaris dan mengalami pertumbuhan yang cepat. Industri ini dapat menghasilkan lebih dari enam miliar dolar setiap tahun. PBB memperkirakan bahwa sekitar empat juta perempuan diperdagangkan sebagai budak seks. Atman dalam bukunya Global Sex (2007) menunjukkan bagaimana hasrat dan kesenangan atas tubuh perempuan dan anak dibingkai, dibentuk, diperdagangkan dan dikomodifikasikan melalui jejaring politikekonomi global, khususnya dikaitkan dengan turisme internasional.

Memenuhi kebutuhan industri seks ini berbagai cara digunakan agar perempuan dan anak masuk kedalamnya, antara lain melalui penipuan dan bujuk rayu, penculikan dan penyekapan yang diikuti dengan ancaman kekerasan, membujuk keluarga (orang tua, suami) menjual anak/isri mereka. Hal yang paling mengkhawatirkan dan berbahaya dari industri "perdagangan tubuh perempuan" adalah menciptakan situasi yang mendorong masyarakat mentoleransi terhadap ‘kepentingan laki‐laki” dengan membangun persepsi dan citra bahwa perdagangan seks dengan melacurkan perempuan (dan anakanak) merupakan bisnis ‘bersih’ dengan menyebutnya sebagai pilihan karier yang sah untuk "pekerja seks." Tetapi faktanya, hanya laki‐laki yan diuntungkan dalam bisnis ini, karena laki‐laki yang mengatur semuanya dari hubungan kekuasaan, membuat permintaan dan memperoleh eksploitatif seksual "jasa" dari perempuan. Industri seks ini juga berdampak besar pada meningkatnya kasus HIV pada kelompok perempuan, khususnya perempuan yang terjebak dalam industri seks ini. Kondisi ini semakin menempatkan perempuan yang dilacurkan mendapat beban ganda stigma, selain dituding perempuan tidak bermoral diperberat dengan status HIV‐nya.

Kondisi inilah yang mendorong berdirinya Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan, Pedila artinya adalah Perempuan yang dilacurkan yang kemudian disingkat dengan P3M. P3M berdiri pada tanggal 21 April 2012 yang diinisiasi oleh 3 (tiga) orang, satu ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS dan 2 OHIDHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV/AIDS).


(7)

P3M memandang bahwa kehadiran wanita PSK bukanlah hasil pilihan pribadi ataupun berkaitan dengan moral seseorang, namun keberadaan perempuan pada dunia pelacuran merupakan korban dari industri seks yang membutuhkan tubuh perempuan dan anak sebagai barang yang didagangkan.

4.2 Visi dan Misi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan 4.2.1 Visi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan

Terwujudnya penegakan hak asasi manusia pada PSK wanita di Sumatera Utara pada umumnya dan kota Medan pada khususnya.

4.2.2 Misi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan

1. Melakukan upaya dukungan psikososial kepada perempuan yang dilacurkan.

2. Melakukan edukasi HIV dan AIDS kepada perempuan yang dilacurkan ataupun PSK lainnya untuk mencegah infeksi baru pada kelompok ini.

3. Melakukan edukasi HIV dan AIDS kepada masyarakat dalam upaya menghapus stigma dan diskriminasi.

4. Melakukan gerakan sosial dalam upaya menyelamatkan perempuan dan anak dari HIV.

4.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi di P3M digambarkan sebagai berikut:

Bagan Struktur Organisasi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan DIREKTUR

( Koordinator Program )

SEKRETARIS


(8)

Sumber : data primer P3M

Direktur/Koordinator : Wilda R.Wakkary ( 081807779147/082161736449 ) Bendahara : Eva Dewi Sipayung ( 081360757670 )

Sekretaris : Musa ( 081397664662 )

Staff/ Volunteer : - Firman ( 0878468558 ), Yosef Manalu ( 082367762134 )

4.4 Pola Pendanaan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan

Adapun sumber dana lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan sebagai berikut : 1. Yayasan Spiritia : April 2012 s/d Februari 2013

2. Komunitas Gereja : Januari 2013

3. Global Fund : Juni 2013 s/d sekarang

Ketika awal berdiri April 2012 P3M memperoleh dana dari Yayasan Spiritia. Dukungan dana yang diberikan Yayasan Spiritia kepada P3M berupa sumbangan materi untuk lost meeting. Dan mulai Januari 2013, P3M kembali mendapat dukungan dana dari komunitas gereja, juga dari beberapa volunteer asing. Namun, Yayasan Spiritia hanya mendukung pendanaan P3M hingga Februari 2013.

Pada Juni 2013, P3M juga mendapat dukungan dana dari Global Fund. Dana dari Global Fund ialah dana dari beberapa negara di luar negeri yang diberikan kepada pemerintah Indonesia. Kemudian pemerintah Indonesia bekerja sama dengan berbagai LSM yang ada di


(9)

Indonesia, dan P3M salah satunya. Dan Global Fund adalah donatur tetap P3M sampai sekarang.

4.5 Wilayah Jangkauan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan

Sampai saat ini ada 38 wilayah jangkauan lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan, yaitu sebagai berikut :

1. Hotel Duta Petisah, Jln. Nibung Utama 2. Hotel Sibayak, Jln Nibung Raya 3. Jalan Iskandar Muda

4. Jalan Gajah Mada 5. Jalan Sei Wampu

6. Hotel Rakasih Jln Sei Wampu 7. Hotel Limbo Jln Gatot Subroto 8. Warung Anggi, Jln Gatot Subroto 9. Spa Vita Jln. S.Parman

10. Spa Inna Delli

11. Massage Permata Griya 12. Oukup Kaban Dua Senina 13. Oukup 148

14. Oukup Budi 15. Losmen Tapanuli 16. Losmen Persaudaraan 17. Losmen Tiara Sambu 18. Losmen Sinabung Sambu 19. Losmen Cibulan Sambu


(10)

20. Losmen Serasi Baru Sambu 21. Losmen Simanda Sambu 22. Losmen Putri Sambu 23. Losmen Belinun Jaya

24. Café Andy Jalan Sulawesi Belawan 25. Tembok ( Rel K.Api ) Belawan 26. Warkop Abel Taman Jln Gajah Mada 27. Jln.Gatot Subroto

28. Salon Nirwana Jln Biduk 29. Café Mami Marelan

30. Café Pakpung Jln.Yos Sudarso 31. Aksara Plaza

32. Café Toshiko Jl.Nibung 2 33. Café Vega Jl.Nibung 2

34. Warung Mie Aceh Simpang Barat 35. Café Ratu Jl. Ngumban Surbakti

36. Jln. Setia Budi Ujung Simpang Selayang 37. Istana Hotel Jl. Juanda

38. Dina mala jl.pelaju 39. Spa permata griya 40. Spa de’city griya

41. Kusuk tradisional jl.kediri

4.6 Nilai-Nilai Prinsip Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan


(11)

1. Kekeluargaan

Dalam menjalankan perannya sebagai lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap PSK, P3M selalu menganggap bahwa pekerja seks itu ada saudara mereka sendiri yang harus ditolong hidupnya agar dapat menjalankan fungsi sosialnya kembali.

2. Keterbukaan/ jujur

P3M bersikap bijak, rendah hati, adil, menerima pendapat orang lain dan tidak menganggap PSK tersebut selalu ada dibawahnya.

3. Anti Kekerasan

Perempuan Peduli Pedila Medan dalam menjalankan perannya anti dengan tindak kekerasan. P3M menyelesaikan masalah kliennya si PSK yaitu dengan cara pendekatan dari hati ke hati dan tidak dengan kekerasan fisik ataupun mental.

4.7 Fasilitas-Fasilitas Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan

Adapun fasilitas-fasilitas yang ada di lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan adalah :

1. Rumah Singgah : P3M menyediakan rumah singgah bagi PSK yang yang ingin berhenti bekerja sebagai pekerja seks tetapi tidak memiliki tempat untuk tinggal.

2. Kamar Tidur : P3M menyediakan 3 kamar tidur. Kamar tidur ini digunakan untuk staff yang tinggal dilembaga dan juga untuk pekerja seks yang tinggal di P3M.

3. Perpustakaan : P3M juga memiliki perpustakaan mini. Buku yang ada di perpustakaan ini juga beragam mulai dari buku tentang PSK, HIV/AIDS, Infeksi Penyakit Menular,dan lain-lain.


(12)

4. Dapur : di P3M terdapat 1 dapur. Pada umumnya, dapur ini digunakan para staff /PSK untuk memasak juga membuat aneka ragam jenis makanan/minuman yang akan dijual sebagai kreasi dari PSK.

5. Ruang tamu : terdapat 1 ruang tamu di P3M. Ruang tamu ini biasanya digunakan untuk meeting, berdiskusi, melakukan kebaktian, dan lain-lain.

4.8 Program-Program Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan

Adapun beberapa program pendampingan yang dilakukan oleh P3M adalah : 1. Outreach Kondom

Kegiatan penyuluhan atau sosialisasi kelompok yang di berikan kepada para PSK dengan target memberikan pengetahuan seberapa pentingnya penggunaan kondom dalam berhubungan seks dan mereka diberitahu resiko apabila mereka tidak menggunakan kondom. Penyuluhan ini dilakukan bertujuan untuk menekan jumlah PSK yang terkena virus HIV AIDS dan penyakit menular lain seperti IMS .

2. Pelayanan Klinik VCT ( Voluntary Counseling and Testing )

VCT berintregrasi dengan pelayanan kesehatan dan mempunyai hubungan dengan pelayanan perawatan dan dukungan lain. Pelayanan mandiri dikelola oleh P3M dan menjadikan VCT sebagai kegiatannya utamanya. Keberhasilan pelayanan didukung oleh publikasi, pemahaman masyarakat akan VCT, mobile VCT, dan upaya untuk mengurangi stigma berkaitan dengan HIV. VCT terintegrasi pada pelayanan kesehatan (Infeksi Menular Seksual, Terapi Tuberkulosa, pelayanan kesehatan masyarakat, dan rumah sakit). Pelayanan VCT dapat terintegrasi pada pelayanan kesehatan yang telah ada. Dalam pendekatan ini, P3M mengintregasikan layanan pada program IMS, TB, Puskesmas dan rumah sakit. VCT yang terrintegrasi pada pelayanan penjangkauan lapangan atau program BCI (BCC- Seksual & HR Program) Bagi mereka yang sudah mendapatkan program BCI


(13)

atau terjangkau oleh program lapangan dipromosikan untuk mengikuti pelayanan VCT. Salah satu variasi pendekatan ini adalah konselor bekerjasama dengan petugas lapangan untuk membantu kelompok memperoleh akses lebih dekat.

3. Konseling Trauma Seksual CBT

Konseling trauma seksual adalah jenis kegiatan dalam upaya membantu para PSK melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan klein agar klein dapat memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.

4. Pemberian Pelatihan Keterampilan

Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yangmenggmabarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhikebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi. Program pelatihan yag dilaksanakan oleh P3M adalah keterampilan menjahit dan bordir. Hal ini sangat bermanfaat mengingat kebutuhan mereka yang cukup besar.

4.9 Hubungan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan dengan Lembaga Lain

Adapun hubungan yang dijalin P3M dengan instansti pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat ialah dengan :

1. LSM yang menangani bidang HIV/AIDS di kota Medan seperti Medan Plus, KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Provinsi sumatera Utara/Kota Medan.


(14)

2. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). 3. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara/Kota Medan. 4. Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI).

5. Ikatan Perempuan Positif Seluruh Indonesia (IPPSI).

BAB V ANALISIS DATA

Analisis data adalah proses menjadikan data memberikan pesan kepada pembaca. Analisis data menjadikan data tersebut mengeluarkan maknanya sehingga para pembaca tidak hanya mengetahui data itu, melainkan juga mengetahui apa yang ada dibalik itu. Analisis data merupakan tahap pengumpulan data dan informasi, penyederhanaan data kemudian data


(15)

dianalisis sampai kepada kesimpulan. Kemudian data yang disajikan berupa kesimpulan data yang sudah dianalisis.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif. Melalui teknik analisis ini data hasil penelitian disusun, diklasifikasikan menjadi bentuk frekuensi, yang setelah itu diinterprestasikan. Sehingga diperoleh gambaran sebenarnya mengenai Peranan Perempuan Peduli Pedila Medan Dalam Mendampingi Pekerja Seks Komersial di Losmen Sinabung Medan.

Untuk melihat Peranan Perempuan Peduli Pedila Medan Dalam Mendampingi Pekerja Seks Komersial di Losmen Sinabung Medan, maka digunakan 24 angket sebagai acuan perolehan data dengan sistem kuesioner kepada responden PSK di Losmen Sinabung Medan.

5.1. Data Profil Responden

Untuk mengenali responden, peneliti menggunakan kuesioner yang juga berisi esay profil untuk di isi oleh responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang didapat dengan menggunakan kuesioner, maka dapat diperoleh karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, dan suku. Untuk lebih jelasnya akan disajikan kedalam tabel-tabel data hasil penelitian berikut.


(16)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai jenis kelamin, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% adalah berjenis kelamin perempuan.

5.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia

Tabel 5.1.

Distribusi Responden Berdasarkan Usia No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

15-20 Tahun

21-25 Tahun

26-30 Tahun

31-35 Tahun

12

7

3

2

50,00

29,16

12,50

8,34

Jumlah 24 100,00

Sumber : Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan tabel 5.1. diketahui usia responden bervariasi dari usia muda 15 tahun hingga usia tertua 35 tahun. Sebanyak 12 responden (50%) berada pada rentang usia 15 sampai dengan 20 tahun, sebanyak 7 (29,16%) responden berada pada rentang usia 21 sampai dengan 25 tahun, sebanyak 3 responden (12,50%) berada pada rentang usia 26 sampai dengan 30 tahun, dan sebanyak 2 responden (8,34%) berada pada rentang usia 31 sampai dengan 35 tahun.

5.1.3. Karakteristik Berdasarkan Agama

Tabel 5.2.


(17)

No. Kategori Frekuensi ( F ) Persentase (%) 1.

2.

Kristen Protestan

Islam

5

19

20,83 %

79,17 %

Jumlah 24 100 %

Sumber : Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.2. dapat diketahui data responden berdasarkan agama, dalam penelitian ini tidak ada batasan agama tertentu yang dijadikan sebagai responden. Pada tabel 5.2 mayoritas responden menganut agama Islam yang mana sebanyak 19 responden (79,17%) dan 5 responden (20,83%) menganut agama Kristen Protestan.

5.1.4. Karakteristik Berdasarkan Suku Bangsa Tabel 5.3.

Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa No. Kategori Frekuensi ( F ) Persentase (%)

1.

2.

3.

Jawa

Batak Toba

Batak Mandailing

10

5

9

41,66 %

20,83 %

37,50 %

Jumlah 24 100%


(18)

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.3. dapat diketahui data responden berdasarkan suku. PSK di Losmen Sinabung mayoritas bersuku Jawa yaitu sebanyak 10 responden (41,66%). Sebanyak 5 responden (20,83%) bersuku Batak Toba, dan 9 responden (37,50%) bersuku Batak Mandailing.

5.1.5. Karaketristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 5.4.

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Kategori Frekuensi ( F ) Persentase ( % )

1.

2.

3.

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

7

15

2

29,16 %

62,50 %

8,33 %

Jumlah 24 100%


(19)

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar individu untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, bagaimana tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang juga turut menentukan. Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.4. dapat diketahui tingkat pendidikan formal terakhir responden. Dari 24 responden, sebanyak 7 responden (29,16%) hanya menamatkan pendidikannya hanya sampai jenjang SD. Sebanyak 2 responden (8,33%) menamatkan pendidikannya sampai jenjang SMA. Dan mayoritas responden sebanyak 15 responden (62,50%) menamatkan pendidikannya sampai jenjang SMP. Salah satu faktor yang menyebabkan PSK di Losmen Sinabung ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah adalah faktor ekonomi. Ketidakmampuan ekonomi ini membuat mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

5.2. Outrech Kondom 5.2.1. Penyuluhan

Kegiatan penyuluhan atau sosialisasi kelompok yang di berikan kepada para PSK dengan target memberikan pengetahuan seberapa pentingnya penggunaan kondom dalam berhubungan seks dan mereka diberitahu resiko apabila mereka tidak menggunakan kondom. Penyuluhan ini dilakukan bertujuan untuk menekan jumlah PSK yang terkena virus HIV AIDS dan penyakit menular lain seperti IMS.

5.2.1.1. Frekuensi Penyuluhan

Tabel 5.5.

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penyuluhan No. Kategori Frekuensi ( F ) Persentase ( % )


(20)

1. 2. 2 x 4 x 4 20 16,6 % 83,4 %

Jumlah 24 100 %

Sumber : Data Primer, Juli 2014

Penyuluhan merupakan program wajib yang dilaksanakan oleh P3M. Jadwal penyuluhan ini telah ditetapkan oleh P3M yaitu 4x dalam sebulan. Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.5. mengenai frekuensi penyuluhan, dapat diketahui bahwa sebanyak 20 responden (83,4%) diberikan penyuluhan oleh P3M sebanyak 4x dalam sebulan. Para responden beranggapan bahwa penyuluhan itu penting, semakin sering mereka mengikuti penyuluhan maka semakin banyaklah informasi yang mereka dapatkan. Sebanyak 4 responden mendapatkan penyuluhan dari P3M sebanyak 2x. Para responden ini beranggapan bahwa mereka dapat menjaga kesehatan mereka sendiri tanpa mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh P3M, terkadang mereka lebih mementingkan tamu atau konsumen mereka daripada mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilakukan P3M.

5.2.1.2. Materi Penyuluhan

Tabel 5.6.

Distribusi Responden Berdasarkan Materi Penyuluhan No. Kategori Frekuensi ( F ) Persentase ( % )

1. 2. 3. HIV/AIDS IMS (InfeksiMenular Seks) Seks Bebas 12 10 2 50,00 % 41,66 % 8,34 %


(21)

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.6. diketahui distribusi responden mengenai materi penyuluhan. Sebanyak 50% responden memilih HIV/AIDS sebagai materi yang paling menyenangkan. Karena menurut mereka, pekerjaan mereka sebagai PSK sangat rentan dengan HIV/AIDS sehingga mereka merasa perlu mengetahui banyak tentang HIV/AIDS. Sementara itu, sebanyak 10 responden (41,66%) memilih IMS sebagai materi yang mereka senangi, dan sebanyak 2 responden (8,34%) memilih materi seks bebas.

5.2.1.3. Penyampaian Materi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M

Materi penyuluhan yang diberikan oleh P3M beragam, mulai dari HIV/AIDS, Infeksi Menular Seks (IMS), Seks bebas, dan lain-lain. Materi penyuluhan disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan oleh PSK itu sendiri. Berdasarkan penellitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai penyampaian materipenyuluhan yang diberikan oleh P3M, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa P3M menyampaikan materi penyuluhan dengan menyenangkan. Karena penyampaian materi penyuluhan menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti oleh responden. Terkadang P3M juga sering menyelipkan lelucon-lelucon dalam menyampaikan materi penyuluhan sehingga responden merasa tidak kaku dan nyaman untuk mengikuti kegiatan penyuluhan.

5.2.1.4. Tingkat Kepuasan Responden Dalam Penyampaian Materi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M


(22)

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Responden Dalam Penyampaian Materi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

Puas Tidak Puas

19 5

79,16 % 20,84 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7. diketahui distribusi responden mengenai tingkat kepuasan responden terhadap penyampaian informasi penyuluhan yang diberikan oleh P3M. Mayoritas responden yaitu sebanyak 19 responden (79,16%) merasa puas dengan penyampaian informasi penyuluhan yang diberikan oleh P3M. Hal ini dikarenakan, P3M menyampaikan informasi penyuluhan dengan menarik, seperti slide presentasi yang berwarna dan menampilkan banyak gambar-gambar sehingga para responden mudah mengerti materi penyuluhan yang diberikan oleh P3M. Sebanyak 5 responden (20,18%) merasa tidak puas dengan penyampian informasi penyuluhan yang diberikan oleh P3M. Alasannya, mereka kurang mengerti materi penyuluhan yang diberikan oleh P3M.

5.2.1.5. Pemberian Kesempatan Bertanya Mengenai Materi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M Kepada Responden

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai pemberian kesempatan bertanya mengenai materi penyuluhan yang diberikan oleh P3M kepada responden, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa setelah selesai pemberian materi penyuluhan, P3M memberikan kesempatan untuk bertanya kepada


(23)

responden. Para responden yang kurang mengerti akan materi penyuluhan yang diberikan oleh P3M dapat bertanya kepada pemateri.

5.2.2. Pembagian Kondom

5.2.2.1. Jumlah Kondom Yang Diberikan Oleh P3M Tabel 5.8.

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kondom Yang Diberikan Oleh P3M No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2. 3.

10 Buah 20 Buah 30 Buah

4 5 15

16,66% 20,84% 62,50%

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8. diketahui distribusi responden mengenai jumlah kondom yang diberikan oleh P3M, dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden yaitu sebanyak 15 responden (62,50%) diberikan 30 buah kondom dalam sebulan. Hal ini dikarenakan, P3M memberikan jatah kepada setiap PSK di Losmen Sinabung sebanyak 30 buah kondom dalam sebulan. Sebanyak 5 responden (20,84%) menyatakan mendapatkan 20 buah kondom dalam sebulan, sedangkan 4 responden (16,66%) hanya mendapatkan 10 buah kondom dalam sebulan. Perbedaan jumlah kondom yang didapatkan setiap responden ini diakibatkan karena perbedaan jumlah pelanggan yang datang setiap


(24)

bulannya. Jadi, responden yang masih memiliki stock kondom di bulan sebelumnya, hanya mendapatkan 10 atau 20 buah kondom saja.

5.2.2.2. Frekuensi Pembagian Kondom

Tabel 5.9.

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pembagian Kondom No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

2x 4x

7 17

29,16 % 70,84%

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9. dapat diketahui distribusi responden mengenai frekuensi pembagian kondom dalam sebulan. Sebanyak 17 responden (70,84 %) memilih frekuensi penyuluhan sebanyak 4x dalam sebulan. Hal ini dikarenakan, memang sudah menjadi aturan dari P3M kepada PSK yang menjadi dampingannya. Sebanyak 7 responden (29,16 %) menyatakan 2x pembagian kondom dalam sebulan. Alasannya, karena responden masih memiliki stock kondom bulan sebelumnya. Jika kondom yang dibagikan oleh P3M habis sebelum waktunya para responden dapat meminta kepada koordinator PSK Losmen Sinabung (kak wati), karena P3M sudah menitipkan stock kondom kepada koordinator PSK Losmen Sinabung.


(25)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai merk kondom yang dibagikan, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa merk kondom yang dibagikan adalah merk Sutra. Hal ini dikarenakan, merk kondom yang dibagikan kepada responden di Losmen Sinabung adalah kondom yang berasal dari KPA (Komisi Perlindungan Aids) yang disalurkan kepada lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang prostitusi atau pelacuran. Selain itu, kondom merk Sutra sudah teruji kualitasnya.

5.2.2.4. Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Jumlah Kondom Yang Dibagikan Oleh P3M

Tabel 5.10.

Distribusi Berdasarkan Tingkat Kepuasan Dengan Jumlah Kondom Yang Dibagikan Oleh P3M

No. Tingkat Kepuasan Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2.

Puas Tidak Puas

18 6

75 % 25 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10. diketahui distribusi responden mengenai kepuasan responden terhadap jumlah kondom yang dibagikan oleh P3M. Sebanyak 18 responden (75%) menyatakan puas dengan jumlah kondom yang dibagikan. Hal ini dikarenakan, jumlah kondom yang dibagikan sesuai dengan kebutuhan para responden yang ada di Losmen Sinabung, sedangkan 6 responden (25%) menyatakan tidak puas dengan


(26)

jumlah kondom yang dibagikan. Hal ini dikarenakan, jumlah kondom yang dibagikan tidak sesuai cukup untuk melayani tamu merekan yang datang.

5.2.2.5. Boleh Tidaknya Meminta Pertambahan Kondom Jika Stock Kondom Responden Habis

Tabel 5.11.

Distribusi Berdasarkan Boleh Tidaknya Meminta Pertambahan Kondom Jika Stock Kondom Responden Habis

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2.

Boleh Tidak Boleh

21 3

87,5 % 12,5 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11. diketahui distribusi responden mengenai boleh tidaknya responden meminta pertambahan kondom jika stock kondom responden habis. Mayoritas dari responden yaitu sebanyak 21 responden menyatakan boleh meminta tambahan kondom, apabila stock kondom yang dimilkinya habis. Alasan responden meminta tambahan kondom karena pelanggan yang datang melebihi jumlah kondom yang dibagikan. Sebanyak 3 responden tidak diperbolehkan meminta pertambahan kondom alasannya mereka telah di blacklist oleh P3M karena mereka menyalahgunakan (menjual kembali) kondom yang dibagikan.


(27)

5.2.2.6. Jumlah Pelicin Yang Dibagikan Oleh P3M Tabel 5.12.

Distribusi Berdasarkan Jumlah Pelicin Yang Dibagikan

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2.

2 Sachet 4 Sachet

5 19

20,84 % 79,16 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12. diketahui distribusi responden mengenai jumlah pelicin yang dibagikan oleh P3M. Pada dasarnya 1 sachet pelicin dapat digunakan untuk melayani tamu sebanyak 5-10 orang tergantung cara pemakaian. Sebanyak 19 responden (79,16 %) menyatakan bahwa pelicin yang dibagikan sebanyak 4 sachet untuk sebulan. Hal ini dikarenakan, P3M memberikan jatah kepada setiap PSK sebanyak 4 sachet pelicin dalam sebulan. Sebanyak 5 responden (20,84 %) menyatakan bahwa pelican yang dibagikan hanya 2 sachet dalam sebulan. Alasannya, karena stock pelicinnya yang dimiliki PSK masih ada.


(28)

5.2.2.7. Tingkat Kepuasan Terhadap Jumlah Pelicin Yang Dibagikan Tabel 5.13.

Distribusi Berdasarkan Tingkat Kepuasan Terhadap Jumlah Pelicin Yang Dibagikan No. Tingkat Kepuasan Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

Puas Tidak Puas

18 6

75 % 25 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13. diketahui distribusi responden mengenai tingkat kepuasan terhadap jumlah pelicin yang dibagikan. Mayoritas responden yang berjumlah 18 (75%) menyatakan bahwa mereka puas dengan jumlah pelicin yang diberikan oleh P3M karena jumlah pelicin yang dibagikan cukup dan sesuai dengan jumlah tamu mereka yang datang. Sebanyak 6 responden (25%) merasa tidak puas dengan jumlah pelicin yang diberikan oleh P3M. Hal ini dikarenakan, jumlah pelicin yang diberikan tidak sebanding dengan jumlah pelanggan yang datang.

5.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT) 5.3.1. Klinik VCT


(29)

5.3.1.1. Frekuensi Responden Mengunjungi Klinik VCT

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai respon responden mengunjungi klinik VCT, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa para responden mengunjungi klinik VCT sebanyak 3x dalam sebulan. Hal ini dikarenakan, memang jadwal yang diberikan oleh pihak klinik yang melakukan VCT adalah 2x dalam sebulan.

5.3.1.2. Jenis Pemeriksaan Klinik VCT Yang Diberikan Oleh P3M Tabel 5.14.

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pemeriksaan Klinik VCT Yang Diberikan No. Jenis Pemeriksaan Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

HIV/AIDS IMS

20 4

83,4 % 16,6 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14. diketahui distribusi responden mengenai jenis pemeriksaan VCT yang diberikan. Mayoritas responden yang berjumlah 20 (83,4%) menyatakan bahwa lebih memilih pemeriksaan HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan, jenis penyakit ini sangat berbahaya yang belum ada obatnya dan sangat rentanbagi PSK. Sebanyak 4 responden (16,6%) memilih melakukan pemeriksaan IMS, karena sebelumnya mereka mempunyai riwayat penyakit IMS, jadi ada rasa ketakutan pada diri mereka terkena penyakit itu lagi mengingat profesi mereka sangat beresiko terkena penyakit tersebut.


(30)

5.3.1.3. Sifat Kerahasiaan Hasil VCT Responden

Sesuai dengan kode etik, seorang dokter atau perawat wajib menjaga kerahasiaan dari hasil pemeriksaan setiap pasiennya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai sifat kerahasiaan hasil pemeriksaan VCT, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa setiap dokter atau perawat yang melakukan pemeriksaan VCT menjaga kerahasiaan dari hasil pemeriksaan.

5.3.1.4.Durasi Pemeriksaan VCT

Tabel 5.15.

Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pemeriksaan VCT No. Waktu Pemeriksaan Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

30 Menit 45 Menit

19 5

79,16 % 20,84 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.15. diketahui distribusi responden mengenai lama waktu pemeriksaan VCT. Mayoritas responden yang berjumlah 19 (79,16%) menyatakan bahwa waktu pemeriksaan VCT yang dilakukan adalah 30 menit. Hal ini dikarenakan, waktu tersebut sudah ditentukan oleh pihak klinik dan P3M, sedangkan 5 responden (20,84%) menyatakan bahwa waktu pemeriksaan VCT adalah 45 menit, karena


(31)

terkadang mereka menyampaikan keluhan-keluhan penyakit lain yang dirasakan akhir-akhir ini.

5.3.2. Mobile Klinik

5.3.2.1. Frekuensi Mobile Klinik Dalam Sebulan

Adapun mobile klinik adalah pemeriksaan kesehatan PSK dengan cara dokter dan perawatnya datang ke lokasi kerja PSKnya, seperti losmen-losmen, oukup, tempat pijet plus-plus (Spa). P3M bekerja sama dengan puskesmas-puskesmas yang memiliki pelayanan VCT, seperti Puskesmas Padang Bulan dan Puskesmas Bestari untuk melakukan mobile klinik ke wilayah dampingan P3M.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai frekuensi

mobile klinik dalam sebulan, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa mobile klinik dilakukan 2x dalam sebulan yaitu diminggu kedua dan minggu keempat.

5.3.2.2. Pernah Tidaknya Responden Dalam Mengikuti Pemeriksaan VCT Mobile Klinik


(32)

Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Responden Dalam Mengikuti Pemeriksaan VCT Mobile Klinik

No. Keikutsertaan Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2.

Pernah Tidak Pernah

15 9

62,5 % 37,5 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16. diketahui distribusi responden mengenai keikutsertaan responden dalam pemeriksaan VCT mobile klinik. Sebanyak 15 responden (62,5%) menyatakan pernah mengikuti kegiatan mobile klinik. Karena menurut mereka, mobile klinik ini sangat menguntungkan bagi mereka, PSK tersebut tidak perlu capek lagi untuk pergi ke Puskesmas memeriksakan kesehatan mereka. Sebanyak 9 responden (37,5%) menyatakan tidak pernah mengikuti kegiatan mobile klinik, karena mereka menggangap kegiatan mobile klinik ini hanya menganggu waktu kerja mereka.

5.3.2.3. Siapa Yang Melakukan Pemeriksaan Mobile VCT Tabel 5.17.

Distribusi Responden Berdasarkan Siapa Yang Melakukan Pemeriksaan Mobile VCT No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)


(33)

1. 2.

Perawat Dokter

10 14

41,60 % 58,40 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.17. diketahui distribusi responden mengenai siapa yang melakukan pemeriksaan mobile VCT. Sebanyak 14 responden ( 58,40%) menyatakan bahwa yang melakukan pemeriksaan mobile VCTadalah dokter, sedangkan 10 responden (41,60%) menyatakan bahwa yang melakukan pemeriksaan mobile VCT adalah perawat.

5.3.2.4. Ada Tidaknya Responden Yang Menolak Untuk Melakukan Pemeriksaan VCT Mobile Klinik

Tabel 5.18.

Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Responden Yang Menolak Untuk Melakukan Pemeriksaan VCT Mobile Klinik


(34)

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2.

Ada Tidak Ada

7 17

29,16 % 70,83 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.18. diketahui distribusi responden mengenai ada tidaknya responden yang menolak untuk melakukan pemeriksaan VCT mobile

klinik. Sebanyak 7 responden (29,16%) yang tidak mau melalukan pemeriksaan VCT mobile

klinik. Responden yang tidak mau melakukan pemeriksaan VCT mobile klinik ini merasa takut dan beranggapan bahwa mobile klinik ini tidak penting baginya, mereka beranggapan mobile VCT hanya mengganggu waktu kerja mereka. sedangkan 17 responden (70,83 %) menyatakan bahwa tidak ada responden yang menolak untuk melakukan pemeriksaan VCT

mobile klinik. Hal ini dikarenakan, pekerjaan mereka sebagai PSK yang rentan akan berbagai macam penyakit membuat mereka harus peduli akan kesehatan dirinya. Susi (20 Tahun), salah satu responden saya mengatakan “Saya tidak pernah menolak untuk melakukan pemeriksaan VCT mobile klinik, justru baguslah mobile VCT ini dibuat saya tidak perlu repot-repot ke klinik untuk periksa kesehatan saya. Lagipula, pemeriksaan ini kan gratis, jadi rugi saya rasa untuk menolak pemeriksaan VCT mobile klinik”.

5.4. Program Pelatihan Keterampilan

Kaitannya dengan PSK, lewat program pemberdayaan keterampilan ini diharapkan dapat membantu mereka untuk mencari pekerjaan lain selain menjadi PSK. Program pemberdayaan keterampilan yang diberikan oleh P3M adalah keterampilan menjahit dan salon.


(35)

5.4.1. Bentuk Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M Tabel 5.19.

Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

Menjahit Salon

10 14

41,60 % 58,40 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Pada tabel 5.19. dapat diketahui distribusi responden mengenai bentuk keterampilan yang diberikan oleh P3M. Sebanyak 14 responden (58,40%) memilih salon sebagai bentuk pelatihan keterampilan yang diminatinya. Alasannya, salon merupakan keterampilan yang mudah dilakukan. Salah satu responden saya yang bernama Wati (23 Tahun) mengatakan bahwa “Saya memilih salon karena salon itu mudah untuk dilakukan, dan untuk mencari lowongan pekerjaan di salon-salon lebih mudah daripada menjahit”. Responden lain bernama Ida (30 Tahun) mengatakan bahwa “Kalau saya lebih memilih menjahit, karena dulu saya SMK jurusan tata busana. Jadi, sedikit banyak saya sudah mengetahui teknik-teknik dasar menjahit”.

5.4.2. Frekuensi Pelatihan Keterampilan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai frekuensi pelatihan keterampilan yang diberikan oleh P3M, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa pelatihan keterampilan dilakukan sebanyak 2x dalam sebulan. Pelatihan keterampilan ini dijadwalkan pada hari sabtu di minggu kedua dan minggu


(36)

keempat. Pelatihan keterampilan menjahit dilakukan di kantor P3M, sedangkan untuk pelatihan keterampilan salon dilakukan di Losmen Sinabung.

5.4.3. Kehadiran Responden Dalam Pelatihan Keterampilan Tabel 5.20.

Distribusi Responden Berdasarkan Kehadiran Responden Dalam Pelatihan Keterampilan

No. Keikutsertaan Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2. 3.

Selalu Kadang-Kadang

Tidak Pernah

15 6 3

62,50 % 25,00 % 12,50 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.20. diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 15 orang (62,50 %) selalu mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan yang diberikan oleh P3M, seperti yang dikatakan Melly (24 Tahun) “Saya selalu mengikuti kegiatan menjahit, karena menurut saya kegiatan ini sangat menguntungkan sekaligus menyenangkan. Pengetahuan menjahit saya bisa bertambah, selain itu saya juga bisa berkumpul bersama teman-teman pelatihan yang lainnya”. Sebanyak 6 responden menyatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan, Rani (19 Tahun) mengatakan bahwa “Saya kadang-kadang mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan, kalau lagi rajin saya ikut, kalau lagi malas ya tidak ikut”.


(37)

Sementara itu, 3 responden (12,50 %) menganggap bahwa kegiatan pelatihan keterampilan itu tidak penting, sehingga mereka tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan yang diberikan oleh P3M.

5.4.4. Perlu Tidaknya Mengikuti Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M Tabel 5.21.

Distribusi Responden Berdasarkan Perlu Tidaknya Mengikuti Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1.

2.

Perlu Tidak Perlu

19 5

79,16 % 20,84 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.21. diketahui bahwa 19 responden (79,16 %) menyatakan perlu mengikuti pelatihan keterampilan. Hal ini dikarenakan, kegiatan


(38)

pelatihan keterampilan memberikan manfaat bagi responden, sehingga bagi responden yang ingin berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK dapat memanfaatkan keterampilan yang telah diberikan oleh P3M, baik itu menjahit ataupun salon. Dan sebanyak 5 responden ( 20,84% ) menyatakan tidak perlu mengikuti kegiatan tersebut karena anggapan mereka kegiatan ini hanya kegiatan yang sia-sia dan menyita waktu mereka, mereka lebih memilih melayani tamu daripada mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.

5.4.5. Ada Tidaknya Hasil Dari Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M Tabel 5.22.

Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Hasil Dari Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

Ada Tidak Ada

17 7

70,83 % 29,17 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.22. diketahui bahwa mayoritas responden yang berjumlah 17 (70,83%) menyatakan bahwa ada hasil dari pelatihan yang diberikan oleh P3M. Hasil tersebut seperti salon, responden bisa merias wajahnya sendiri dan


(39)

teman-teman lainnya walaupun tidak bekerja ditempat salon atau membuka usaha salon sendiri, responden sudah memiliki keterampilan tersebut.

5.5. Konseling Trauma Seks (CBT)

Konseling trauma seksual adalah jenis kegiatan dalam upaya membantu para PSK melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan klein agar klein dapat memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.

5.5.1. Pernah Tidaknya Mengikuti CBT

Tabel 5.23.

Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mengikuti CBT No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

Pernah Tidak Pernah

4 20

16,70 % 83,30 %


(40)

Jumlah 24 100 % Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.23. diketahui bahwa hanya 4 responden (16,70 %) yang pernah mengikuti CBT. Salah satu responden saya yang mengikuti kegiatan ini adalah Lisa (19 Tahun) “Saya dulu pernah mengikuti kegiatan CBT ini, waktu itu saya mendapatkan pelecehan seksual dari ayah tiri saya”.

5.5.2. Tempat Mengikuti CBT

Tabel 5.24.

Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Mengikuti CBT No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2.

Kantor P3M Losmen Sinabung

20 4

83,30 % 16,70 %

Jumlah 24 100 %

Sumber: Data Primer, Juli 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.24. menggambarkan bahwa responden yang memilih kantor P3M sebagai tempat mengikuti CBT sangat dominan karena terkait dengan hal penentuan tempat, P3M telah menentukan tempat yang baik untuk melakukan kegiatan CBT adalah kantor P3M, alasannya supaya para PSK dapat lebih terbuka tentang masalah pribadinya dan mereka bebas menyampaikan keluhan dan mereka terlepas dari belenggu sang mucikari/ germo yang kadang-kadang mengintimidasi mereka agar tidak


(41)

berterus terang tentang masalah pribadi mereka. Jadi sebanyak 20 responden (80,30%) memilih kantor P3M sebagai tempat mengikuti kegiatan CBT,sementara itu 4 responden (16,70 %) menyatakan bahwa kegiatan CBT dilakukan di Losmen Sinabung. Alasannya yaitu mereka mengeluh biaya transportasi/ongkos yang mereka keluarkan ke kantor P3M karena pada faktanya jarak lokalisasi losmen sinabung ke kantor P3M cukup jauh, dan terkadang mereka beranggapan kegiatan-kegiatan yang seperti ini hanya menyita waktu mereka dan lebih memilih melayani tamu atau konsumen yang datang. Ketika pembagian kondom ke Losmen Sinabung disinilah terkadang kegiatan CBT berlangsung, volunteer dari P3M yang menangani CBTberdiskusi dan sharing kepada responden yang mengalami CBT.

5.5.3. Ada Tidaknya Manfaat Dari CBT

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai ada tidaknya manfaat dari CBT, keseluruhan responden yang berjumlah 24 atau 100% menyatakan bahwa ada manfaat dari kegiatan CBT. Responden yang memiliki trauma pelecehan seksual yang dilakukan oleh pacarnya, temannya, ataupun orangtuanya sehingga tidak memiliki semangat, merasa putus asa dapat berbagi cerita (sharing) dengan volunteer P3M. P3M memberikan masukan, saran dan dukungan semangat.

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada bab - bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran mengenai Peranan Perempuan Peduli Pedila Medan Dalam Mendampingi Pekerja Seks Komersial Di Losmen Sinabung Medan.


(42)

1. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, bahwa outreach kondom (penyuluhan dan pembagian kondom) yang dilakukan oleh P3M kepada PSK dampingannya,khususnya PSK yang ada di Losmen Sinabung sudah berjalan dengan baik.

2. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, bahwa VCT (klinik VCT, mobile klinik) yang dilakukan oleh P3M kepada PSK dampingannya,khususnya PSK yang ada di Losmen Sinabung sudah berjalan dengan baik.

3. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, bahwa pelatihan keterampilan yang dilakukan oleh P3M kepada PSK dampingannya,khususnya PSK yang ada di Losmen Sinabung sudah berjalan dengan baik.

4. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, bahwa Konseling Trauma Seks (CBT) yang dilakukan oleh P3M kepada PSK dampingannya,khususnya PSK yang ada di Losmen Sinabung sudah berjalan dengan baik.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis memberikan beberapa saran yang diajukan bagi pihak-pihak yang terkait.

1. Kepada Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M)

Disarankan kepada P3M, untuk meningkatkan lagi pelayanan bagi PSK yang menjadi dampingannya agar PSK bisa tetap terhindar dari HIV/AIDS dan IMS.

2. Kepada PSK

Disarankan kepada PSK, untuk rajin memeriksakan kesehatannya, dan juga aktif mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan yang diberikan P3M karena kegiatan pelatihan keterampilan ini berdampak positif bagi kemampuan mereka, ketika mereka sudah tidak bekerja sebagai PSK lagi


(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan

2.1.1. Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat yang diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Usman mengemukakan peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku.

Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu status tunggal pun orang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat peran. Istilah seperangkat peran(role-set) digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok

(sumber;http//id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2165744-defenisi-peran-atau-peranan). Di akses tanggal 29 April 2014 pukul 22.30 WIB).

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu peranan. peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku, karena fungsi peran itu sendiri adalah :


(44)

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan. c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

Peranan mencangkup 3 (tiga) hal, yaitu :

a. Peranan mengikuti dihubungkan dengan posisi dari tempat seseorang dalam masyarakat. peranan dalam arti merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

2.2. Proses Pendampingan

2.2.1. Pengertian Proses Pendampingan

Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain,dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek yang dibawah pengaruhnya, serta adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu dan kegiatan yang saling berkaitan (sumber http//id.wikipedia.org/wiki/proses, diakses tanggal 23 April 2014 pukul 19.00 WIB).

Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang diberikan pendamping kepada klein dalam mengidentifikasikan kebutuhan dan pemecahan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klein secara berkelanjutan dapat diwujudkan (sumber


(45)

http//hukum.ud.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/jurnal-lalu-Muhammad-wahyu-pdf, diakses tanggal 23 april 2014 pukul 19.30 WIB).

Jadi, Proses Pendampingan adalah urutan pelaksanaan atau kejadian secara alami atau didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya yang menghasilkan suatu hasil untuk mempermudah memberikan fasilitas dan dapat memecahkan masalahnya dan kemandirian PSK atau klein secara berkelanjutan dapat terwujud.

Secara umum Prinsip- prinsip dari dampingan itu sendiri adalah a. Prinsip Manusiawi

Perempuan adalah manusia yang memiliki hak azasi manusia yang sama tanpa ada diskriminasi dari pihak manapun. Khususnya PSK, karena mereka hanya korban dari sistem ekonomi dan kekerasan seksual yang di alaminya di ruang publik ataupun di kelompok terkecil yaitu keluarga.

b. Prinsip yang Mengutamakan Kepentingan terbaik terhadap PSK

Berdasarkan Konvensi Komnas Perlindungan tentang perempuan khususnya PSK dampingannya berpatokan kepada terhadap kepentingan yang terbaik untuk perempuan tersebut.

c. Prinsip Non-Diskriminasi

Dalam pendampingan yang dilakukan lembaga yang bergerak pada isu perempuan tidak boleh memandang ras, bahasa, agama, pandangan politik, keturunan sosial, harta, tempat tinggal dan lain sebagainya.

d. Prinsip efektivitas dan efesiensi

Proses pendampingan harus di lakukan secara profesional dan harus tepat sasaran.


(46)

Pendampingan dapat diartikan sebagai proses relasi sosial antara pendamping dan klien dalam bentuk memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya dalam usaha memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan. Pekerja sosial adalah sebagai orang yang memiliki kewenangan keahlian dalammenyelenggarakan berbagai pelayanan sosial (Budhi Wibhawa, 2010:52). Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No. 10/HUK/2007).

Dapat dirumuskan bahwa pekerja sosial merupakan seseorang yang mempunyai kompetensi dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial baik di instansi pemerintah maupun di instansi swasta lainnya.Berdasarkan pengertian tentang pendampingan dan pekerja sosial, sehingga dapat diartikan bahwa pendampingan pekerja sosial terhadap klien adalah proses relasi sosial antara pekerja sosial yang memiliki kompetensi dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial baik di instansi pemerintah maupun di instansi swasta lainnya dengan klien dalam bentuk memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya dalam usaha memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan


(47)

2.2.3. Program Pendampingan Yang Dilakukan Oleh P3M

Di dalam melakukan pendampingan P3M membentuk beberapa program terpadu yang bertujuan memfasilitasi dan membantu kebutuhan dan masalah- masalah yang di hadapi para PSK. P3M memandang bahwa kehadiran para PSK bukanlah hasil pilihan pribadi ataupun berkaitan dengan moral seseorang, namun keberadaan perempuan pada dunia prostitusi merupakan korban dari industri seks yang membutuhkan tubuh perempuan sebagai barang yang di perdagangkan.

Adapun beberapa program pendampingan yang dilakukan oleh P3M adalah : a. Outrech Kondom

Kegiatan penyuluhan atau sosialisasi kelompok yang di berikan kepada para PSK dengan target memberikan pengetahuan seberapa pentingnya penggunaan kondom dalam berhubungan seks dan mereka diberitahu resiko apabila mereka tidak menggunakan kondom. Penyuluhan ini dilakukan bertujuan untuk menekan jumlah PSK yang terkena virus HIV AIDS dan penyakit menular lain seperti IMS.

b. Pelayanan Klinik VCT ( Voluntary Counseling and Testing )

VCT berintregrasi dengan pelayanan kesehatan dan mempunyai hubungan dengan pelayanan perawatan dan dukungan lain. Pelayanan mandiri dikelola oleh P3M dan menjadikan VCT sebagai kegiatannya utamanya. Keberhasilan pelayanan didukung oleh publikasi, pemahaman masyarakat akan VCT, mobile VCT, dan upaya untuk mengurangi stigma berkaitan dengan HIV. VCT terintegrasi pada pelayanan kesehatan (Infeksi Menular Seksual, Terapi Tuberkulosa, pelayanan kesehatan masyarakat, dan rumah sakit). Pelayanan VCT dapat terintegrasi pada pelayanan kesehatan yang telah ada. Dalam pendekatan ini, P3M mengintregasikan layanan pada program IMS, TB, Puskesmas dan rumah sakit. VCT yang terrintegrasi pada


(48)

pelayanan penjangkauan lapangan atau program BCI (BCC- Seksual & HR Program) Bagi mereka yang sudah mendapatkan program BCI atau terjangkau oleh program lapangan dipromosikan untuk mengikuti pelayanan VCT. Salah satu variasi pendekatan ini adalah konselor bekerjasama dengan petugas lapangan untuk membantu kelompok memperoleh akses lebih dekat.

c. Pemberian Pelatihan Keterampilan

Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggmabarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumber daya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhikebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi. Program pelatihan yag di laksanakan oleh P3M adalah keterampilan menjahit dan bordir. Hal ini sangat bermanfaat mengingat kebutuhan mereka yang cukup besar.

d. Konseling Trauma Seksual CBT

Konseling trauma seksual adalah jenis kegiatan dalam upaya membantu para PSK melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan klein agar klein dapat memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.


(49)

2.3. Seks

Istilah “seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M. “Seks” secara leksikal bisa berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive). Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan keturunan manusia.

Pengertian seks yang lebih luas lagi adalah yang dikemukakan oleh Wirawan (1991 : 10) yang mendefinisikan seks dalam dua segi, yaitu :

1. Seks dalam arti sempit

Dalam arti yang sempit, seks berarti kelamin dan yang termasuk adalah kelamin : a. Alat kelamin itu sendiri

b. Anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan antara laki-laki dan wanita, misalnya : perbedaan suara, pertumbuhan kumis, payudara dan lain-lain.

c. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin.

d. Hubungan kelamin (senggama dan percumbuan). e. Proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran. 2. Seks dalam arti luas

Dalam arti yang luas seks berarti segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain :


(50)

a. Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar dan genit. b. Perbedaan atribut : pakaian, nama dan lain-lain. c. Perbedaan peran dan pekerjaan.

d. Hubungan antara pria dan wanita : tata krama, pergaulan, percintaan, pacaran, perkawinan dan lain-lain.

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Ada beberapa tipe hubungan seksual yang dapat terjadi antara dua orang yang bersahabat yaitu :

a. Tipe hubungan seks yang dapat terjadi antara seorang pria dengan pria lain (homoseksual);

b. Tipe hubungan seks yang dapat terjadi antara seorang wanita dengan wanita lain (lesbian);

c. Tipe hubungan seks seorang pria dengan seorang wanita. Menurut Reuben (Wirawan, 1991:13) seks mempunyai fungsi :

a. Seks untuk tujuan reproduksi, yaitu untuk memperoleh keturunan, oleh kerena itu sebagian orang beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang suci, sesuatu yang tabu dan tidak patut dibicarakan secara terbuka;

b. Seks untuk pernyataan cinta, yaitu seks yang dilakukan berlandaskan cinta dan didukung oleh ikatan cinta;

c. Seks untuk kesenangan yaitu hubungan seks dengan menghayati hubungan yang lama dan mampu mengalami kenikmatan tanpa merugikan salah satu pihak.

Menurut Surtiretna (2001:2), pengertian seks bisa ditinjau dari 5 aspek antara lain : a. Seks ditinjau dari segi biologis


(51)

Bagaimana remaja tersebut memahami tentang seks itu sendiri yang mana karakteristik kelamin primer yang menunjuk pada organ tubuh yang langsung berhubungan dengan alat persetubuhan dan proses repruduksi. Perbedaan organ repruduksi juga termasuk dalam segi biologis yang sejak kecil sudah tertanam dalam diri anak.

b. Seks ditinjau dari segi Psikologis

Kematangan sangat nampak dalam bidang perilaku seksual. Hal ini disebabkan karena penyesuaian diri sikap bermusuhan dengan lawan yang merupakan ciri dari akhir masa kanak-kanak dan masa puber, menjadi sikap menaruh minat dan mengembangkan kasih sayang kepada mereka merupakan penyesuaian yang radikal. Remaja yang tidak berkencan karena mereka kurang menarik bagi lawan jenis atau karena mereka masih meneruskan perasaan tidak senang pada lawan jenis, dianggap tidak matang oleh teman-teman sebaya, keadaan ini menyebabkan terputusnya hubungan sosial remaja dengan teman-teman yang sikap dan perilaku terhadap lawan jenis sudah menjadi lebih matang. Menolak peran seks yang diakui dan terus-menerus memikirkan masalah seks, kehamilan sebelum menikah dan pernikahan sebelum remaja dapat mencari nafkah, juga dianggap sebagai tanda-tanda ketidakmatangan. Menolak peran seks yang diakui, terlebih bagi gadis-gadis, dianggap sebagai salah satu ketidakmatangan yang paling berbahaya dibidang ini karena dapat merupakan sumber kesulitan dalam perkawinan.

c. Seks ditinjau dari segi Agama

Dalam agama Islam, pendidikan seks tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan harus sepenuhnya dibangun diatas landasan agama. Dengan mengajarkan pendidikan seks yang demikian, diharapkan dapat terbentuk individu remaja yang menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab, baik pria maupun wanita sehingga


(52)

mereka mampu berperilaku sesuai dengan jenisnya dan bertanggungjawab atas kesesuaian dirinya serta dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungan sekitarnya, strata sosial ekonomi akan berpengaruh pada tingkat pendidikan dan hubungan sosial seseorang dengan orang lain, sehingga fungsi-fungsi pengenalan ingatan, khayalan dan daya fikir individu yang semua itu akan mempengaruhi terhadap informasi, kemajuan teknologi sangat besar perananya, sehingga jelas bahwa orang yang hidup dikota akan berbeda kebutuhannya dengan orang yang hidup didesa. Dengan kata lain bahwa lingkungan mempengaruhi kebutuhan manusia baik materi maupun non materi. Perbuatan seseorang adalah cerminan dari pemenuhan kebutahan orang tersebut. Dengan demikian iman yang ada pada hati nurani dan perasaan takut pada tuhan mempunyai peranan yang penting terhadap kebutuhan manusia dan itu semua sudah dibatasi dalam hukum agama.

d. Seks ditinjau dari Sosial

Bernstein (dalam Hurlock, 2004:129) menjelaskan bahwa seksisme (pemahaman seks) dimulai dari kegiatan di taman kanak-kanak dimana gadis-gadis kecil diarahkan bermain dengan boneka dan diluar kegiatan rekreasi antara anak laki-laki dan perem puan sangat dibedakan misalnya, anak laki-laki-laki-laki diberi bola dan alat pemukulnya, sedangkan anak perempuan bermain lompat tali, perantara penting yang mampu memberikan pendidikan pendidikan atau peran seks diri anak adalah media massa, buku cerita, pertunjukkan TV yang dilihat dan semua yang mengerahkan pada penggolongan peran seks. Pendidikan seks saat ini harus mengantisipasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara pada satu atau dua dekade mendatang agar subjek atau peserta didik dapat mengambil peran yang tepat dalam kehidupan. Pendidikan sebagai investasi kemanusian jangka panjang (long range human investment) harus memberi


(53)

kemungkinan suksesnya kehidupan manusia pada masa yang akan datang. Berbagai kemajuan teknologi, penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronik, termasuk didalamnya terdapat informasi tentang seks, menantang para pendidik dimanapun ia berada untuk berpartisipasi secara aktif dan benar menyiapkan anak bangsa membangun masa depan yang baik, mapun menyangkal berbagai informasi yang justru mampu merusak masa depan.

e. Seks ditinjau dari segi Hukum

Kesopanan pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik dalam hubungan antara berbagai anggota masyarakat, sedangkan kesusilaan mengenai juga adat kebiasaan yang baik itu, tetapi yang khusus ini sedikit banyak mengenai kelamin (seks) seorang manusia yang sudah tercantum dalam KUHP. Menurut Oemar Seno Adji dalam karangannya pada majalah “Hukum dalam Masyarakat” Tahun 1965 Nomor 3,4,5,6 dan tahun 1966 Nomor 1,2,3 menggunakan istilah delict susila.

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seks adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang mempunyai peranan masing-masing dalam kehidupannya.

2.4. Pekerja Seks Komersial 2.4.1.Pengertian PSK

Pelacur adalah orang yang melacur di dunia pelacuran. Pemaknaan terhadap isitilah pelacur akan menciptakan bingkai pemahaman atau pandangan dunia tentang pelacuran yang akan mengejawantahkan dalan sikap dan perilaku menerima atau menolak. Dalam Kamus


(54)

Besar Bahasa Indonesia istilah pelacur berkata dasar “lacur” yang berarti malang, celaka, gagal, sial, buruk. Selain pelacur, istilah lain untuk menyebut para penjaja daging mentah itu adalah sundel, yang berarti perempuan jalang, liar, nakal, pelanggar norma susila. Disamping itu kata lain yang sinonim dengan kata pelacur adalah lonte yang semakna dengan sundel. Dengan melihat perkembangan istilah-istilah tersebut, semakin bisa di pahami bahwa bahasa sebenarnya milik masyarakat. Perluasan dan penyempitan pemahaman sebuah bahasa selalu berkembang secara arbitrer seiring dengan perkembangan masyarakat. Seperti akhir-akhir ini, istilah pelacur menemukan istilah barunya, yakni “Pekerja Seks Komersial (PSK)” sebagaimana kerap dipakai oleh pakar,praktisi,dan pejabat sebagaiman contoh diatas.

PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2004:26). Di beberapa negara istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan PSK. Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku. PSK adalah sebagai seseorang yang memperjualbelikan tubuh, kehormatan dan kepribadian kepada bayak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu dengan memperoleh imbalan pembayaran.

2.4.2.Sejarah PSK

Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran selalu ada sejak zaman purba sampai sekarang. Pada masa lalu pelacuran selalu dihubungkan dengan penyembahan dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Ada praktek-praktek keagamaan yang menjurus pada perbuatan dosa dan tingkah laku cabul yang tidak ada bedanya dengan kegiatan pelacuran. Pada zaman kerajaan Mesir Kuno, Phunjsia, Assiria, Chalddea, Ganaan dan di Persia, penghormatan terhadap


(55)

dewa-dewaIsis, Moloch, Baal, Astrate, Mylitta, Bacchus dan dewa-dewalain disertai orgie-orgie. Orgie (orgia) adalah pesta kurban untuk para dewa, khususnya pada dewa Bachus yang terdiri atas upacara kebaktian penuh rahasia dan bersifat sangat misterius disertai pesta-pesta makan dengan rakus dan mabuk secara berlebihan. Orang-orang tersebut juga menggunakan obat-obat pembangkit dan perangsang nafsu seks untuk melampiaskan hasrat berhubungan seksual secara terbuka. Sehubungan dengan itu, kuil-kuil pada umunya dijadikan pusat perbuatan cabul.

Menurut Hull (1997:145)menyatakan bahwa adanya perkembangan pelacuran di Indonesia dari masa ke masa yang dimulai dari masa kerajaan-kerajaan di Jawa, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan setelah kemerdekaan. Pada masa kerajaan di Jawa, perdagangan wanita yang kemudian akan dimasukan dalam dunia pelacuran terkait dengan sebuah sistem pemerintahan yang feodal. Bentuk pelacuran ini disebabkan oleh konsep kekuasaan raja yang bersifat agung, mulia dan tak terbatas, sehingga mendapatkan banyak selir. Muncul pula anggapan bahwa, semakin banyak selir yang dimiliki raja maka semakin kuat pula posisi raja di mata masyarakat. Sistem feodal tidak sepenuhnya menunjukkan keberadaan komersialisasi industri seks seperti masyarakat modern ini, meskipun apa yang dilakukan pada masa itu dapat membentuk landasan bagi perkembangan industri seks yang sekarang.

Setelah masa kerajaan, pelacuran muncul kembali dengan wajah yang berbeda dalam masa penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Belanda, bentuk pelacuran lebih terorganisir dan berkembang pesat. Didasarkan pada pemenuhan kebutuhan pemuasaan seks masyarakat Eropa yang ada di Indonesia, dengan melalui adanya selir-selir. Juga adanya dasar alasan lain mengapa pelacuran lebih terorganisir dan berkembang pesat, yaitu sistem perbudakan tradisional. Contohnya dalam pertumbuhan industri seks di pulau Jawa dan


(56)

Sumatera, berkembang seiring pendirian perkebunan-perkebunan. Para pekerja perkebunan dengan mayoritas laki-laki akan menciptakan permintaan aktivitas prostitusi.

Komersialisasi seks di Indonesia terus berkembang, selama pendudukan Jepang (antara tahun 1941-1945), semua perempuan yang dijadikan budak sebagai wanita penghibur dikumpulkan dan dijadikan satu dalam rumah-rumah bordir. Bukan hanya wanita yang tadinya memang sebagai wanita penghibur saja yang masuk ke rumah bordir, di masa pemerintahan Jepang banyak pula wanita yang tertipu ataupun terpaksa melakukan hal tersebut. Terdapat perbedaan kehidupan wanita tuna susila dari kedua masa penjajahan tersebut (Belanda dan Jepang), wanita-wanita yang dijadikan pelacur pada kedua masa penjajahan tersebut lebih menyukai kehidupannya yang nyaman pada masa penjajahan Belanda dibanding dengan masa penjajahan Jepang. Hal ini dikarenakan banyak Sinyo yang memberi hadiah (pakaian, uang, perhiasan, tempat tinggal), sedangkan orang Jepang terkenal pelit dan lebih suka kekerasan (Hull, 1997:15).

Kemudian pelacuran lebih bervariatif pada tahun 1980-an dengan diawali munculnya fenomena baru yaitu hadirnya perek , yang biasa diartikan sebagai perempuan eksperimental. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah, masih bersekolah, dan bekerja sebagai pekerja seks. Menurut Murray (1993:5, dalam Hull 1997) menyatakan bahwa mereka menekankan kepentingan diri sendiri, secara bebas melakukan hubungan seks dengan siapa saja yang mereka inginkan, dengan atau tanpa bayaran. Biasanya seorang perek adalah seseorang wanita muda, dengan memiliki jiwa petualang dan mempunyai sikap melawan.

2.4.3. Jenis Jenis PSK

Karena sangat beranekan ragamnya pelacuran di Indonesia membuat upaya pengklasifikasikan pelacuran menjadi rumit. Terdapat banyak jenis-jenis pelacuran


(57)

perempuan di Indonesia dan untuk membedakannya agak rumit. Adapun jenis jenis PSK adalah :

a. Pekerja Seks Komersial Langsung ( PSKL)

Perempuan ini bekerja langsung di lokalisasi dan dengan terang – terangan menjajahkan dirinya. Mereka memasang tarif beragam, mulai dari yang termahal sampai yang termurah. Tidak ada tarif resmi, tergantung kesepakatan antara si pria dengan PSK tersebut. Contoh PSK langsung adalah PSK yag berada di Losmen Sinabung, lokalisasi yang saya teliti ini.

b. Pekerja Seks Komersial Tidak langsung (PSKTL)

Perempuan yang bekerja di tempat yang terselubung, dan mereka tidak menjajahka diri secara langsung. Contoh PSKTL adalah PSK yang menerima pijat plus-plus dan ada salon salon tertentu menawarkan perawatan diri bagi pria tetapi mereka memberi servis lebih dengan cara berhubungan badan. Menyoal tentang tarif PSKTL mempunyai tarif resmi. Tidak ada tawar menawar pada transaksi seks tersebut.

Tarif pelayanan pelacur dapat di bagi menjadi empat kategori berdasarkan panjangnya pelayanan, tingkat pendidikan, daya tarik PSK dan keterampilan PSK dalam berhubungan seks. Kreteria kedua adalah lokasi pelayanan. Semakin nyaman tempat yang digunakan, semakin tinggi tarifnya. Yang paling memperhatinkan adalah pelacur kelas bawah. Mereka berpraktik di tepi jalan atau lokalisasi liar. Mereka sering disebut sampah masyarakat dan dianggap mengotori keindahan kota. Pelacur jenis ini sering ditangkap dan dipenjara, namun belum pernah ada upaya yang signifikan dari pemerintah untuk menyejaherakan mereka sebagai tindak lanjut dari penangkapan atau pemenjaraannya.

Namun, Berdasarkan modus operasinya, PSK di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu a. Terorganisasi


(58)

Terorganisasi merupakan mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan, pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan.

b. Tidak Terorganisasi

Tidak Teroganisasi merupakan mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak terorganisasi secara jelas. Misalnya pekerja seks di jalanan, kelab malam, diskotik.

2.5.Faktor Terjerumusnya Wanita menjadi PSK

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi PSK adalah sebagai berikut.

1. Faktor Individu

Sudah menjadi suatu kodrat bahwa manusia terdiri dari roh, jiwa dan raga. Idelanya roh, jiwa dan raga harus berfungsi secara seimbang. Jiwa manusia terdiri dari tiga aspek yaitu kognisi (berpikir), afeksi (emosi dan perasaan) dan konasi (kehendak, kemauan dan psikomotor). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya. Didalam masa perkembangan kejiwaan inilah kepribadian terbentuk, dan terbentuknya kepribadian itu sangat dipenagruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya. Perkembangan ini dialami secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.

Dengan demikian, tidak ada manusia yang memiliki kesamaan secara mutlak antara seorang dengan yang lain. Mungkin kita jumpai ada orang-orang yang mirip. Mereka


(59)

memiliki persamaan dalam satu atau beberapa hal, yaitu bentuk fisik, sifat, sikap, pendapat atau kegemaran, juga watak, temperamen dan perilakunya, namun tidak dalam segala hal.

Faktor-faktor individu yang memengaruhi remaja menjadi PSK antara lain: a. Gangguan kepribadiaan,terdiri dari :

1) Gangguan cara berpikirnya: distorsi kognitif, keyakinan/cara berpikir yang salah atau

negative thinking, penalaran semaunya sendiri. Gangguan cara berpikir ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain pandangan atau cara berpikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh komunitasnya. Membuat alasan-alasan yang dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga berupa pandangan-pandangan negative atau selalu berpikir negatif dan pesimistis. Dengan cara pandang dan cara berpikirnya yang keliru, biasanya individu yang mengalami cara berpikir terdistorsi ini akan manghalalkan segala tindakannya dengan megumukakan alasan-alasan yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang dibuat-buat sekehendak hatinya. Prinsipnya asal ada alasan, maka tindakannya dapat dibenarkan.

2) Gangguan emosi

Adanya gangguan emosi, antara lain emosi labil, mudah marah, mudah sedih dan seringkali putus asa, ingin menuruti gejolak hati, maka kemampuan pengontrolan atau penguasaan dirinya akam terhambat. Gangguan emosi juga dapat terwujud melalui perasaan rendah diri, tidak mencintai diri sendiri mauun orang lain, tidak mengenal cinta kasih dan simpati, tidak dapat berempati, rasa kesepian dan merasa terbuang. Tidak jarang orang yang mengalami gangguan emosi menjadi taku kehilangan teman walau tahu temannya memiliki niat jahat.


(60)

3) Gangguan kehendak dan perilaku

Kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oelh pikiran dan perasannya. Jadi kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga mengalami dampak dari gangguan pada pikiran dan emosinya, sikap dan perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi kehilangan kontrol, sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan. b. Pengaruh Usia

Dengan mencapai usia mendekati masa remaja, maka kelenjar kelamin mulai menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual anak yang meningkat pada remaja. Dalam akil baligh ini banyak perubahan yang terjadi. Perubahan secara fisik jelas terlihat dari bertambah tinggi, besar badan, tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara pada wanita dan tumbuhnya jakun pada pria. Diikuti oleh perubahan emosi, minat, sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh perkembangan kejiwaan anaka remaja itu. Pada saat-saat ini remaja mengalami perasaan ketidakpastian, disatu sisi merasa sudah bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi juga belum mampu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa karena memang masih sangat mudah dan kurang pengalaman. Pada masa ini remaja lebih senang bergaul dengan teman-teman sebayanya, ingin jadi anak gaul yang diterima didalam lingkungannya dan mulai mencari identitas dirinya. Ingin ngetrend dan mendapat pengakuan dari lingkungannya. Rasa ingin tahu besar dan suka coba-coba,kurang mengerti resiko disebabkan kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan remaja ataupun penyalahgunaan narkoba.


(1)

8

2.3. Seks ... 21

2.4. Pekerja Seks Komersial (PSK) ... 26

2.4.1. Pengertian PSK ... 26

2.4.2. Sejarah PSK ... 27

2.4.3. Jenis-jenis PSK ... 30

2.5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Menjadi PSk ... 31

2.6. Kesejahteraan Sosial ... 42

2.6.1. Defenisi Kesejahteraan Sosial ... 43

2.6.2. Peran Pekerja Sosial Dalam Mendampingi PSK ... 43

2.7. Kerangka Pemikiran ... 46

2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasioanl ... 49

2.8.1. Defenisi Konsep ... 49

2.8.2. Defenisi Operasioanal ... 51

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 53

3.2. Lokasi Penelitian... 53

3.3. Populasi dan Sampel ... 53

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 54

3.5. Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 56

4.2. Visi dan Misi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 57

4.2.1. Visi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 57

4.2.2. Misi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 57

4.3. Struktur Organisasi ... 58

4.4. Pola Pendanaan ... 59 vii


(2)

4.5. Wilayah Jangkauan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 59

4.6. Nilai-nilai Prinsip Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 61

4.7.Fasilitas-Fasilitas Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 62

4.8. Program-Program Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 63

4.9. Hubungan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan dengan Lembaga Lain ... 65

BAB V : ANALISIS DATA 5.1. Data Profil Responden ... 67

5.1.1. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

5.1.2. Karateristik Responden Berdasarkan Usia ... 67

5.1.3. Karateristik Responden Berdasarkan Agama... 68

5.1.4. Karateristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 69

5.1.5. Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70

5.2. Outrech Kondom... 71

5.2.1. Penyuluhan ... 71

5.2.1.1. Frekuensi Penyuluhan ... 71

5.2.1.2. Materi Penyuluhan ... 72

5.2.1.3. Penyampaian Materi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M ... 73

5.2.1.4. Lama Waktu Penyuluhan ... 73

5.2.1.5.Kepuasan Responden Dalam Penyampaian Informasi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M ... 74

5.2.1.6. Pemberian Kesempatan Bertanya Mengenai Materi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M Kepada Responden ... 75

5.2.2. Pembagian Kondom ... 76 viii


(3)

10

5.2.2.1. Jumlah Kondom Yang Diberikan Oleh P3M ... 76

5.2.2.2. Frekuensi Pembagian Kondom ... 77

5.2.2.3. Merk Kondom Yang Dibagikan ... 77

5.2.2.4. Kepuasan Responden Terhadap Jumlah Kondom Yang Dibagikan Oleh P3M ... 78

5.2.2.5. Boleh Tidaknya Meminta Pertambahan Kondom Jika Stock Kondom Responden Habis ... 79

5.2.2.6. Jumlah Pelicin Yang Dibagikan Oleh P3M ... 80

5.2.2.7. Tingkat Kepuasan Terhadap Jumlah Pelicin Yang Diberikan ... 81

5.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT) ... 81

5.3.1. Klinik VCT ... 81

5.3.1.1. Frekuensi Responden Mengunjungi Klinik VCT ... 81

5.3.1.2. Jenis Pemeriksaan VCT Yang Diberikan Oleh P3M ... 82

5.3.1.3. Sifat Kerahasiaan Hasil VCT Responden ... 83

5.3.1.4. Lama Waktu Pemeriksaan VCT ... 83

5.3.2. Mobile Klinik ... 84

5.3.2.1. Frekuensi Mobile Klinik Dalam Sebulan ... 84

5.3.2.2. Pernah Tidaknya Responden Dalam Ikut Pemeriksaan VCT Mobile Klinik ... 85

5.3.2.3. Siapa Yang Melakukan Pemeriksaan VCT mobile klinik ... 86

5.3.2.4. Ada Tidaknya Responden Yang Menolak Untuk Melakukan Pemeriksaan VCT Mobile Klinik ... 87

5.4. Program Pelatihan Keterampilan ... 88

5.4.1. Bentuk Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M ... 88 ix


(4)

5.4.2. Fekuensi Pelatihan Keterampilan ... 89

5.4.3. Kehadiran Responden Dalam Pelatihan Keterampilan ... 89

5.4.4. Perlu Tidaknya Mengikuti Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M ... 91

5.4.5. Ada Tidaknya Hasil Dari Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M ... 92

5.5. Konseling Trauma Seks (CBT)... 93

5.5.1. Pernah Tidaknya Mengikuti CBT ... 93

5.5.2. Tempat Mengikuti CBT ... 94

5.5.3. Ada Tidaknya Manfaat Dari CBT ... 94

BAB VI : PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 95

6.2 Saran ... 96


(5)

12

DAFTAR BAGAN &TABEL

Bagan Alur Pikir 1.1. ... 48

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 67

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 68

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 69

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penyuluhan ... 71

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Materi Penyuluhan ... 72

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Waktu Penyuluhan ... 73

Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Responden Dalam Penyampaian Informasi Penyuluhan Yang Diberikan Oleh P3M ... 74

Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kondom Yang Diberikan Oleh P3M ... 76

Tabel 5.10. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pembagian Kondom ... 77

Tabel 5.11. Distribusi Berdasarkan Tingkat Kepuasan Dengan Jumlah Kondom Yang Dibagikan Oleh P3M ... 78

Tabel 5.12. Distribusi Berdasarkan Boleh Tidaknya Meminta Pertambahan Kondom Jika Stock Kondom Responden Habis ... 79

Tabel 5.13. Distribusi Berdasarkan Jumlah Pelicin Yang Dibagikan ... 80

Tabel 5.14. Distribusi Berdasarkan Tingkat Kepuasan Dengan Jumlah Pelicin Yang Dibagikan ... 81

Tabel 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pemeriksaan VCT Yang Diberikan ... 82

Tabel 5.16. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pemeriksaan VCT ... 83 Tabel 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Responden


(6)

Dalam Ikut Pemeriksaan VCT Mobile Klinik... 85 Tabel 5.18. Distribusi Responden Berdasarkan Siapa Yang Melakukan

Pemeriksaan VCT ... 86 Tabel 5.19. Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Responden Yang

Menolak Untuk Melakukan Pemeriksaan VCT Mobile Klinik ... 87 Tabel 5.20. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Keterampilan

Yang Diberikan Oleh P3M ... 88 Tabel 5.21. Distribusi Responden Berdasarkan Kehadiran Responden Dalam

Pelatihan Keterampilan ... 89 Tabel 5.22. Distribusi Responden Berdasarkan Perlu Tidaknya Mengikuti

Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M ... 91 Tabel 5.23. Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Hasil Dari

Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Oleh P3M ... 92 Tabel 5.24. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mengikuti CBT .. 93 Tabel 5.25. Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Mengikuti CBT ... 94