Modifikasi Persamaan Laju Insulin Dengan Efek Hormon Inkretin Pada Oral Minimal Model (Omm) Untuk Kasus Diabetes Tipe 2.

MODIFIKASI PERSAMAAN LAJU INSULIN DENGAN
EFEK HORMON INKRETIN PADA ORAL MINIMAL MODEL
(OMM) UNTUK KASUS DIABETES TIPE 2

RADEN SILFIA EPRIYANTI KABUL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Modifikasi Persamaan
Laju Insulin dengan Efek Hormon Inkretin pada Oral Minimal Model (OMM)
untuk Kasus Diabetes Tipe 2 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Raden Silfia Epriyanti Kabul
NIM G751130201

RINGKASAN
RADEN SILFIA EPRIYANTI KABUL. Modifikasi Persamaan Laju Insulin
dengan efek hormon inkretin pada Oral Minimal Model (OMM) untuk Kasus
Diabetes Tipe 2. Dibimbing oleh AGUS KARTONO dan KIAGUS DAHLAN.
Sebelumnya OMM telah diusulkan untuk memperkirakan Ra meal yang
merepresentasikan serapan glukosa dan SI dari perhitungan konsentrasi
glukosa dan insulin setelah gangguan glukosa secara oral. Model ini
merupakan modifikasi dari Minimal Model Bergman. Pada penelitian ini,
model OMM dimodifikasi dengan hormon inkretin yang dinyatakan sebgai
konstanta (kInc). Nilai parameter-parameter yang didapatkan dari OMM
termodifikasi dan OMM tidak terlalu jauh. Namun SI OMM memiliki nilai
yang lebih besar dibandingkan dengan OMM termodifikasi karena adanya
respon hormon inkretin terhadap masukan glukosa oral. Untuk memprediksi
penyakit diabetes dari OMM termodifikasi dilihat dari Gb yang didapatkan.
Berdasarkan hasil penelitian, subjek diabetes tipe 2 memiliki S I paling kecil

(SI diabetes data 1= 2.95x10-4dL.kg-1menit-1(µU/mL)-1.ml, SI diabetes data 2=
3.04x10-4dL.kg-1menit-1(µU/mL)-1.ml ). Selanjutnya untuk SI normal data 1=
25.56x10-4dL.kg-1menit-1(µU/mL)-1.ml, SI normal data 2= 27.57x10-4dL.kg1
menit-1(µU/mL)-1.mL).
Kata kunci:OGTT, sensitivitas insulin, efektivitas glukosa, ode45

SUMMARY
RADEN SILFIA EPRIYANTI KABUL. Insulin Rate Equation Modification with
Incretin Hormone Effect on Oral Minimal Model (OMM) for Diabetes Cases
Type 2.Supervised by AGUS KARTONO and KIAGUS DAHLAN.
OMM had been proposed previously to estimate Ra meal represented the
glucose uptake and SI of calculating the glucose and insulinconcentrations after
oral glucose disorders. This model was a modification of Bergman Minimal
Model. In this study, OMM model was modified with incretin hormone declared
as constants (kInc). The parameters value was derived from modified OMM and
SI OMM. However, SI OMM had a greater value than modified OMM because of
the incretin hormone response on oral glucose input. To predict diabetes from
modified OMM, could be seen from obtained Gb.
Based on the study results,diabetes type 2 subjects had the smallest SI (SI
diabetes data 1= 2.95x10-4 dL.kg-1min-1 (μU / mL)-1.ml, SI diabetes data

2=3.04x10-4dL.kg -1min-1 (μU/mL) -1.mL). For SI normal data, SI normal data 1=
25.56x10-4dLkg-1min-1 (μU/mL)-1.mL, SI normal data 2= 27.57x10-4dL.kg-1min-1
(μU/mL) -1.mL).
Keywords: OGTT, insulin sensitivity, glucose effectiveness, ode45

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODIFIKASI PERSAMAAN LAJU INSULIN DENGAN
EFEK HORMON INKRETIN PADA ORAL MINIMAL MODEL
(OMM) UNTUK KASUS DIABETES TIPE 2

RADEN SILFIA EPRIYANTI KABUL


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Akhiruddin Maddu

Judul Tesis : Modifikasi Persamaan Laju Insulin dengan Efek Hormon Inkretin
pada Oral Minimal Model (OMM) untuk Kasus Diabetes Tipe 2
Nama
: Raden Silfia Epriyanti Kabul
NIM
: G751130201


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr AgusKartono
Ketua

Dr Kiagus Dahlan
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biofisika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Mersi Kurniati, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian:
(21 Agustus 2015)

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2014 ini
adalah oral minimal model glukosa dan insulin, dengan judul Modifikasi
Persamaan Laju Insulin dengan Efek Hormon Inkretin pada Oral Minimal Model
(OMM) untuk Kasus Diabetes Tipe 2.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Agus Kartono dan Bapak
Dr Kiagus Dahlan selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, suami dan anak-anakku serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,Agustus 2015

Raden Silfia Epriyanti Kabul

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa
Insulin
Sensitivitas Insulin
Hormon Inkretin
Diabetes
Diabetes Tipe 1
Diabetes Tipe 2
Produksi Insulin yang Berkurang dan Penyakit Diabetes
Tes Klinis Penyakit Diabetes
Minimal Model Bergman

Oral Minimal Model
Minimal model Termodifikasi oleh M. Seike et al
Minimal model Termodifikasi Laju Insulin oleh Brubaker et al

5
5
7
8
11
13
13
14
15
17
18
21
22
23

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Studi Pustaka
Perumusan Modifikasi Minimal Model
Oral Minimal Model Termodifikasi
Pembuatan Program
Pendeteksian Penyakit Diabetes
Analisa , SI dan SG
Penulisan Hasil Penelitian

24
24
24
25
25
25
25
26
27

27
27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Oral Minimal Model Termodifikasi
Hasil Simulasi Glukosa dan Insulin dengan Pengaruh Hormon Inkretin
Subjek Normal Championi et al
Subjek Normal Denmark

33
27
28
28
29

Subjek Normal Jepang
Subjek Diabetes Tipe 2 Denmark
Subjek Diabetes Tipe 2 Jepang

30
31
32

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

76

DAFTAR TABEL
1 Rekomendasi kriteria diagnosa untuk diabetes dan prediabetes (WHO
and IDF, 2006)
2 Variabel dan Parameter Model Bergman
3 Karakteristik Subjek Berdasarkan Data Statistik

10
20
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10

11
12

13

14
15
16
17
18
19

Hasil simulasi konsentrasi glukosa subjek diabetes tipe 2 Denmark
Hasil simulasi konsentrasi glukosa subjek diabetes tipe 2 Jepang
Molekul Glukosa
Metabolisme Glukosa
Insulin diproduksi dan diperlukan sel untuk menggunakan gula darah
dan gula darah yang rendah ketika insulin meningkat (IDF, 2006)
Gambaran pengaruh fisiologis yang terukur oleh sensitivitas insulin.
Tergantung pada desain dari tes, dapat dengan mengukur salah satu
efek saja atau kombinasi dua efek atau ketiga efek (Scheen, 1994)
Tindakan Biologi dari GLP-1 (Granell 2006)
Pengaruh GLP-1 terhadap pankreas (Granell 2006)
Alur gangguan pada sel dan resistensi insulin untuk penyakit diabetes
tipe 2
Progress fungsi sel (garis hitam) dan sensitivitas insulin (garis putusputus) berlawanan pada resistansi insulin untuk toleransi gula normal
(NGT) dengan toleransi gula rendah (IGT), dihasilkan pada diabetes
tipe 2 (Ferrannini, 1997).
Hubungan antara produksi insulin, sensitivitas dan konsentrasi glukosa
pada diabetes tipe 2
Grafik hubungan konsentrasi glukosa (kiri) dan konsentrasi insulin
(kanan) terhadap waktu pada tes IVGTT Subjek Normal (Esben FJ,
2007)
Grafik hubungan konsentrasi glukosa (kiri) dan konsentrasi insulin
(kanan) terhadap waktu pada tes OGTT Subjek Normal (Chiara Dalla
Man et al, 2005
Diagam dari Minimal Model
Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek normal Campioni et al
Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek normal Denmark
Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek normal Jepang
Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek diabetes tipe 2 Denmark
Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek diabetes tipe 2 Jepang

3
3
5
6
9

10
12
13
14

15
16

17

18
18
28
29
30
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Diagram Alir Penelitian
Data Glukosa dan Insulin Subjek Normal Campioni

37
38

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Data Glukosa Subjek Normal Denmark dan Subjek Diabetes Denmark
Data Insulin Subjek Normal Denmark dan Subjek Diabetes Denmark
Data Glukosa Subjek Normal Jepang dan Subjek Diabetes Jepang
Data Insulin Subjek Normal Jepang dan Subjek Diabetes Jepang
Data normalcoba.m (subjek normal Campioni)
Pengujian Data Glukosa normalcoba.m (run_glucosecoba.m)
Pengujian Data Insulin normalcoba.m (run_incoba.m)
Data normal_denmarkcoba.m (subjek normal denmark)
Pengujian Data Glukosa normal_denmarkcoba.m (run _glucose_NGT_
denmarkcoba.m)
Pengujian Data Insulin normal_denmarkcoba.m (run _insulin_NGT_
denmarkcoba.m)
Data normal_jpcoba.m (subjek normal jepang)
Pengujian Data Glukosa normal_jpcoba.m (run _glucose_NGT_
jpcoba.m)
Pengujian Data Insulin normal_jpcoba.m (ru_insulin_NGT_jpcoba.m)
Data T2D_denmarkcoba.m (subjek diabetes denmark)
Pengujian Data Glukosa T2D_denmarkcoba.m (run _glucose_T2D_
denmarkcoba.m)
Pengujian Data Insulin T2D_denmarkcoba.m (run _insulin_T2D_
denmarkcoba.m)
Data T2D_jpcoba.m (subjek diabetes jepang)
Pengujian Data Glukosa T2D_jpcoba.m (run _glucose_T2D_jpcoba.m)
Pengujian Data Insulin T2D_jpcoba.m (run _insulin_T2D_jpcoba.m)

38
39
39
40
40
42
44
46
48

49
50
52
54
55
58
59
60
62
64

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan jaman, prevalensi diabetes mellitus cenderung
mengalami peningkatan baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Menurut DEPKES RI, hal ini berhubungan dengan jumlah populasi yang
meningkat, perubahan pola hidup modern, prevalensi obesitas yang meningkat
dan kegiatan fisik berkurang (Hasdianah 2012). Menurut data statistik, jumlah
penduduk dunia yang terkena diabetes terbaru menurut World Health
Organization (WHO) mengalami kenaikan yang semakin mengkhawatirkan. Pada
tahun 2000 jumlah penduduk dunia yang menderita diabetes sudah mencapai
171.230.000 orang dan pada tahun 2030 diperkirakan jumlah penderita diabetes di
dunia akan mencapai jumlah 366.210.100 orang atau naik sebesar 114% dalam
kurun waktu 30 tahun. Indonesia menduduki tempat ke 4 terbesar dengan
pertumbuhan sebesar 152% dari 8.426.000 orang pada tahun 2000 menjadi
21.257.000 orang ditahun 2030 (indodiabetes.com).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih
tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dL.
Jenis utama diabetes mellitus yang dikenal adalah diabetes mellitus tipe 1 dan
diabetes mellitus tipe 2. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh proses antoimun
dimana sistem imun tubuh menghancurkan sel beta pankreatik yang menghasilkan
insulin. Puncak insiden diabetes mellitus tipe 1 adalah pada masa pubertas dan
diperlukan injeksi insulin harian untuk mengatasinya. Diabetes mellitus tipe 2
disebabkan oleh resistensi insulin bersama sama dengan defisiensi insulin. Jenis
diabetes ini terjadi pada masa dewasa dan merupakan penyebab epidemi diabetes
di dunia.
Hilangnya sekresi insulin fase pertama, menurunnya sensitivitas insulin
pada jaringan perifer dan selanjutnya menurunnya supresi dari keluaran
glukosa hepatik setelah makan akibat defisiensi insulin menyebabkan
abnormalitas metabolik yang muncul sebagai kenaikan glukosa plasma pascamakan sebelum manifestasi diabetes klinis. Bukti dari penemuan yang
bermunculan menunjukkan bahwa level glukosa plasma pasca makan
meningkat akibat defisiensi dari substansi berikut ini: amylin, suatu peptida
glukoregulatori yang secara normal di-ko-sekresi oleh sel beta bersama insulin;
peptida-1 mirip glukagon (GLP-1) dan peptida inhibitori gastric dependenglukosa (GIP), hormon inkretin yang disekresi oleh lambung.
Dalam diabetes tipe 2, homeostosis glukosa perlu dirawat dengan ketat
melalui sekresi insulin dan sensitivitas insulin. Hal ini karena pada diabetes tipe 2
terjadi deregulasi dari faktor ini yang menghasilkan kekurangan aktivitas dari
sekresi insulin menuju hiperglikemia. Oleh karena itu metode yang akurat pada
pengukuran sekresi insulin melalui hormon inkretin dan sensitivitas insulin dapat
meningkatkan kualitas dan perawatan medis.

2
Model matematika yang mengkaji perkembangan penyakit diabetes sudah
banyak diteliti oleh beberapa ahli. Model matematika adalah model yang
menggunakan lambang‐lambang (simbol) matematika atau logika untuk
menyajikan perilaku objek yang akan diteliti. Model ini dapat dianggap sebagai
usaha abstraksi terhadap objek melalui cara analitik atau numerik dalam bentuk
persamaan‐persamaan matematika. Bila telah diperoleh suatu penyelesaian maka
hasil tersebut dapat digunakan sebagai alat prediksi atau kontrol terhadap objek
(Renny, 2009). Minimal model yang menjadi inspirasi dalam model matematika
dalam kasus diabetes melitus adalah minimal model Bergmann, karena berisi
parameter yang sedikit sehingga tampak sederhana, menggambarkan efektivitas
glukosa (SG) dan sensitivitas insulin (SI) selama periode IVGTT. Namun tes
IVGTT tidak mencerminkan kondisi tubuh dalam keadaan sehari-hari. Oleh
karena itu perlu suatu metode yang dapat digunakan untuk menilai SI dalam
periode waktu secara rutin dalam keadaan normal, contohnya selama makan.
Pendekatan model matematika yang danjurkan adalah tes toleransi glukosa oral
(OGTT) untuk menggantikan data tes IVGTT.
Pada minimal model Bergman perkiraan nilai SI setelah gangguan oral sukar
diperkirakan, karena nilai SI dinyatakan sebagai fraksi hilangnya glukosa per unit
konsentrasi insulin bukan berdasarkan nilai masukan glukosa. Seiring berjalannya
waktu banyak model yang berbeda dikembangkan untuk menggambarkan sekresi
insulin dan sensitivitas insulin dengan OGTT. Respon insulin pada glukosa oral
(OGTT) lebih besar dibanding penelitian sebelumnya dengan IVGTT, hal ini
sudah lama diketahui. Kenyataanya hasil tes dari OGTT selama 2 jam dapat
bermanfaat, karena level glukosa selama 2 jam telah digunakan sebagai salah satu
kriteria untuk diabetes oleh WHO.
Selama OGTT, banyak minimal model yang telah dikembangkan dari minimal
model Bergman. Minimal model tersebut salah satunya dikembangkan oleh Man
et al (2005) yang menambahkan konstanta Rameal sebagai asupan glukosa secara
oral. Namun laju insulin yang dihasilkan grafik berdasarkan model SI belum
menghasilkan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat disebabkan dengan meninjau
aspek lain yaitu salah satunya hormon inkretin tidak ikut dihubungkan dengan
pengaruh konsentrasi plasma glukosa dari asupan makanan. Peran hormon
inkretin cukup penting karena berhubungan dengan prosesnya dalam saluran
gastrointestinal yang berlanjut menuju usus dan proses sekresi insulin.
Dimana persamaan laju insulin yang dicantumkan untuk melengkapi
OMM berdasarkan modifikasi peneliti adalah:
= −pI1[�(�) − ��]+RI , I(t0) = Ib

RI = RI1 + RI2

Sekresi insulin pada pankreas (RI) dapat digambarkan sebagai jumlah dari
dua komponen: sekresi insulin dinamis (RI1) dan sekresi insulin statis (RI2).
Jumlah ini didasarkan pada OGTT minimal model yang telah dilaporkan
sebelumnya. Tingkat perubahan konsentrasi insulin plasma (dI/dt) diwakili oleh
jumlah RI, dan tingkat sirkulasi insulin dihitung dari model satu kompartemen
dengan parameter tingkat pI1 (min-1) untuk hilangnya insulin (Brubaker et al 2007).

3

Gambar 1 Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek diabetes tipe 2
Denmark, Gb=143 mg/dL, SG=0.011 menit-1, p2=0.034 menit-1,
SI=1.86x10-4dL.kg-1menit-1(µU/mL)-1dengan R2=0.9578

Gambar 2 Hasil simulasi konsentrasi glukosa pada subjek diabetes tipe 2 Jepang
dengan Gb= 141 mg/dL, p2=0.010 menit-1, SI = 2.14 x10-4 dL.kg-1
menit-1, dan R2=0.9362
Profil subjek diabetes tipe 2 pada grafik di atas memiliki nilai sensitivitas
dan efektivitas glukosa yang sesuai dengan profil subjek diabetes tipe 2 tanpa
melibatkan hormon inkretin. Kurva profil subjek terlihat dapat disimulasikan
dengan baik terhadap data eksperimen. Pada kurva memperlihatkan penurunan
konsentrasi glukosa sangat lambat, terlihat dari profil kurva yang landai. Pada
kondisi diabetes tipe ke 2, saat makanan masuk ke dalam tubuh konsentrasi
glukosa awal dalam tubuh tinggi dan terus meningkat secara teratur sampai
akhirnya kembali turun ke keadaaan normal. Nilai SI yang didapat jauh lebih
kecil dibandingkan dengan data subyek normal. Hal ini menunjukkan bahwa pada
subyek yang terkena diabetes tipe 2 kemampuan insulin untuk mengurangi
konsentrasi glukosa dalam tubuh jauh lebih lambat dibandingkan dengan subyek
normal maupun pre-diabetes.
Namun dalam penelitian ini belum didapatkan hasil yang memuaskan
untuk simulasi grafik hubungan antara konsentrasi insulin terhadap waktu. Bila
persamaan diferensial laju insulin dimodifikasi kembali dengan meninjau
beberapa aspek lain, mungkin grafik hubungan konsentrasi insulin tersebut
dapat disimulasikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan kajian

4
lebih dalam mengenai laju insulin pada metode oral minimal model (OMM)
dengan menerapkan percobaan OGTT yang melibatkan aspek-aspek lain sehingga
dapat memperoleh grafik simulasi yang sesuai dengan data eksperimen. Salah satu
indeks yang dimasukkan dalam model SI untuk OGTT adalah hormon inkretin
yang dapat menggambarkan pelepasan faktor gastrointestinal yang tidak diketahui
dalam respon untuk masukan nutrien yang merangsang sekresi insulin tergantung
glukosa oral.

Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah memodifikasi persamaan differensial laju insulin OMM
untuk tes OGTT dengan pengaruh hormon inkretin dari penelitian
sebelumnya?
2. Berapakah nilai penyerapan glukosa ( ) dari OMM termodifikasi dengan
pengaruh hormon inkretin untuk data eksperimen subjek diabetes tipe 2?
3. Berapakah nilai SG dan SI yang diperoleh dari OMM termodifikasi
dengan pengaruh hormon inkretin untuk data eksperimen subjek diabetes
tipe 2?
4. Apakah faktor hormon inkretin ini sangat berperan dalam S I dan SG pada
subjek diabetes tipe 2 dibandingkan subjek normal?
5. Apakah OMM termodifikasi dengan pengaruh hormon inkretin ini dapat
untuk memprediksi subjek diabetes tipe 2 pada umumnya?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu memodifikasi kembali oral minimal
model dari penelitian sebelumnya, dengan menambahkan parameter masukan
insulin dan hormon inkretin di persamaan laju insulin. Model termodifikasi ini
diharapkan dapat mendeteksi penyakit diabetes tipe 2 dengan cara
memprediksikan nilai SI dan SG.

Manfaat Penelitian
Model OMM termodifikasi dengan pengaruh hormon inkretin dapat
digunakan untuk mengolah data hasil tes OGTT, sehingga dapat digunakan
untuk memprediksi kondisi subjek dalam keadaaan normal, pre-diabetes, ataupun
diabetes tipe 2. Dengan demikian, model ini juga diharapkan dapat memberikan
pemahaman tentang efektivitas glukosa dan sensitivitas insulin untuk
mendiagnosis subjek diabetes tipe 2, sehingga dapat digunakan untuk pencegahan
dan perawatan subjek diabetes tipe 2.

5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pemahaman sistem
dinamika non-liniear, persamaan differensial biasa (ODE), teori tentang
model matematika kinetika glukosa dan insulin dan teori minimal model
Bergman.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa
Glukosa adalah gula sederhana yang digunakan untuk tubuh sebagai
sumber energi utama. Hal ini diserap oleh tubuh sebagai konstituen dari asupan
makanan yang tinggi karbohidrat. Glukosa diserap ke dalam aliran darah dari
usus kecil setelah dipecah menjadi bentuk sederhana dari rantai panjang molekul
karbohidrat yang ditemukan dalam makanan.
Gambar 3 dibawah ini
memperlihatkan struktur molekul (Docherty 2011).

Gambar 3 Molekul Glukosa (karbon-abu, hidrogen-putih, oksigen merah)
(Docherty 2011)
Glukosa diangkut mengelilingi tubuh melalui aliran darah. Glukosa ini
dapat diambil secara langsung oleh otak dan beberapa tipe spesifik dari sel usus.
Sel dalam tubuh memerlukan hormon insulin sebagai penengah. Dalam hal ini,
insulin bertindak sebagai sinyal biokimia untuk membuka kunci sel sehingga
glukosa dapat masuk ke dalam sel (Docherty 2011).
Glukosa di dalam sel dapat menjadi salah satunya yaitu disimpan atau
dikonsumsi untuk menghasilkankan energi.
Penyimpanan (glikogenesis)
melibatkan pengubahan dari glukosa menjadi glikogen yang mana kemudian
dipecah untuk menghasilkan energi yang disimpan (glikogenolisis). Glukosa
dapat juga dimetabolisme untuk menghasilkan energi (glikolisis). Glikolisis
melibatkan rangkaian perubahan bentuk, beberapa menghasilkan energi yang
signifikan dan hasilnya dalam molekul piruvat (C6H12O6 C3H3O3). Asam amino

6
atau susunan monosakarida yang lain dapat juga melalui proses glikolisis, atau
diubah dari glikogen mejadi energi yang disimpan (Docherty 2011).

Gambar 4 Metabolisme glukosa(www kesehatanpedia.com)
Metabolisme glukosa seperti yang terlihat pada gambar 4 dimulai ketika
asupan makanan dalam bentuk karbohidrat baik monosakarida, disakarida dan
polisakarida dikonsumsi. Karbohidrat masuk dalam saluran pencernaan, kemudian
dipecah menjadi molekul glukosa yang lebih kecil agar apat diserap oleh usus
halus. Pada saat glukosa masuk dalam saluran pencernaan, secara tidak langsung
hormon inkretin dalam saluran tersebut memberikan sinyal melalui neuron
sensorik terhadap otak, dan otak memberikan umpan balik terhadap saluran
pencernaan dengan menginduksi rasa kenyang. Selain itu hormon inkretin juga
memberikan sinyal terhadap pankreas untuk dapat merangsang terjadinya sekresi
insulin dan mengantarkan glukosa dari gastrointestinal menuju duodenum.
Glukosa dapat diambil secara langsung oleh otak dan beberapa tipe spesifik
dari sel usus. Glukosa yang diserap oleh usus halus setelah melewati saluran
pencernaan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Di
dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di
dalam otot & hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk
glukosa darah (blood glucose). Selain berperan sebagai bahan bakar bagi proses
metabolisme di dalam tubuh, glukosa juga akan berperan sebagai sumber energi
utama bagi kerja otak.
Konsentrasi glukosa darah dalam tubuh sangat diatur pada orang sehat.
Kosentrasi glukosa pada orang sehat rata-rata 4 sampai 5 mmol /L dengan cepat
mengatur penyimpanan setelah makan. Kekurangan gizi yang berkepanjangan
atau pembukaan oleh insulin dapat terjadi pada hipoglikemia (gula darah rendah).
Hiperlikemia terjadi ketika glukosa darah naik diatas level aman. Akibat dari
hipoglikemia dapat menyebabkan koma ( 10 mmol/L).
Hiperglikemia yang berkepanjangan juga sangat beracun untuk jaringan dan
terjadi pada diabetes retina, menyebabkan kebutaan, dan merusak jaringan tepi

7
kapiler, yang mana pada akhirnya tangan dan kaki dapat diamputasi. Demikian,
kontrol glukosa secara terus menerus sangat penting untuk hasil yang positif sehat
(Docherty 2011).

Insulin
Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel β dari pankreas dengan
fungsi utamanya mengurangi konsentrasi glukosa daam aliran darah. Prinsip
fungsi insulin adalah merangsang penyerapan glukosa dalam sel. Reaksi insulin
tertentu dengan reseptor insulin pada dinding sel menyebabkan sel membuka
saluran untuk mengangkut transisi glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai
sumber energi utama . Insulin yang dilepaskan oleh pankreas secara umum dalam
menanggapi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah . Pelepasan insulin
terdiri dari dua tahap yang berbeda. Fase pertama adalah pelepasan insulin yang
tersimpan dan reaksi ini secara tiba-tiba mengubah konsentrasi glukosa. Fase
kedua pada produksi insulin adalah respon dari konsentrasi glukosa yang
meningkat ketika fase pertama tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah. Nilai
dari produksi adalah fungsi dari konsentrasi glukosa lebih dari level basal 4
sampai 5 mmol/L dan ini dirancang untuk mengurangi tingkat glukosa secara
terus menerus (Docherty 2011).
Insulin diproduksi oleh sel β yang terjadi dalam pulau Langerhans pada
pankreas. Produksi pertama dari sel β khususnya adalah rantai peptida yang
panjang yang disebut proinsulin . Peptida yang panjang ini kemudian dipecah
menghasilkan molekul tunggal insulin dan molekul tunggal C-peptida.
Selanjutnya insulin disekresi dengan C-peptida pada jumlah molar ke dalam pintu
saluran hati dan aliran darah lewat saluran hati, saluran vena dan terakhir sistem
arteri. Pengangkutan pada usus dimana penyerapan glukosa sel terjadi dalam
jaringan tepi melalui difusi pasif yang melewati membran. Hal ini dapat menjadi
catatan bahwa produksi insulin dapat menekan dengan tingginya konsentrasi
insulin (Argoud et al 1987).
Sekresi insulin dapat dipengaruhi oleh perubahan pada transkripsi gen,
translasi, modifikasi post-translasi di badan golgi, dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pelepasan insulin oleh granula sekretorik. Modifikasi jangka
panjang dapat terjadi melalui perubahan pada jumlah sel β dan differensiasinya.
Peningkatan kadar glukosa menginduksi “fase pertama” dalam glucosemediated insulin secretion yakni dengan pelepasan insulin yang baru saja
disintesa dan penyimpanan dalam granula sekretorik sel β. Masuknya glukosa
ke dalam sel
dideteksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tadi difosforilasi
menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini membutuhkan ATP. Penutupan
kanal K+-ATP-dependent mengakibatkan depolarisasi membrane plasma dan
aktivasi kanal kalsium oleh voltage-dependent yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan kadar kalsium inilah
yang menyebabkan sekresi insulin. Mediator lain yang berperan dalam pelepasan
insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C (sebagai contoh oleh
asetilkolin) serta rangsangan dari aktivitas adenil-siklase dan protein kinase-A sel
(Wilcox 2005).

8
Insulin endogenus sebagian besar dibersihkan oleh hati dan juga ginjal
dalam jumlah yang sedikit dan dipisahkan pada sel setelah penggunaan. Pada
awalnya insulin endogenus bergerak melalui pintu pembuluh darah pada hati yang
banyak diekstrak dan digunakan dalam pelepasan dan penyimpanan glikogen.
Khususnya, 60-80% dari pintu pembuluh darah mengandung ekstrak oleh hati
pada tahap pertama setelah sekresi (Toffolo et al 2006). Insulin kemudian
diektsrak dari aliran darah oleh hati atau ginjal atau lewat ke dalam usus besar
yang dipisah pada tingkatan sel setelah penyerapan glukosa. Dalam usus besar
insulin terikat pada reseptor otot dan adipose sel diluar membran dan aktivasi
reaksi intraselular hasilnya dalam penyerapan glukosa.
Insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate =
IRS) yang terdapat pada membran sel untuk jaringan perifer seperti jaringan otot
dan lemak. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal
yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan
lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas.
Kemudian transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4
(glucose transporter-4) setelah berikatan antara insulin dan reseptor , selanjutnya
juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan
translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke
intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Mekanisme dan dinamika
sekresi yang normal serta aksi insulin yang berlangsung normal diperlukan untuk
mendapatkan proses metabolisme glukosa normal. Rendahnya sensitivitas atau
tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor
etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2 (Manaf 2006).

Sensitivitas Insulin
Sensitivitas insulin adalah kemampuan insulin menurunkan konsentrasi
glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa dijaringan otot dan
lemak, dan menekan produksi glukosa oleh hati (Marentek 2006). Sensitivitas
insulin adalah satu kunci parameter pada pasien diabetes sebagai penentu
bagaimana glukosa menghilang dan produksi glukosa ditekan setelah dihasilkan
insulin atau tingkat resistansi insulin pada pasien.
Resistansi insulin meningkat dalam sensitivitas tubuh pada insulin adalah
masalah utama dalam penyakit diabetes tipe 2. Resistensi insulin adalah keadaan
sensitivitas insulin berkurang. Resistensi insulin merupakan suatu keadaan
terjadinyagangguan respons metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk
kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak dari
pada normal untuk mempertahankan keadaan normoglikemi (euglikemi).
Resistensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan prereseptor, reseptor dan
postreseptor. Gangguan prereseptor dapat disebabkan oleh antibodi insulin dan
gangguan pada insulin. Gangguan reseptor dapat disebabkan oleh jumlah reseptor
yang kurang atau kepekaan reseptor yang menurun, sedangkan gangguan
postreseptor disebabkan oleh gangguan pada proses fosforilasi dan pada signal
transduksi di dalam sel otot. Daerah utama terjadinya resistensi insulin adalah
pada postreseptor sel target di jaringan otot rangka dan sel hati. Kerusakan
postreseptor ini menyebabkan kompensasi peningkatan sekresi insulin oleh sel

9
beta, sehingga terjadi hiperinsulinemi pada keadaan puasa maupun postprandial
(Marentek 2006).
Kerusakan sel dari insulin reseptor (IR) belum sepenuhnya dipahami tetapi
jelas terdapat faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhinya. Hal ini
diasumsikan bahwa rendahnya pengaturan dari reseptor insulin terikat yang
disebabkan oleh meningkatnya kandungan lemak intraselular sesuai dengan
temuan dari peningkatan insulin reseptor (IR) dalam obesitas.
Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau
konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor
resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun
berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal
DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun
hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama
mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan
makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat
resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa
maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat
resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat
produksi glukosa dari hepar.

Gambar 5 Insulin diproduksi dan diperlukan sel untuk menggunakan gula darah
dan gula darah yang rendah ketika insulin meningkat (IDF 2006)
Sensitivitas insulin tidak dicirikan dengan sistem matrik yang dapat dinilai
dengan sebuah tes sederhana. Tetapi lebih baik, yaitu merupakan konsep untuk
mengukur kemampuan tubuh dalam mengurangi tingkat glukosa darah dengan
insulin. Produksi insulin oleh pankreas sebagai respon dari kenaikan kadar
glukosa ditunjukkan pada gambar 5.

10
Tabel 1 Rekomendasi kriteria diagnosa untuk diabetes dan prediabetes (WHO and
IDF 2006)
Diabetes
Fasting plasma glucose
2h plasma glucose*
Impaired glucose to;erance (IGT)
Fasting plasma glucose
2h plasma glucose*
Impaired fasting glucose (IFG)
Fasting glucose glucose
2h plasma glucose*

7.0 mmol/l (126 mg/dl)
Or
11.1 mmol/l (200 mg/dl)
< 7.0 mmol/l (126 mg/dl)
And
7.8 and < 11.1 mmol/l
(140 mg/dl and 200 mg/dl)
6.1 – 6.9 mmol/l (110 – 125 mg/dl)
And (if measured)
< 7.8 mmol/l (140 mg/dl)

Tabel 1 menunjukkan nilai rekomendasi untuk diagnosa diabetes dan
prediabetes menggunakan OGTT (WHO and IDF, 2006). Jika individu
mempunyai konsentrasi glukosa lebih dari 7.0 mmol/L setelah berpuasa atau lebih
dari 11.1 mmlo/L setelah 2 jam asupan glukosa berjalan , kemungkinan tinggi
diabetes. Hal in direkomendasikan oleh IDF untuk pengambilan dua sampel
darah yaitu pada saat berpuasa dan 2 jam setelah asupan glukosa berjalan untuk
membedakan apakah individu tersebut prediabetes atau diabetes.

Gambar 6 Gambaran pengaruh fisiologis yang terukur oleh sensitivitas insulin.
(Scheen et al 1994)
Konstribusi efek utama penyerapan glukosa yang tergantung pada insulin
ditunjukkan oleh gambar 6 di atas. Tiga efek yang utama adalah sensitivitas
jaringan sel terhadap insulin terikat (sensitivitas jaringan tepi), pengaruh insulin
pada hati untuk menekan glukosa (sensitivitas hati) dan kemampuan pankreas
untuk merespon dengan sekresi insulin pada konsentrasi glukosa yang meningkat
(fungsi sel atau pakreas). Pengaruh ini dapat juga divariasikan berdasarkan
waktu dan berbeda dalam waktu berpuasa atau pada tingkat gangguan (Scheen et
al 1994). Pemilihan metode tergantung pada desain struktural untuk menilai
sensitivitas insulin dan diasumsikan satu atau lebih dari efek dapat
dikombinasikan dalam penilaian (Radziuk 2000).

11
Peran tes sensitivitas insulin adalah kontroversial sebagai insulin yang
terutama mengurangi konsentrasi glukosa darah dalam 2 cara. Pertama
memfasilitasi transportasi glukosa ke dalam sel, mengeluarkannya dari aliran
darah sehingga mengurangi konsentrasi 9 sensitivitas perifer. Kedua insulin
menekan produksi glukosa endogen (sensitivitas hati) (Docherty 2011).
Sensitivitas insulin terutama dapat diobati dengan perubahan gaya hidup.
Meningkatkan olah raga, diet secara sehat dan mengurangi berat badan adalah
dipercaya untuk meningkatkan sensitivitas dan mengurangi efek diabetes tipe 2.
Akhirnya jika fungsi sel
turun drastis, penambahan terapi insulin dapat
dilakukan jika diperlukan (Kahn et al 2006a).

Hormon Inkretin
Hormon inkretin mula-mula diidentifikasi tahun 1930, yang sepenuhya tidak
menilai untuk mampu berperan dalam pengobatan diabetes tipe 2 sampai sifat
insulinotropik diperkenalkan pada tahun 1960. Inkretin adalah hormon yang
diproduksi oleh saluran pencernaan dan dilepaskan atas nutrien yang masuk ke
dalam usus. Sejak dilepaskan , hormon inkretin merangsang sekresi insulin.
Konsep dari tindakan inkretin bahwa respon insulin pada glukosa oral melebihi
jumlah yang sama dengan glukosa intravena. Hormon inkretin utama terdiri dari
gastric inhibitor polypeptide (GIP), yang dikenal sebagai insulinotropik
polipeptida yang bergantung pada glukosa dan glukagon seperti peptide-1 (GLP1) yang menekan pelepasan glukagon, pengosongan pencernaan yang perlahan,
memperbaiki sensitivitas insulin dan mengurangi masukan makanan (Granell
2006)
Dua hormon inkretin penghambatan lambung polipeptida ini bertanggung
jawab atas 50 -70% dari respon insulin postprandial pada individu sehat ,
kontribusinya terhadap tanggapan insulin secara keseluruhan setelah konsumsi
glukosa oral mungkin berjumlah 20% pada pasien dengan diabetes tipe 2 atau≤
50% dari subjek normal (Meier dan Nauck 2009) . Pada manusia level basal untuk
GLP-1 secara signifikan lebih rendah dibandingkan GIP (≈ 10 ng/L vs β00 ng/L)
(Brubaker et al 2007). Hilangnya aktivitas inkretin pada diabetes tipe 2 masih
tidak sepenuhnya dipahami.
Hormon inkretin GIP dan GLP-1 termasuk superfamili glukagon peptida
sebagai rangkaian beberapa asam amino antara peptida dan glukagon . GIP
merupakan 42 asam amino peptida yang dipecah dari peptida dan proGIP,
sedangkan GLP-1 dipecah dari proglukagon dan termasuk peptida dari 30 dan 31
asam amino (Granell 2006)
GIP adalah hormon peptida besar yang diolah dari prohormon yang lebih
besar. Ekspresi GIP didistribusikan secara luas dalam tubuh, tetapi fungsi tidak
dipahami dengan baik di lokasi tersebut. GIP disekresikan dari enteroendokrin,
yang disebut sel K, yang sebagian besar terletak di mukosa duodenum proksimal
tetapi dapat terlihat di seluruh mukosa usus (Torun and Ertugrul 2015). GLP-1
disekresi dari L sel terutama dalam ileum dan kolon. Hormon GLP-1 berasal dari
proglukagon peptida. Gen proglukagon dominan diekspresikan dalam sel alfa
pankreas, batang otak dan distal endokrin mukosa usus, yang disebut sel L.

12
GIP dan GLP-1 disekresi oleh saluran pencernaan tapi potensi mereka dan
jumlah sekresi molar berbeda. GIP disekresi ke dalam sirkulasi jumlah yang lebih
tinggi 10 kali lipat dari GLP-1, tetapi potensi GLP-1 melebihi GIP. Kedua hormon
inkretin ini disekresikan dari sel endokrin gastrointestinal menanggapi konsumsi
makanan. Meskipun sangat rendah dalam jumlah, inkretin juga telah terbukti
disekresi selama puasa. Jumlah makanan dicerna dan tingkat pengosongan
lambung yang mempengaruhi jenis hormon inkretin yang disekresikan. Misalnya
jumlah makanan yang sedikit maka lambung dengan cepat mengosongkan dan
menginduksi sekresi GIP, sedangkan lambung lambat pengosongan dan porsi
makanan yang kompleks besar menginduksi sekresi GLP-1 (gambar 8)
(Torun and Ertugrul 2015).

Gambar 7 Tindakan Biologi dari GLP-1 (Granell 2006)
Pengaruh GLP-1 terhadap pusat peraturan makanan berdasarkan penelitian
Turton tahun 1996 bahwa GLP-1 memiliki efek sentral signifikan mengurangi
asupan makanan. Rendahnya tingkat GLP-1 dalam sirkulasi sistemik mungkin
tidak mencapai sistem saraf pusat, tetapi telah menunjukkan bahwa GLP-1
dimediasi stimulasi vagal mungkin memainkan peran dalam penurunan motilitas
gastrointestinal. Pengaruh GLP-1 pada neuron sensorik aferen vagal mungkin
efek lokal, yang pada gilirannya ini neuron aferen mengirimkan masukan ke
saluran soliter inti, kemudian menghambat motilitas gastrointestinal. GLP-1
mengurangi asupan makanan dengan menginduksi rasa kenyang (Torun and
Ertugrul 2015).
Pengaruh GLP-1 pada sel Islet pankreas seperti yang ditunjukkan gambar 9
yaitu meningkatnya sekresi insulin dari sel , meningkatnya sekresi somastotin
dari sel dan menurunnya sekresi glukagon dari sel . Tindakan ini mendukung
pada penurunan pengeluaran glukosa (Granell 2006)
.

13

Gambar 8 Pengaruh GLP-1 terhadap pankreas (Granell 2006)
Pada sel pengaruh GLP-1 adalah akut, subakut dan pengaruh kronis.
Pada pengaruh akut GLP-1 meningkatkan sekresi insulin yang tergantung glukosa,
sebaliknya pengaruh subakut termasuk rangsangan transkripsi proinsulin dan
biosintesis insulin. Pengaruh kronis termasuk rangsangan proliferasi sel dan
neogenesis dari sel prekursor ductal (Granell 2006)
.
Diabetes
Diabetes berasal dari kata meresap (melalui sesaat) dan mellitus dari kata
latin madu yang mengacu pada gula berlebih dalam urin pasien (Dobson 1776).
Diabetes merupakan kombinasi kelompok dari gangguan metabolik yang berbeda
dengan asal yang berbeda tetapi semua menghasilkan hiperglikemia atau tingkat
glukosa darah yang tinggi (ADA 2006). Insulin dibutuhkan oleh tubuh sebagai
penengah untuk penyerapan glukosa. Tingkat glukosa darah yang tinggi terutama
disebabkan kekurangan atau daya tahan dari ketersediaan insulin.
Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 memiliki karakter yang signifikan, yaitu seringnya
kekurangan insulin secara mendadak. Hal ini disebabkan oleh gangguan autoimun yang merusak insulin produksi sel dalam pankreas dan genetik yang kuat.
Tipe diabetes ini umumnya diketahui sebagai diabetes pubertas, tetapi dapat juga
orang dewasa dan tidak seperti obesitas. Sekitar 10% dari penduduk mempunyai
diabetes tipe 1 (ADA 2006).
Rusaknya insulin yang diproduksi sel dalam diabetes tipe 1 dapat terjadi
dengan cepat selama berminggu minggu atau berbulan bulanan. Bahkan dapat
terjadi bertahun-tahun dan beberapa fungsi mengeluarkan insulin minimal dapat
tetap utuh. Pengobatan dengan injeksi insulin secara reguler memerlukan
beberapa kali per hari selama sisa hidup pasien. Jika tingkat glukosa tidak dijaga
dengan ketat, komplikasi dalam waktu yang panjang dapat terjadi. Meskipun sulit,
banyak penderita diabetes tipe 1 menjalani hidup sehat yang lama melalui
pemantauan frekuensi glukosa dan kontrol glikemia yang ketat.

14
Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 dicirikan dengan daya tahan insulin pada sebagian besar
individu. Perkembangan diabetes tipe 2 prosesnya lebih bertahap dibandingkan
diabetes tipe 1. Hal ini dimulai dengan tingkat pre-diabetes dari IGT (Impaired
Glucose Tolarance) dan IFG (Impaired Fasting Glucose), sebelum informasi
kesehatan dibuat (ADA 2006). Penyakit berkembang karena sering tidak
terdiagnosis dan tidak diobati selama bertahun-tahun sampai komplikasi pertama
pada kesehatan mulai muncul.
Menurut De Fronzo diabetes tipe 2 dicirikan dua faktor abnormal yang
ditemukan pada gangguan relatif dari insulin yang dihasilkan oleh sel karena
tingkat insulin yang tidak cukup untuk menjaga glikemia normal dan lemahnya
sensitivitas seluruh tubuh terhadap insulin (Moller 2012).

Gambar 9 Alur gangguan pada sel dan resistensi insulin untuk penyakit diabetes
tipe 2 (Stumvoll et al 2005)
Resiko diabetes tipe 2 yang berkembang sebagian cenderung dari genetik,
tetapi pengaruh yang kuat adalah dengan berat badan yang naik dan obesitas
dimana resistansi insulin meningkat secara signifikan. Pengurangan berat badan
dan perubahan gaya hidup dengan diet dan banyak latihan telah menunjukkan
sangat menurunnya resistansi insulin dan diabetes tipe 2. Namun hal ini sulit
dilaksanakan pada beberapa pasien, sehingga perlu pengobatan dengan cara lain.
Bertambahnya resistansi insulin dan berkurangnya fungsi sel
dalam
diabetes tipe 2 diperlihatkan pada gambar 10. Pada gambar terlihat penurunan
sensitivitas insulin yang berangsur- angsur ( resistansi insulin naik) . Penurunan
ini sebagai pengganti pertambahan dalam sekresi insulin pankreas pada glukosa
tingkat normal. Ketika pankreas tidak dapat menjaga lagi pada saat permintaan
bertambah, maka pembuangan sendiri mulai dilakukan. Hasilnya pertambahan
selanjutnya pada tingkat glukosa basal.

15

Gambar 10 Progress fungsi sel (garis hitam) dan sensitivitas insulin (garis putusputus) berlawanan pada resistansi insulin untuk toleransi gula normal
(NGT) dengan toleransi gula rendah (IGT), dihasilkan pada diabetes
tipe 2 (Ferrannini 1997).
Berkurangnya efek inkretin pada diabetes tipe 2 telah terbukti dari
beberapa penelitian sebelumnya yang dicirikan oleh berkurangnya respon GLP-1
postprandial serta mengurangi potensi insulinotropik dari GLP-1. Selain itu
pentingnya efek insulinotropik dari GIP telah terbukti hampir tidak ada pada
pasien dengan diabetes tipe 2. Kurangnya aktivitas penurun glukosa dari GIP pada
diabetes tipe 2 juga sebagian mungkin terkait dengan rangsangan pelepasan
glukagon, yangmelawan tindakan penurun glukosa residu. Tidak diketahui apakah
kekurangan inkretin pada diabetes tipe 2 adalah peristiwa utama yang mengarah
ke diabetes tipe 2 atau konsekuensi dari diabetes (Granell 2006)
Pengobatan diabetes tipe 2 terdiri dari pertama perubahan gaya hidup
untuk meningkatkan sensitivitas insulin yang dikombinasikan dengan pengobatan
untuk menambah sensitivitas insulin atau merangsang pankreas. Langkah
berikutnya terapi menggantikan tenaga insulin seperti pada diabetes tipe 1 yang
diperlukan untuk menjaga glikemia normal.

Produksi insulin yang berkurang dan penyalit diabetes
Diabetes tipe 1 terjadi ketika pankreas berhenti memproduksi insulin
sebagai hasil respon imun yang tidak teratur. Sistem imun alami pada individu
dimulai dengan insulin memproduksi sel pada pankreas. Pada umumnya terjadi
pada usia mulai remaja, tetapi dapat terjadi juga pada semua usia (Bluestone et al
2010).
Latar belakang diabetes tipe 2 secara umum ditimbulkan oleh permintaan
insulin berlebihan pada pankreas yang menghasilkan hilangnya massa sel dan
kemampuan produksi insulin. Meskipun mekanisme yang tepat untuk
berkurangnya produksi insulin selama penyakit diabetes tipe 2 belum banyak
diketahui, tetapi secara umum telah disepakati bahwa obesitas sering disebabkan
oleh asupan makanan yang berlebihan, pengaruh genetik atau pengaruh penyakit

16
yang lain. Pada awalnya penyakit diabetes tipe 2 ditandai dengan meningkatnya
resintansi insulin, kemudian tubuh memerlukan insulin dalam jumlah yang besar
untuk menjaga konsentrasi glukosa (Ahrén & Pacini 2005; Kahn et al 2006).
Pankreas khususnya, secara umum mampu memproduksi banyak insulin
dari pada yang diperlukan oleh sensitivitas insulin relatif pada orang sehat.
Meskipun seseorang dengan meningkatnya permintaan insulin dapat menjaga
konsentrasi glukosa normal , mereka mengurangi sensitivitas insulin pada saat
IGT (ADA 2005). Jika resistansi insulin signifikan mengganggu , nilai produksi
insulin maksimal yang mungkin dapat terjadi karena ketidakmampuan dalam
menjaga konsentrasi glukosa basal normal. Pada tahap ini, diabetes tipe 2 dapat
didiagnosa dengan tes khusus
Selanjutnya resistansi insulin yang semakin berkurang sering
menyebabkan kerusakan pada sel . Hal ini disebabkan oleh kerja yang
berlebihan dari pankreas atau kerusakan yang berhubungan dengan tingginya
glukosa, massa sel
berkurang, berkurangnya jumlah insulin yang berperan
dalam memproduksi. Diagnosa diabetes tipe 2 baru baru ini dapat dengan mudah
dibedakan oleh nilai produksi insulin yang jelas. Ketika diagnosa pasien diabetes
sekarang produksi insulin endogenusnya tinggi, maka dalam jangka panjang
produksi endogenus secara signifikan berkurang dan dapat mendekati nol.

Gambar 11 Hubungan antara produksi insulin , sensitivitas dan konsentrasi
glukosa pada diabetes tipe 2 (Gastaldelli et al 2004)
Gambar 11 memperlihatkan penyakit diabetes tipe 2 dengan melacak
konsentrasi glukosa harian, permintaan produksi gula harian dan sensitivitas
insulin. Peningkatan dan berikutnya penurunan produksi insulin dikenal sebagai
kurva pankreas Starling (Gastaldelli et al 2004). Kurva pada gambar 11 jelas
memperlihatkan konsentrasi glukosa tidak meningkat mengikuti diagnosa setelah
penurunan sensitivitas insulin.
Oleh sebab itu sangat disayangkan pada tahap IGT sering tidak diketahui
dan diagnosis sering terjadi pada saat produksi insulin menjadi rendah. Demikian
beberapa kerusakan tidak dapat diubah, biasanya dilakukan sebelum tahap tahap

17
yang dapat berpotensi mengurangi berkembangnya diabetes. Oleh karena itu
penyakit dapat terjadi sebelum diagnosa dan banyak dari orang-orang tidak
melakukan diagnosa. Diagnosa sejak awal berdasarkan pada resistensi insulin
(berkurangnya sensitivitas insulin) dapat memungkinkan pengobatan sebelumnya
untuk mengurangi komplikas jangka panjang dengan biaya yang mahal. Oleh
karena itu diperlukan sensitivitas insulin yang akurat berdasarkan tes diagnosa.

Tes Klinis Penyakit Diabetes
IVGTT merupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi penyakit
diabetes melalui tes sensitivitas insulin atau tes respon tubuh terhadap tingginya
glukosa. Tes ini dimulai dengan injeksi glukosa secara intravena, yang
mengandung 0,03 gram glukosa per kg berat tubuh (Bergman et al 1979). Sampel
darah selanjutnya dianalisis dan tingkat gluksa dan insulin terukur. Tipe IVGTT
pada subjek normal terlihat pada gambar 12.

Gambar 12 Grafik hubungan konsentrasi glukosa (kiri) dan konsentrasi
insulin(kanan) terhadap waktu pada tes IVGTT Subjek Normal
(Friss-Jensen 2007)
OGTT adalah tes lain yang digunakan untuk mendeteksi penyakit diabetes.
Dalam tes ini subjek diharuskan untuk berpuasa dalam jangka waktu 8
jam(1) setelah konsentrasi gula darah dan insulin diukur. Selanjutnya subjek
mengkonsumsi glukosa dalam bentuk larutan secara oral. Kemudian dilakukan
pengukuran baru dalam periode 3 jam.Jumlah glukosa dalam cairan adalah 75 g.
Ciri tes OGTT dari subjek normal dapat dilihat dari gambar 9.

18

Gambar 13 Grafik hubungan konsentrasi glukosa (kiri) dan konsentrasi insulin
(kanan) terhadap waktu pada tes OGTT Subjek Normal (Man et al
2005)

Minimal Model Bergman
Model minimal diusulkan oleh Bergman et al dengan orde rendah untuk
memperkirakan sensitivitas insulin dan keefektifan glukosa.
Secara luas
digunakan dalam pembelajaran klinis dan model matematika pada pembelajaran
glukoregulasi. Peninjauan kembali model dikembangkan oleh Cobelli et al untuk
memperkirakan jarak ruang glukosa dan sensitivitas insulin. Minimal model yang
diperbaiki untuk menggambarkan subsistem glukosa menggunakan dua
kompartemen. Hovorka et al menambahkan tiga glukosa dan subkompartemen
insulin untuk memperluas model minimal asli.
Beberapa model yang
dimodifikasi juga diusulkan . Hampir banyak model adalah glukosentrik dan
mengabaikan pengaruh FFE (Free Faty Acid). Roy et al memperluas model
minimal Bergman dengan memasukkan dinamika plasma FFA yang fokus pada
diabetes tipe 1 (Zimei 2013).
Skema dari model minimal Bergman ditunjukkan pada gambar 14. Model
minimal kompatibel dengan beberapa proses fisiologis , yaitu dapat merangsang
sistem glukosa-insulin dengan parameter yang dapat diidentifikasi dan secara
komputasi cocok untuk parameter perkiraan dan kontrol waktu yang nyata (Zimei
2013).

Gambar 14 Diagram dari model minimal (Bergman et al 1979)

19
Pada gambar 14, model minimal Bergman terdiri dari kompartemen
glukosa G, Kompartemen insulin X, dan kompartemen plasma insulin I. Garis
panah hitam menggambarkan aliran material, garis panah putus-putus
menggambarkan interaksi antara kompartemen dan panah menggambarkan
menggambarkan pengaruh dari plasma insulin pada kompartemen terpencil
(Bergman et al 1979)
Penyerapan glukosa dipengaruhi oleh plasma insulin melalui
kompartemen terpencil. Model terdiri dari tiga persamaan differensial;

Dimana G dan I masing-masing adalah konsentrasi pl