Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak adalah individu yang sejak dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia yang tidak berdaya dan lemah. Didalam perjalanan pertumbuhan dan perkembangan hidup anak ditopang oleh orang-orang dewasa yang ada disekitar anak baik ayah, ibu, kakak, maupun saudara dekat yang lain. Topangan yang diberikan melalui pengasuhan, pendidikan, membesarkan dan mencukupi segala kebutuhannya. Semua usaha-usaha dalam rangka membesarkan anak bukan berarti tanpa tujuan. Melainkan ada sebuah harapan yang diberikan oleh orang-orang yang dekat disekitar anak secara khusus orang tua. Bahkan bukan hanya orang tua yang mempunyai harapan tetapi juga masyarakat, bangsa dan negara. Diharapkan dari anak adalah menjadi manusia yang berhasil pada masa yang akan datang, membawa perubahan lebih baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam upaya pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal bagi anak, diperlukan perhatian yang serius dari pihak-pihak yang paling dekat dengan anak. Tidak semua anak memiliki pertumbuhan yang baik, ada banyak faktor yang menyebabkan. Hal ini merupakan suatu masalah. Karena dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami hambatan. Sampai saat ini Bangsa Indonesia masih diperhadapkan dengan masalah- masalah anak. Ada begitu banyak masalah yang terkait dengan anak, kategori masalah anak dibagi dua yaitu: anak-anak yang berada dalam situasi sulit dan Universitas Sumatera Utara berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri. Anak yang berada dalam situasi sulit terdiri dari: 1. Anak-anak yang berada dalam keadaan yang diskriminatif, yaitu: a. Larangan perlakuan diskriminatif anak. b. Nama dan kewargananegaraan anak. c. Anak cacat disabled. d. Anak suku terasing children of indegenous people. 2. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni: a. Anak yang terpisah dari keluarganya. b. Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri. c. Anak yang terganggu privasinya. d. Anak korban kekerasan dan penelantaran. e. Anak tanpa keluarga. f. Anak yang diadopsi. g. Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara berkala. h. Buruh anak. i. Anak korban eksploitasi seksual. j. Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan anak. k. Anak yang dieksploitasi dalam bentuk yang lain. l. Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan. 3. Anak-anak dalam situasi darurat, yakni: a. Anak-anak yang perlu dipertemukan kembali dengan keluarganya. Universitas Sumatera Utara b. Pengungsi anak-anak. c. Anak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan serdadu anak. d. Anak yang ditempatkan di suatu tempat yang harus ditinjau secara berkala. Masalah anak berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri adalah: a. Anak terlantar. b. Anak yang tidak mampu. c. Anak cacat. d. Anak yang terpaksa bekerja pekerja anak. e. Anak yang melakukan pelanggarankenakalan anak. f. Anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. g. Kewarganegaraan. h. Perwalian. i. Pengangkatan anak. j. Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan. k. Perlindungan terhadap penculikan. l. Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadian. m. Resosiliasi eks narapidana anak. n. Pewarisan. o. Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai. p. Anak lahir diluar nikah. q. Alimentasi. r. Penyalahgunaan seksual. s. Anak putus sekolah Joni, 1999: 110-111. Universitas Sumatera Utara Masalah tersebut membutuhkan penanganan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat melalui LSM Lembaga Swadaya Mayarakat. Demikian halnya dengan masalah anak jalanan dan anak terlantar yang terus menerus diupayakan penanganannya. Oleh karena jumlah anak jalanan dan anak terlantar yang begitu banyak. Berdasarkan hasil survei sosial yang dilakukan Unika Atma Jaya dengan pendanaan dari ADB Asean Development Bank pada tahun 1997, jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia adalah 39.861 orang. Terdiri dari 32.678 laki-laki dan 7.183 perempuan. Sementara hasil laporan UNICEF United Nations Children’s Fund pada tahun 1998 menyebutkan jumlah anak jalanan di seluruh Indonesia mencapai 50.000 orang Andari, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 32. Dalam kurun waktu satu tahun jumlah anak jalanan mengalami peningkatan yang begitu besar. Demikian halnya dengan hasil SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional pada tahun 2000, menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar di Indonesia mencapai 3,1 juta anak 5,3 sedangkan yang termasuk kategori rawan terlantar sekitar 10,3 juta anak 17,6 dari jumlah seluruh anak Indonesia 58,7 juta anak artinya 13,4 juta atau 22,9 dari jumlah seluruh anak Indonesia, memerlukan perhatian khusus untuk mencegah dan mengentaskan mereka dari keterlantaran Untung, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2004: 2324. Secara nasional pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sekitar 160.000 anak, anak terlantar usia 6-8 tahun 3.488.309 orang dan jumlah anak yang rawan terlantar 10.322.674 orang Aminatun, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007: 14. Menurut Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos, dr Universitas Sumatera Utara Pudji Hastuti MSC PH terdapat 150.000 anak jalanan di berbagai kota besar bekerja dan hidup di jalanan. Mereka tidak memiliki rumah tinggal dan tidak terlindungi. Data ini jauh lebih besar tiga kali lipat dari data yang dapat dihimpun DEPSOS Departemen Sosial pada tahun 2000 yaitu sekitar 50.000 anak dari 12 kota besar, sedangkan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2000 mencatat jumlah anak jalanan ibukota mencapai 11.000 orang dan anak terlantar sekitar 18.000 orang. Sesuai data Departemen Sosial, jumlah anak terlantar pada tahun 2006 mencapai 2.815.393 anak. Jumlah terbanyak di Jawa Timur sebanyak 347.297 anak, Sumatera Utara 331.113 anak, Jawa Barat 246.490 anak, Jawa Tengah 190.320 anak, Sumatera Selatan 146.381 anak dan untuk jumlah anak terlantar di DKI Jakarta sebanyak 14. 804 anak http:.tempointeraktif.com20 Maret 2009. Saat ini tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia memperkirakan pada tahun 2006 terdapat sekitar 150. 000 anak jalanan di Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta. Di Sumatera Utara sendiri pada tahun 2007, KKSP Kelompok Kerja Sosial Perkotaan memperkirakan jumlah anak jalanan di seluruh Kabupaten dan kota sekitar 5000 anak http:www.kksp.or.id7 Maret 2009. Data tahun 2007 yang diperoleh harian waspada dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah gelandangan, pengemis dan anak jalanan mencapai 95.791 orang. Dengan rincian 3.300 pengemis, 4.823 gelandangan, 18.741 anak jalanan dan 68.927 anak terlantar. Dan juga terdapat anak balita terlantar sejumlah 62.428 orang http:yayasankksp.blogspot.com7 Maret 2009. Penanganan masalah anak jalanan dan anak terlantar belum berhasil sepenuhnya. Berdasarkan hasil penelitian tentang anak jalanan pada tahun 2003 Universitas Sumatera Utara yang dilakukan Tim Peneliti UMJ Universitas Muhammadiyah Jakarta bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial Badan Pelatihan dan Pengembangan Depsos PPP-UKS Balat Bangsos, yaitu menurut Mufidz salah satu dari tim tersebut, menyebutkan bahwa kegagalan pemerintah dan masyarakat dalam menangani masalah anak jalanan disebabkan oleh minimnya perhatian semua pihak terhadap eksistensi sebagai penanggung jawab anak. Belum adanya model penanganan yang jelas, sistematik, dan komprehensif terhadap anak jalanan dan anak terlantar. Pemerintah RI melalui Depsos dan jajarannya telah berupaya menangani dengan regulasi, pengalokasian dana, fasilitas pelayanan hingga penyediaan rumah singgah. Namun kompleksnya permasalahan dan jumlah anak jalanan dan anak terlantar dimana yang terus meningkat menyebabkan penanganannya belum optimal dan efektif. Bukan hanya pemerintah melalui Depsos yang berupaya dalam menangani anak jalanan dan anak terlantar. Lembaga Swadaya Masyarakat juga ikut berpartisipasi http: ratiqhanzen.wordpress.com1 April 2009. Dalam menangani anak jalanan dan anak terlantar Lembaga Swadaya Masyarakat menggunakan penanganan secara nasional, tetapi ada juga dengan penanganan melalui pendekatan agama. Diantara Lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani masalah anak adalah Yayasan Simpang Tiga. Yayasan Simpang Tiga ini didirikan untuk menangani anak jalanan dan anak terlantar di Kota Medan, yayasan ini memiliki tiga program yaitu Panti Asuhan, Rumah Singgah dan klub sehat anak ceria. Mengingat anak adalah generasi penerus bangsa, yang sejak dini diupayakan pertumbuhan dan perkembangannya dengan optimal. Anak jalanan dan anak terlantar adalah sama dengan anak pada umumnya yaitu anak Universitas Sumatera Utara yang berada dalam asuhan orang tua. Membutuhkan haknya sebagai manusia berupa perlindungan, pemenuhan kebutuhan baik jasmani, rohani maupun sosial. Bahkan juga terhadap pendidikan. Yayasan Simpang Tiga Medan mengupayakan pemenuhan hak anak, oleh karena keluarga dari anak tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan anak. Sehingga Yayasan Simpang Tiga merupakan pengganti keluarga bagi anak yang dibina didalamnya. Yayasan Simpang Tiga Medan berada dalam naungan Yayasan Simpang Tiga yang berpusat di Kota Bali. Hal yang menarik dari Yayasan ini bagi peneliti adalah bahwa dalam seluruh aspek kegiatannya menggunakan pendekatan agama yaitu melalui pendekatan agama Kristen Protestan. Sampai saat ini ada 28 orang anak yang dibina dengan tingkat pendidikan mulai dari TK, SD, SMP dan SMA. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, yang terangkum dalam skripsi dengan judul ” Efektivitas Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan”.

1.2 Perumusan Masalah