Latar Belakang Berdirinya Yayasan Simpang Tiga

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Simpang Tiga

Yayasan Simpang Tiga di Medan lahir dari kerinduan untuk menangani anak-anak terlantar, anak-anak jalanan, dan anak-anak korban bencana alam dengan membawa mereka kedalam sebuah keluarga yang diperlengkapi menjadi manusia mandiri dan berkat bagi sesama. Pelayanan bagi anak-anak pra sejahtera dan anak-anak jalanan di kota Medan sudah mulai dilakukan sejak tahun 1999 oleh Pelayan Medis dan Pelayanan anak jalanan Gereja Kristen Baithani GKB- Medan, melalui pembinaan mental dan kerohanian, pemberian makanan tambahan, pengobatan dan penyuluhan kesehatan, serta pembagian sembako. Bapak Ebit Simbolon yang pada saat itu, tahun 1999 terlibat di Pelayanan Mahasiswa dan Pelayanan anak GKB-Medan bersama Pelayanan Medis GKB- Medan termasuk ibu Minar Sinaga berkonsentrasi menangani pembinaan mental, fisik, dan kerohanian anak-anak jalanan. Sampai tahun 2002, pembinanan kerohanian dan pelayanan kesehatan dilakukan dengan cara membawa anak-anak jalanan yang jumlahnya berkisar 400 anak, dijemput dan dikumpulkan di gedung Gereja untuk mengikuti kebaktian anak-anak jalanan dan jumlah pekerja 21 orang dan kegiatan tersebut dilakukan dua kali dalam sebulan. Setelah beberapa lama mengadakan kebaktian anak jalanan, dan diadakan evaluasi ternyata didapati metode pelayanan tersebut kurang efektif. Dengan berbagai kendala seperti: pekerja sudah mulai berkurang dengan berbagai alasan, biaya yang dikeluarkan juga cukup besar dan sebagian besar anak jalanan tersebut masih tinggal di jalanan. Akhirnya metode pelayanan diubah dengan cara Universitas Sumatera Utara mengadakan pelayanan langsung ke daerah tempat tinggal anak-anak jalanan dan tujuannya adalah supaya pelayanan lebih fokus dan terarah. Saat itu pelayana area tersebut sampai berjumlah 15 area dan pelayanan ini sangat berkembang yaitu dengan bertambahnya jumlah anak-anak yang terlibat. Namun akibat kurangnya pekerja tersebut, satu demi satu pos pelayanan area ditutup dan difokuskan pada dua area yaitu area Polonia dan area Sukaraja. Pelayanan di area Sukaraja berkembang sangat cepat meskipun hanya bapak Ebit Simbolon yang tetap setia melayani di sana. Pada Maret 2003, bapak Ebit Simbolon terpanggil untuk mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini di daerah tersebut dengan bekal pengalaman pelayanan anak sejak SMP dan pendidikan di Psikologi yang berkonsentrasi pada Psikologi Anak. Sebagai murid pertama sebanyak 6 orang dan hasil dari komunitas belajar cukup. Menggembirakan, sehingga pada bulan Juli 2003 bapak Ebit Simbolon mulai memperkenalkan dan mendirikan Taman Kanak-Kanak pra sejahtera untuk area Sukaraja. Uang sekolah yang dibebankan kepada orang tua anak sebesar Rp 5000,- per bulan yang tujuannya mengajak orang tua untuk lebih bertanggung jawab. Para orang tua cukup antusias untuk mendaftarkan anak-anaknya sehingga bertambah jumlahnya menjadi 19 murid. Demikianlah berjalan pelayanan pendidikan di area Sukaraja sampai area perumahan kumuh tersebut digusur pada Desember 2005. Selain pelayanan pendidikan, pelayanan lainnya adalah pembinaan kerohanian yang dilakukan setiap hari minggu dan tercatat 150 anak yang tertangani, pengobatan massal gratis oleh Pelayanan Medis, dan pembagian Universitas Sumatera Utara makanan tambahan untuk anak-anak serta pembagian sembako yang disalurkan kepada lebih dari 150 kepala keluarga dan dilakukan secara rutin. Pada tahun 2005 kembali mengadakan perintisan pelayanan di area Sei Agul, daerah perumahan kumuh di pinggir rel kereta api. Pelayanan kerohanian sudah terlebih dahulu ada di daerah ini yang dirintis oleh rekan bapak Ebit Simbolon yaitu Deby Simorangkir. Pelayanan dilakukan seminggu sekali dengan jumlah anak yang dilayani sekitar 100 orang. Setelah beberapa bulan membantu pelayanan kerohanian, bapak Ebit Simbolon bersama Penatua Soramuli Tarigan, salah seorang penatua di Gereja Kristen Baithani Medan, menyampaikan rencana untuk mendirikan pendirian Taman Kanak-Kanak keluarga pra sejahtera. Hal itu disambut baik oleh Deby Simorangkir dan masyarakat dan Taman Kanak-Kanak tersebut menampung 30 murid. Pelayanan secara langsung di jalanan sejak tahun 2004 yang dilakukan pada malam hari, dengan membawa makanan, bernyanyi bersama dan mendengarkan keluhan dari anak tersebut serta mulai membangun hidup anak- anak jalanan tersebut. Kerinduannya mereka bisa kembali kedalam keluarga mereka dan bisa mengenyam pendidikan yang semestinya, tetapi diantara mereka ada juga yang tidak memiliki keluarga lagi. Awal tahun 2005 beberapa minggu setelah terjadinya tsunami yang melanda Provinsi NAD dan Pulau Nias, bapak Franki dan ibu Marinka, Fransiska dan teamYayasan Simpang Tiga dari Pulau Bali datang ke Medan bertemu dengan Penatua Soramuli Tarigan. Melalui pembicaraan yang serius, dimana pak Franki rindu untuk menampung anak-anak korban tsunami dengan mendirikan Yayasan Simpang Tiga di Medan yang berada dibawah naungan Yayasan Universitas Sumatera Utara Simpang Tiga yang berpusat di Kota Bali, dengan menangani anak-anak korban tsunami, anak-anak terlantar, dan anak-anak jalanan di kota Medan. Bapak Ebit Simbolon dan ibu Minar Sinaga dipercayakan untuk mengelola panti asuhan ini. Pada Februari 2009 Yayasan Simpang Tiga telah berusia 4 tahun dengan jumlah anak sebanyak 28 orang. Jumlah anak yang akan diasuh di Panti Asuhan ini maksimal 40 orang anak dengan tujuan pendidikan dan pengasuhaan lebih fokus dan terarah. Konsep untuk rumah tinggal anak-anak di Yayasan ini adalah pondok kekeluargaan. Maksudnya setiap warga panti di Yayasan Simpang Tiga ini dapat merasakan kekeluargaan yang kuat dan harmonis.

4.2 Visi dan Misi