Perencanaan Stabilitas Lereng Dengan Sheet Pile Dan Perkuatan Geogrid Menggunakan Metode Elemen Hingga

(1)

i

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN

SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

Erin Anastasia Sebayang

09 0404 085

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ii ABSTRAK

Kelongsoran pada lereng yang disebabkan karena menurunnya kekuatan geser tanah sehingga tidak dapat memikul beban kerja yang terjadi dapat diperbaiki dengan menggunakan dinding penahan tanah (sheet pile) atau dengan perkuatan geogrid. Pada kasus jalan Kota Pematang Siantar dengan Parapat di Km. 171 badan jalan mengalami kelongsoran sehingga diperlukan penanganan untuk kasus ini.

Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh counterweight di belakang sheet pile, pengaruh kedalaman penanaman sheet pile dan pengaruh letak geogrid terhadap stabilitas lereng menggunakan Metode Elemen Hingga dengan Program Plaxis.

Dari hasil perhitungan diperoleh lereng tanpa counterweight memiliki faktor keamanan sebesar 1,16 sedangkan lereng dengan counterweight memiliki faktor keamanan sebesar 2,29. Maka lereng dengan counterweight memiliki faktor keamanan yang lebih besar. Lereng dengan penambahan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan sebesar 2,41 sedangkan lereng dengan pengurangan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan sebesar 2,23. Maka lereng dengan penambahan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan yang lebih besar. Lereng dengan pemasangan geogrid yang sebidang memiliki faktor keamanan sebesar 2,10 sedangkan lereng dengan pemasangan geogrid tidak sebidang memiliki faktor keamanan sebesar 2,29, maka geogrid yang tidak sebidang memiliki faktor keamanan yang lebih besar daripada geogrid yang sebidang.

Kata Kunci : sheet pile, geogrid, counterweight, metode elemen hingga, faktor keamanan lereng


(3)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karunia – Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, Penulis menghadapi berbagai kendala, tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., sebagai Dosen Pembimbing dan Penguji yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., dan Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(4)

iv 5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika

Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

8. Kedua orang tuaku Bapak Ir. A. Sebayang dan Ibu R. Perangin-angin, SE yang dengan penuh cinta kasih, kesabaran, dan ketabahan dalam merawat, mendidik, menjaga, mendoakan serta berjuang dengan keras untuk selalu memenuhi kebutuhan hidupku hingga berhasil mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan yang tinggi. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan berkat bagi beliau.

9. Kepada kakak dan adik-adikku, yang selalu mendukung dan memberi semangat serta doa demi kelancaran kuliahku, Ria Elevin Sebayang, Amd., Agriva Suranta Sebayang dan Meylisa Gabriela Sebayang.

10.Sahabat-sahabatku Febrina Ginting, Mei Tambunan, Yolanda Ginting dan Utami Tampubolon yang selalu memberikan semangat dan dukungan bagi Penulis.

11.Sahabat-sahabat seperjuangan di Teknik Sipil USU, Sandy C. Sinaga, Grace N. Simamora dan Elgina F. Manalu, terima kasih dukungan serta semangat dalam perkuliahan penulis dan pengerjaan tugas akhir ini.


(5)

v 12.Sahabat-sahabat Pengurus Permata Kemenangan Tani, Andos, Doanta,

Yahya, Basri, Fran, Ebed, Priskila, Lia, Cici, dan terkhusus untuk Dapit Sembiring yang selalu memotivasi, memberi semangat, doa dan perhatian kepada penulis.

13.Teman-teman Geoteknik 2009, Hasoloan H.P Sinaga, Agrifa Sianipar, Elisa D.J Purba, Manna Grace Sihotang, Atina Rezky dan Nita Fadila, terima kasih atas segala bantuannya selama ini.

14.Seluruh rekan-rekan seperjuangan stambuk 2009, Frengky, Jostar, Sahala dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah memberi dukungan serta semangat dalam perkuliahan penulis.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2014

Erin Anastasia Sebayang 08 0404 085


(6)

vi DAFTAR ISI

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar... x

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Notasi dan Singkatan ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tanah ... 6

2.2 Dinding Penahan Tanah ... 6

2.2.1. Sistem Stabilisasi Eksternal ... 7

2.2.1.1 Faktor Keamanan terhadap kegagalan geser ... 10

2.2.1.2 Faktor Keamanan terhadap kegagalan guling ... 13


(7)

vii

2.2.2. Sistem Stabilisasi Internal ... 15

2.3 Tanah Bertulang ... 17

2.3.1 Prinsip dan Interaksi tulangan tanah ... 18

2.3.2 Akibat penggunaan tulangan pada kekuatan geser tanah... 21

2.3.2.1 Koefisien Geser Tampak ... 22

2.3.2.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden ... 24

2.4 Tekanan Tanah Lateral... 27

2.4.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest) ... 27

2.4.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine ... 29

2.5 Bidang Longsor ... 32

2.5.1 Distribusi Tegangan Vertikal ... 33

2.5.2 Distribusi Tegangan Horizontal ... 34

2.5.2.1 Gaya Horisontal yang Ditahan Tulangan ... 35

2.6 Sheet Pile ... 37

2.6.1 Metode Konstruksi Sheet Pile ... 38

2.6.2 Desain Kedalaman Sheet Pile ... 39

2.7 Geogrid ... 42

2.7.1 Jenis Geogrid ... 45

2.7.2 Kelebihan Pemakaian Geogrid ... 47

2.7.3 Kekurangan Pemakaian Geogrid ... 47

2.7.4 Desain Perkuatan Geogrid pada Sheet Pile ... 48

2.8 Metode Elemen Hingga ... 50


(8)

viii

2.8.2 Tipe – Tipe Elemen Dalam Metode Elemen Hingga ... 51

2.8.3 Konsep Tegangan – Regangan ... 53

2.8.4 Sifat Mekanik Bahan ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

3.1 Data Umum ... 63

3.2 Data Tanah ... 63

3.3 Data Teknis Geogrid ... 64

3.4 Data Teknis Sheet Pile ... 64

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 66

3.6 Metode Perencanaan Menggunakan Metode Elemen Hingga ... 66

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN ... 75

4.1 Kondisi Lereng Setelah Konstruksi ... 75

4.1.1 Faktor Keamanan Lereng ... 79

4.1.2 Deformasi Lereng ... 79

4.1.3 Deformasi pada sheet pile ... 81

4.1.4 Deformasi pada geogrid ... 82

4.2 Pengaruh Beban Counterweight terhadap Konstruksi Lereng ... 83

4.2.1 Faktor Keamanan Lereng ... 83

4.2.2 Deformasi Lereng ... 84

4.2.3 Deformasi pada sheet pile ... 86


(9)

ix

4.3 Pengaruh Panjang Sheet Pile terhadap Konstruksi Lereng ... 89

4.3.1. Lereng dengan Penambahan Panjang Sheet Pile ... 89

4.3.1.1 Faktor Keamanan Lereng ... 89

4.3.1.2 Deformasi Lereng ... 90

4.3.1.3 Deformasi pada sheet pile ... 92

4.3.1.4 Deformasi pada geogrid ... 93

4.3.2. Lereng dengan pengurangan panjang sheet pile ... 94

4.3.2.1 Faktor Keamanan Lereng ... 94

4.3.2.2 Deformasi Lereng ... 95

4.3.2.3 Deformasi pada sheet pile ... 97

4.3.2.4 Deformasi pada geogrid ... 98

4.4 Pengaruh Pemasangan Geogrid terhadap Konstruksi Lereng... ... 100

4.4.1 Faktor Keamanan Lereng ... 100

4.4.2 Deformasi Lereng ... 101

4.4.3 Deformasi pada sheet pile ... 103

4.4.4 Deformasi pada geogrid ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 107

5.1Kesimpulan ... 107

5.2Saran ... 108 Daftar Pustaka


(10)

x DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

2.1 Diagram Fase Tanah 6

2.2 Klasifikasi Dinding Penahan Tanah 7

2.3 Gravity Walls 8

2.4 Sheet Pile Wall 9

2.5 Mekanisme kegagalan dinding penahan (a) Kegagalan Pergeseran; (b) Kegagalan Penggulingan; (c) Kegagalan daya dukung tanah

(d) Kegagalan stabilitas lereng global 10

2.6 Gaya-gaya yang bekerja pada analisis stabilitas eksternal

menggunakan asumsi Meyerhoff 12

2.7 Mechanically Stabilized Earth 15

2.8 Zona aktif dan zona penahan dinding penahan 16

2.9 Bidang-bidang Longsor Potensial 17

2.10 Transfer geser tanah-tulangan 18

2.11 Variasi gaya tarik sepanjang tulangan 19

2.12 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser 22 2.13 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan

karena tulangan 25

2.14 Konsep naiknya confinement tanah bertulang 26 2.15 Garis kekuatan untuk pasir dan pasir bertulang 26 2.16 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada


(11)

xi

dinding penahan 29

2.17 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah 30

2.18 Dinding Penahan Tanah tanpa Tulangan 33

2.19 Dinding Penahan Tanah dengan Tulangan 33

2.20 Gaya horizontal yang harus ditahan tulangan 36 2.21 Metode konstruksi dari Backfilled Structure 38

2.22 Metode konstruksi dari Dregde Structure 39

2.23 Sheet pile pada tanah lempung 40

2.24 Geogrid Uni-Axial 48

2.25 Geogrid Bi-Axial 49

2.26 Geogrid Triax 49

2.27 Tipe dari perkuatan geogrid (a) geogrid wraparound wall;

(b) wall with gabion facing; (c) concrete panel-faced wall 52

2.28 Elemen 1 dimensi Susatio, Yerri. (2004) 55

2.29 Elemen 2 dimensi segitiga dan segiempat Susatio, Yerri. (2004) 55 2.30 Elemen 3 dimensi tetrahedra dan balok Susatio, Yerri. (2004) 56 2.31 Tegangan yang berkerja pada suatu bidang Gere, Timoshenko.(2000) 57 2.32 Diagram tegangan-regangan Indrakto, Rifky. (2007) 64

3.1 Bagan Alir Penelitian 76

4.1 Model Penampang Melintang Lereng. 77

4.2 Lereng yang telah diberi beban, sheet pile, geogrid

dan counterweight. 78

4.3 Tahapan perhitungan 80


(12)

xii

4.5 Deformation Mesh 82

4.6 Kondisi displacement dengan perkuatan sheet pile dan geogrid 82

4.7 Kondisi strain pada lereng dengan perkuatan sheet pile dan geogrid 83

4.8 Displacement pada sheet pile 84

4.9 Displacement pada Geogrid 84

4.10 Kondisi Lereng tanpa beban counterweight 85

4.11 Tahap perhitungan safety factor 86

4.12 Deformation Mesh 87

4.13 Kondisi displacement tanpa counterweight 87

4.14 Kondisi strain pada lereng tanpa counterweight 88

4.15 Displacement pada sheet pile 89

4.16 Displacement pada Geogrid 89

4.17 Kondisi lereng dengan penambahan panjang sheet pile 91

4.18 Tahap perhitungan faktor keamanan 92

4.19 Deformation Mesh 93

4.20 Kondisi displacement dengan penambahan panjang sheet pile 93

4.21 Kondisi strain pada lereng dengan penambahan panjang sheet pile 94

4.22 Displacement pada sheet pile 95

4.23 Displacement pada Geogrid 95

4.24 Kondisi lereng dengan pengurangan panjang sheet pile 96

4.25 Tahapan perhitungan 97


(13)

xiii 4.27 Kondisi displacement dengan pengurangan panjang sheet pile 98

4.28 Kondisi strain pada lereng dengan pengurangan panjang sheet pile 98

4.29 Displacement pada sheet pile 99

4.30 Displacement pada Geogrid 100

4.31 Kondisi lereng dengan geogrid yang sebidang 102

4.32 Tahap Perhitungan 103

4.33 Deformation Mesh 104

4.34 Kondisi displacement dengan geogrid yang sebidang 104

4.35 Kondisi strain pada lereng dengan geogrid yang sebidang 105

4.36 Displacement pada sheet pile 106


(14)

xiv DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

3.1 Data Tanah 66

3.2 Data geogrid yang digunakan 67

3.3 Parameter Geogrid 67

3.4 Data Sheet Pile yang digunakan 67

3.5 Parameter Sheet Pile 68

4.1 Deskripsi tanah 78

4.2 Perbandingan lereng terhadap beban counterweight 90

4.3 Perbandingan lereng berdasarkan panjang sheet pile 101


(15)

xv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

A luas bidang

bi L -Lp (garis keruntuhan sesuai dengan bidang longsor Rankine)

c kohesi

Cu koefisien keseragaman

F gaya yang bekerja tegak lurus terhadap potongan

�����−�������� faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah non-tulangan ���������� faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah bertulangan

geogrid

H tinggi dinding penahan HDPE High Density Polyethelene K koefisien tekanan tanah lateral Ka koefisien tekanan tanah aktif

Ko koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam Kp koefisien tekanan tanah pasif

L panjang tulangan

MD jumlah momen guling akibat gaya horizontal

Mg momen stabilitas

OCR overconsolidation ratio

PE Polyethylene

PEh tekanan tanah aktif horisontal akibat berat sendiri tanah

PI Indeks Plastis


(16)

xvi

PS Polyester

PP Polypropylene

Pq resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge Pqh tekanan tanah aktif horizontal akibat beban q

q beban surcharge

SF Safety Factor

Tmaks gaya tarik maksimum geogrid untuk setiap lapisan

V volume total

Va volume udara

Vs volume butiran tanah

Vv volume pori

Vw volume air

W berat total tanah Ws berat butiran tanah

Ww berat air

W berat struktur dinding penahan

Z kedalaman

∑ �� jumlah momen penahan guling ∑ �� jumlah momen penyebab guling

� berat isi tanah

γ dry berat isi kering tanah

γwet berat isi jenuh

δb sudut geser tanah antara tanah dasar dan dasar dinding


(17)

xvii ø sudut geser dalam tanah

σv tegangan normal

μ* koefisien geser tampak

τ tegangan geser

∆�ℎ gaya horisontal per meter lebar pada dinding setinggi

∆H jumlah dari jarak setengah tinggi tanah bagian atas dan setengah tinggi tanah bagian bawah

σ x tegangan normal yang bekerja pada bidang x

σ y tegangan normal yang bekerja pada bidang y

σ z tegangan normal yang bekerja pada bidang z

τ xy tegangan geser yang bekerja pada bidang normal x dalam arah y

τ xz tegangan geser yang bekerja pada bidang normal x dalam arah z

τ yx tegangan geser yang bekerja pada bidang normal y dalam arah x

τ yz tegangan geser yang bekerja pada bidang normal y dalam arah z {ε} matrik kolom regangan

{u} matriks kolom berisi perpindahan translalasi dan rotasi nodal elemen.

{σ} vektor tegangan

{F} matriks kolom gaya dan momen pada nodal elemen [d] matrik operator dengan peralihan

[E] matriks elastisitas elemen [K] matriks kekakuan elemen.


(18)

ii ABSTRAK

Kelongsoran pada lereng yang disebabkan karena menurunnya kekuatan geser tanah sehingga tidak dapat memikul beban kerja yang terjadi dapat diperbaiki dengan menggunakan dinding penahan tanah (sheet pile) atau dengan perkuatan geogrid. Pada kasus jalan Kota Pematang Siantar dengan Parapat di Km. 171 badan jalan mengalami kelongsoran sehingga diperlukan penanganan untuk kasus ini.

Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh counterweight di belakang sheet pile, pengaruh kedalaman penanaman sheet pile dan pengaruh letak geogrid terhadap stabilitas lereng menggunakan Metode Elemen Hingga dengan Program Plaxis.

Dari hasil perhitungan diperoleh lereng tanpa counterweight memiliki faktor keamanan sebesar 1,16 sedangkan lereng dengan counterweight memiliki faktor keamanan sebesar 2,29. Maka lereng dengan counterweight memiliki faktor keamanan yang lebih besar. Lereng dengan penambahan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan sebesar 2,41 sedangkan lereng dengan pengurangan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan sebesar 2,23. Maka lereng dengan penambahan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan yang lebih besar. Lereng dengan pemasangan geogrid yang sebidang memiliki faktor keamanan sebesar 2,10 sedangkan lereng dengan pemasangan geogrid tidak sebidang memiliki faktor keamanan sebesar 2,29, maka geogrid yang tidak sebidang memiliki faktor keamanan yang lebih besar daripada geogrid yang sebidang.

Kata Kunci : sheet pile, geogrid, counterweight, metode elemen hingga, faktor keamanan lereng


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Tanah merupakan dasar dari suatu konstruksi bangunan sipil yang berfungsi menerima dan menahan beban dari suatu struktur di atasnya. Tanah terdiri dari tiga bagian yaitu butiran tanah, air dan udara. Tanah memiliki karakteristik dan sifat-sifat yang berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya, sehingga diperlukan penanganan dan perlakuan khusus dalam mengatasi permasalahan yang mungkin terjadi dalam perencanaan suatu konstruksi bangunan sipil.

Kondisi geologis, topografi dan karakteristik tanah sangat mempengaruhi faktor keamanan dari suatu struktur bangunan. Karena dengan kondisi tanah yang berbeda, serta dengan mendapatkan beban dari struktur di atasnya maka kestabilan tanah dapat terganggu.

Secara garis besar beberapa persoalan tanah diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Hal keseimbangan atau stabilitas, untuk itu perlu diketahui mengenai:

a) Beban / muatan yang bekerja pada tanah

b) Besar dan distribusi tekanan akibat muatan terhadap tanah c) Perlawanan dari tanah.

i. Muatan yang bekerja pada tanah tergantung dari tipe / macam struktur dan berat tanah.


(20)

2 ii. Tanah dianggap material yang isotropis, tekanan dapat dihitung

secara analisa matematik.

iii. Perlu adanya pengambilan contoh tanah untuk penyelidikan di laboratorium untuk mengetahui karakteristik / sifat tanah.

2. Deformasi, dapat dalam keadaan plastis atau elastis, sehubungan dengan hal tersebut, perlu diketahui :

a) Muatan yang bekerja (beban bekerja)

b) Besar dan distribusi tekanan yang berpengaruh c) Besar dan perbedaan penurunan

3. Drainase, menyangkut hal deformasi dan stabilitas

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Kelongsoran tanah adalah salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam konstruksi sipil. Kelongsoran sering terjadi pada lereng karena menurunnya kekuatan geser tanah sehingga tidak dapat memikul beban kerja yang terjadi. Dalam rekayasa sipil dapat ditemui berbagai alternatif untuk memperbaiki kelongsoran pada lereng akibat menurunnya kekuatan geser tanah, yaitu dengan menggunakan dinding penahan tanah (sheet pile) dan dengan perkuatan material geogrid atau geotextil.

Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun untuk menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam mendesain dan membangun dinding penahan tanah adalah mengusahakan agar dinding penahan tanah tidak bergerak ataupun tanahnya longsor akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah lateral di belakang dinding penahan tanah bergantung


(21)

3 kepada sudut geser dalam tanah (phi) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari atas sampai ke bagian paling bawah pada dinding penahan tanah. Jika tidak direncanakan dengan baik, tekanan tanah akan mendorong dinding penahan tanah sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi serta kelongsoran.

Selain dinding penahan tanah, untuk konstruksi lereng sering digunakan material geogrid atau geotextile. Material geogrid atau geotextil dapat memikul gaya tarik sehingga dapat menjaga kestabilan tanah. Konstruksi ini sederhana dan mudah dilaksanakan serta menghemat waktu dan biaya konstruksi.

Pada kasus kondisi batas jalan Kota Pematang Siantar dengan Parapat pada Km. 171 mengalami kelongsoran hingga badan jalan mengalami kelongsoran. Pada Tugas Akhir ini cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan perkuatan sheet pile dan perkuatan geogrid dengan metode elemen hingga.

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Analisis stabilitas lereng dengan menggunakan sheet pile dan perkuatan geogrid dengan menggunakan Metode Elemen Hingga. 2. Untuk mengetahui pengaruh counterweight di belakang sheet pile

terhadap stabilitas lereng.

3. Untuk mengetahui pengaruh kedalaman penanaman sheet pile terhadap stabilitas lereng.


(22)

4 1.3.2 Manfaat

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang berkaitan dengan tugas akhir ini;

2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas dalam laporan Tugas Akhir.

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini dan untuk memudahkan penulis dalam menganalisa maka dibuat batasan-batasan masalah yang meliputi :

a) Memilih lokasi penyelidikan tanah yang dianalisis yaitujalan Kota Pematang Siantar dengan Parapat pada Km. 171.

b) Beban berjalan yang digunakan adalah sebesar 20 KN/m dan berjarak 2 meter dari ujung lereng.

c) Konstruksi lereng telah selesai dikerjakan.

d) Dalam Tugas Akhir ini tidak dilakukan perhitungan secara analitis.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan, ruang lingkup, metodologi, lokasi studi, dan sistematika pembahasan.


(23)

5 BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori-teori dasar yang mendukung studi yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi analisis yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan Proyek longsoran

2. Melakukan studi literatur sebagai dasar teori dan referensi

3. Melakukan studi keperpustakaan.

BAB IV : ANALISIS DAN PERHITUNGAN

Bab ini berisi tentang analisa perhitungan data

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai studi kasus pada laporan tugas akhir.


(24)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah adalah dasar dari suatu konstruksi yang berfungsi sebagai pendukung pondasi pada suatu bangunan. Tanah terdiri dari 3 bagian yaitu bagian padat atau butiran, pori-pori udara dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah

Beban utama yang dipikul oleh dinding penahan tanah adalah berat tanah itu sendiri. Besarnya kadar air dan udara berpengaruh besar pada stabilitas tanah.

2.2 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah struktur yang didesain untuk menjaga dan mempertahankan dua muka elevasi tanah yang berbeda (Coduto, 2001). Dinding


(25)

7 penahan tanah berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya dari bahaya kelongsoran. Baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun akibat beban yang bekerja di atasnya.

Jenis-jenis dinding penahan tanah bermacam-macam, disesuaikan dengan keadaan lapangan dan aplikasi yang akan digunakan. O’Rouke and Jones (1990) mengklasifikasikan dinding penahan tanah menjadi 2 kategori yaitu sistem stabilitas eksternal dan sistem stabilisasi internal serta sistem hybrid yang merupakan kombinasi dari kedua metode tersebut.

Gambar 2.2 Klasifikasi Dinding Penahan Tanah

2.2.1 Sistem Stabilisasi Eksternal

Sistem stabilisasi eksternal adalah sistem dinding penahan tanah yang menahan beban lateral dengan menggunakan beban dan kekakuan struktur. Sistem


(26)

8 ini merupakan satu-satunya sistem yang ada sebelum tahun 1960 dan sampai saat ini masih umum digunakan.

Sistem ini terbagi menjadi dua kategori yaitu dinding gravitasi yang memanfaatkan massa yang besar sebagai dinding penahan tanah (lihat Gambar 2.3) dan In Situ Wall yang mengandalkan kekuatan lentur sebagai dinding penahan tanah misalnya sheet pile wall (lihat Gambar 2.4).

Gambar 2.3 Gravity Walls


(27)

9

Gambar 2.4 Sheet Pile Wall (Sumber: Coduto, 2001)

Stabilitas eksternal pada dinding penahan tanah bergantung pada kemampuan massa tanah bertulang untuk menahan beban-beban dari luar (eksternal), termasuk tekanan tanah lateral dari tanah bertulang di belakang dinding penahan dan beban yang akan bekerja di atas dinding penahan (jika ada), tanpa adanya satupun kegagalan dari mekanisme-mekanisme berikut: kegagalan akibat pergeseran sepanjang dasar dinding atau sepanjang semua plane di atas dasar dinding, penggulingan di sekitar kaki dinding penahan, kegagalan akibat daya dukung tanah pondasi, serta kegagalan stabilitas lereng global.


(28)

10

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.5 Mekanisme kegagalan dinding penahan (a) Kegagalan Pergeseran; (b) Kegagalan Penggulingan; (c) Kegagalan daya dukung tanah (d) Kegagalan stabilitas

lereng global

Metode yang biasa dipakai di mekanika tanah dan teknik pondasi dipakai untuk mengevaluasi faktor keamanan melawan mekanisme-mekanisme kegagalan di atas, antara lain sebagai berikut:

2.2.1.1 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Geser

Kuat geser material timbunan dan tanah pondasi harus cukup lebih besar untuk menahan tegangan horisontal akibat beban hidup yang dikenakan pada massa tanah bertulang. Faktor keamanan untuk dinding penahan agar dapat menahan kegagalan geser biasanya diambil sebesar 1,5 bagi sebagian besar


(29)

11 perancang dinding penahan tanah. Jika ada beban surcharge sebesar q bekerja di atasnya, tanah timbunan berupa tanah berbutir (c = 0), tekanan tanah aktif total yang ditimbun oleh tanah di belakang struktur dinding penahan bertulang dinyatakan dalam persamaan berikut:

�� = �� + �� = ����

2

2 + ���� (2.1)

dimana:

PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding

penahan (kN/m2)

Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge (kN/m2) H = tinggi dinding penahan (m)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif � = berat isi tanah (kN/m3) q = beban surcharge (kN)

Reaksi vertikal terhadap beban berat dinding dan beban surcharge adalah: ∑ �= (�+��) �� = (�+��) tan�� = (�1��+��) tan�� (2.2) dimana:

W = berat tanah yang diberi tulangan (kN) q = beban surcharge (kN)

L = panjang tulangan (m)

γ1 = berat isi massa tanah yang diberi tulangan (kN/m3)

δb = sudut geser tanah antara tanah dasar dan dasar dinding ( °)


(30)

12 Untuk permukaan dinding vertikal, faktor aman terhadap pergeseran dinyatakan oleh persamaan:

������� ≥ 1,5 (2.3) ������� = �

� =

(1�+��)tan � ����2

2 +����

(2.4)

Dengan menggunakaan FS sebesar 1,5 panjang tulangan yang dibutuhkan untuk stabilitas guna menahan geser dinding penahan vertikal dengan beban surcharge q dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

�= 1.5����+ ��

2�

�1tan �� (2.5)

= tan�45°− ∅

2� (2.6) dimana:

γ = berat isi tanah di belakang tanah bertulang, biasanya nilainya sama dengan γ1

ø = sudut geser tanah yang diberi tulangan, biasanya sama dengan:

Gambar 2.6 Gaya-gaya yang bekerja pada analisis stabilitas eksternal menggunakan asumsi Meyerhoff


(31)

13 2.2.1.2 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Guling

Para engineer desain biasanya akan memakai FS setidaknya sebesar 2,0 untuk kegagalan guling dinding penahan bertulang. Jumlah momen penahan (Resisting Moment) dibagi dengan jumlah momen penyebab guling (Driving Moment), nilainya harus lebih besar dari FS.

�������� = ∑ ��

∑ �� ≥ 2 (2.7) ∑ � = ��

2 = �1��2

2 (2.8) ∑ � = ��2�+ ��2� (2.9) dimana:

∑ �� = jumlah momen penahan guling (kNm) ∑ �� = jumlah momen penyebab guling (kNm) W = berat struktur dinding penahan (kN) L = lebar struktur dinding penahan (m)

PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding

penahan (kN/m2)

Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge (kN/m2)

Karena sifat struktur dinding penahan bertulang yang fleksibel, kegagalan struktur akibat guling jarang terjadi.

2.2.1.3 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Stabilitas Global

Baik lereng in-situ dengan tulangan maupun dinding penahan bertulang, harus memenuhi syarat stabilitas lereng global. Tanah bertulang dianggap struktur dinding penahan gravitasi. Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng global


(32)

14 yang tanahnya telah diperkuat dengan tulangan geogrid (FS tulangan) diambil sebesar 2.

Faktor keamanan terhadap kegagalan stabilitas lereng global tanah non-tulangan (FS non-non-tulangan) biasanya diambil 1,3 sampai 1,5. Dimana faktor aman dari hasil analisis tanah non-tulangan dijumlahkan dengan pembagian stabilitas momen gaya tarik tulangan geogrid dengan momen pengguling, seperti dituliskan dalam persamaan berikut:

���������� = �����−��������+���

�� (2.10) dimana:

= ∑ �

�=��������� (2.11) Pqh = Pq . cos ø2 (2.12)

PEh = PE . cos ø2 (2.13)

PE = 0,5 H2γ Ka (2.14)

Pq = q H Ka (2.15)

dimana:

MD = jumlah momen guling akibat gaya horizontal (kNm)

Mg = momen stabilitas (kNm)

�����−�������� = faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah non-tulangan ���������� = faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah bertulangan Tmaks = gaya tarik maksimum geogrid untuk setiap lapisan (kN/m)

Pqh = tekanan tanah aktif horizontal akibat beban q (kN/m2)

PEh = tekanan tanah aktif horisontal akibat berat sendiri tanah (kN/m2)

bi = L -Lp (garis keruntuhan dihitung sesuai dengan bidang longsor


(33)

15 2.2.2 Sistem Stabilisasi Internal

Sistem stabilisasi internal merupakan sistem yang memperkuat tanah untuk mencapai kestabilan yang dibutuhkan. Sistem ini berkembang semenjak tahun 1960 dan dibagi menjadi dua kategori yaitu Reinforced Soils dan In Situ Reinforcement. Reinforced Soil merupakan sistem yang menambah material perkuatan saat tanah diurug, sedangkan In Situ Reinforcement merupakan sistem yang menambah material perkuatan dengan cara dimasukkan ke dalam tanah.

Gambar 2.7 Mechanically Stabilized Earth (Sumber: Earth Retaining Structures Manual, 2010)

Massa tanah bertulang dibagi menjadi dua daerah, zona aktif dan zona penahan. Zona aktif berada tepat di belakang muka dinding. Pada daerah ini, tanah cenderung bergerak menjauh dari tanah di belakangnya. Tegangan yang berasal dari gerakan ini diarahkan keluar dari dinding, dan harus ditahan oleh tulangan. Gaya-gaya pada tulangan dipindahkan ke zona penahan dimana tegangan geser tanah dikerahkan di arah yang berlawanan untuk mencegah tercabutnya tulangan. Gambar 2.8 menunjukkan dua daerah yang berbeda.


(34)

16 Tulangan menahan dua daerah yang berbeda ini bersama-sama sehingga membentuk massa tanah yang menyatu.

Stabilitas internal adalah stabilitas massa tanah bertulang pembentuk dinding penahan tanah bertulang terhadap pengaruh gaya-gaya yang bekerja. Analisis stabilitas internal struktur tanah bertulang meliputi resiko-resiko sebagai berikut: putusnya tulangan dan tercabutnya tulangan dari zona penahan.

Gambar 2.8 Zona aktif dan zona penahan dinding penahan

Untuk tanah dengan tulangan yang meregang atau tulangan-tulangan yang mudah meregang, fleksibel, atau tulangan-tulangan-tulangan-tulangan yang memungkinkan tanah pembentuk struktur berdeformasi relatif besar (seperti geogrid) maka digunakan K = Ka , dan bidang longsor potensialnya Rankine.


(35)

17

a) Bidang Longsor In-Situ b) Rankine

c) Bilinear

Gambar 2.9 Bidang-bidang Longsor Potensial 2.3 Tanah Bertulang

Tanah bertulang berkembang sejak diperkenalkan oleh seorang arsitek dan engineer Prancis H. Vidal pada tahun 1963, ditandai dengan: (1) Dinding penahan tanah pertama yang dibangun di Pragneres, Prancis pada 1965. (2) Kelompok struktur pertama yang dibangun di proyek jalan raya Roquebrune-Menton, selatan Prancis selama tahun 1968-1969. Sepuluh dinding penahan tanah dengan luas total permukaan dinding penahan sekitar 6600 square yard dibangun di lereng yang tidak stabil. (3) Abutment jembatan untuk jalan raya pertama (ketinggian 46 ft) dibangun Thionville di 1972. (4) Dinding penahan pertama dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1972 pada California State Highway 39 timur laut Los Angeles.


(36)

18 Terbukti, ternyata metode tanah bertulang menawarkan penghematan biaya yang signifikan jika dibandingkan dengan alternatif lain yang konvensional bagi kondisi pondasi di tempat tinggi yang sangat sulit. Komponen penyusun suatu dinding penahan tanah dengan perkuatan adalah: perkuatan atau tulangan, tanah timbunan atau tanah asli, elemen untuk lapisan luar dinding penahan. Umumnya, jenis – jenis tulangan yang dipergunakan adalah: strip reinforcement, grid reinforcement, sheet reinforcement, rod reinforcement with anchor.

2.3.1 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah

Pada tanah bertulang, mekanisme transfer tegangan tanah adalah gaya gesekan antara tanah dan perkuatan. Dengan gaya gesekan ini, tanah mentransfer tegangan gaya-gaya yang bekerja padanya kepada tulangan-tulangan tersebut. Pengetahuan tentang transfer tegangan pada tanah bertulang telah berkembang dari banyak uji gaya cabut (pullout) pada tulangan yang diletakkan pada keadaan yang sebenarnya atau pada model. Tanah dan tulangan membentuk satu kesatuan struktur yang saling menopang dan membagi beban agar dapat dipikul bersama-sama. Transfer geser dapat dilihat pada Gambar 2.10. Beban yang dapat ditransfer per luasan tulangan tergantung pada karakteristik interface tanah dan material tulangan, serta tegangan normal di antara keduanya.


(37)

19 Tegangan normal yang bekerja pada bidang kontak tanah-tulangan masih bergantung pada sifat sifat tegangan-tegangan tanah, dimana sifat ini juga dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang bekerja. Akibatnya, koefisien geser relatif antara tanah dan tulangan (μ) tidak dapat langsung ditentukan dengan satu analisis saja. Karena itu, hasil pengujian seperti uji pullout, uji geser langsung (direct shear test), uji model yang dilengkapi dengan alat-alat uji, uji struktur skala penuh sering digunakan sebagai dasar untuk memilih nilai-nilai koefisien geser relatif tanah-tulangan yang dianggap cocok dengan strukturnya. Analisis keseimbangan lokal dari bagian tulangan dalam tanah menghasilkan kondisi transfer seperti yang terlihat pada Gambar 2.11.

dT = T2 – T1 = 2 b τ (dl) (2.15)

dimana:

b = lebar tulangan ; l = panjang tulangan ; T = kuat tarik ; τ = tegangan geser sepanjang interface tanah dan tulangan.


(38)

20

Jika τ hanya dihasilkan oleh geser interface, maka:

τ = μ σv (2.16)

dimana:

σv = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan, μ = koefisien geser antara tanah dan tulangan

Koefisien geser interface antara pasir, lanau dan permukaan material konstruksi yang berbeda dalam uji geser langsung adalah dalam rentang 0,5-0,8 kali tahanan geser langsung yang dapat disebarkan dalam tanah, yaitu:

μ = tan δ = (0,5 sampai 0,8) tan ø (2.17) dimana: δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata. ø = sudut geser dalam tanah

Jika nilai σv diketahui, maka akan lebih mudah untuk menghitung nilai batasan tahanan pullout tulangan. Tetapi, perhitungan sederhana tak dapat sepenuhnya diandalkan karena tegangan normal efektif berubah oleh interaksi tulangan dan tanah. Lebih spesifik lagi, regangan geser dibebankan di atas tanah berbutir yang padat, tanah akan cenderung mengembang. Jika kecenderungan untuk menggembung dikendalikan sebagian (yaitu: pertambahan volume dicegah sebagian) dengan kondisi batas, tegangan confining lokal dapat naik secara signifikan. Untuk tanah yang telah diketahui kerapatannya, kecenderungan untuk mengembang berkurang seiring meningkatnya tegangan confining. Oleh karena itu, efek mengembang pada koefisien geser dihitung dari uji pullout. Lagipula, dengan kemungkinan yang hanya dimiliki geotekstil, tidak ada tulangan yang mempunyai permukaaan rata dan halus sepanjang permukaannya. Oleh sebab itu, koefisien geser yang paling dapat dipercaya diukur dari pengukuran langsung


(39)

21 (tampak). Nilainya yang ditentukan disebut sebagai koefisien geser efektif atau tampak, dan biasanya diambil dari tegangan geser tersebar rata-rata sepanjang tulangan dibagi dengan tegangan normal dari tekanan overburden.

2.3.2 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser.

Garis keruntuhan (failure envelope) sebenarnya berbentuk garis lengkung. Namun, untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser (Coulomb, 1776), seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.


(40)

22 Persamaan parameter tanah dapat kita tuliskan sebagai berikut:

τf= c + σ tan ø (2.18)

Dimana:

τf = tegangan geser (kN/m2)

c = kohesi

σ = tegangan normal (kN/m2) ø = sudut geser dalam tanah ( °)

Berarti, meningkatkan kekuatan geser tanah adalah dengan cara meningkatkan parameter kekuatan geser tanah. Dengan memakai tulangan, parameter kekuatan geser tanah bertambah, sehingga struktur semakin kuat menahan beban. Oleh karena itu, tulangan disebut sebagai material perkuatan. Berikut adalah sebagian hal-hal yang mempengaruhi kekuatan geser tanah:

2.3.2.1 Koefisien Geser Tampak

Berdasarkan pengamatan-pengamatan yang telah dilakukan para ahli melalui pengujian-pengujian menunjukkan bahwa besarnya tegangan normal yang terjadi bergantung pada interaksi antara tanah dan tulangan atau koefisien geser tampak (μ*). Untuk mendapatkan koefisien geser tampak, maka dilakukanlah uji pullout.

Pada uji pullout, tulangan ditarik dari massa tanah dan kurva antara displacement-gaya pullout dicatat. Akibat dari dilatansi tanah yang bertambah di sekeliling tulangan, tegangan normal yang bekerja pada permukaan tulangan sebenarnya telah diketahui.


(41)

23 Uji pullout hanya menghasilkan koefisien geser tampak (μ*) yang ditentukan oleh perbandingan :

� ∗ = τ

σ= τ

2bLσv (2.19)

dimana:

τ = tegangan geser rata-rata sepanjang tulangan (kN/m2) σv = tegangan overburden (kN/m2)

T = gaya pullout yang bekerja b = lebar tulangan (m)

L = panjang tulangan (m)

Angka 2 di atas, menunjukkan bahwa gaya geser bekerja pada dua sisi tulangan, sisi lebar dan panjang.

Pada tanah berbutir yang padat, nilai μ* biasanya lebih besar dari nilai yang diperoleh dari uji geser langsung, hal ini disebabkan oleh tanah berbutir padat di sekeliling tulangan cenderung meningkatkan volumenya, yaitu menggembung selama diberikan tegangan geser. Ketika tulangan tanah berupa lembaran berusuk digunakan, rusuk-rusuk tersebut menyebabkan daerah geser semakin luas. Baik peningkatan pada volume daerah geser atau peningkatan tegangan lokal yang disebabkan oleh dilatansi tanah, dapat menghasilkan peningkatan koefisien geser tampak, μ*. Informasi mengenai faktor yang mempengaruhi koefisien geser tampak μ*, telah ditinjau kembali dan disimpulkan oleh Schlosser dan Elias (1978), McKittrick (1978), dan Mitchell dan Schlosser (1979). Datanya menghasilkan pertanda bahwa nilai puncak dan residual μ* merupakan fungsi dari sifat alamiah tanah (butiran dan sudut butiran), karakteristik geser tanah, kepadatan tanah, tekanan efektif overburden, faktor


(42)

24 geometrik dan kekasaran permukaan tulangan, kekakuan tulangan, dan jumlah pasir halus pada timbunan di belakang dinding penahan-faktor ini termasuk yang paling penting.

Pada tulangan yang permukaannya halus, μ* = tan δ (2.20) Pada tulangan yang berusuk, μ* = 1.2 + log Cu pada z = 0 (2.21)

μ* = tan pada z ≥ 6 m (2.22) dimana:

Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan ditentukan oleh USCS

ø = sudut geser dalam tanah ( °)

μ* pada kedalaman 0-6 m, diambil bervariasi secara linear.

2.3.2.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden

Sudut geser yang bekerja pada tanah bertulang ada 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Sudut Geser Dalam Tanah (ø)

2. Sudut Geser antara Tanah dan Tulangan (δ)

Uji pullout pada tulangan yang dilakukan pada struktur yang sebenarnya, sebaik yang dilakukan di laboratorium dengan memakai pasir padat, telah menunjukkan bahwa nilai koefisien geser tampak menurun ketika tegangan vertikal overburden meningkat. Hal ini lebih jelas tampak pada kasus pemakaian tulangan yang berusuk daripada tulangan yang permukaannya halus. Penurunan

μ* karena dilatansi berkurang ketika tekanan keliling bertambah. Di bawah tegangan overburden yang tinggi, nilai μ* mendekati nilai tan , untuk tulangan yang berusuk yang juga menyebarkan geser antara butiran tanah ke butiran tanah


(43)

25 lainnya. Nilai μ* juga mendekati nilai tan δ, untuk tulangan yang permukaannya halus.

Mekanisme kenaikan kuat geser tanah yang diperkuat telah diterangkan menurut beberapa cara:

1. Menurut Schlosser dan Vidal (1969), kuat pullout tulangan dan transfer tegangan dalam tanah ke tulangan menghasilkan kohesi tampak (apparent cohesion).

2. Dengan dipakainya tulangan pada tanah, juga berakibat naiknya tegangan kekang, hal ini dikemukakan oleh Yang (1972).

3. Basset dan Last (1978) menganggap bahwa tulangan memberikan tahanan anisotropis terhadap pergeseran tanah searah dengan tulangan.

4. Konsep kelakuan tanah dibuktikan oleh Schlosser dan Long (1972) dari hasil uji Triaksial pada contoh tanah yang diberikan tulangan dengan lembaran-lembaran alumunium, bahwa dalam tegangan confining kecil, tanah akan runtuh akibat penggelinciran. Dengan adanya tulangan, kekuatan sistem bertambah akibat pengaruh kohesi tampak.


(44)

26

Gambar 2.14 Konsep naiknya confinement tanah bertulang.

Pada daerah dimana terjadinya keruntuhan akibat putusnya tulangan, kekuatan bertambah karena konsep kohesi anisotropis tampak yang dijelaskan dalam diagram Mohr pada Gambar 2.14. c’R adalah kohesi tampak yang dihasilkan tulangan. σ1R adalah peningkatan tegangan utama mayor pada saat keruntuhan. Sudut geser dari pasir bertulang diambil sama dengan pasir tanpa tulangan, yang berdasarkan asumsi yang sesuai, dijelaskan pada Gambar 2.15.


(45)

27 Untuk tulangan yang mempunyai tahanan retak tarik (RT) dan spasi vertikal antara lapis tulangan horizontal Sv, geometri yang ditunjukkan pada Gambar 2.15 menghasilkan:

��′ = �����

2�� (2.23)

dimana:

Kp = tan2 (45 + �

2) (2.24)

Seperti yang dinyatakan Yang (1972), kenaikan Δσ3R yang tampak pada tekanan confining efektif minor saat keruntuhan adalah:

Δσ3R = ��

�� (2.25)

Persamaan garis keruntuhan:

�1� = ��3�+ ��� �� (2.26)

2.4 Tekanan Tanah Lateral

Analisis tekanan tanah lateral digunakan untuk perencanaan dinding penahan tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat tanahnya.

2.4.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest)

Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena tekanan arah vertikal σv dan tekanan arah horisontal σh seperti yang terlihat


(46)

28 dalam Gambar 2.16. σv dan σh masing-masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total, sementara itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan atau ke kiri dari posisi awal, maka massa tanah berada dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest), Ko”, atau

k0 = σh

σv (2.27)

σv =γz (2.28)

σh = k0(γz) (2.29)

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan oleh Jaky (1944):

k0 = 1 – sin θ (2.30)

Brooker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated):

k0 = 0,95 – sin θ (2.31)

Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan (1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain:


(47)

29 Dimana: PI = Indeks Plastis Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih (overconsolidated):

k0(over consolidated) = k0(normaly consolidated)√��� (2.33)

Dimana: OCR = overconsolidation ratio

OCR = tekananpraconsolidasi

tekananvertikalakibatlapisantanahdiatasnya (2.34)

Maka gaya total per satuan lebar dinding (Po) adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan.

Jadi: �0 = 1

2 �0��2 (2.35)

Gambar 2.16 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada

dinding penahan.

2.4.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine

Keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu keadaan yang menyebabkan tiap-tiap titik di dalam massa tanah menuju proses ke


(48)

30 suatu keadaan runtuh. Rankine (1857) menyelidiki keadaan tegangan di dalam tanah yang berada pada kondisi keseimbangan plastis.

Gambar 2.17 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah.

Kondisi Aktif

Tegangan-tegangan utama arah vertikal dan horisontal (total dan efektif) pada elemen tanah di suatu kedalaman adalah berturut-turut σv dan σh. Apabila dinding penahan tidak diijinkan bergerak sama sekali, maka σh = Ko σv. Kondisi tegangan dalam elemen tanah tadi dapat diwakili oleh lingkaran berwarna kuning. Akan tetapi, bila dinding penahan tanah diijinkan bergerak menjauhi massa tanah di belakangnya secara perlahan-lahan, maka tegangan utama arah horisontal akan berkurang secara terus-menerus. Pada suatu kondisi yakni kondisi keseimbangan plastis, akan dicapai bila kondisi tegangan di dalam elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran berwarna merah dan kelonggaran di dalam tanah terjadi. Keadaan tersebut di atas dinamakan sebagai “kondisi aktif menurut Rankine” (Rankine’s


(49)

31 Active State); tekanan (σh’) yang terlingkar berwarna biru merupakan “tekanan tanah aktif menurut Rankine” (Rankine’s Active Earth Pressure).

Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan aktifnya adalah:

Kα = 1−sinθ

1+sinθ= tan2�45− θ

2�

[�′]�����= �

[�′]����� = �′ tan2�45− θ2 (2.36)

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil), perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizo ntal untuk kondisi aktif adalah:

h′]aktif = Kασv′ − 2C�Kα (2.37)

Kondisi Pasif

Keadaan tegangan awal pada suatu elemen tanah diwakili oleh Lingkaran Mohr berwarna kuning. Apabila dinding penahan tanah didorong secara perlahan-lahan ke arah masuk ke dalam massa tanah, maka tegangan utama σh akan bertambah secara terus-menerus. Akhirnya kita akan mendapatkan suatu keadaan yang menyebabkan kondisi tegangan elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran Mohr berwarna merah. Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi, disebut kondisi pasif menurut Rankine (Rankine’s passive state). Tegangan utama besar (major principal stress, σh’), dinamakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine’s passive earth pressure)


(50)

32 Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan pasifnya adalah:

Kp = 1 + sinθ 1−sinθ= tan

245 + θ

2� [σh′]pasif = Kpσv

h′]pasif = σv′ tan2�45 + θ

2� (2.38)

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil), perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizo ntal untuk kondisi pasif adalah:

h′]pasif = Kpσv′ + 2CKp (2.39)

2. 5 Bidang Longsor

Beberapa anggapan mengenai bidang longsor :

1. Pengukuran struktur tanah bertulang (Schlosser dan Elias) menunjukkan bahwa penyebaran gaya tarik pada tulangan relatif kecil pada muka dinding namun semakin meningkat sampai keadaan maksimum pada jarak tertentu di belakang dinding. Bidang longsor hampir berimpit dengan lokasi-lokasi gaya tarik, namun bergantung pada tipe struktur dan sistem penulangannya. 2. Beberapa penelitian menganggap bidang longsor berasal dari kaki dinding

penahan tanah menuju ke atas bersudut (45 + ø/2) terhadap horizontal 3. Ada anggapan bidang longsor berbentuk spiral logaritmik.

4. Bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk dua garis linear (bilinear) atau campuran bidang longsor lingkaran dan linear (Goure dkk, 1992)


(51)

33 5. Permukaan bidang longsor untuk dinding vertikal dengan tanah bertulang,

tulangannya mudah meregang, umumnya dianggap berimpit dengan bidang longsor Rankine (keruntuhan terjadi di sudut (45 + ø/2) terhadap bidang horizontal.

Berikut pada Gambar 2.18 dan Gambar 2.19 dijelaskan mengenai perbedaan bidang longsor saat tanah tanpa tulangan dan dengan tulangan :

Gambar 2.18 Dinding Penahan Tanah tanpa Tulangan


(52)

34 2.5.1 Distribusi Tegangan Vertikal

Ada tiga anggapan mengenai tegangan vertikal untuk perancangan dinding penahan tanah bertulang:

1. Tegangan vertikal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :

�V= �� (2.39)

γ = berat isi tanah (kN/m3) z = kedalaman (m)

2. Tegangan vertikal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan Schlosser, 1978)

�� = 1−���� 3�����2

(2.40)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif z = kedalaman (m)

γ = berat isi tanah (kN/m3) L = lebar dinding (m)

3. Tegangan vertikal dianggap mengikuti distribusi trapezium (Bolton, dkk, 1978 ; Murray, 1980). Tanah dianggap sebagai struktur yang kaku. Tekanan tanah yang bekerja di belakang dinding penahan bertulang cenderung menggulingkan struktur sehingga akan terjadi tegangan vertikal maksimum di bawah dinding penahan tanah dan minimum di bagian belakang. Persamaan tegangan vertikalnya:

�V= �� �1 ± �� ��� 2


(53)

35 2.5.2 Distribusi Tegangan Horisontal

Perhitungan tegangan horizontal dianggap sama pada tegangan vertikal tersebut di atas. Ada tiga anggapan mengenai tegangan horisontal untuk perancangan dinding penahan taanh bertulang:

1. Tegangan horisontal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :

�ℎ = ���� (2.42)

2. Tegangan horisontal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan Schlosser, 1978)

�ℎ = 1−����� 3�����2

(2.43)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif z = kedalaman (m)

γ = berat isi tanah (kN/m3) L = lebar dinding (m)

3. Tegangan horisontal sama dengan koefisien tekanan tanah lateral (Ka) dikali dengan tegangan vertikal maksimum tepat di belakang elemen permukaan (penutup depan). Dalam persamaan dituliskan :

�V= ���� �1 ± �� ��� 2

� (2.44)

Persamaan terakhir dapat dipakai untuk menghitung gaya tarik maksimum tulangan. Tulangan yang berada di bagian bawah, biasanya permukaan bidang longsor adalah lokasi gaya tarik maksimum.


(54)

36 2.5.2.1 Gaya Horisontal yang Ditahan Tulangan

Tegangan-tegangan vertikal dan horizontal pada bidang simetris yang berada di antara dua tulangan merupakan tegangan-tegangan utama, oleh karena itu tegangan geser pada bidang ini dianggap sama dengan nol. Gaya tarik maksimum dalam tulangan dihitung dengan meninjau keseimbangan horisontal pada tiap-tiap pias, yaitu dengan menganggap setiap tulangan harus menahan gaya horizontal sebesar setengah tinggi tanah ke bawah dan setengah tinggi ke atas. Dengan anggapan tersebut, maka setiap tulangan harus menahan gaya horizontal sebesar:

∆�ℎ = �ℎ∆H = K ��∆H (2.45) dimana:

∆�ℎ = gaya horisontal per meter lebar pada dinding setinggi (kNm)

∆H = jumlah dari jarak setengah tinggi tanah bagian atas dan setengah tinggi tanah bagian bawah (m)

K = koefisien tekanan tanah lateral

�� = tegangan vertikal pada kedalaman yang ditinjau (kN/m2)

Jika spasi vertikal tulangan seragam, maka ∆H = Sv. Untuk kondisi ini, gaya horizontal yang harus didukung tulangan adalah:

∆�ℎ = �ℎ�� = K ���� (2.46) Untuk tulangan yang berbentul lajur, dengan jarak pusat ke pusat arah vertikal Sv, dan arah horizontal Sh maka:


(55)

37 Dalam hitungan gaya horizontal yang harus didukung oleh tulangan, tekanan tanah lateral dianggap bervariasi secara linear, mengikuti distribusi Rankine. Karena itu distribusi gaya tarik tulangan (T) juga akan bervariasi secara linear dengan nilai maksimum pada tulangan yang paling bawah.

Gambar 2.20 Gaya horizontal yang harus ditahan tulangan

2.6 Sheet Pile

Sheet pile sering digunakan untuk membangun sebuah dinding yang berfungsi sebagai penahan tanah, bisa berupa konstruksi berskala besar sampai kecil. Oleh karena fungsinya sebagai penahan tanah, maka konstruksi ini digolongkan juga sebagai jenis lain dari dinding penahan tanah (retaining walls).

Perbedaan mendasar antara sheet pile dan dinding penahan tanah terletak pada keuntungan penggunaan sheet pile pada kondisi tidak diperlukannya pengeringan air (dewatering). Beberapa jenis sheet pile yang umum digunakan dalam konstruksi yaitu kayu, beton dan baja.

Sheet pile dapat dibagi menjadi dua kategori dasar: a) Cantilever


(56)

38 b) Anchored

Sheet pile yang di angker, disamping ujung sheet pile tertanam, di sekitar ujung lainnya dipasang angker yang akan memberikan gaya tarik melawan tanah.

2.6.1 Metode Konstruksi Sheet Pile

Terdapat dua macam metode konstruksi sheet pile, yaitu : 1) Backfilled Structure (Struktur Urugan/Timbunan)

Urutan konstruksi untuk struktur ditimbun adalah sebagai berikut: Langkah 1. Mengeruk tanah in situ di depan dan belakang struktur. Langkah 2. Turap dipancangkan

Langkah 3. Timbun sampai ke bagian angker dan tempatkan angker. Langkah 4. Timbun sampai ke atas tembok


(57)

39 2) Dregde Structure (Struktur Galian)

Urutan konstruksi untuk struktur Galian adalah sebagai berikut: Langkah 1. Turap dipancang ke dalam tanah

Langkah 2. Timbun sampai ke bagian angker dan tempatkan angker. Langkah 3. Timbun sampai ke atas tembok

Langkah 4. dilakukan penggalian di sisi depan dinding

Gambar 2.22 Metode konstruksi dari Dregde Structure

2.6.2 Desain Kedalaman Sheet Pile

Gambar 2.23 menunjukkan sheet pile yang ditanamkan di tanah lempung (clay) dengan tanah pasir di atas garis batas. Muka air tanah terletak di kedalaman L1 di bawah permukaan dinding. Di kedalaman yang lebih dari

L1+L2 untuk ø = 0, koefisien tekanan tanah aktif Ka= 1 dan untuk ø = 0,


(58)

40 Maka, tekanan tanah aktif dari kanan ke kiri yaitu:

σa = [γL1+ γ’L2+ γsat(z-L1-L2)]- 2c (2.48)

Tekanan tanah pasif dari kiri ke kanan yaitu:

σp = γsat (z-L1-L2) + 2c (2.49)

Maka,

σ6= σa – σp =[γsat (z-L1-L2) + 2c]- [γL1+ γ’L2+ γsat(z-L1-L2)]- 2c

= 4c – (γL1+ γ’L2) (2.50)

Di bagian bawah dari sheet pile, tekanan tanah pasif dari kanan ke kiri adalah: σp = (γL1+ γ’L2 + γsat D) + 2c (2.51)

Tekanan tanah aktif dari kiri ke kanan adalah:

σa = γsat D- 2c (2.52)

Maka total tekanan adalah:

σ7= σp – σa = 4c + (γL1+ γ’L2) (2.53)

Untuk analisis keseimbangan, ΣFH = 0, yaitu luasan dari ACDE dikurangi

luasan dari EFIB ditambah dengan luasan GIH = 0, atau P1 – [4c – (γL1+ γ’L2)] D + ½ L4 [4c- (γL1+ γ’L2) + 4c

+ (γL1+ γ’L2)] = 0 (2.54)

Dimana P1 adalah luasan dari diagram tekanan ACDE.

Setelah disederhanakan persamaan menjadi:

L4 =

��4c – (γL1+γ’L2)�−P1

4�

(2.55)

Dengan mengambil momen di titik B (ΣMB = 0) maka:

P1 (D + z1) – [4c - (γL1+ γ’L2)]D

2

2 + 1

2 L4 (8c) ( L4


(59)

41 Dengan menggabungkan persamaan diperoleh:

D2[4c - (γL1+ γ’L2)] – 2DP1 - P1

(P1+12cz1)

(γL1+γ’L2)+2c = 0 (2.57) Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghitung D, yaitu kedalaman teoritis dari sheet pile di tanah lempung.

Berikut adalah langkah-langkah untuk menentukan diagram tekanan, yaitu:

1. Hitung Ka = tan2(45- ø’/2) untuk tanah dibelakang sheet pile 2. Tentukan σ’1dan σ’2

3. Hitung P1 dan z1

4. Gunakan Persamaan (2.57) untuk menentukan nilai teoritis dari D. 5. Gunakan Persamaan (2.55) untuk menghitung L4.

6. Hitung σ6dan σ7 dengan Persamaan (2.50) dan (2.53).

7. Gambar diagram distribusi tekanan seperti pada Gambar 2.23

8. Kedalaman penanaman aktual adalah Daktual = 1,4 sampai 1,6 (Dteoritis)


(60)

42 2.7 Geogrid

Geogrid adalah bahan Geosynthetic yang digunakan untuk memperkuat tana serta subbases atau subsoils bawah jalan atau bangunan. Istilah Geosynthetic berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono, 1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan, keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah. Menurut struktur dan fungsinya, geosintetik diklasifikasikan atas :

• Geotekstil

• Geogrid

• Geonet

• Geosintetik clay liner

• Geokomposit

• Geopipe

Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir dalam hal perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan. Karena dalam prateknya, dinding penahan tanah banyak mengalami kegagalan seperti rendahnya


(61)

43 daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar dalam jangka waktu lama, kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan akibat air tanah pada timbunan di belakang dinding. Material geosintetik telah banyak digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Salah satu kelebihannya adalah sifatnya yang fleksibel sehingga memberikan ketahanan yang cukup terhadap beban-beban yang ditanggungnya.

Fungsi utama dari geosintetik adalah : 1. Filtrasi

Dengan adanya fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material geosintetik pada arah yang tegak lurus dengan bidang geosintetik tersebut, namun butiran-butiran tanah tidak lolos. Geosintetik juga mencegah berpindahnya tanah ke agregat drainase atau pipa saluran, ketika dilakukan pengaturan aliran air pada tanah.

2. Drainase

Geosintetik digunakan sebagai media untuk pengaliran air searah bidang geosintetik dengan membiarkan air mengalir melalui tanah yang mempunyai permeability rendah. Untuk itu, diperlukan adanya koefisien transmissivity (pengaliran searah bidang) yang cukup besar.

3. Pemisah

Geosintetik juga berfungsi untuk memisahkan dua jenis material/agregat yang berbeda dalam karakteristik dan ukurannya misalnya antara material timbunan dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.


(62)

44 4. Perkuatan

Material geosintetik menambah kuat tarik pada matriks tanah sehingga menghasilkan material tanah yang lebih baik. Mengingat tanah mempunyai kemampuan yang baik terhadap tekan dan lemah terhadap gaya tarik, pemakaian geosintetik akan berperan memikul gaya tarik yang harus dipikul tanah.

5. Penghalang

Geosintetik berguna untuk menghalangi aliran cairan atau gas dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Aplikasi ini didapat dalam overlay perkerasan aspal, pembungkus tanah kembang-susut dan tempat pengendalian sampah.

6. Proteksi

Umumnya fungsi geosintetik jenis ini diperlukan untuk melindungi suatu material lain atau lapisan dari kerusakan akibat tusukan benda-benda tajam. Jenis lapisan yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material kedap air.

Geogrid mempunyai konfigurasi berupa grid, yaitu mempunyai lubang yang cukup besar di antara rusuk-rusuknya. Mempunyai tegangan kecil dan hanya meregang 1% di bawah beban. Kekuatannya melebihi geotekstil biasa, dan fungsi khususnya adalah memperkuat dan menahan tarik. Penggunaan Geogrid pada konstruksinya dapat diberikan lebih dari satu lapis sesuai kebutuhan dan hasil dari perencanaan. Tiap lapisan Geogrid memikul beban berupa tanah di atasnya. Dengan beban di atas tanah, tanah menahan tekan yang diberikan beban, Geogrid menahan tarik, seperti pada tulangan yang diberikan pada bangunan. Beton menahan tekan dan baja menahan tarik.


(63)

45 Geogrid merupakan pengembangan dari teknologi Geosintetik yang dikenal dengan nama Geotextile. Geogrid sendiri adalah inovasi yang dibuat untuk menutupi kekurangan pada Geotextile. Terutama masalah kekakuan bahan dan mekanisme perkuatan. Suatu hal yang tidak dimiliki Geotextile, namun Geogrid dapat menyediakannya. Sebagai gambaran, terkait dengan kekakuan bahan, Geogrid memiliki kekakuan bahan yang lebih tinggi dibandingkan geotextile.

2.7.1 Jenis Geogrid

Geogrid dapat dibedakan berdasarkan arah penarikannya yakni: 1. Geogrid Uni-Axial

Uni-axial Geogrid adalah lembaran massif dengan celah yang memanjang dengan bahan dasar HDPE (High Density Polyethelene), banyak digunakan di Indonesia untuk perkuatan tanah pada dinding penahan tanah dan untuk memperbaiki lereng yang longsor dengan menggunakan tanah setempat/bekas longsoran. Material ini memiliki kuat tarik 40 kN/m hingga 190 kN/m. Geogrid jenis ini biasanya dipakai untuk perkuatan dinding penahan tanah dan perbaikan lereng yang longsor.


(64)

46 2. Geogrid Bi-Axial

Bi-axial Geogrid dari bahan dasar polypropylene (PP) dan banyak digunakan di Indonesia sebagai bahan untuk meningkatkan tanah dasar lunak (CBR << 1%). Bi-axial Geogrid adalah lembaran berbentuk lubang bujursangkar di mana dengan struktur lubang bujur sangkar ini partikel tanah timbunan akan saling terkunci dan kuat geser tanah akan naik dengan mekanisme penguncian ini. Kuat tarik bervariasi antara 20 kN/m – 40 kN/m.

Keunggulan Geogrid Bi-Axial ini antara lain:

• Kuat tarik yang bervariasi

• Kuat tarik tinggi pada regangan yang kecil

• Tahan terhadap sinar ultra violet

• Tahan terhadap rekasi kimia tanah vulkanik dan tropis

• Tahan hingga 120 tahun


(65)

47 3. Geogrid Triax

Geogrid Triax adalah Geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk segitiga

Gambar 2.26 Geogrid Triax

2.7.2 Kelebihan Pemakaian Geogrid

Berikut ini merupakan kelebihan daripada pemakaian geogrid, yaitu: 1. Kekuatan tarik yang tinggi,

2. Pelaksanaan yang cepat,

3. Memungkinkan penggunaan material setempat,

4. Pemasangan yang mudah dan dapat membangun lebih tinggi dan tegak, 5. Tambahan PVC sebagai pelindung terhadap ultraviolet,

6. Pemasangan dan harga geogrid murah dibandingkan beton.

7. Merupakan struktur yang fleksibel sehingga tahan terhadap gaya gempa, 8. Tidak mempunyai resiko yang besar jika terjadi deformasi struktur, dan 9. Tipe elemen penutup lapisan luar dinding penahan dapat dibuat dalam bentuk

yang bermacam-macam, memungkinkan untuk menciptakan permukaan dinding yang mempunyai nilai estetika.

10.Biasanya perbaikan tanah dengan perkuatan dilakukan secara horisontal artinya digelar karena lebih mudah pelaksanaannya ketimbang arah tegak vertikal.


(66)

48 2.7.3 Kekurangan Pemakaian Geogrid

Geogrid tanpa PVC akan mengalami penurunan tingkat kemampuan penahan gaya tarik. Karena bahan Geogrid sangat peka terhadap naik turunnya temperatur udara, dimana pemuaian akan sangat mudah terjadi terhadap bahan geogrid pada saat mendapatkan temperature tinggi. Pemuaian akan membuat Geogrid getas, dan akhirnya akan mengurangi kuat tarik.

2.7.4 Desain Perkuatan Geogrid pada Sheet Pile

Geogrid biasa digunakan sebagai perkuatan tanah pada konstruksi sheet pile. Seperti yang dikatakan sebelumnya, geogrid merupakan pengembangan dari teknologi geosintetik yang dikenal dengan nama Geotextile. Geogrid sendiri adalah inovasi yang dibuat untuk menutupi kekurangan pada Geotextile.

Gambar berikut menunjukkan diagram sheet pile dengan perkuatan geogrid.

(a) (b) (c)

Gambar 2.27 Tipe dari perkuatan geogrid (a) geogrid wraparound wall; (b) wall

with gabion facing; (c) concrete panel-faced wall (After The Tensar Corporation, 1986)


(67)

49 Desain dari sheet pile yang diberi perkuatan geotextile maupun geogrid mengikuti langkah-langkah prosedur berdasarkan rekomendasi dari Bell et al (1975) dan Koerner (1990).

Internal Stability

1. Tentukan tekanan tanah aktif dari rumus :

σa‘ = Ka σ0 = Kaγ1z (2.57)

dimana:

Ka = Koefisien tekanan aktif Rankine = tan2(45- ø/2) γ1 = berat isi tanah (kN/m3)

ø = sudut geser tanah ( °)

2. Tentukan tegangan izin geogrid yaitu σG (kN/m)

3. Tentukan spasi vertikal dari rumus

(2.58)

4. Tentukan panjang geogrid dengan rumus :

(2.59) dimana :

(2.60)

dan


(68)

50 maka,

(2.62) Dimana, øF = sudut geser antara geogrid dengan tanah

5. Tentukan ll dari persamaan:

(2.63)

Eksternal Stability

6. Periksa faktor keamanan terhadap kegagalan guling dan kegagalan geser.

2.8 Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) adalah salah satu metode numerik untuk menyelesaikan berbagai problem rekayasa, seperti mekanika struktur, mekanika tanah, mekanika batuan, mekanika fluida, hidrodinamik, aerodinamik, medan magnet, perpindahan panas, dinamika struktur, mekanika nuklir, aeronautika, akustik, mekanika kedokteran dan sebagainya. (Katili, Irwan. 2008).

Tujuan utama analisis dengan menggunakan metode elemen hingga adalah untuk memperoleh pendekatan tegangan dan peralihan (displacement) yang terjadi pada suatu struktur (Indrakto, Rifky. 2007)


(69)

51 2.8.1 Matriks Kekakuan Elemen

Memodelkan suatu elemen dan memberikan beban, diperlukan persamaan yang menghubungkan antara beban berupa gaya dan momen yang diberikan pada nodal elemen dengan perpindahan berupa translasi dan rotasi pada nodal tersebut. Hubungan tersebut dapat diberikan dengan persamaan:

{F} =[K] {u} (2.64)

Dimana:

{F} = matriks kolom gaya dan momen pada nodal elemen. [K] = matriks kekakuan elemen.

{u} = matriks kolom berisi perpindahan translasi dan rotasi nodal elemen.

2.8.2 Tipe – Tipe Elemen Dalam Metode Elemen Hingga

Terdapat berbagai tipe bentuk elemen dalam metode elemen hingga yang dapat digunakan untuk memodelkan kasus yang akan dianalisis, yaitu:

a. Elemen satu dimensi

Elemen satu dimensi terdiri dari garis (line). Tipe elemen ini memiliki dua titik nodal, masing-masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier. Dua elemen lainnya dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah titik nodal.

a. Linear b. Kuadratik c. Kubik


(70)

52 b. Elemen dua dimensi

Elemen dua dimensi terdiri dari elemen segitiga (triangle) dan elemen segiempat (quadrilateral). Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat pula berupa kedua-duanya.

Gambar 2.29 Elemen 2 dimensi segitiga dan segiempat Susatio, Yerri. (2004)

c. Elemen tiga dimensi

Elemen tiga dimensi terdiri dari elemen tetrahedron, dan elemen balok.


(71)

53 2.6.3. Konsep Tegangan – Regangan

Konsep mengenai tegangan dan regangan yang terjadi pada elemen tiga dimensi akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Konsep Tegangan

Tegangan didefinisikan sebagai besaran gaya yang bekerja pada suatu satuan luas. Secara matematis definisi tersebut dapat ditulis sebagai:

σ = F/A (2.65) Dimana:

σ = tegangan normal (N/m2)

F = gaya yang bekerja tegak lurus terhadap potongan (N) A = luas bidang (m2)

Shigley, Joseph E. (2004)

Pada suatu bidang yang dikenal suatu gaya akan terdapat dua jenis tegangan yang mempengaruhi bidang tersebut, yaitu sebagaimana terlihat pada Gambar 2.32.

Gambar 2.31 Tegangan yang berkerja pada suatu bidang Gere,


(72)

54 Keterangan:

σ x = tegangan normal yang bekerja pada bidang x

σ y = tegangan normal yang bekerja pada bidang y

σ z = tegangan normal yang bekerja pada bidang z

τ xy = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal x dalam arah y

τ xz = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal x dalam arah z

τ yx = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal y dalam arah x

τ yz = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal y dalam arah z

Adapun persamaan tegangan normal untuk untuk bidang tiga dimensi adalah sebagai berikut:

(2.66)

Allaire, Paul E.(1985)

Analisis perangkat lunak elemen hingga biasanya memiliki kelebihan untuk dapat menghasilkan nilai tegangan von mises atau tegangan ekivalen, yakni jenis tegangan yang mengakibatkan kegagalan pada struktur material yang dirumuskan oleh penemunya yang bernama Von Mises. Untuk menentukan


(73)

55 tegangan von Mises terlebih dahulu dihitung tegangan utama yang bekerja pada struktur dengan persamaan diatas.

Setelah tegangan-tegangan utama ditemukan maka tegangan Von Mises bisa didapat dengan persamaan:

(2.67)

Shigley, Joseph E. (2004)

Komponen lain dari intensitas gaya yang bekerja sejajar dengan bidang dari luas elemen adalah seperti terlihat pada Gambar 2.32 di atas adalah tegangan geser yang dilambangkan dengan τ , yang secara matematis didefinisikan sebagai:

τ = V/A (2.68)

Dimana :

τ = tegangan geser (N/m2)

V = komponen gaya yang sejajar dengan bidang elementer (N) A = luas bidang (m2)

Shigley, Joseph E. (2004)

Adapun persamaan tegangan geser untuk persoalan tiga dimensi adalah sebagai berikut:


(74)

56 2. Konsep Regangan

Regangan dinyatakan sebagai pertambahan panjang per satuan panjang. Hukum Hooke menyatakan bahwa dalam batas-batas tertentu, tegangan pada suatu bahan adalah berbanding lurus dengan regangan.

Regangan dapat ditulis sebagai :

(2.70) Dimana:

ε = regangan

δ = pertambahan panjang total (m)

` L = panjang mula – mula (m), Shigley, Joseph E. (2004)

Hubungan regangan peralihan untuk benda elastis menurut Paul E Allaire (1985) dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

{ε}= [d]{u} (2.71)

Dimana:

{ε} = matrik kolom regangan

[d] = matrik operator dengan peralihan {u} = matrik kolom peralihan

Dengan matrik kolom peralihan (displacement):


(75)

57 Dimana u, v, w berturut – turut merupakan fungsi peralihan (displacement) elemen terhadap x, y, z dan matrik regangannya adalah:

(2.73) Dimana : εz,εy, εx berturut – turut merupakan regangan normal arah x, y, dan z yang besarnya:

(2.74) Sedangkan γxyyzxz berturut – turut merupakan regangan geser arah bidang xy, yz, xz yang besarnya:

(2.75) Operator regangan peralihan [d] dalam Persamaan (2.71) adalah


(76)

58 3. Hubungan Tegangan dan Regangan

Hubungan tegangan – regangan untuk material isotropis secara umum menurut Paul E Allaire (1985) dapat ditulis sebagai berikut:

{σ }= [E] {ε} (2.77)

Dimana:

{σ} = vektor tegangan

[E] = matriks elastisitas elemen {ε} = vektor regangan

Dengan vektor tegangan:

(2.78)

σx,σy,σz berturut – turut merupakan tegangan normal arah x, y, z, sedangkan τxyyzxz berturut – turut merupakan tegangan geser arah bidang xy, yz, xz seperti pada Persamaan 2.73 dan 2.78.

Bentuk matriks [E] untuk bahan isotropis yang sederhana adalah:


(77)

59 Material ini memiliki dua konstanta bebas, yaitu E (modulus elastisitas bahan) dan v (poisson ratio), parameter e1, e2 dan e3 yang digunakan dalam persamaan ini sama dengan regangan bidang, yaitu:

(2.80)

Poisson ratio (v) adalah perbandingan dari kontraksi regangan transversal terhadap regangan perluasan longitudinal searah sumbu gaya, dimana perubahan bentuk tarik bernilai positif dan perubahan bentuk tekan bernilai negatif.

υ = - regangan lateral/ regangan aksial

Nilai Poisson ratio berbeda-beda untuk setiap bahan sesuai karakteristik bahan tersebut.

2.8.4 Sifat Mekanik Bahan

1. Elastisitas

Hampir semua benda teknik memiliki sifat elastisitas. Suatu sistem struktur diperuntukan mengemban fungsi tertentu, sekaligus menahan pengaruh gaya luar yang ada. Suatu spesimen yang dikenai gaya luar akan mengakibatkannya berubah bentuk dan elastisitas bahan akan terlihat apabila spesimen dapat kembali kebentuk semula ketika gaya luar tersebut dilepas.

Sifat mekanik material didefinisikan sebagai ukuran kemampuan material untuk menahan gaya atau tegangan. Pada saat menahan beban, struktur molekul berada dalam keseimbangan. Gaya luar pada proses


(78)

60 penarikan tekanan, pemotongan,penempaan, pengecoran dan pembengkokan mengakibatkan material mengalami tegangan.

2. Deformasi

Deformasi terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan menyerap energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Sekecil apapun gaya yang bekerja, maka benda akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan ukuran secara fisik ini disebut sebagai deformasi. Deformasi ada dua macam, yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah deformasi yang terjadi akibat adanya beban yang jika beban ditiadakan, maka material akan kembali seperti ukuran dan bentuk semula, sedangkan deformasi plastis adalah deformasi yang bersifat permanen jika bebannya dilepas.

Secara umum kekuatan suatu material diuji melalui uji tarik dengan memberi gaya tarik pada bahan hingga bahan tersebut putus. Mesin uji akan mencetak kurva dari besarnya tegangan terhadap regangan yang timbul selama proses penarikan hingga putus. Diagram (kurva) tegangan-regangan seperti pada Gambar 2.32 memperlihatkan antara 0 ke σy disebut daerah elastis, sedangkan titik σy adalah batas luluh (yield). Titik σu merupakan tegangan maksimal dimana bila beban dilepas maka bahan tersebut tidak akan kembali ke bentuk semula. Bila diberi beban sampai melebihi titik σpatah,maka bahan akan menjadi putus. Dari titik σy ke titik σu bahan tersebut mengalami deformasi plastis sempurna.


(1)

104 biru dan displacement terbesar ditunjukkan oleh tanah yang berwarna merah. Dapat dilihat gambar pada kondisi ini, displacement yang terbesar terjadi di daerah tanah yang tidak mendapatkan perkuatan geogrid. Jika dibandingkan dengan kondisi dimana geogrid dipasang tidak sebidang, displacement yang terjadi lebih kecil.

Gambar 4.35 Kondisi strain pada lereng dengan geogrid yang sebidang

Untuk Gambar 4.35 tanah-tanah yang merengang berada pada daerah yang mengalami displacement yang besar seperti pada daerah yang berhubungan langsung dengan beban (di atas permukaan) dan di daerah dasar dari perkuatan.

4.4.3 Deformasi pada sheet pile

Pada konstruksi lereng digunakan sheet pile dengan panjang 12 meter. Dalam proses konstruksi sheet pile mengalami displacement atau deformasi yaitu sebesar 9,23*10-3 meter. Deformasi yang terjadi lebih besar dari pada lereng dengan geogrid yang tidak sebidang. Dimana arah dari deformasi sheet pile


(2)

105 ditunjukkan dengan panah yang berwarna merah. Berikut adalah hasil keluaran deformasi dari sheet pile.

Gambar 4.36 Displacement pada sheet pile

4.4.4 Deformasi pada geogrid

Pada konstruksi lereng terjadi deformasi sebesar 14,59*10-3 meter pada geogrid. Berikut adalah hasil keluaran untuk menghitung deformasi pada geogrid, dimana arah dari deformasi ditunjukkan dengan panah yang berwarna merah


(3)

106 Maka dari itu dapat dibuat perbandingan seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Perbandingan lereng berdasarkan pemasangan geogrid

Parameter yang ditinjau

Lereng dengan geogrid yang sebidang

Lereng geogrid yang tidak sebidang

Faktor Keamanan

Pada kondisi ini diperoleh faktor

keamanan sebesar 2,1080

Pada kondisi ini diperoleh faktor

keamanan sebesar 2,2973

Deformasi Lereng

Terjadi deformasi sebesar 17,41*10-3 meter

Terjadi deformasi sebesar 21,71*10-3 meter

Deformasi sheet pile

Terjadi deformasi sebesar 9,23*10-3meter

Terjadi deformasi sebesar 8,74*10-3 meter

Deformasi Geogrid Terjadi deformasi sebesar 14,59*10-3 meter

Terjadi deformasi sebesar 18,21*10-3 meter

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat geogrid yang tidak sebidang memiliki faktor keamanan yang lebih besar daripada geogrid yang sebidang. Pada geogrid yang sebidang, tanah yang tidak mendapat perkuatan memiliki zona displacement yang berwarna merah yang menunjukkan displacement terbesar. Sehingga kondisi dengan pemasangan geogrid yang sebidang sebaiknya dihindari.


(4)

107

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh penulis selama mengerjakan Tugas Akhir ini adalah :

1. Lereng tanpa counterweight memiliki faktor keamanan sebesar 1,16 yang lebih kecil daripada lereng dengan counterweight yang memiliki faktor keamanan sebesar 2,29. Sehingga deformasi yang terjadi pada semua bagian struktur lereng tanpa counterweight lebih besar. Maka dapat disimpulkan lereng tanpa counterweight memiliki konstruksi yang kurang aman.

2. Penambahan counterweight di belakang sheet pile menambah kekuatan geser tanah akibat adanya tekanan tanah pasif yang bekerja yaitu dengan meningkatnya faktor keamanan dari 1,16 menjadi 2,29.

3. Lereng dengan penambahan panjang sheet pile memiliki faktor keamanan yang paling besar yaitu 2,41. Tetapi deformasi yang terjadi antara tiga kondisi konstruksi tersebut tidak jauh berbeda dan masih dalam kategori aman dalam struktur.

4. Penambahan panjang sheet pile berpengaruh terhadap semakin besarnya kekuatan geser tanah yaitu dengan meningkatnya faktor keamanan dari 2,29 menjadi 2,41.

5. Geogrid yang tidak sebidang memiliki faktor keamanan sebesar 2,29 sedangkan geogrid yang sebidang memiliki faktor keamanan sebesar 2,10.


(5)

108 Hal ini menunjukkan bahwa geogrid yang dipasang tidak sebidang memiliki faktor keamanan yang lebih besar.

5.2 Saran

1. Sebaiknya dilakukan penambahan beban counterweight di belakang sheet pile, guna mengurangi kemungkinan terjadinya kelongsoran pada lokasi proyek.

2. Pada geogrid yang dipasang sebidang, bagian tanah yang tidak mendapat perkuatan mengalami displacement yang lebih besar. Maka dari itu sebaiknya pemasangan geogrid yang sebidang dihindari.

3. Penambahan panjang sheet pile akan menambah faktor keamanan lereng, tapi perlu diperhitungkan segi ekonomis dan efesiensi dari perencanaan.


(6)

1 DAFTAR PUSTAKA

Das, B. M., 1994, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayas Geoteknis) Jilid I, Erlangga, Jakarta

Das, B. M., 1994, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayas Geoteknis) Jilid II, Erlangga, Jakarta

Das, Braja M. 2007. Principle of Foundation Engineering. Global Engineer Christopher M. Shortt

Hardiyatmo, H. C., 1992, Mekanika Tanah I, PT. Gramedia Pustaka Umum : Jakarta

Muntohar, A. S., Analisis Stabilitas Lereng (Slope Stability), Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mitchell, James K. & Villet, Willem C. B. 1987. Reinforcement of Earth Slopes and Embankments. Washington D.C: National Research Council.

Tinambunan, Panantian. 2008. Dinding Penahan Tanah dengan Menggunakan Geogrid sebagai Tulangan pada Tanah (Reinforced Soil). Medan: Universitas Sumatera Utara.