Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan imbuhan air tanah.
f. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan imbuhan air tanah.
Pasal 82
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya, terdiri atas kawasan resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2), terdiri atas:
a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
b. penyediaan sumur resapan dan/ atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;
c. pengitegrasian persyaratan minimasi limpahan buangan air hujan ke saluran drainase dari bangunan dalam perizinan mendirikan bangunan;
d. penjagaan fungsi lahan resapan air;
e. meningkatkan daya serap air; dan
f. mengarahkan perkembangan lahan terbangun intensif diluar kawasan resapan air.
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 83
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf a, terdiri atas:
a. pemanfaatan kawasan suci sebagai kawasan konservasi;
b. pelarangan pendirian bangunan kecuali untuk menunjang kegiatan keagamaan dan penelitian;
c. pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan nilai- nilai kesucian; dan
d. pengelolaan kawasan cathus patha meliputi perlindungan kawasan dari kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi radius kawasan tempat suci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf b, berdasarkan konsep tri wana yang dipolakan kedalam 3 (tiga) zona, mencakup:
a. zona inti adalah zona utama karang kekeran sesuai dengan konsep maha wana yang diperuntukkan sebagai hutan lindung, ruang terbuka hijau, kawasan pertanian dan bangunan penunjang kegiatan keagamaan;
b. zona penyangga adalah zona madya karang kekeran yang sesuai konsep tapa wana diperuntukkan sebagai kawasan hutan, ruang terbuka hijau, kawasan budidaya pertanian, fasilitas darmasala, pasraman, dan bangunan fasilitas umum penunjang kegiatan keagamaan;
c. zona pemanfaatan adalah zona nista karang kekeran yang sesuai konsep sri wana diperuntukkan sebagai kawasan budidaya pertanian, bangunan permukiman bagi pengempon, penyungsung dan penyiwi pura, bangunan fasilitas umum penunjang kehidupan sehari-hari masyarakat setempat serta melarang semua jenis kegiatan usaha dan/ atau kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup dan nilai-nilai kesucian tempat suci;
d. pengelolaan radius kesucian Pura Sakenan mengikuti ketentuan arahan Bhisama PHDI P yaitu apeneleng alit atau setara dengan 2.000 (dua ribu) meter yang akan ditindak lanjuti dengan pembagian zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan;
e. pengelolaan radius kesucian pura kahyangan tiga dan pura lainnya terdiri atas mengikuti ketentuan arahan Bhisama PHDI P yaitu apenyengker yang disesuaikan dengan kondisi setempat dengan ketentuan terdiri atas 50 meter untuk bangunan bertingkat dan 25 meter untuk bangunan tidak bertingkat; dan
f. penentuan batas-batas terluar tiap zona radius kawasan tempat suci didasarkan atas batas-batas fisik yang tegas berupa batas alami atau batas buatan, disesuaikan dengan kondisi geografis masing-masing, diatur lebih lanjut dalam rencana rinci tata ruang kawasan tempat suci.
dalam Pasal 81 ayat (3) huruf c, terdiri atas:
a. pengelolaan pengaturan sempadan pantai terdiri atas daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat.
b. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
c. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;
d. pengaturan bangunan di kawasan sempadan pantai terdiri atas:
1) kawasan sempadan pantai terdiri atas ruang terbuka untuk umum dan bangunan yang diperkenankan terdiri atas bangunan-bangunan fasilitas penunjang wisata non permanen dan temporer, bangunan umum terkait keagamaan, bangunan untuk pengawasan dan pengamanan umum (pengunjung), bangunan untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai, pengamanan pesisir, kegiatan nelayan, kegiatan pelabuhan, permukiman penduduk setempat dan bangunan terkait pertahanan dan keamanan; dan
2) Bangunan-bangunan yang telah ada serta tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud angka 1, ditata kembali untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
e. pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf d, terdiri atas:
a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
b. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/ atau pemanfaatan air;
c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi pengamanan sempadan;
d. pemanfaatan untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diizinkan;
e. pemanfaatan untuk pemasangan reklame dan papan pengumuman;
f. pemanfaatan untuk pemasangan bentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa air minum;
g. pemanfaatan untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan dan jembatan;
h. pelarangan membuang sampah, limbah padat dan/ atau cair; dan
i. menyediakan taman telajakan minimal 10% (sepuluh persen) dari lebar sempadan. j. pengelolaan sempadan sungai dengan pengaturan sempadan terdiri atas: