Sistem Pengendalian Intern Kredit

2.3 Sistem Pengendalian Intern Kredit

Sistem pengendalian intern kredit merupakan usaha-usaha yang dilakukan agar kredit tetap lancar, produktif dan tidak macet. Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, diperlukan suatu kebijakan perkreditan tertulis yang dikabulkan menurut dokumen kebijakan pemberian kredit. Sistem pengendalian intern kredit menurut Suhardjono (2003:99) sekurang- kurangnya harus mencakup “Organisasi kredit, dokumen dan catatan kredit, prosedur pemb erian kredit dan laporan kredit”.

Menurut Suhardjono (2003:100) agar penyaluran kredit kepada debitur tetap lancar dan produktif maka sekurang-kurangnya harus memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut:

1. Organisasi intern kredit

2. Prosedur pemberian dan pengembalian kredit

3. Dokumen dan catatan kredit

4. Pengawasan kredit

5. Penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah

2.3.1 Struktur yang Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional Secara Tegas

Berbicara mengenai organisasi, sebagaimana kita maklumi bahwa teori dan pandangan tentang organisasi sangatlah banyak dan beraneka ragam hal tersebut menyebabkan penerapan organisasi tersebut juga berbeda-beda antara satu dengan yang lain, tidak terkecuali aplikasi pada organisasi perkreditan. Perbedaan teori (plus aplikasinya) pada organisasi perkreditan disebabkan oleh perbedaan visi, misi/ tujuan, latar belakang lingkungan, situasi dan kondisinya masing-masing. Namun demikian disamping perbedaan-perbedaan tersebut, pada dasarnya setiap organisasi mempunyai pesamaan-persamaan tertentu setidak- tidaknya dalam perannannya.

Suhardjono (2003:106) menyebutkan bahwa: Untuk mendukung pemberian kredit yang sehat dan penerapan unsur

pengendalian internal ( internal control ) mulai dari tahap awal proses kegiatan pemberian perkreditan sampai dengan kredit yang bersangkutan lunas, maka harus menerapkan struktur organisasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing pejabat yang terkait dalam proses pemberian kredit.

Organisasi merupakan salah satu unsur sistem pengendalian intern dimana di dalamnya terdapat gambaran yang mencerminkan kerangka pembagian tugas dari masing-masing bagian serta keseluruhan dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi organisasi yang terkait dalam pemberian kredit menurut Suhardjono (2003:109) adalah sebagai berikut: Organisasi merupakan salah satu unsur sistem pengendalian intern dimana di dalamnya terdapat gambaran yang mencerminkan kerangka pembagian tugas dari masing-masing bagian serta keseluruhan dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi organisasi yang terkait dalam pemberian kredit menurut Suhardjono (2003:109) adalah sebagai berikut:

b. Seksi analisa kredit Memberikan keterangan kepada calon debitur yang akan mengajukan permohonan kredit dan mengadakan pembahasan kredit dan mengajukan hasil pembahasan kepada pimpinan melalui kas kredit.

c. Seksi administrasi Melayani pengajuan kredit dan meneliti kelengkapan persyaratan kredit dan membuat analisa yang diajukan kepada pimpinan. Membuat realisasi kredit dalam buku register dan melayani debitur yang akan mengambil jaminan.

d. Supervisi kredit Membuat pengajuan penyelesaian kredit dan membuat peninjauan jaminan kredit bersama petugas analisa kredit.

e. Kasir/ teller, bertugas untuk menerima dan mengeluarkan uang.

2.3.2 Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan yang Memberikan Perlindungan yang Cukup Terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan dan Biaya

Sistem wewenang dan prosedur pencatatan kegiatan di antara lembaga keuangan semacam Pegadaian tidaklah jauh berbeda, mungkin yang menjadi perbedaan terletak dari prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dengan pertimbangan masing-masing. Prosedur pemberian kredit secara umum dapat Sistem wewenang dan prosedur pencatatan kegiatan di antara lembaga keuangan semacam Pegadaian tidaklah jauh berbeda, mungkin yang menjadi perbedaan terletak dari prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dengan pertimbangan masing-masing. Prosedur pemberian kredit secara umum dapat

2.3.2.1 Prosedur Pemberian Kredit dan Pengembalian Kredit

Menurut Suhardjono (2003:195) dalam proses pemberian putusan kredit, prosedur kredit dibagi dalam empat tahap diantaranya:

1. Tahapan Prakarsa dan analisa permohonan kredit

a. Kegiatan pada tahap ini adalah penerimaan permohonan kredit dari nasabah atau memprakarsai permohonan kredit, baik untuk Permohonan kredit baru, perpanjangan kredit, perubahan jumlah kredit, perubahan syarat kredit, restrukturisasi maupun penyelesaian kredit.

b. Analisa dan evaluasi kredit Analisa kredit yang dilakukan oleh pejabat pemrakarsa kredit melipiti analisis 5C ( Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral ) yang terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitaf.

c. Perhitungan kebutuhan kredit Perhitungan kebutuhan kredit dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti kredit yang benar-benar dibutuhkan oleh pemohon, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan kredit yang penggunaannya di luar usaha atau terjadi kekurangan kredit sehingga usaha tidak berjalan.

d. Pembagian risiko kredit Dalam upaya mengurangi risiko kredit yang harus ditanggung, bank membagi risiko tersebut dengan perusahaan asuransi, yaitu dengan melakukan asuransi kredit, asuransi kerugian maupun asuransi jiwa debitur.

e. Negosiasi kredit Negosiasi dilakukan dalam rangka mendiskusikan suatu permasalahan kredit yang terjadi antara pihak bank dan pemohon, dalam rangka mencapai kesepakatan mengenai jumlah kredit, kelengkapan dokumen, struktur dan tipe kredit serta syarat-syarat kredit yang harus dipenuhi oleh pemohon.

2. Tahapan pemberian rekomendasi kredit Rekomendasi kredit merupakan suatu kesimpulan dari analisa dan evaluasi atas proposal kredit yang disajikan oleh pemrakarsa kredit. Rekomendasi harus secara jelas menguraikan kekuatan dan kelemahan pemohon untuk memenuhi angsuran yang telah dijadwalkan.

Rekomendasi kredit harus memastikan bahwa tidak ada kebijakaan dan prosedur kredit yang dilanggar serta tidak ada masalah hukum.

3. Tahapan pemberian putusan Pemberian keputusan hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemutus kredit atau komite kredit yang diberikan kewenangan untuk memutus kredit. Sebelum memberikan putusan kredit pejabat pemutus kredit harus memeriksa dan meneliti kelengkapan paket kredit berdasarkan pengalaman dan pengetahuan bisnis yang dimilikinya, pejabat pemutus kredit melihat analisa dan evaluasi yang dibuat oleh bagian rekomendasi akan mampu memberikan putusan kredit secara akurat.

4. Tahapan persetujuan pencairan kredit Pencairan kredit dapat dilakukan setelah instruksi pencairan kredit ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang, yaitu petugas administrasi kredit sebagai pembuat instruksi ( maker ) dan disetujui oleh pimpinan unit kerja yang bersangkutan

Langkah selanjutnya adalah merupakan prosedur pengembalian kredit. Menurut Thomas dkk (2003 :86) “Pengembalian kredit adalah dipenuhinya semua kewajiban utang peminjam terhadap bank yang berakibat hapusnya perjanjian kredit”.

Adapun prosedur pengembalian kredit menurut Suhardjono (2003:197) adalah sebagai berikut:

1. Debitur dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar.

Dalam memenuhi kewajibannya, debitur menyerahkan pembayaran baik pembayaran pokok, bunga atau lainnya apabila ada. Sebagai tanda pembayaran, debitur menerima kuitansi dari kasir dan menerima struk yang berisikan total sisa pinjaman sebagai kontrol jumlah kewajiban yang masih harus dibayar.

2. Kasir menerima pembayaran dari debitur. Kasir menerima sejumlah uang dari debitur sebagai pembayaran, baik pokok, bunga ataupun yang lainnya. Menghitung atau membandingkan pembayaran yang harus dipenuhi oleh debitur yaitu pembayaran pokok pinjaman, bunganya ataupun pembayaran lainnya dengan jumlah potongan yang telah jatuh tempo. Kasir kemudian menerbitkan dan menyerahkan kuitansi sebagai bukti pembayaran yang diperuntukan kepada debitur dan bagian kredit. Transaksi di atas dicatat pada buku transaksi.

3. Pencatatan oleh bagian perkreditan. Bagian perkreditan mencatat jumlah pembayaran yang dilakukan oleh debitur, kemudian mengeluarkan struk sisa pinjaman yang dipotong 3. Pencatatan oleh bagian perkreditan. Bagian perkreditan mencatat jumlah pembayaran yang dilakukan oleh debitur, kemudian mengeluarkan struk sisa pinjaman yang dipotong

4. Pencatatan oleh bagian akuntansi. Bagian akuntansi menerima bukti bembayaran dari bagian kredit, dilakukan pencatatan pada buku besar piutang dan dicockannya dengan buku kas masuk bagian kredit.

2.3.2.2 Dokumen dan Catatan Kredit

Menurut Suhardjono (2003:221) pengertian dokumen kredit adalah sebagai berikut: Dokumen kredit adalah seluruh dokumen yang diperlukan dalam rangka

pemberian kredit yang merupakan bukti perjanjian/ ikatan hukum antara bank dengan debitur dan bukti kepemilikan barang agunan serta dokumen-dokumen perkreditan lainnya yang merupakan perbuatan hukum atau mempunyai akibat hukum.

Dokumen berfungsi untuk memastikan bahwa seluruh aktiva telah diawasi dengan sewajarnya dan pencatatan telah dilakukan dengan baik. Formulir penting yang selalu dimasukan dalam setiap arsip dokumen kredit menurut Suhardjono (2003:223) adalah sebagai berikut:

1. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan identitas atau legalitas nasabah dan usahanya.

a. KTP, Kartu Keluarga (KK), pas photo

b. Akte pendirian usaha

c. Bukti perjanjian usaha

2. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permohonan, analisa dan

evaluasi kredit, negosiasi, rekomendasi, persetujuan kredit.

a. Putusan kredit

b. Putusan penundaan dokumen

c. Memorandum analisa kredit

d. Putusan penghapus bukuan kredit macet

3. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perjanjian dan pencairan kredit.

a. Surat hutang

b. Adendum surat hutang

4. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan barang jaminan dan pengikatannya.

a. Hak atas tanah

b. Bukti kepemilikan agunan

c. Sertifikat hak tanggungan

d. Akte pengikat hak agunan

5. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembinaan, pengawasan dan penyelamatan atau penyelesaian kredit.

Pengertian catatan kredit menurut Suhardjono (2003:225) adalah sebagai “Pengelolaan atas dokumen-dokumen yang diperoleh selama kredit berlangsung,

pengelolaan tersebut mencakup pencatatan/ registrasi, penyimpanan berkas dan pengamanan berkas kredit”.

Sedangkan proses pencatatan transaksi kredit menurut Suhardjono (2003:226) secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe, yaitu:

1. Pencatatan pembayaran kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi oleh debitur yaitu:

a. Biaya administrasi, baik pada saat pembukuan rekening debitur atau biaya administrasi rutin pada saat kredit berjalan.

b. Pembayaran provisi kredit atau commitmen fee saat nasabah memperoleh kredit baru atau perpanjangan kredit.

c. Untuk pembayaran bunga kredit yang menjadi kewajibannya.

2. Pencatatan transaksi kredit selama fasilitas kredit tersebut berjalan, yaitu:

a. Pada saat pelaksanaan penarikan/ pembukuan kredit.

b. Pada waktu nasabah melaksanakan penyetoran-penyetoran terhadap rekeningnya.

3. Pencatatan transaksi kredit pada saat pelunasan kredit.

4. Pencatatan transaksi kredit pada saat penghapusan sebagai debitur.

Adapun jurnal untuk pencatatan mutasi-mutasi di atas dapat disajikan dengan cara sebagai berikut:

1. Pada saat pembukuan rekening debitur yaitu setelah nasabah menandatangani akad perjanjian kredit maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut: Kas

Rp. xxx

Provisi kredit Rp. xxx Biaya bank lainnya

Rp. xxx

2. Jurnal pembebanan/ pembayaran bunga oleh nasabah. Setelah bank selesai membuat “nota perhitungan bunga” maka jurnalnya dilakukan sebagai

berikut: Kas

Rp. xxx

Pendapatan bunga kredit Rp. xxx Yang menjadi masalah apabila nasabah tidak dapat membayar dan terjadi tunggakan bunga maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut: Tagihan tunggakan bunga

Rp. xxx

Pendapatan bunga kredit Rp. xxx

3. Pencatatan yang lain pada saat terjadi penarikan kredit atau pembebanan lainnya maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut: Rekening debitur yang bersangkutan

Rp. xxx

Kas Rp. xxx Pemindahbukuan ke rekening lain

Rp. xxx

4. Sering juga nasabah selain menunggak bunga juga menunggak angsuran kredit maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut:

Tunggakan angsuran kredit

Rp. xxx

Rekening debitur yang bersangkutan Rp. xxx Dan pada saat nasabah melunasi tunggakan angsuran tersebut maka jurnalnya dapat dilakukan dengan cara: Kas

Rp. xxx

Tunggakan angsuran kredit Rp.xxx

2.3.3 Praktik yang Sehat Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Setiap Unit Organisasi

Suhardjono (2003:229) menyebutkan bahwa: “Dalam mendukung pemberian kredit yang sehat dan menerapkan unsur pengendalian intern dalam kegiatan perkreditannya, perusahaan melakukan pengawasan dan pembinaan atas tahapan-tahapan proses pemberian kredit yang dilakukannya”.

2.3.3.1 Pengawasan Kredit

Menurut Suhardjono (2003:229) prinsip-prinsip dalam pengawasan kredit yang pada umumnya dilakkan antara lain:

a. Setiap tahapan proses pemberian kredit harus didasarkan atas asas- asas perkreditan yang sehat dan menguntungkan/ melindungi kepentingan bagi bank.

b. Setiap pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda dan pengawasan melekat yang berkesinambungan.

c. Setiap pemberian kredit harus dipantau perkembangan usaha debitur yang dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada debitur agar kredit yang diberikan mencapai sasaran dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit.

d. Setiap pemberian kredit tidak hanya diawasi oleh pejabat kredit saja. Tetapi juga oleh unit kerja yang dibentuk untuk melakukan fungsi pengawasan, yaitu audit internal.

Menurut Suhardjono (2003:230) pengawasan kredit adalah “Kegiatan pengawasan/ monitoring terhadap tahapan-tahapan proses pemberian kredit, pejabat kredit yang melaksanakan proses pemberian kredit serta fasilitas

kreditnya”. Pengawasan kredit bertujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan, penjagaan dan pengawasan kredit sebagai asset telah dilakukan

dengan baik sehingga tidak timbul resiko-resiko kredit yang diakibatkan penyimpangan baik oleh debitur maupun oleh bank. Pengawasan kredit dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif dan pengawasan represif.

Pengawasan preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya masalah dalam perkreditan dalam perkreditan yang dapat dilakukan dengan penerapan prinsip kehati-hatian pada setiap tahapan proses pemberian kredit sejak permohonan kredit sampai dengan pencairan kredit. Sedangkan pengawasan represif dimaksudkan untuk memperbaiki masalah yang terjadi dalam bidang perkreditan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam cara setelah kredit direalisasi dan digunakan oleh debitur sampai dengan kredit lunas.

2.3.3.2 Penyelamatan Kredit Bermasalah

Suhardjono (2003:252) mengemukakan bahwa “Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian

atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit”. Walaupun semua tahap-tahap dalam proses pemberian kredit

telah dilakukan secara hati-hati dan telah dilakukan pengawasan dan pengendalian kredit secara berkesinambungan, namun demikian tidak seratus persen kredit akan menjadi lancar.

Menurut Suhardjono (2003:272), upaya penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Penjadwalan kembali ( Rescheduling ) Penjadwalan kembali yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya yang meliputi: perubahan grace period , perubahan jadwal pembayaran, perubahan jangka waktu, perubahan jumlah angsuran dan sebagainya.

2. Persyaratan kembali ( Reconditioning ) Persyaratan kembali yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat- syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut maksumin saldo kredit, yang meliputi: perubahan tingkat suku bunga atau denda, perubahan cara perhitungan tingkat suku bunga, keringanan bunga atau denda, perubahan atau penggantian kepemilikan atau pengurus, perubahan atau penggantian nama atau status perusahaan, perubahan atau penggantian nasabah atau novasi, perubahan atau penggantian agunan.

3. Penataan kembali ( Restructuring ) Penataan kembali yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi: penambahan dana, pengurangan tunggakan pokok, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, perubahan jenis fasilitas kredit termasuk konversi pinjaman dalam valuta asing atau sebaliknya, konversi seluruh atau sebagaian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, penjualan agunan/ asset debitur.

2.3.4 Karyawan yang Mutuya Sesuai dengan Tanggung Jawabnya

Berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya sangat tergantung pada kualitas pegawai yang ada di dalam organisasi tersebut. Faktor kemampuan kerja pegawai dapat dilihat dari pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Menurut Spencer (2007:6) yang dikutip Palan menguraikan lima karakteristik yang membentuk kompetensi adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan Merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran. Pengetahuan pegawai turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, pegawai yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi perusahaan.

2. Keterampilan Merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Pegawai yang mampu mempunyai kerja yang baik, maka akan mempercepat pencapaian tujuan organisasi, sebaliknya pegawai yang tidak terampil akan memperlambat tujuan organisasi.

3. Konsep diri dan nilai-nilai Merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi. Disamping pengetahuan dan keterampilan pegawai, hal yang perlu diperhatikan adalah sikap atau prilaku kerja pegawai. Apabila pegawai mempunyai sifat yang mendukung pencapaian tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

4. Karakteristik pribadi Merujuk kepada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan. Karakteristik pribadi merupakan cerminan bagaimana seorang pegawai mampu/ tidak mampu melakukan suatu aktivitas dan tugas secara mudah/ sulit dan sukses/ tidak pernah sukses.

5. Motif Motif adalah kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. Hal ini merajuk pada emosi, hasrat, kebutuhan psikologi atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25