Kebijakan Pemerintahan Mohammad Ashraf Ghani

B. Kebijakan Pemerintahan Mohammad Ashraf Ghani

Mohammad Ashraf Ghani sejak tahun 2014 terpilih sebagai Presiden Afghanistan, bersama dengan Abdullah Abdullah yang juga ditetapkan sebagai Ketua Dewan Eksekutif, menjalankan sebuah pemerintahan yang dikenal dengan istilah Persatuan Nasional. Pemerintahan Persatuan Nasional ( National Unity Government ) yang diketuai oleh Ashraf Ghani telah bertekad untuk membangun pemerintahan demokratis, bersih, dan memberikan jaminan perubahan sosial bagi masyarakat Afghanistan. Ashraf Ghani dipercaya mampu mewujudkan banyak perubahan di Afghanistan melalui kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan, terhitung sejak tahun 2014, saat dia mulai menjabat sampai dengan tahun 2016.

B.1 Kebijakan Memberantas Korupsi

Pada saat Mohammad Ashraf Ghani terpilih sebagai presiden, Afghanistan belum sepenuhnya terbebas dari krisis ekonomi. Korupsi yang semakin merajalela menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintahan Ashraf Ghani. Sebelumnya pada saat Hamid Karzai menjabat, Afghanistan telah menduduki peringkat kedua dari bawah dalam daftar negara paling korup di

118 Larry Diamond, Developing Democracy: Toward Consolidation, h. 124.

dunia. Pemeringkatan tersebut berdasarkan hasil survei dengan para pengusaha dan pakar sebagai respondennya. 119

Hal tersebut tidak lantas menurunkan motivasi Hamid Karzai dalam menyelesaikan permasalahan korupsi di Afghanistan. Selain lima lembaga penegak hukum adat, Hamid Karzai juga mendirikan lima lembaga anti-korupsi untuk mengatasi permasalahan korupsi yang sudah terlanjut menjalar di berbagai instutusi pemerintahan. Namun, hal ini tidak berhasil bertahan lama karena kurangnya kemauan dari stakeholder untuk membantu hal tersebut terwujud, ditambah dengan struktur kelembagaan yang belum kokoh membuat lembaga yang telah dibangun tersebut tidak mampu berfungsi sedemikian rupa.

Ketidakmampuan Hamid Karzai untuk memerangi korupsi, nepotisme dan penyuapan selama dia menjabat, ditakutkan berimbas pada meningkatnya dukungan terhadap gerakan Taliban di Afghanistan. Tentu hal itu, tidak terjadi apabila pemerintahan Ashraf Ghani mampu mengatasi permasalahan- permasalahan tersebut secara tegas. Robin Hodess, Direktur Kebijakan dan Penelitian Transparency International , mengatakan bahwa salah satu persyaratan penting bagi sebuah negara untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi adalah keyakinan para penduduk bahwa mereka memiliki pemerintah yang benar-benar

bekerja untuk melayani mereka. 120 Sejak terpilihnya Ashraf Ghani sebagai presiden, Masyarakat Afghanistan

memiliki harapan yang besar terhadap komitmen Ashraf Ghani dalam

119 The American Prospect, “Hamid Karzai and The Afghan Disaster”, artikel ini diakses dari

http://prospect.org/article/qa-hamid-karzai-and-%E2%80%9Cafghan-disaster%E2%80%9D pada 13 Maret 2017.

120 Inter Press Service, “Corruption: Few See a Clean Way Out”, artikel ini diakses dari http://www.ipsnews.net/2004/12/corruption-few-see-a-clean-way-out/ pada 13 Maret 2017.

memberantas korupsi. Hal ini selaras dengan pengakuan dari Ashraf Ghani ketika diwawancari di salah satu media di Afghanistan, yakni: 121

“I fought corru ption when i was minister for three years. I left government because i felt that my agenda of anti-corruption would not have elite

consensus. As president, i will have that consensus. People have voted for me on anti-corruption agenda and i promise them a clean government. We will harness Afghan money. Private sector money has not been harnessed due to corruption and lack of security. Afghan bussinessmen have been kidnapped in a very organized manner and they are spending million of dollars on their personal security. We are going to establish a single office where all public land is concentrated in that office. A law will be made where all the land is distributed in a legal manner to create jobs. I personally see to it.”

Tidak butuh waktu banyak bagi Mohammad Ashraf Ghani untuk merealisasikan hal tersebut agar segera terwujud. Ia yang tergabung dalam Pemerintahan Persatuan Nasional ( National Unity Government ), bersama dengan Abdullah Abdullah, telah membuat beberapa kemajuan dalam hal penanganan dan pencegahan korupsi. Hal ini dapat dilihat dari: Pertama, adanya komitmen transparan ( Transparency commitments ) Mohammad Ashraf Ghani dalam sebuah pertemuan London Conference yang diadakan pada 3-4 Desember 2014. Dalam konferensi tersebut, Ashraf Ghani memperkenalkan reform paper yang berjudul

“Mewujudkan Kemandirian- Komitmen Reformasi dan Kemitraan Pembaruan”. 122

Substansi dari reform paper yang telah diketik sebanyak 19 halaman, menjelaskan tekad dan keinginan Mohammad Ashraf Ghani beserta Abdullah Abdullah untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi di Afghanistan, dengan

121 The Diplomat, “Interview: Ashraf Ghani”, artikel ini diakses dari http://thediplomat.com/2014/10/interview-ashraf-ghani/ pada 3 April 2017.

122 Christine Roehrs, “Return of The Goodwill? London Conference As Symbol for A New Start”, artikel ini diakses dari https://www.afghanistan-analysts.org/return-of-the-good-will-

london-conference-as-symbol-for-a-new-start/ pada 20 Maret 2017.

pemberantasan korupsi sebagai fokus utama. Sekitar 10 halaman dipaparkan mengenai rincian apa saja yang akan dilakukan dalam mereformasi ekonomi di Afghanistan, seperti membentuk lembaga anti-korupsi yang independen dan membangun reformasi Badan Pemeriksa Keuangan. Konferensi ini dihadiri oleh

perwakilan dari 50 negara dan 24 organisasi internasional. 123 Selanjutnya, Kedua, pembentukan pengawasan eksternal melalui Komisi

Pengadaan Nasional ( National Procurement Commission) dan Otoritas Pengadaan Nasional ( National Procurement Authority ). Mohammad Ashraf Ghani membentuk Otoritas Pengadaan Nasional ( National Procurement Authority ) dan Komisi Pengadaan Nasional ( National Procurement Commission ) sebagai bagian dari agenda reformasi di Afghanistan dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik melalui sistem pengadaan yang efektif, efisien dan transparan.

Otoritas Pengadaan Nasional ( National Procurement Authority ) bertugas untuk meninjau ulang kebijakan atau kesepakatan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam hal pelayanan publik, serta mengawasi jalannya kebijakan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperkuat pengadaan publik dengan memasukkan kerangka prosedur kebijakan yang taat hukum. Mengingat, pada sektor pelayanan publik, selama ini pemerintah Afghanistan dianggap lemah dan tidak transparan.

Selain itu, guna untuk mempermudah koordinasi langsung oleh presiden, maka Ketua Komisi Pengadaan Nasional ( National Procurement Commission ) adalah Presiden Afghanistan, yakni Mohammad Ashraf Ghani. Selanjutnya

123 Tolo News, “Afghanistan President Ghani Attends London Anti-Corruption Summit”, artikel ini diakses dari http://www.tolonews.com/afghanistan/president-ghani-attends-london-anti-

corruption-summit pada 20 Maret 2017.

Dewan Eksekutif, Wakil Presiden Kedua, Menteri Keuangan, Menteri Ekonomi, Menteri Keadilan dan Penasehat Senior Presiden untuk urusan Infrastruktur adalah para anggotanya. Selama komisi ini dibentuk, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2000 contracts , yang mana masing-masing bernilai hampir $3 milyar

dan menyimpan $240 juta penyalahgunaan keuangan. 124 Selanjutnya, ketiga, pembentukan High Council Governance, Rule of Law

and Anti-Corruption (HCAC). Seperti yang sudah penulis paparkan di atas, London Conference pada tahun 2014 menjadi salah satu momentum Ashraf Ghani bertekad untuk mengatasi permasalahan korupsi di Afghanistan dengan membangun lembaga anti-korupsi yang independen. Hal tersebut kemudian disambut baik oleh masyarakat Afghanistan. Terbukti, menurut survei yang telah dilakukan terhadap beberapa kelompok masyarakat, 84% masyarakat Afghanistan merasa yakin dan percaya kepada Ashraf Ghani bahwa National Unity Government (NUG) akan menyelesaikan permasalahan korupsi di Afghanistan

saat itu. 125 Namun, sejak Desember 2014 sampai dengan Februari 2016, NUG tidak

juga mengambil langkah-langkah praktis untuk membangun institusi independen yang bergerak dalam pemberantasan korupsi. Terlebih lagi, fokus terhadap kebijakan tersebut selama kurang lebih satu setengah tahun mengalami penundaan dan tanpa kejelasan oleh pemerintah. Terlihat dari Survei Asia Foundation pada

124 NPA, “The Introduction of The National Procurement Authority”, artikel ini diakses dari http://www.ppu.gov.af/Beta/English/AboutUs.aspx pada 20 Maret 2017.

Sayed Ikram, Fighting Corruption in Afghanistan: Solving The Institutional Puzzle, (Kabul: Integrity Watch Afghanistan, 2016), h. 28.

Hal tersebut kemudian membuat Mohammad Ashraf Ghani tidak hanya berdiam diri. Pada awal Maret 2016, sebuah komisi anti-korupsi yang diberi nama High Council Governance, Rule of Law and Anti-Corruption (HCAC) berhasil diresmikan. Tujuan dari dibentuknya institusi ini yaitu untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem peradilan berdasarkan aturan hukum, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menjamin tegaknya keadilan dan mengatasi permasalahan korupsi di Afghanistan.

Diagram IV.1. Tugas dan Wewenang High Council Governance, Rule of Law

and Anti-Corruption (HCAC)

The High Council Governance, Rule of Law and Anti-Corruption

Coordination, Public Outreach, Prevention

Secretariat M&E

Anti-Corruption NDS, Police,

Courts SAO

IARCS, HOO

MCTF

AGO

Major Crimes

Investigation,

Prosecution Sentencing Detection

Task Force

Prevention

Sumber: http://aop.gov.af/english/

Menurut Keputusan Presiden No. 168 pada 3 Maret 2016, HCAC dipimpin oleh presiden dan memiliki 12 pejabat pemerintahan sebagai anggotanya, yakni

126 Ibid., h. 29.

terdiri dari Chief Executive Officer (Ketua Dewan Eksekutif), Wakil Presiden Kedua, Minister of Justice (Menteri Kehakiman), Attourney General (Jaksa Agung), Director Generals of The Supreme Audit Office (Badan Pemeriksa

Keuangan), 127 High Office of Oversight and Anti-Corruption (Kantor Tinggi Pengawasan dan Anti-Korupsi), Independent Administrative Reform and Civil

Services Commission (Pembaruan Administrasi Independen dan Komisi Pelayanan Sipil), serta National Directorate of Security (Badan Keamanan

Nasional). Beberapa di antaranya memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing, di bawah otoritas High Council Governance, Rule of Law and Anti-Corruption (HCAC). HCAC sendiri mempunyai perannya dalam melakukan koordinasi dengan beberapa instansi, mengadaan penyuluhan publik dan melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi. Sedangkan National Directorate of Security (Badan Keamanan Nasional), polisi dan Supreme Audit Office (Badan Pemeriksa Keuangan) memiliki wewenang dalam penyelidikan terhadap kasus

korupsi. 128 Kemudian Independent Administrative Reform and Civil Services

Commission (Pembaruan Administrasi Independen dan Komisi Pelayanan Sipil) bersama dengan High Office of Oversight and Anti-Corruption (HOO)

127 Hamid Karzai pada bulan Juli 2008 mengeluarkan Keputusan mendirikan High Office of Oversight and Anti-Corruption (HOO), sesuai dengan ketentuan Pasal (7) ayat (3), Pasal (75) dan

Pasal (142) untuk mengawasi dan mengkoordinasi pelaksanaan korupsi. HOO selama ini dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Akhirnya, setelah dua minggu National Unity Governement (NUG) menjabat menggantikan Hamid Karzai, NUG dengan cepat menghapus dan mengurangi kekuasaan yang diberi mandat untuk memerangi korupsi, salah satunya adalah HOO. Dilihat dari buku Sayed Ikram, Fighting Corruption in Afghanistan: Solving The Institutional Puzzle , h. 26.

Sayed Ikram, Fighting Corruption in Afghanistan: Solving The Institutional Puzzle, h. 31.

mempunyai tugas dalam hal penanggulangan atau penyelesaian kasus korupsi untuk diserahkan ke lembaga peradilan. Lembaga peradilan terdiri atas Major Crimes Task Force , Attorney General‟s Office (kantor Jaksa Agung) dan Anti- Corruption Courts 129 (Pengadilan Anti-Korupsi).

Keempat , yaitu dibentuknya Anti-Corruption Criminal Justice Center (ACJC). Lembaga peradilan anti-korupsi ini bertujuan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi di Afghanistan. Anti-Corruption Criminal Justice Center (ACJC) yang telah resmi dibuka pada 5 Mei 2016, terdiri dari polisi, jaksa dan hakim dari Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung dan Pengadilan. Dalam hal penanganan, polisi akan mendeteksi pelaku, jaksa akan menuntut pelaku dan hakim akan menetapkan vonis pada pelaku. Seluruhnya berada di bawah satu kepemimpinan yang

transparan. 130

Diagram IV.2. Proses Penanganan Kasus Anti-Corruption Criminal Justice Center

Detection

Conviction Police

Sumber: http://www.gmic.gov.af/english/index.php

Pada dasarnya, Anti-Corruption Criminal Justice Center (ACJC) merupakan lembaga independen. Akan tetapi, dari perspektif kebijakan, lembaga ini bekerja

129 Ibid. 130 Government Media and Information Center, “Establishment of Anti-Corruption Justice Center Critical to Fighting Corruption in Afghanistan”, artikel ini diakses dari http://www.gmic.gov.af/english/analysis/406--establishment-of-anti-corruption-criminal-justice- center-critical-to-fighting-corruption-in-afghanistan pada 20 Maret 2017.

di bawah kewenangan HCAC. Adapun dengan kehadiran Anti-Corruption Criminal Justice Center (ACJC), diharapkan mampu menghilangkan kesenjangan antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat mendukung pemerintah, dan sebagai imbalannya pemerintah akan memberikan layanan yang diinginkan oleh masyarakat. Pendapatan juga diharapkan akan meningkat dan masyarakat tidak perlu lagi untuk membayar suap kepada pejabat pemerintah untuk mengurangi pajak mereka atau dibebaskan dari pajak.

Melihat kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan di atas, menunjukkan betapa besar komitmen Mohammad Ashraf Ghani sebagai Presiden Afghanistan dalam memerangi korupsi yang sudah mengakar. Hal ini juga dapat disaksikan dengan beberapa kebijakan lain yang juga tidak kalah penting, seperti telah diberlakukan reshuffling staff dan pemecatan pemerintah tidak kompeten, membuka kembali kasus Kabul Bank, sampai dengan melakukan kunjungan tidak

terduga ke kantor-kantor pemerintahan di Afghanistan. 131 Menurut Hamidillah Husaini, meskipun telah dibuat upaya yang mampu

mencegah dan menghilangkan korupsi di Afghanistan, cara tersebut masih jauh dari selesai. Masih banyak yang harus dilakukan oleh Pemerintah Persatuan Nasional terhadap kejahatan korupsi di Afghanistan, seperti salah satunya partisipasi dari berbagai kalangan masyarakat untuk bersama-sama berkomitmen

131 Administrative Office of The President Islamic Republic of Afghanistan, “National High Council for Rule of Law and Anti- Corruption Holds Its First Meeting”, artikel ini diakses dari

http://aop.gov.af/english/2920/National+High+Council+for+Rule+of+Law+and+Anti- Corruption+Holds+Its+First+Meeting pada 21 Maret 2017.

dalam pencegahan kasus korupsi. Sebab, pencegahan adalah upaya penyelesaian paling sulit yang dialami Afghanistan saat ini. 132

Banyak pengamat sosial berpendapat bahwa faktor yang secara dominan mempengaruhi perilaku korupsi dalam masyarakat adalah kebudayaan yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Gunnar Myrdal misalnya, menyatakan bahwa korupsi banyak terjadi di daerah Asia Selatan dibandingkan di negara Barat disebabkan oleh faktor kebudayaan, yakni keadaan di mana orang enggan menyebut keberadaan korupsi, tetapi ia menerimanya sebagai sesuatu yang

lumrah. 133 Hal ini menurut Patrice Lumumba sudah berlangsung sejak lama di

Afghanistan, yang mana uang tersebut berasal dari dana bantuan negara-negara asing seperti Amerika. Petinggi-petinggi Afghanistan belum mampu saat itu mengelola keuangan dengan baik, sehingga wajar apabila mereka menganggap bahwa bantuan tersebut dijadikan kepemilikan pribadi setelah mengalami

peperangan yang panjang. 134 Seperti yang sudah dibenarkan oleh Hamidullah Husaini, sebagai bentuk

kesalahan pemahaman dalam memahami tindakan korupsi dan menambahkan bahwa faktor etnis menjadi penghalang kebijakan anti-korupsi menjadi tidak

menyeluruh, menurutnya: 135 “ Unfortunately, corruption is very pervasive, it rooted everywhere. Fighting

against it is not easy and there is no trust. For example, if Mr. Ghani’s intention is good but the people he brought to office from his ethnicity the

132 Hasil Wawancara dengan Hamidullah Husaini.

Edy Herry Pryhantoro, Korupsi Dalam Perspektif Teori Sosial Kontemporer , (Jakarta: Agra Vidya, 2016), h. 19.

134 Hasil Wawancara dengan Patrice Lumumba. 135 Hasil Wawancara dengan Hamidullah Husaini.

people from other ethnicites don’t trust them, it is very complicated. They think while president cut supply of fund for them it enjoys it for the people

around himself”.

Namun, meskipun demikian, pemerintah Afghanistan telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Menurut Ahmad Nadeem Kakar, terlepas Mohammad Ashraf Ghani tidak mampu mewujudkan janjinya dalam memberantas korupsi sampai kepada akar-akarnya, setidaknya dia telah melakukan penanganan yang serius dalam menjalankan misinya tersebut. Tentu ini adalah sebuah pencapaian bagi Afghanistan, sebab sebelumnya Hamid Karzai

telah gagal dalam menangani persoalan ini. 136 Jika percepatan pemberantasan korupsi dapat dilakukan, hal itu akan lebih

baik karena segera mewujudkan kesejahteraan dan negara hukum demokratis bagi Negara Afghanistan, mengingat korupsi dan demokrasi memiliki relasi yang erat. Hal ini juga dibenarkan oleh Larry Diamond, ia menyatakan bahwa korupsi merupakan ancaman bagi demokrasi dan konsolidasi demokrasi di suatu negara. Ia mengajukan beberapa hal agar konsolidasi demokrasi dapat tercapai, salah

satunya adalah menghentikan perkembangbiakan korupsi. 137

B.2 Kebijakan dalam Penegakan Hak-Hak Perempuan

Penderitaan panjang bagi perempuan Afghanistan berakhir ketika rezim Taliban jatuh pada tahun 2001. Sejak saat itu, kiprah perempuan di ranah produktif mulai menunjukkan eksistensinya. Mereka sudah makin terlihat keterlibatannya di berbagai bidang, seperti turut mengambil keputusan di bidang politik, mendapatkan kesempatan berdagang dalam bidang ekonomi,

136 Hasil Wawancara dengan Mohammad Salim. 137 Larry Diamond, Developing Democracy: Toward Consolidation, h. 113-138.

mendapatkan pendidikan yang layak, bahkan bisa turut andil memberikan pendidikan, serta menerima kesempatan yang sama di bidang kesehatan.

Hal ini semakin nampak ketika banyak perempuan di Afghanistan sudah mulai menduduki jabatan penting di pemerintahan, seperti Ministry of Women’s Affairs, Ministry of Higher Education, Ministry of Counter -Narcotics dan Ministry of Labor, Social Affairs, Martyrs and Disabled , serta Afghanistan’s Independent Commission on Human Rights . Selain itu, Kementerian Luar Negeri Afghanistan telah menunjuk tiga Duta Besar perempuan ke Norwegia, Swiss dan Indonesia, sementara seorang wanita baru-baru ini mengisi posisi Wakil Menteri

Luar Negeri untuk Urusan Ekonomi. 138 Namun, di tengah perkembangan yang terjadi di Afghanistan, masih

ditemukan ketidakadilan dan tindakan diskriminatif yang melibatkan perempuan, seperti misalnya yang terjadi di daerah pinggiran, di Provinsi Balkh, Afghanistan Utara. Menurut pengakuan salah satu perempuan di sana, diskriminasi terhadap perempuan terjadi dalam bentuk perkawinan anak di bawah umur, kawin paksa, perkosaan dan poligami, serta masih banyak perempuan Afghanistan menjadi

objek kekerasan dan pelecahan seksual. 139 Selain itu, perempuan di Afghanistan dianggap sebagai beban keluarga.

Mereka tidak diberikan uang yang cukup, sehingga pernikahan menjadi satu- satunya solusi bagi mereka. Tidak heran apabila perempuan di Afghanistan

138 The Diplomat, “Institutionalizing Womens Rights For Afghanistan Future”, artikel ini diakses dari http://thediplomat.com/2016/03/institutionalizing-womens-rights-for-afghanistans-

future/ pada 22 Maret 2017. 139 Mohammad Ismail, “Perempuan Afghanistan Hadapi Diskriminasi dan Kemiskinan”,

artikel ini diakses dari http://www.antaranews.com/berita/430052/perempuan-afghanistan-hadapi- diskriminasi-dan-kemiskinan pada 22 Maret 2017.

hampir sebagian besar menikah di usia yang sangat muda. Menurut sebagian masyarakat Afghanistan, hal yang terpenting dalam pernikahan adalah jumlah uang yang diterima, bukan perihal usia. Maka dari itu, perempuan dianggap tidak lebih dari kepemilikan pribadi oleh laki-laki. Mereka dapat membeli atau menjualnya, bahkan menjaga atau membuangnya sekalipun adalah urusan pihak

laki-laki sebagai pemimpin keluarga. 140 Hal ini menjadi dampak terhadap kurangnya perlindungan hukum bagi

perempuan di Afghanistan. Mereka yang berasal dari daerah pinggiran Afghanistan belum mengetahui Hak Asasi Manusia secara umum. Padahal, penyadaran terhadap hak-hak akan mendorong mereka untuk memperjuangkan statusnya di dalam kelompok masyarakat. Maka dari itu, perlunya pemberdayaan perempuan dilakukan dengan membekali mereka akan pentingnya pemahaman terhadap Hak Asasi Manusia.

Menyangkut hal tersebut, Mohammad Asharaf Ghani beranggapan bahwa kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan adalah bagian dari rasa malu pemimpin saat ini. Afghanistan telah mewarisi situasi yang sangat memalukan dan tercela. Mohammad Ashraf Ghani dalam pidatonya tmenyebutkan untuk melarang bagian tertentu dari konstitusi, yang mana berisi akan memenjarakan perempuan apabila meninggalkan rumah tanpa izin dari pihak

laki-laki. 141

140 Dilawal Sherzai, “Discrimination Against Women in Afghan Society”, artikel ini diakses dari http://outlookafghanistan.net/topics.php?post_id=3629 pada 22 Maret 2017.

141 GirlTalkHq, “Afghanistan President Ashraf Ghani Elevating Championing Status Women”, artikel ini diakses dari http://girltalkhq.com/afghanistan-president-ashraf-ghani-

elevating-championing-status-women/ pada 22 Maret 2017.

Ketidaksetaraan dan kekerasan terhadap gender di Afghanistan sebelumnya telah mendorong para perempuan Afghanistan untuk membangun kelompok yang dapat membantu sesama perempuan di Afghanistan. Di era pemerintahan Hamid Karzai, sebuah organisasi yang bergerak khusus untuk emansipasi perempuan dibentuk, The Afghan Women’s Mission telah resmi bekerja sama dengan The Revolutionary Association of the Woman of Afghanistan (RAWA). Selanjutnya,

Women’s Development Centers didirikan pada tahun 2002 oleh Ministry of Women’s Affairs, yang menjadi tempat perkumpulan bagi perempuan Afghanistan untuk berdiskusi, melakukan bantuan sosial dan meningkatkan mutu pendidikan

di Afghanistan. 142 Sedangkan Mohammad Ashraf Ghani beserta Abdullah Abdullah, yang

tergabung dalam National Unity Government (NUG), telah melakukan upaya serius untuk meningkatkan partisipasi perempuan di pemerintahan. Presiden Ashraf Ghani telah menunjuk tiga Duta Besar perempuan untuk Afghanistan dan memilih empat perempuan untuk menduduki jabatan menteri di kabinetnya. Bahkan untuk pertama kalinya dalam sejarah Afghanistan, presiden memperkenalkan seorang wanita yang menjadi calon Mahkamah Agung. Meskipun gagal memperoleh jabatan tersebut karena tidak mendapatkan cukup suara untuk diratifikasi oleh Parlemen Afghanistan, tetapi sudah ada upaya untuk

memperkenalkan seorang perempuan sebagai pengganti Mahkamah Agung. 143

Catarina Mega A melia, “Upaya United Nation dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan”, ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Vol. 4 No. 1, (2016: 89-102), h. 90. 143 Ariana News, “Ashraf Ghani Warns to Fight Violence, Discrimination Against Women”, artikel ini diakses dari

http://ariananews.af/ghani-warns-to-fight-violence- discrimination-against-women/ pada 22 Maret 2017.

Menurut Mawaya dan Kabeer, hal tersebut merupakan sebuah pemberdayaan gender ( gender empowerment ). Menurutnya, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perempuan untuk menggunakan kemampuannya dalam mengenali masalah-masalah sosial, termasuk juga kemampuan untuk mengambil tindakan dan pilihan strategis bagi kehidupan mereka. Ini juga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berpatisipasi dalam ranah publik melalui kemampuannya mengakses sumber daya (resources)

ekonomi dan kekuasaan, menjadi bagian dari pengambil keputusan ( 144 agency ). Seperti halnya kondisi yang sudah dibentuk oleh Mohammad Ashraf Ghani

dalam menambah peran perempuan merupakan sebuah kemajuan bagi perempuan di Afghanistan. Mereka yang sejak dulu bermimpi untuk bekerja menjadi menteri atau hakim, akhirnya punya kesempatan untuk mewujudkannya. Namun, bagi perempuan yang tinggal di luar Provinsi Kabul, mereka tentu harus menempuh pendidikan dan dianggap terpelajar untuk mampu merealisasikannya. Namun, saat ini berbagai sekolah dan universitas di Afghanistan telah membuka pendaftaran untuk perempuan. Terbukti, lebih dari 8 juta siswa dan siswi terdaftar di sekolah,

termasuk lebih dari 2,5 juta adalah perempuan. 145 Di balik peningkatan terhadap kesetaraan perempuan di Afghanistan,

Ahmad Nadeem Kakar memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat persoalan 146 human rights atau women rights di Afghanistan. Menurutnya:

144 Alfirdaus, “Bukan Untuk Angka, Apalagi Pemberdayaan: Kebijakan Setengah Hati Kuota Perempuan”, Jurnal Konstitusi, Vol. 5 No.5 (2008: 145-159), h. 148.

145 World Education News and Reviews, “Education in Afghanistan”, artikel ini diakses dari

http://wenr.wes.org/2016/09/education-afghanistanhttp://wenr.wes.org/2016/09/education- afghanistan pada 22 Maret 2017.

146 Hasil Wawancara dengan Ahmad Nadeem Kakar pada 13 Maret 2017.

“The idea of human rights in current Afghanistan is suffering from one problem which also cause human right to stagnate. It was associated with

the foreigner ideology. It means many ordinary people in Afghanistan think ideas like human rights, women rights, and democracy are mottos to firstly break down our traditional values, perspectives, and even faith. Like i heard about some colleagues who teach the value of women rights in public and academics but they put many restrictions on their own wives.”

Hal ini diyakini Ahmad Nadeem Kakar sebagai permasalahan utama yang membuat kesetaraan perempuan di Afghanistan tidak menyuluruh, yakni karena lazimnya, masyarakat Afghanistan masih berpandangan bahwa gagasan mengenai human rights atau women rights merupakan slogan untuk menghancurkan nilai- nilai tradisional dan kepercayaan yang sudah melekat sejak dahulu di Afghanistan. Seperti ia melihat sebuah contoh terdekat, di mana mereka yang paling massive mengkampanyekan hak-hak perempuan justru ialah mereka yang mengekang istri-istri dan keluarganya sendiri.

Ahmad Nadeem Kakar menambahkan bahwa persoalan ini semestinya diselesaikan dengan metode yang yang tidak terburu-buru. Sebab menurutnya, human rights maupun women rights activist di Afghanistan telah melakukan prosedur yang keliru, yang mana mereka memberitahukan kepada orang-orang di lingkungan sekitar untuk segera berjuang melawan tindakan diskriminatif terhadap perempuan, tanpa memahami bahwa betapa hal tersebut juga berguna bagi kebaikan m ereka. Ahmad Nadeem Kakar mengatakan, “ Remember, humanity is not simple and neutral as the machine and vehicle 147 .”

Melihat dari persoalan tersebut, Mohammad Ashraf Ghani tidak berdiam diri. Ia berupaya untuk mengubah mindset masyarakat Afghanistan, karena

147 Hasil Wawancara dengan Ahmad Nadeem Kakar.

menurutnya sikap tradisional masyarakat yang akan menghambat kemajuan dan kesetaraan perempuan di Afghanistan. Tidak seperti kebanyakan pemerintah pada umumnya, Mohammad Ashraf Ghani bersama National Unity Government (NUG) tidak hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial dengan terus melakukan langkah-langkah persuasif dalam meluruskan pandangan masyarakat Afghanistan.

Adapun di tingkat lokal, National Unity Government bekerja sama dengan beberapa pemuka agama dan masyarakat sipil di beberapa wilayah. Tokoh atau pemuka agama memberikan pemahaman mengenai perlunya sikap menghargai dan melindungi perempuan dengan ikut bergabung di komunitas Program

Solidaritas Nasional. 148 Hal ini dilakukan guna untuk melakukan pendekatan sosial dan agama kepada masyarakat di wilayah terpencil Afghanistan. Melalui

Program Solidaritas Nasional, lebih dari 22.000 perempuan Afghanistan secara aktif melakukan berbagai kegiatan bermanfaat tanpa adanya diskriminasi gender .

Dalam hal ini, demokrasi mengedepankan prinsip-prinsip keterbukaan, persamaan, kesetaraan dan keadilan bagi semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Mewujudkan kesetaraan perempuan adalah salah satu upaya mewujudkan demokratisasi, karena dengan kesetaraan gender akan

148 Program Solidaritas Nasional (NSP) didirikan pada pertengahan tahun 2003. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat Afghanistan untuk mengurangi kemiskinan melalui

pembentukan dan penguatan jaringan lembaga nasional. NSP dibentuk dalam membuat masyarakat Afghanistan bekerjasama untuk membangun fasilitas umum secara kolektif, membantu untuk memecahkan masalah dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, kesetaraan dan keadilan. Dilihat dari Afghanistan Reconstruction Trust Fund, “Active Portofolio Investment Projects”, artikel ini diakses dari http://www.artf.af/portfolio/active-portfolio-investment-projects/rural- development/national-solidarity-program-iii pada 22 Maret 2017.

membuka peluang dan kesempatan bagi seluruh masyarakat dari segala lapisan untuk ikut serta dalam proses demokratisasi itu sendiri.

Proses demokratisasi telah membuat pemerintah Afghanistan memberikan aksesibilitas terhadap kaum perempuan yang selama ini dianggap inferior dan tidak mampu memangku jabatan penting di pemerintahan. Perempuan Afghanistan sangat antusias dalam partisipasi politik, dibuktikan dengan banyaknya keikutsertaaan perempuan Afghanistan dalam pesta demokrasi (pemilu), seperti, pemungutan suara dan ikut andil dalam komunitas sosial, bahkan ambil bagian dalam kursi-kursi pemerintahan.

B.3 Kebijakan Melawan Kelompok Islam Radikal (Taliban)

Penanganan terhadap kelompok Islam Radikal di Afghanistan mulai diterapkan sejak pemerintahan Hamid Karzai. Telah banyak upaya yang dilakukan guna untuk mencapai perdamaian dan stabilitas Negara Afghanistan saat itu, seperti halnya membentuk Dewan Tertinggi Keamanan di Afghanistan. Hamid

Karzai pun menunjuk Burhanuddin Rabbani 149 sebagai Ketua Dewan Tertinggi Keamanan sebagai bentuk usahanya dalam melanjutkan dialog negosisasi dengan

kelompok Taliban. Selain itu, pada tahun 2010, Hamid Karzai telah menandatangani kerjasama keamanan dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Pasukan Bantuan Keamanan Internasional NATO (ISAF) mempunyai 130.000 tentara yang

149 Setelah Soviet angkat kaki dari Afghanistan, Burhanuddin Rabbani sempat menduduki jabatan sebagai Presiden Afghanistan tahun 1992 hingga 1996. Rabbani tewas ketika seorang

pelaku bom bunuh diri meledakkan bom yang dia simpan di dalam turban pada tahun 2011. Dilihat dari BBC News, “Afghan Peace Council Head Rabbani Killed in Attack”, artikel ini diakses dari http://www.bbc.com/news/world-south-asia-14985779 pada 23 Maret 2017.

ditempatkan di Afghanistan, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat. Hamid Karzai beranggapan bahwa keputusannya untuk menyerahkan kekuasaan militer Afghanistan ke tangan NATO akan memberikan rasa aman bagi masyarakat

Afghanistan. 150 Namun, kenyataannya hal tersebut tidak terealisasikan. Justru NATO dianggap gagal dalam menciptakan stabilitas di Afghanistan.

Hal ini dikarenakan, seluruh pelaksanaan NATO menyebabkan penderitaan besar bagi masyarakat Afghanistan. Menurut Hamid Karzai, prioritasnya adalah untuk menciptakan rasa aman di negaranya, dan jika berbagi kekuasaan dengan Taliban adalah solusinya, maka hal tersebut akan dilakukan. Sebelum Hamid Karzai turun dari jabatan presiden, pemerintah Afghanistan saat itu sempat terlibat aktif dalam pembicaraan dengan kelompok militan Taliban. Hamid Karzai membantah bahwa membawa Taliban ke pemerintahan akan menyebabkan

langkah mundur bagi demokrasi di Afghanistan. 151 Sedangkan Amerika Serikat saat itu bersikeras untuk melanjutkan kerjasama

keamanan di Afghanistan, sebelum penarikan mundur oleh pasukan Amerika Serikat pada tahun 2014. Sebelumnya, Amerika Serikat menuntut perjanjian bilateral yang mengatur pengerahan pasukannya setelah 2014. Tetapi hal tersebut tidak ditanggapi oleh Hamid Karzai dan menolak untuk menandatangani naskah perjanjian itu. Ia menerangkan bahwa perjanjian tersebut seharusnya ditandatangai oleh presiden baru akan datang, yang akan dipilih melalui pemilihan umum kembali pada April tahun 2014.

150 BBC Indonesia, “Karzai dan NATO Sepakati Strategi”, artikel ini diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2010/11/101120_natolisabon.shtml pada 23 Maret 2017.

151 BBC Indonesia, “NATO Dianggap Gagal oleh Presiden Karzai”.

Kemudian setelah Mohammad Ashraf Ghani terpilih dan menduduki jabatan presiden, upaya pertama yang dilakukan hampir sama dengan yang dilakukan oleh Hamid Karzai sebelumnya, yaitu bernegosiasi. Mohammad Ashraf Ghani mengundang gerilyawan Taliban untuk berpartisipasi dalam proses rekonsiliasi yang dipimpin oleh pemerintah Afghanistan. Menurutnya, permasalahan ini harus diselesaikan oleh masyarakat Afghanistan sendiri, ia meminta seluruh mitra internasional untuk mendukung proses tersebut. Ashraf Ghani percaya bahwa masyarakat Afghanistan memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk mengatasi

masalah mereka. 152 Setelah Mohammad Ashraf Ghani beberapa kali mencoba untuk berunding

secara damai dengan kelompok Taliban, hal itu tetap tidak diperdulikan oleh kelompok tersebut. Menurutnya, kelompok Taliban akan mendukung negosiasi tersebut jika pemerintah Afghanistan mampu mengakhiri apa yang disebutnya “pendudukan asing pimpinan Amerika” dan menghasilkan hukum Islam di

Afghanistan. Namun, apabila hal tersebut tidak direalisasikan, maka kelompok Taliban akan tetap melakukan aksinya.

Menurut Patrice Lumumba, kelompok Taliban merupakan organisasi yang kuat sehingga sulit untuk dihilangkan. Upaya yang telah dilakukan oleh Mohammad Ashraf Ghani dan dibantu oleh Amerika hanya mengatasi luarnya saja, yaitu dengan cara-cara kekerasan, sedangkan pemikiran dari kelompok ini

yang semestinya harus dihentikan. 153

152 Kunto Wibisono, “Presiden Afghanistan Undang Taliban Berdialog”, artikel ini diakses dari

http://www.antaranews.com/berita/461798/presiden-afghanistan-undang-taliban-berdialog pada 23 Maret 2017.

153 Hasil Wawancara dengan Patrice Lumumba.

Sebelumnya, kelompok Taliban mengakui keterlibatan dirinya terhadap tewasnya ratusan pasukan keamanan Afghanistan dan atas kematian Ketua Dewan Tertinggi Keamanan, serta mengecam seluruh masyarakat Afghanistan yang mendukung tegaknya demokrasi di negara tersebut. Hal ini dilakukannya guna untuk melahirkan kembali sebuah sistem pemerintahan yang berbasis Islam, seperti yang sudah diterapkan tahun 1996 sampai dengan tahun 2001 di Afghanistan.

Bruce B Lawrence mengatakan bahwa mayoritas dari kelompok radikal memang mengusung ideologi Islamis yang dikampanyekan kepada seluruh anggota masyarakat untuk menggantikan sistem demokrasi yang dianggap berasal dari Barat. Bagi mereka, sistem demokrasi jelas tidak mewakili Islam, sebab agama tidak pernah mengenal istilah demokrasi. Demokrasi dalam pandangan mereka adalah hasil ciptaan akal budi manusia yang diperlakukan lebih istimewa ketimbang agama. Inilah yang oleh kalangan radikal digambarkan sebagai

“pemberontakan atas kekuasaan Tuhan” (the revolt against God’s sovereignty). 154 Demokrasi semacam ini, di mata Judith Miller, tampaknya merupakan tren

umum di hampir semua kalangan Islam politik di dunia muslim. 155 Hal ini digambarkan oleh Daniel E. Price karena mayoritas kelompok Islam politik di

negara-negara mulim mengklaim bahwa keberadaan negara adalah tidak lebih dari sarana untuk menerapkan syariat Islam. Karena itu, walaupun suatu negara

154 Bruce B. Lawrence, Defenders of God: The Fundamentalist: Revolt Against the Modern Age , (San Francisco: Harper & Row, 1989), h. 15. Lihat juga Ahmad S. Mousalli, Radical Islamic

Fundamentalism: The Ideological and Political Discource of Sayyid Qutb , (Beirut: American University of Berut, 1992), h. 118.

155 Edward W. Said, Covering Islam: How the Media and The Experts Determine How We See The Rest of The World , (New York: Vintage Books, 1997), h. 39.

diperintah oleh rezim otoriter, asalkan mempunyai kebijakan penerapan syariat Islam, akan tetap didukung dan dipertahankan. 156

Demokrasi idealnya menjadi ruang terbuka bagi berkembangnya sikap toleran dan penghormatan terhadap hak-hak individu dan kelompok bagi tumbuhnya gagasan baru. Akan tetapi, di saat yang bersamaan, demokrasi justru memberi ruang lebar bagi berkembangnya gerakan-gerakan radikal yang secara terang-terangan mengusung agenda anti-demokrasi.

Pada tingkat tertentu, kehadiran kelompok radikal yang kritis terhadap penggunaan kebebasan perlu untuk menjadi kontrol dari praktek demokrasi. Namun, apabila kontrol yang berlebihan dari kelompok ini, seperti melakukan kekerasan kepada pihak yang dianggap berseberangan, pada akhirnya dapat melemahkan bahkan merusak demokrasi itu sendiri.

Hal ini tidak akan terjadi apabila pemerintah mampu menyelesaikan persoalan tersebut dengan segera. Melihat banyaknya korban yang terus berjatuhan di Afghanistan, Mohammad Ashraf Ghani kemudian mengambil langkah tegas dalam mengatasi permasalahan tersebut. Ia menyetujui untuk memperpanjang kontrak kerjasama dengan Amerika Serikat dan NATO, ia sepakat agar pasukan asing tetap berada di negaranya, guna untuk menjaga

stabilitas dan keamanan di Afghanistan. 157 Ashraf Ghani mengizinkan lebih dari 10.000 prajurit yang dikepalai oleh

Pasukan Koalisi Amerika Serikat untuk tinggal dan melatih tentara dan polisi di

Daniel E. Price, Islamic Political Culture, Democracy, and Human Rights: A Comparative Study , (London: Greenwood Publishing Group, 1999), h. 5.

157 Voa News, “Afghanistan Signs Security Pacts with Us, NATO”, artikel ini diakses dari http://www.voanews.com/a/us-welcomes-signing-of-bilateral-security-agreement-with-

afghanistan/2467098.html pada 4 April 2017.

Afghanistan. 158 Keputusan ini diambil oleh presiden mengingat sebagian besar masyarakat Afghanistan khawatir terhadap hengkangnya pasukan NATO pada

2014. Mereka khawatir keamanan kembali runyam setelah pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Melihat keputusan yang diambil oleh presiden, Hamid Karzai menegaskan kepada Ashraf Ghani bahwa kelompok Taliban tidak akan mampu dikalahkan dengan kekuatan militer. Ia menilai misi pasukan NATO belum mampu memecahkan masalah utama di Afghanistan, yakni keamanan. Selain itu, keberadaan NATO menyebabkan masyarakat sipil menjadi korban. Seperti insiden yang terjadi di wilayah Logar, yang tanpa sengaja menewaskan tiga warga

sipil. 159 Saat itu, mereka sedang berdebat mengenai sengketa tanah, lalu pasukan NATO mengira bahwa mereka adalah anggota Taliban yang sedang

mempersiapkan sebuah serangan. Thomas Ruttig, salah satu Direktur Afghan Anayst Network memiliki pandangan yang serupa dengan Hamid Karzai. Menurutnya, situasi keamanan seluruhnya bergantung pada kelompok Taliban, perang di Afghanistan belum juga

berakhir sebab NATO tidak mampu melumpuhkan Taliban. 160 Komandan Amerika Serikat di Afghanistan, Jenderal David H. Petraeus juga mengakui

bahwa Taliban adalah kelompok yang paling kompeten dan taktis yang pernah

158 International Business Times, “Afghanistan to Allow 10.000 US Troops Remain After 2014 Under New Security Agreement, Officials Yes”, artikel ini diakses dari

http://www.ibtimes.com/afghanistan-allow-10000-us-troops-remain-after-2014-under-new- security-agreement-officials-1696349 pada 4 April 2017.

159 Deb Riechman, “NATO Apologizes for Civilian Deaths in Afghanistan”, artikel ini diakses dari http://www.csmonitor.com/World/Latest-News-Wires/2012/0608/NATO-apologizes-

for-civilian-deaths-in-Afghan-airstrike pada 4 April 2017. 160 Ferry Kisihandi, “Misi Pasukan Asing Selesai”, artikel ini diakses dari

http://www.republika.co.id/berita/koran/internasional-koran/14/12/29/nhc3k76-misi-pasukan- asing-selesai pada 23 Maret 2017.

dihadapi oleh NATO. Banyak hal yang dimiliki oleh Taliban dan membuatnya lebih terlatih dan berpengalaman dibandingkan polisi dan tentara Afghanistan

sekalipun. 161 Namun, hal itu tidak menghentikan langkah Mohammad Ashraf Ghani

untuk mengurangi ruang gerak Taliban. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani lebih memilih mengajak Pakistan untuk memerangi kelompok Taliban daripada membawa kelompok militan tersebut ke meja perundingan. Sebelumnya, Afghanistan menuding Pakistan mensponsori pemberontakan Taliban, isu ini timbul karena pemerintah Pakistan mengakui bahwa kelompok Taliban bersembunyi di dalam wilayah Pakistan selama bertahun-tahun.

Menanggapi hal tersebut, menurut Ashraf Ghani, pemerintah Pakistan seharusnya menindak mereka sebagai bentuk tanggung jawab bersama. Pemerintah Afghanistan sudah kewalahan setelah banyak mengelurakan modal politik guna membujuk Pakistan untuk mendesak Taliban ke meja perundingan. Seperti yang diutarakannya ketika berpidato dalam sidang gabungan Majelis

Nasional Afghanistan, yaitu: 162 “Saya ingin menjelaskan bahwa kita tidak lagi berharap Pakistan mengajak

Taliban ke meja perundingan, yang kita harapkan adalah Pakistan mau melancarkan operasi militer terhadap kubu-kubu pertahanan Taliban di wilayah mereka. Jika tidak mampu mengatasinya, Pakistan sebaiknya menyerahkan mereka ke wilayah hukum kita. Saya ingin mengatakan bahwa pengampunan bagi mereka telah usai, selama ini kami memberikan pintu terbuka untuk berunding, namun pintu itu tidak akan selamanya terbuka.”

161 North Atlantic Treaty Organization, “ISAF Commander General David Petraeus Interviewed

diakses dari http://www.nato.int/cps/en/natolive/opinions_65854.htm pada 23 Maret 2017.

162 Suara Merdeka, “Afghanistan Ajak Pakistan Perangi Taliban”, artikel ini diakses dari http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/afghanistan-ajak-pakistan-perangi-taliban/ pada 23 Maret

Berdasarkan pernyataan Ashraf Ghani, Ahmad Nadeem Kakar mengatakan bahwa tindakan ambisius seperti ini hanya dimiliki oleh Mohammad Ashraf Ghani, sehingga menjadi ciri khas sosok dirinya. Hal ini yang membuat ia berbeda dengan presiden sebelumnya. Seperti yang ia utarakan ketika diwawancara,

yakni: 163 “At first, Ashraf Ghani thought that negotiations with the Taliban are the

only way to “end the bloodshed” and bring peace to the country. Then he realized that it was an useless way. He assumed that no more peace talks

with Taliban, but it is time to wipe all of the Taliban people. As we can see that is one major difference between Hamid Karzai and Ashraf Ghani.”

Sejak saat itu, Mohammad Ashraf Ghani berjanji untuk melakukan aksi militer yang tegas terhadap kelompok Taliban dan berkomitmen menegakkan hukuman kepada mereka, termasuk eksekusi terhadap para terpidana kelompok Taliban. Tekad Ashraf Ghani tersebut kemudian terealisasikan ketika insiden sebuah truk besar diledakkan oleh beberapa kelompok Taliban, yang

mengakibatkan tewasnya 64 pasukan keamanan dan masyarakat sipil. 164 Ashraf Ghani segera mengambil langkah untuk mengeksekusi mati 6 militan Taliban,

termasuk mereka yang terlibat dalam pembunuhan mantan presiden, Burhanuddin Rabbani di tahun 2011 dan pembunuhan wakil kepala Intelijen Mohammad Laghmani di tahun 2009.

Mengamati kebijakan yang telah diterapkan oleh Ashraf Ghani tersebut, wakil direktur Amnesty International untuk Asia Selatan beranggapan bahwa rencana pemerintah Afghanistan untuk mengeksekusi orang-orang yang dihukum

163 Hasil Wawancara dengan Ahmad Nadeem Kakar. 164 Aljazeera and Agencies, “Taliban Truck Bomb Hits Northgate Hotel in Kabul”, artikel

ini diakses dari http://www.aljazeera.com/news/2016/08/taliban-truck-bomb-hits-foreign- guesthouse-kabul-160801000720311.html pada 7 April 2017.

karena kejahatan teror, tidak akan memberi keadilan yang layak bagi korban, atau memberikan Afghanistan keamanan sesuai yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan kelompok militan Taliban lainnya akan memberikan perlawanan secara terus-

menerus yang pada akhirnya membahayakan masyarakat sipil di Afghanistan. 165 Melihat massive -nya gerakan radikalisme berjuang untuk menjalankan

misinya tersebut, banyak para ahli yang memandang perlunya merumuskan sebuah kebijakan yang dapat mengatasi gerakan radikal di satu sisi, tetapi tidak menutup demokrasi itu sendiri di sisi lain. Seperti yang dikemukakan oleh Lawrence C. Reardon, yakni sikap demokrasi terhadap kelompok radikal ibarat

buah simalakama; maju kena, mundur pun kena. 166 Menindak kelompok tersebut jelas akan melemahkan kualitas demokrasi, tetapi apabila hal tersebut tidak segera

direalisasikan, maka akan merusak demokrasi dari dalam, bahkan membunuhnya. Namun demikian, negara tidak memiliki kapasitas untuk merantai kelompok tersebut agar sesuai pada koridornya. Jika negara bertindak represif, maka dapat dipastikan pergerakan arah demokrasi akan berjalan ke arah negatif. Dalam konteks ini, negara baru diperbolehkan melakukan intervensi ketika efek yang ditimbulkan oleh kelompok tersebut membahayakan keamanan negara, misalnya

terjadi kekerasan yang melibatkan kelompok radikal. 167

165 The Guardian, “Afghanistan Executes Six Taliban Prisoners”, artikel ini diakses dari https://www.theguardian.com/world/2016/may/08/afghanistan-executes-six-taliban-prisoners-

ashraf-ghani pada 4 April 2017. 166 Lawrence C. Reardon, “Interpreting Political Islam‟s Challenge to Southeast Asia:

International Terrorism, Nationalism and Rational Choice”. Dilihat dalam William Crotty (ed.), Democratic Development and Political Terrorism: The Global Perspective , (Florida: Northeastern, University Press, 2005), h. 215-216.

167 Ibid., h. 217.

Dalam hal ini, upaya yang dilakukan oleh Mohammad Ashraf Ghani dalam memberantas Taliban di Afghanistan dengan cara menggunakan kekuatan militer ataupun mengeksekusi 6 militan Taliban karena kejahatan teror, merepresentasikan cara-cara otoritarianisme yang masih kental. Cara-cara seperti ini rawan dengan unsur-unsur kepentingan yang tidak mencerminkan kepentingan publik. Selain itu, upaya tersebut hanya akan semakin menjauhkan negara dari prinsip-prinsip demokrasi yang menjanjikan kemerdekaan.

Meskipun demikan, Mohammad Ashraf Ghani sebelumnya telah melakukan upaya yang soft dalam menyelesaikan permasalahan radikalisme di Afghanistan, seperti misalnya bernegosiasi dengan para militan Taliban dan pemerintah Pakistan. Hal tersebut tentu menggambarkan nilai-nilai demokrasi yang sebelumnya berhasil dibangun. Namun, upaya tersebut dianggap berlarut-larut dan tidak membuahkan hasil. Pada tahap ini, Afghanistan membutuhkan peraturan yang spesifik diarahkan untuk melindungi dan mempertahankan demokrasi di Afghanistan secara konstitusi dalam menanggulangi gerakan radikalisme di Afghanistan.