Implementasi Kebijakan Ashraf Ghani dalam Membangun Good

C. Implementasi Kebijakan Ashraf Ghani dalam Membangun Good

Governance Melihat uraian masalah dan langkah yang telah dibuat oleh Mohammad

Ashraf Ghani melalui kebijakan-kebijakannya, penulis selanjutnya akan menganalisa dampak kebijakan-kebijakan tersebut dalam membangun tata pemerintahan yang baik ( good governance ) di Afghanistan. Hal ini juga Ashraf Ghani melalui kebijakan-kebijakannya, penulis selanjutnya akan menganalisa dampak kebijakan-kebijakan tersebut dalam membangun tata pemerintahan yang baik ( good governance ) di Afghanistan. Hal ini juga

Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa tuntutan akan good governance timbul karena adanya penyimpangan dalam penyelenggaraan negara dari nilai demokratis sehingga mendorong kesadaran warga negara untuk menciptakan sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak

melenceng dari tujuan semula. 168 Seperti halnya di Afghanistan, penyelenggaraan pemerintahan yang tidak

dikelola dengan baik di era pemerintahan Hamid Karzai mengakibatkan timbulnya berbagai masalah seperti korupsi, penegakan hukum yang sulit berjalan, diskrimanasi perempuan, serta situasi keamanaan yang tidak kondusif. Berbagai persoalan tersebut yang kemudian mendorong kesadaran masyarakat untuk melakukan transformasi terhadap negara, hal ini pertama kali ditunjukkan dengan cara memilih pemimpin yang memiliki visi yang sama.

Dalam hal ini, good governance akan berkembang sehat di bawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas. Mohammad Ashraf Ghani dengan slogan reformasinya secara impulsif mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat Afghanistan untuk mampu merealisasikan hal tersebut terwujud. Menurut Susan Rose-Ackerman, trust sangat esensial untuk berfungsi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan demokratis, karena

168 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, h. 23.

sulit bagi pemilih untuk terus menerus mengontrol atau mengawasi para wakil yang dipilihnya menjadikan kepercayaan tersebut harus 169 exist .

Mohammad Ashraf Ghani menunjukkan hasil yang positif melalui penerapan kebijakan anti-korupsi yang diimplementasikan melalui beberapa upaya, seperti; aksi vokalnya dalam reform paper pada konferensi London, pembentukan dewan pengawas eksternal yaitu Komisi Pengadaan Nasional ( National Procurement Commission) dan Otoritas Pengadaan Nasional ( National Procurement Authority ), membangun lembaga anti-korupsi yakni High Council Governance, Rule of Law and Anti-Corruption (HCAC), serta membentuk lembaga peradilan anti-korupsi yaitu Anti-Corruption Criminal Justice Center (ACJC).

Namun, di balik pencapaiannya tersebut, tidak semua bisa dikatakan berhasil. Menurut Srirak Plipat, Regional Director for Asia Pacific , Afghanistan masih membutuhkan institusi anti-korupsi yang kuat, independen dan bebas dari

pengaruh politik dalam mencegah dan menghilangkan korupsi di Afghanistan. 170 Hal ini juga sejalan dengan laporan data survei pada 2016 dari Transparansi

Internasional 171 yang menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Afghanistan masih berada pada peringkat 169 dari 176 negara, meskipun setiap tahunnya

Afghanistan mengalami peningkatan yang relatif membaik.

169 Susan Rose-Ackerman, Korupsi dan Peremintahan: Sebab, Akibat, dan Reformasi, terj. Toenggoel P. Siagian, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), h. 27.

170 Tranparency International, “What Needs to Change in Afghanistan”, artikel ini diakses dari http://www.transparency.org/news/feature/corruption_in_afghanistan_what_needs_to_change

pada 4 April 2017. 171 Transparency International, “Corruption Perceptions Index”, artikel ini diakses dari

http://www.transparency.org/news/feature/corruption_perceptions_index_2016 pada 4 April 2017.

Terdapat banyak faktor yang menghambat kebijakan anti-korupsi tidak terealisasi sesuai target yang diinginkan. Jeremy Pope, salah seorang pendiri Transparansi Internasional menyebutkan tidak adanya koordinasi dalam pemberantasan korupsi sebagai faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut. Faktor lainnya, menurut dia, adalah karena tujuan pemberantasan korupsi yang tidak spesifik dan dapat dicapai yang memungkinkan diperolehnya hasil dengan cepat atau „ quick wins ‟ untuk memperoleh dukungan kuat publik.

Sementara Huberts, berpendapat tidak ada atau kurang efektifnya kontrol institusional internal, supervisi dan lemahnya kepemimpinan sebagai penyebab kegagalan tersebut. Hal ini juga menjadi kendala Mohammad Ashraf Ghani beserta National Unity Government (NUG) dalam menstabilkan perekonomian di Afghanistan guna untuk membangun sebuah pemerintahan yang baik. Seperti yang diutarakan oleh Penasehat Senior Ashraf Ghani, Sardar Mohammad

Roshan 172 yakni: “ However, the agenda of anti-corruption strategy suffers from

five major shortcomings; a lack of consistency, false assumptions, a weak intitutional model, a lack of consultation with critical actors, and incomprehensiveness .”

Dalam hal ini, strategi yang telah dibentuk oleh Mohammad Ashraf Ghani bersama National Unity Government (NUG) untuk berperang melawan korupsi memiliki beberapa kelemahan dalam pengimplementasiannya. Di antaranya: pertama , lemahnya komitmen, konsistensi dan transparansi penegakan hukum. Sebagi bukti, National Unity Government (NUG) berjanji akan memberikan

Wawancara dengan Sardar Mohammad Roshan, Senior Advisor Mohammad Ashraf Ghani. Dilihat dari Sayed Ikram, Fighting Corruption in Afghanistan: Solving The Institutional Puzzle , h. 29.

Kedua, pemahaman yang keliru terhadap lembaga anti-korupsi yang independen. Seperti misalnya Pemerintah Afghanistan berkomitmen untuk membangun sebuah lembaga yang independen, yaitu Komisi Pengadaan Nasional ( National Procurement Commission) dan Otoritas Pengadaan Nasional ( National Procurement Authority ), High Council Governance, Rule of Law and Anti- Corruption (HCAC), serta Anti-Corruption Criminal Justice Center (ACJC). Namun, dalam hal kebijakan, keseluruhannya masih berada di bawah kewenangan presiden, Chief Executive Officer , wakil presiden, dan pejabat tinggi lainnya di Afghanistan.

Ketiga , yaitu institusi yang masih lemah dan tidak pasti (tegas). Pemerintah Afghanistan idealnya membangun sebuah intitusi anti-korupsi yang didesain untuk meningkatkan efek jera terhadap pelaku-pelakunya. Kemudahan dalam pendeteksian dan pembuktian tindak pidana korupsi tidak cukup apabila sanksi pidana terhadap tindakan tersebut ringan atau tidak menjerakan. Dalam hal ini, hukuman mati terhadap koruptor diperlukan di suatu negara dalam keadaan darurat korupsi di mana korupsi telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan

berbangsa dan bernegara. 173

173 Roby Arya Brata, Analisis Masalah Good Governance dan Pemerintahan Strategis, h. 43-44.

Keempat , kinerja institusi yang masih sulit dipahami. Lembaga seperti High Council Governance, Rule of Law and Anti-Corruption (HCAC) seharusnya dibangun dengan metode yang lebih sederhana tetapi sesuai prosedur, sehingga kinerja sebuah institusi dengan mudah mencapai visi misi yang diinginkan. Hal ini

juga dibenarkan oleh Transparansi Internasional 174 , yakni: “ Accountability of the HCAC is even more probelamtic. According to the

decree, the HCAC shall report to the cabinet and the people each year. The HCAC is the presided over by the President and half of its members are also members of the cabinet; it seems that HCAC are accountable only to themselves. This may meet the requirements of internal accountability but it is not external eccountability mechanism by any standard .”

Di sisi lain, hal tersebut menjadi bukti kerja keras dan tekad Mohammad Ashraf Ghani beserta National Unity Government dalam menurunkan angka pertumbuhan korupsi di Afghanistan selama 3 tahun. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemberantasan korupsi memerlukan waktu yang relatif lama untuk benar-benar mewujudkan clean government di Afghanistan.

Menurut Philipus M. Hardjon, pemerintahan yang bersih bukanlah suatu konsep, oleh karena itu tidak ada ukuran normatif suatu pemerintahan yang bersih. Namun, pemerintahan yang bersih umumnya berlangsung di negara yang masyarakatnya menghormati hukum, pemerintahan yang seperti ini juga disebut

sebagai kepemerintahan yang baik ( 175 good governance ). Maka dari itu, membangun good governance adalah mengubah cara kerja

state , membuat pemerintah accountable , dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara

Sayed Ikram, Fighting Corruption in Afghanistan: Solving The Institutional Puzzle, h. 32.

175 Sedarmayanti, Good Governance dan Good Corporate Governance, (Bandung: Mandar Maju, 2007), h. 10.

umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Dalam hal ini, untuk mengakomodasi keragaman,

good governance 176 juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Untuk itu, tidak hanya dalam penanganan korupsi, Mohammad Ashraf

Ghani berupaya untuk membangun sebuah pemerintahan yang baik dengan melibatkan seluruh partispasi masyarakat Afghanistan, khususnya kaum perempuan. Melalui kebijakan-kebijakan seperti peningkatan partisipasi perempuan di pemerintahan dan mengajak perempuan Afghanistan untuk bergabung dalam komunitas Solidaritas Nasional, Mohammad Ashraf Ghani terbilang cukup berhasil.

Hal ini jelas menambah kualitas perempuan di Afghanistan, yang dulunya hanya berada di lingkungan rumah. Dengan kebijakan tersebut, berbagai sekolah dan universitas di Afghanistan telah membuka pendaftaran untuk perempuan. Terbukti, lebih dari 8 juta siswa dan siswi terdaftar di sekolah, termasuk lebih dari 2,5 juta adalah perempuan. Terlebih, berbagai universitas pun dibangun dengan perempuan Afghanistan sebagai agent of change .

Pencapaian ini merupakan bukti bahwa Afghanistan sedang berbenah untuk menciptakan pemerintahan yang baik dengan ikut melibatkan seluruh elemen

masyarakat. 177 United Nations Development Programme (UNDP) telah mencatat sembilan karakteristik good governance , dan dalam hal ini, terdapat tiga kriteria

Loina Lalolo, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi,

h. 6.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah , h. 7.

Dikatakan strategic version karena Mohammad Ashraf Ghani mempunyai komitmen dan tekad ke depan dalam mewujudkan good governance di Afghanistan. Namun dalam hal keamanan, Aimal Faizi, seorang jurnalis di Afghanistan memiliki pandangan yang berbeda, menurutnya Afghanistan kehilangan keseimbangannya ketika Presiden Ashraf Ghani terus melanjutkan

strateginya dalam hal memberantas kelompok Islam radikal Taliban. 178 Ia meyakini, selain melakukan pembalasan kekerasan terhadap kelompok Taliban,

pasti ada cara yang lebih efektif yang seharusnya dilakukan oleh tokoh pembangunan seperti Ashraf Ghani.

Di sisi lain, menanggapi kebijakan yang dilakukan oleh Ashraf Ghani tersebut, Ahmad Nadeem Kakar 179 justru memuji ketegasan yang dimiliki oleh

Ashraf Ghani. Menurutnya, “ President Ghani is a fim, strong-minded, and empowering leader 180 ” . Hal ini juga disepakati oleh Mohammad Salim yang

menyatakan bahwa Hamid Karzai tidak lebih baik dari Presiden Ashraf Ghani dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya.

Jika dibandingkan dengan pemimpin sebelumnya seperti Hamid Karzai, Mohammad Ashraf Ghani memang terbilang unggul. Hal ini terlihat dari tingginya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dibandingkan di era

178 Aimal Faizi, “Ashraf Ghani Strategy Fail”, artikel ini diakses dari http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2016/05/ashraf-ghani-war-strategy-fail-

160503071038798.html pada 5 April 2017. 179 Hasil Wawancara dengan Ahmad Nadeem Kakar.

180 Hasil Wawancara dengan Mohammad Salim.

kepemimpinan Hamid Karzai. 181 Dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat, pemimpin idealnya harus accountable , yaitu dapat dikur kinerjanya. Melihat

beberapa upaya yang mencoba diterapkan oleh Ashraf Ghani dalam membangun tata pemerintahan yang baik di Afghanistan, ia patut untuk dipuji. Ini karena visi dan misi yang telah ia bangun mampu ia realisasikan, terhitung sejak ia terpilih sebagai presiden.

Seperti apa yang Ashraf Ghani ungkapkan di depan masyarakat Afghanistan 182 ,“ The two million people who voted for my agenda, they did not

vote for my person ”. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Afghanistan memilihnya bukan karena dirinya, melainkan karena agenda yang telah dijanjikan. Tentu sejak awal masyarakat sudah meyakini sosok Ashraf Ghani akan menciptakan struktur pemerintahan yang baik di Afghanistan.

181 Hasil Wawancara dengan Ahmad Nadeem Kakar dan Mohammad Salim. 182 The Diplomat, “Interview: Ashraf Ghani”.