xci
BAB VI P E N U T U P
6.1. Kesimpulan
Penelitian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Jagung di Kecamatan Wirosari, dilakukan terhadap 140 sampel, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Secara keseluruhan model produksi jagung yang diestimasikan memberikan hasil yang
signifikan, karena variable-variabel independen yang diamati X
1
, X
2
, X
3
, X
4
, X
5
, X
6
, X
7
adalah signifikan dengan taraf nyata
α
= 5. Variabel-variabel yang diamati mempunyai perilaku empiris yang sesuai dengan ekspektasi perilaku teoritisnya bila
dilihat dari kesesuaian lavelnya. 2.
Dari uji t diperoleh hasil bahwa variabel-variabel luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea, TSP, KCl, dan pestisida X
1
, X
2
, X
3
, X
4
, X
5
, X
6
, X
7
mempunyai signifikansi di bawah probabilitas signifikansi 0,05
α
= 5, dengan demikian variabel-variabel tersebut mempengaruhi produksi jagung secara signifikan.
3. Variabel luas lahan X
1
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu sebesar 0,024, yang berarti bahwa variabel luas lahan mempengaruhi produksi jagung secara signifikan. Elastisitas input produksi pada pada
faktor luas lahan dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,008. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan 1 lahan untuk dipakai dalam menanam
jagung maka dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,008 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain tetap. Dengan demikian Ho
ditolak dan menerima HA. 4.
Variabel tenaga kerja X
2
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu 0,031, yang berarti bahwa variabel tenaga kerja signifikan mempengaruhi produksi jagung. Elastisitas input produksi pada faktor
produksi tenaga kerja dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,327. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan tenaga kerja 1 untuk dipakai dalam
xcii
usaha menanam jagung maka dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,327 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain tetap.
Dengan demikian Ho diterima dan menolak HA. 5.
Variabel bibit X
3
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu sebesar 0,000, yang berarti bahwa variabel bibit mempengaruhi produksi jagung secara signifikan. Elastisitas input produksi pada pada faktor bibit
dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,181. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan 1 bibit untuk dipakai dalam usaha pertanian jagung maka
dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,181 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain tetap. Dengan demikian Ho ditolak
dan menerima HA. 6.
Variabel jumlah pupuk Urea X
4
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu sebesar 0,004, yang berarti bahwa variabel jumlah pupuk Urea mempengaruhi produksi jagung secara signifikan. Elastisitas input
produksi pada pada faktor jumlah pupuk dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,159. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan 1 pupuk Urea untuk
dipakai dalam penanaman jagung maka dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,159 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain
tetap. Dengan demikian Ho ditolak dan menerima HA. 7.
Variabel jumlah pupuk TSP X
5
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu sebesar 0,002, yang berarti bahwa variabel jumlah pupuk TSP mempengaruhi produksi jagung secara signifikan. Elastisitas input produksi
pada pada faktor jumlah pupuk TSP dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,219. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan 1 pupuk TSP untuk
dipakai dalam penanaman jagung maka dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,219 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain
tetap. Dengan demikian Ho ditolak dan menerima HA.
xciii
8. Variabel jumlah pupuk KCl X
6
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu sebesar 0,007, yang berarti bahwa variabel jumlah pupuk KCl mempengaruhi produksi jagung secara signifikan. Elastisitas input produksi
pada pada faktor jumlah pupuk KCl dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,210. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan 1 pupuk KCl untuk
dipakai dalam penanaman jagung maka dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,210 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain
tetap. Dengan demikian Ho ditolak dan menerima HA. 9.
Variabel jumlah pestisida X
7
mempunyai angka signifikansi di bawah nilai probabilitas signifikansi 0,05
α
=5 yaitu sebesar 0,022, yang berarti bahwa variabel jumlah pestisida mempengaruhi produksi jagung secara signifikan. Elastisitas input produksi
pada pada faktor jumlah pestisida dengan koefisien elastisitasnya sebesar 0,127. Hal ini memberikan implikasi bahwa bila dilakukan penambahan 1 pestisida untuk dipakai
dalam penanaman jagung maka dapat diperkirakan penambahan jumlah produksi yang akan dipanen adalah sebesar 0,127 jagung pipilan, dengan asumsi variabel lain tetap.
Dengan demikian Ho ditolak dan menerima HA. 10.
Secara keseluruhan penggunaan imput pada usaha pertanian jagung belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi sehingga penggunaan input variabel bibit, Urea, TSP, KCl dan
pestisida masih bisa ditambah. Adapun penggunaan lahan masih perlu lebih dioptimalkan. Namun untuk input tenaga kerja nilai efisiensinya tidak efisien karena itu
penggunaan input tenaga kerja justru harus dikurangi. 11.
Luas usaha pertanian rata-rata seluas 0,64 ha di daerah penelitian dirasakan belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani dan berdasarkan pedoman pertanian diketahui
bahwa usaha pertanian secara berkelompok pada luasan areal yang relatif sama atau seperti model intensifikasi khusus adalah lebih baik untuk mencapai usaha pertanian
yang efisien.
xciv
12. Pengunaan bibit, pupuk Urea, TSP, KCL dan Pestisida cukup berarti terhadap produksi,
namun dirasakan bahwa volume yang dipakai perlu ditambahkan, tetapi penggunaan tenaga kerja dirasa sangat berlebihan sehingga sudah tidak efisien lagi.
13. Fungsi produksi jagung di daerah penelitian berada pada kondisi Return to Scale sebesar
1,141 yang cenderung naik increasing returns karena koefisien Return to Scale di atas 1, hal ini karena faktor produksi yang dipakai masih dapat ditingkatkan.
6.2. Implikasi Kebijakan