METODOLOGI PENELITIAN

C. Partisipan

Dalam penelitian ini partisipan yang digunakan adalah mahasiswa Program Studi Psikologi semester 1 angkatan 2015 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. Pertimbangan penggunaan mahasiswa angkatan 2015 adalah untuk mengurangi kemungkinan bias saat Dalam penelitian ini partisipan yang digunakan adalah mahasiswa Program Studi Psikologi semester 1 angkatan 2015 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. Pertimbangan penggunaan mahasiswa angkatan 2015 adalah untuk mengurangi kemungkinan bias saat

Berdasarkan hasil analisis statistical power dengan menggunakan G*Power versi 3.1 menunjukkan bahwa dengan effect size kategori large ( d =0.40), Alpha level sebesar 0.05, dan power sebesar 0.80, dibutuhkan total sampel N ≥ 66 untuk 3 kondisi perlakuan. Sehingga, 1 kondisi perlakuan membutuhkan 22 partisipan. Untuk mengantisipasi kemungkinan dataexclusion , penelitian ini menggunakan total sampel N =73 (ditambah 10% dari total sampel), atau n =24 untuk tiap kondisi. Partisipan dialokasikan ke dalam kondisi eksperimen dengan menggunakan prosedur random assignment menggunakan aplikasi randomizer .

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur dalam upaya mengukur stigma eksplisit dan stigma implisit beserta dimensi-dimensinya. Stigma implisit beserta dimensi-dimensinya diukur dengan menggunakan Single Category Implicit Association Test (SC-IAT), stigma ekplisit pada dimensi perilaku Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur dalam upaya mengukur stigma eksplisit dan stigma implisit beserta dimensi-dimensinya. Stigma implisit beserta dimensi-dimensinya diukur dengan menggunakan Single Category Implicit Association Test (SC-IAT), stigma ekplisit pada dimensi perilaku

1. Stigma Implisit - Single Category Implicit Association Test (SC-IAT)

Instrumen ini adalah pengembangan dari instrument terdahulu bernama Implicit Association Test (IAT). Penggunaan SC-IAT dibandingkan dengan IAT didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini hanya menggunakan satu kategori yaitu disabilitas, sedangkan IAT adalah alat yang lebih cocok untuk mengukur sikap implisit terhadap dua kategori. Penelitian terkait propertik psikometrik terhadap SC-IAT menunjukan bawa alat ini bisa dikatakan alat yang memadai untuk mnegukur stigma implisit dengan satu kategori secara akurat (Bar-Anan & Nosek, 2014; Wang dkk, 2012; Rebar dkk, 2015)

Instrumen SC-IAT terdiri atas dua level; incompatible dan compatible ( Cronbach alpha 0,92). Secara total, terdapat tiga kategori stimulus yang harus direspon oleh partisipan, yaitu 1) empat simbol yang merepresentasikan target penyandang disabilitas, 2) dua belas atribut positif, contoh :menyenangkan (elemen afektif SC-IAT), mendekat (elemen perilaku SC-IAT), kompeten (elemen kognitif SC-IAT), dan 3) dua belas atribut negatif, contoh : bosan (elemen afektif SC-IAT), menghindari (elemen perilaku SC-IAT), rapuh (elemen kognitif SC-IAT).

Tabel 2. Stimulus atribut untuk tiga elemen dalam Single Category Implicit Association Test (SC-IAT)

Terpuji, kompeten, harga Berbahaya, abnormal,

Kognitif

diri, kuat

rapuh, menyedihkan

SC-IAT

Gembira, santai, riang, Bosan, takut, gugup, jijik

Pendekatan, menghormati, Ditolak, kabur,

Perilaku

menghina, menghindar Stimulus target diperoleh dari penelitian Nosek dan kolega (2007),

peduli, mengajak

sedangkan stimulus atribut merupakan hasil modifikasi dari penelitian Wang dan kolega (2012) .

Tabel 3. Struktur Single Category Implicit Association Test (SC-IAT) Level

Trial** Kategori

Kategori

Rasio

(kanan atas)

(kiri atas) Stimulus Incompatible* 24 Atribut negatif Disabilitas+ Disabilitas:

Negatif: Atribut Positif = 1:2:1

Practice Atribut

Positif

Atribut

72 Test Negatif

Negatif: Atribut Positif = 1:1:2

*Urutan level incompatible dan compatible disajikan secara random kepada partisipan ** Data practice trials tidak diolah untuk penghitungan D-score

Penyajian stimulus pada level incompatible - compatible selalu diawali dengan instruksi mengenai dimensi stimulus dan respon yang tepat. Pada level compatible , target Penyandang Disabilitas + Atribut negatif tampil pada sisi kiri atas, Atribut positif pada sisi kanan atas, dan stimulus yang harus direspon tampil pada sisi tengah layar monitor. Partisipan harus secepatnya menekan huruf “P” pada keyboard jika muncul stimulus dari kategori ‘‘Penyandang Disabilitas” atau ‘‘Atribut negatif’’, dan huruf “Q” jika muncul stimulus dari kategori “Atribut positif”. Sebaliknya pada level incompatible , partisipan harus menekan huruf “P” jika muncul stimulus Penyajian stimulus pada level incompatible - compatible selalu diawali dengan instruksi mengenai dimensi stimulus dan respon yang tepat. Pada level compatible , target Penyandang Disabilitas + Atribut negatif tampil pada sisi kiri atas, Atribut positif pada sisi kanan atas, dan stimulus yang harus direspon tampil pada sisi tengah layar monitor. Partisipan harus secepatnya menekan huruf “P” pada keyboard jika muncul stimulus dari kategori ‘‘Penyandang Disabilitas” atau ‘‘Atribut negatif’’, dan huruf “Q” jika muncul stimulus dari kategori “Atribut positif”. Sebaliknya pada level incompatible , partisipan harus menekan huruf “P” jika muncul stimulus

D-Score adalah kekuatan asosiasi antar kategori yang diukur berdasarkan standardized mean difference score , setara dengan effect size. Secara lebih spesifik , D-score adalah selisih rerata latensi respon pada level compatible dikurangi rerata latensi respon pada level incompatible dibagi dengan standar deviasi seluruh latensi respon pada kedua level ini. Makin negatif D-score , makin kuat asosiasi antara Penyandang Disabilitas dengan Atribut negatif. Makin positif D-score , makin kuat asosiasi antara Penyandang Disabilitas dengan Atribut positif.

2. Stigma Eksplisit - Social Distance Scale (SDS) Social Distance Scale ( alpha Cronbach 0,83) mengukur kecenderungan partisipan untuk menghindar dari penyandang disabilitas. Alat ini merupakan adaptasi alat yang digunakan Wang dkk (2012) dalam mengukur stigma eksplisit pada dimensi perilaku. Reliabilitas SDS pada penelitian Wang dkk adalah 0,81. Alat ini juga digunakan pada penelitian Yusainy dkk (2015) dalam mengukur stigma eksplisit dengan reliabilitas 0,73.

Gambar 6. Social Distance Scale (SDS) & Feeling Thermometer (FT)

(Wang dkk, 2012)

Penggunaan instrument ini adalah dengan meminta partisipan untuk membaca sebuah ilustrasi cerita tentang penyandang disabilitas bernama Dian, lalu menjawab lima pertanyaan mengenai sejauh mana kesedian mereka untuk 1) menjadi tetangga Dian, 2) menghabiskan waktu bersosialisasi dengan Dian, 3) berteman dengan Dian, 4) bekerja dekat dengan Dian, dan 5) mengizinkan Dian menikahi anggota keluarga partisipan. Kesediaan diukur dengan skala 1= sangat enggan sampai 4= sangat bersedia.

3. Stigma Eksplisit - Feeling Thermometer (FT)

Feeling thermometer adalah skala analog visual dalam bentuk termometer dari rentang 0 (sangat negatif) sampai 100 (sangat positif).

Alat ini juga merupakan adaptasi dari penelitian Wang dkk (2012) yang juga digunakan pada penelitian Yusainy dkk (2015), dimana FT ditemukan berkorelasi secara signifikan ( p < 0.01 ) dengan SDS, dimana koefisien korelasi antara FT dan SDS pada penelitian menunjukan angka 0,42. Pada penelitian yang dilakukan Puhan dkk (2005), reliabilitas FT menunjukan angka 0,47 menggunakan teknik Interclass Correlation Coefficient (ICC). Sejak pertama kali dibuat oleh American National Election Survei (ANES) pada tahun 1964, feeling thermometer telah menjadi alat ukur yang valid dalam mengukur sikap eksplisit yang berfokus pada dimensi afektif.

Penggunaan alat ini adalah dengan meminta partisipan menilai sejauh mana perasaan mereka kepada penyandang disabilitas dan menuliskannya pada kotak di samping gambar termometer. Semakin rendah skor FT maka semakin tinggi stigma eksplisit yang dilaporkan.

E. Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian ini antara lain:

Rekrutmen

Uji coba ( pilot

Etika Penelitian study) partisipan penelitian

(Kelas Biopsikologi

(2 Desember 2015)

D dan E)

Analisis Data

Pelaksanaan

( product moment

Penelitian (15

pearson dan t-test

Desember 2015)

independent sample )

stigma Pemberian lembar

stigma implisit

feedback bias

eksplisit informasi, informed

(SC-IAT)

implisit

(SDS dan FT) consent, dan data

stigma implisit

feedback bias

(SDS dan FT)

Debriefing

partisipan via

Penutup

e-mail

Gambar 7. Alur Pelaksanaan Penelitian

Pilot study dilaksanakan di laboraturium komputer 1 FISIP Universitas Brawijaya tanggal 2 Desember 2015 pukul 13.00 WIB dengan partisipan sejumlah lima orang. Pilot study menggunakan kondisi 1 (pengukuran stigma eksplisit – pengukuran stigma implisit – feedback bias implisit) dari Grand

Design penelitian Reduksi Stigma kepada Penyandang Disabilitas melalui Intervensi Bias Implisit. Hasil evaluasi dan perubahan dari pilot study

ditampilkan dalam tabel 1.

Tabel 4. Ringkasan hasil Pilot Study Pilot Study

Laboratorium Komputer 1 FISIP UB

Jumlah

Partisipan sejumlah 5 orang dan dihadiri oleh Dosen

partisipan

Pembimbing 1

Alur/metode

Registrasi-Pemberian lembar informasi, lembar yang digunakan persetujuan dan data demografis - Pengukuran Stigma Eksplisit - Pengukuran Stigma Implisit- Pemberian feedback bias implisit (level incompatible )- Debriefing partisipan - Penutup

Hasil Evaluasi

a. Kesalahan pemberian instruksi “Eksperimen Tim Stigma Fisik 1”

b. Kesalahan instruksi pengisian nomor ID peserta

c. Tidak memperkenalkan asisten eksperimenter

d. Tidak menjelaskan definisi disabilitas

e. Tidak memberikan instruksi mengenai lembar yang sudah diisi harus digeser kebagian kiri meja

f. Tidak menjelaskan mengenai kompensasi dan konsekuensi yang didapatkan jika tidak mengerjakan dengan sungguh-sungguh

g. Tidak menyebutkan sesi latihan atau sesi eksperimen sesungguhnya

h. Masalah-masalah teknis sebagai berikut :

 Alat tulis yang belum tersedia  Suhu ruangan yang terlalu panas  Posisi screen yang tidak tepat ditengah

i. Eksperimenter kurang interaktif j. Pemberian debrief yang terlalu panjang

Perubahan

a. Kesalahan pemberian instruksi “Eksperimen Kecepatan Reaksi”

b. Pemberian kertas yang bertuliskan nomor ID peserta di masing-masing meja

c. Memperkenalkan asisten eksperimenter

d. Menjelaskan definisi disabilitas

e. Memberikan instruksi mengenai lembar yang sudah diisi harus digeser kebagian kiri meja

f. Menjelaskan mengenai kompensasi dan konsekuensi yang didapatkan jika tidak mengerjakan dengan f. Menjelaskan mengenai kompensasi dan konsekuensi yang didapatkan jika tidak mengerjakan dengan

g. Menyebutkan sesi latihan atau sesi eksperimen sesungguhnya

h. Masalah-masalah teknis sebagai berikut :  Menyediakan alat tulis dimasing-masing meja  Mengadakan pendingin ruangan  Memperbaiki posisi screen menjadi tepat

ditengah

i. Briefing eksperimenter j. Mempersingkat debrief

Eksperimen diawali dengan kedatangan partisipan ke laboratorium komputer pada jadwal yang telah ditentukan. Sebelum memasuki laboratorium, partisipan mengisi daftar hadir dimeja administrasi terlebih dahulu. Partisipan diminta untuk mengingat nomor peserta untuk kemudian diinput ke komputer sebelum melakukan tes. Didalam ruangan partisipan dibagikan lembar informed consent yang berisi penjelasan tentang eksperimen (lampiran 2), persetujuan partisipan (lampiran 3) dan data demografis (usia, jenis kelamin, riwayat disabilitas, dan pengalaman dengan penyandang disabilitas; lampiran 4). Untuk mengurangi social desirability , dalam informasi mengenai eksperimen dinyatakan bahwa fokus penelitian ini adalah pada dinamika perlakuan yang diterima partisipan secara keseluruhan, bukan pada profil individual tiap partisipan.

Setelah melengkapi informed consent , patisipan pada kondisi 1 mengerjakan instrumen stigma implisit terlebih dahulu, menerima feedback mengenai bias implisit yang dimiliki partisipan melalui layar komputer, lalu diakhiri dengan mengerjakan instrument stigma eksplisit; sedangkan Setelah melengkapi informed consent , patisipan pada kondisi 1 mengerjakan instrumen stigma implisit terlebih dahulu, menerima feedback mengenai bias implisit yang dimiliki partisipan melalui layar komputer, lalu diakhiri dengan mengerjakan instrument stigma eksplisit; sedangkan

F. Analisis Data

1. Uji Hipotesis 1 Pengaruh kesegeraan pemberian feedback bias implisit terhadap stigma eksplisit yang ia laporkan dianalisis dengan t-test independent sample dengan membandingkan rerata hasil skor SDS dan FT yang dilaporkan partisipan

2. Uji Hipotesis 2 Korelasi antara stigma implisit ( D-score ) dengan stigma eksplisit subyek terhadap penyandang disabilitas (skor total SDS dan FT) dianalisis dengan product moment pearson dengan mengorelasikan skor FT, SDS, SC-IAT D-Score kombinasi, SC-IAT D-Score kognitif, SC-IAT D-Score afektif, dan SC-IAT D-Score perilaku.