Hasil Penelitian

A. Hasil Penelitian

1. Bahan Baku Tebu

Tebu merupakan bahan utama dalam pembuatan gula pasir. Tanaman tebu menyimpan kandungan nira dalam batangnya yang nantinya dapat diproses menjadi gula pasir. Tanaman tebu biasanya masak pada awal bulan Mei sampai akhir September. Lahan atau kebun merupakan unsur yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman tebu, di kebun ini bahan baku tebu disiapkan agar saat musim giling bahan baku cukup tersedia. Kebun dikategorikan menjadi dua yaitu kebun bibit dan kebun keprasan. Kebun bibit adalah kebun yang ditanami bibit baru sehingga diharapkan produktivitas dapat meningkat dan masih dapat dipanen selama

4 tahun ke depan. Kebun keprasan adalah bibit yang telah dikepras yang sifatnya adalah menumbuhkan kembali bekas tebu yang sudah ditebang. Biasanya dari bibit baru dapat dikepras 4-5 kali dan setelah itu biasanya produktivitasnya turun drastis dan harus segera diganti dengan bibit baru. Bibit keprasan biasanya hasilnya akan menurun setelah dikepras 2-3 kali sehingga perlu didukung dengan perawatan yang lebih intensif. Kebun bibit di PG Gondang Baru terdapat 4 macam, yaitu:

a. Kebun Bibit Pokok (KBP) KBP terbagi atas dua waktu yaitu marengan (peralihan dari musim hujan ke musim kemarau) pada bulan Februari-Maret dan labuhan (peralihan dari musim kemarau ke musim hujan) bulan Agustus- September, yang ditanam jenis-jenis tebu baru dari Pusat Penelitian dan Pendidikan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan. Bibit ini dipakai sebagai pemberi bibit untuk Kebun Bibit Nenek (KBN)

b. Kebun Bibit Nenek (KBN) KBN terbagi atas dua waktu yaitu marengan pada bulan Agustus- September dan labuhan bulan Februari-Maret. Kebun ini digunakan untuk memberi bibit pada kebun bibit induk (KBI).

commit to user

Kebun bibit induk (KBI) terbagi atas dua waktu yaitu marengan pada bulan Maret-April dan labuhan bulan Agustus-september

digunakan untuk memberi bibit pada kebun bibit datar (KBD). Penanaman ini diperlukan untuk pemurnian atau penggunaan jenis baru untuk tebu giling.

d. Kebun Bibit Datar (KBD) KBD terbagiu atas dua waktu yaitu marengan pada bulan Oktober- November dan labuhan pada bulan Maret-April. Luas kebun biasanya paling sedikit 10-12 % dibandingkan luas kebun tebu giling.

Tanaman tebu merupakan tanaman yang memiliki karakteristik berbeda setiap jenisnya, sehingga perlu penerapan langkah strategis yaitu dengan mengoptimalkan potensi varietas, penyiapan kebun bibit berjenjang dan dinamika penggantian varietas unggul. Varietas tebu mempunyai potens dan kesesuaian yang berbeda sehingga perlu dilakukan analisa tentang keadaan lahan serta kecocokan sesuai karakteristik masing- masing varietas. Bibit yang ditanam varietasnya bermacam-macam. Tergantung keinginan petani untuk mengusahakan varietas apa yang menurut mereka lebih menguntungkan. Jenis PS biasanya masak pada usia 12-14 bulan, sedangkan tebu jenis BZ masak pada usia kurang lebih 9 bulan. Sebagian besar petani memilih menanam tebu jenis BZ karena mereka ingin cepat panen dan mendapatkan hasil.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengadaan bahan baku di PG Gondang baru adalah dalam kegiatan pasca panen. Dalam pemanenan tebu yang perlu diperhatikan menyiapkan kebun layak tebang (sudah dikepras 2 kali). Tebu masak sesuai umur dan varietas didasarkan pada analisa pendahuluan. Syarat tebu yang dapat digiling di PG Gondang Baru harus memenuhi kriteria MBS (Masak, Bersih dan Segar).

Pada awalnya sinder bagian tanaman mencari areal lahan tebu yang dijadikan sasaran tanam di tahun berikutnya. Setelah masa giling berakhir biasanya mereka segera mendata kebun-kebun yang siap untuk ditanami

commit to user

bersangkutan untuk diajak bermitra kembali. Setelah adanya pendatan tersebut mereka selalu mengawasi perkembangan kebun-kebun tersebut

dan biasanya pada bulan Maret-April diadakan pendataan ulang untuk memastikan kebun-kebun mana yang siap untuk dilakukan di musim giling. Sehingga dari pendataan tersebut dapat dibuat RKAP (Rencana Kerja Anggaran dan Pendapatan) yang meliputi rencana luasan lahan yang akan digiling, tebang angkut, rencana giling per hari, dan sebagainya. Dari rencana tebang angkut yang telah ditetapkan dapat dibuat jadwal tebangan harian yang harus dilakukan per harinya.

Setelah ditebang kemudian batang-batang tebu tersebut segera dikirim ke pabrik untuk segera digiling. Proses pengolahan di pabrik pada prinsipnya adalah menyelamatkan kandungan nira yang ada pada batang tenaman tebu untuk diolah menjadi kristal gula. Proses penggilingan tebu akan menghasilkan kristal gula. Kristal gula dihasilkan tergantung pemesanan. Apabila ingin lebih putih, kecil dan halus maka harus dilakukan penggilingan kembali namun jika jika menginginkan kristal yang lebih besar dan tidak terlalu putih cukup dengan sekali penggilingan.

2. Kuantitas Persediaan Bahan Baku Tebu Yang Ekonomis

a. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tebu Menurut Kebijakan Perusahaan Di Pabrik Gula Gondang Baru Klaten

Persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari pelanggan setiap waktu (Assauri, 2004). Pengadaan bahan baku di PG Gondang Baru dimulai dari penebangan dan pengangkutan tebu. Tebang angkut merupakan kegiatan yang dilakukan PG Gondang Baru dalam rangka mengadakan bahan baku untuk proses produksi gula dari kebun ke pabrik. Dalam melaksanakan tebang angkut di setiap musim giling, PG Gondang Baru membuat rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) yang berisi

commit to user

giling. Setelah mempunyai RKAP untuk masing-masing wilayah binaan selanjutnya pihak PG melakukan penyuluhan kepada petani untuk

teknis budidaya tebu agar memperoleh hasil sesuai dengan target yang sudah direncanakan sebelumnya. Perbandingan rencana dengan realisasi luas areal panen PG Gondang Baru selama tahun 2009-2011 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10. Perbandingan Rencana Dengan Realisasi Luas Areal Tahun

2009-2011 Di PG. Gondang Baru

Tahun

Rencana Luas Areal

(ha)

Realisasi Luas Areal

(ha)

Selisih Luas

Areal (ha)

341,87 85,91 Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata luas areal pertanaman tebu dari tahun 2009-2011 seluas 2.171 hektar. Pada tahun 2010 nampak terjadi penurunan luas areal pertanaman tebu. Selisih terbesar terjadi pada tahun 2009 yakni seluas 660,43 hektar dari rencana yang telah ditetapkan seluas 2.561 hektar hanya dapat dicapai seluas 1900,57 hektar. Selisih terkecil antara rencana dan realisasi luas areal di PG Gondang Baru terjadi pada tahun 2010 yakni seluas 7 hektar dari rencana yang telah ditetapkan seluas 1.629 hektar dapat dicapai seluas 1.622 hektar karena pada tahun 2010 produktivitas tebu lebih tinggi dari tahun sebelum dan sesudahnya sehingga tebu yang dihasilkan lebih banyak.

Berkurangnya luas areal di PG Gondang Baru dikarenakan banyak petani yang keluar dari kemitraan dengan PG, PG tidak dapat memegang kendali terhadap petani yang tidak konsekuen dengan komitmen yang sudah disepakati dengan pihak PG. Biasanya petani menginginkan tebunya cepat digiling padahal saat itu sedang terjadi

commit to user

tebunya ke PG lain agar mereka lebih cepat mendapatkan hasil. Penyebab lainnya adalah petani kurang puas dengan pelayanan yang

dilakukan oleh PG Gondang Baru, misalnya dalam pencairan pinjaman modal yang menurut mereka lambat.

Lahan yang di alihfungsikan untuk budidaya tanaman lain seperti padi juga merupakan faktor yang menyebabkan berkurangnya luas area di PG Gondang Baru. Pada umumnya petani di lahan sawah lebih senang menanam padi karena di samping tanaman tebu adalah “tanaman pabrik” yang tidak bisa dikonsumsi sendiri, sedangkan tanaman padi adalah “tanaman rakyat” sendiri, juga terbukti menanam padi pada umumnya lebih menguntungkan (Mubyarto dan Daryanti, 1999)

Kegiatan yang dilakukan dalam menunjang dalam kegiatan giling adalah tebang angkut, yaitu menebang dan memuat seluruh batang tebu produktif untuk secepatnya diangkut ke pabrik gula. Sasaran utama dari kegiatan tebnag angkut adalah kontinuitas pasok tebu harian sesuai kapasitas pabrik dengan kualitas tebu layak giling. Tabel 11. Perbandingan Rencana Dengan Realisasi Tebang Angkut

Tahun 2009-2011 Di PG. Gondang Baru

Tahun

Rencana

Tebang Angkut (Ku)

Realisasi Tebang Angkut

(Ku)

Selisih Tebang Angkut

363.799,70 77,00 Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011 Menurut tabel 11 dapat diketahui selisih tebang angkut terbesar terjadi pada tahun 2009 yakni sebanyak 603.300 kuintal dari rencana yang telah ditetapkan sebanyak 1.678.505 kuintal hanya diperoleh 1.030.205 kuintal. Rata-rata rencana tebang per musim giling sebanyak

commit to user

seperti yang sudah dipaparkan di tabel 10. Sedangkan rata-rata realisasi kuantitas tebang angkut sebanyak 1.088.389 kuintal. Dari tahun ke

tahun PG Gondang Baru melakukan penebangan yang tidak jauh berbeda.

Dalam penyediaan bahan baku setiap harinya PG Gondang Baru dituntut untuk mebuat jadwal tebang angkut per hari dari setiap kebun di wilayah binaannya agar tidak terjadi penumpukan maupun kekurangan bahan baku di pabrik. Sinder kebun masing-masing wilayah harus melaporkan perkembangan tanaman tebu di wilayah binaannya agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan perusahaan. Dari rencana tebang angkut yang telah ditetapkan dapat dibuat jadwal tebangan harian yang harus dilaksanakan per harinya. Dalam membuat jadwal jadwal tebangan harian biasanya PG Gondang Baru menggunakan cara membagi jumlah rencana tebang angkut dengan hari giling dengan asumsi bahwa masa produksi berlangsung selama 4 bulan. Untuk produksi harian, biasanya PG Gondang Baru mengambil 70% dari rencana tebang angkut, sedangkan yang 30%nya disisakan untuk diproses produksi hari berikutnya. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

hari 96

giling musim per angkut per tebang Rencana tebang per angkut per Tebang =

Namun dari rencana yang telah dibuat tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini bisa disebabkan karena jalan rusak, truk macet, tenaga penebang yang tak pasti kedatangannya, dan lain-lain.

Bila panen terjadi bersamaan biasanya daerah yang jauh dari PG Gondang Baru didahulukan untuk ditebang mengingat tebu yang sudah masak. Keputusan ini mengingat jika tebu tidak segera ditebang atau digiling dikhawatirkan akan semakin menurunkan rendemen karena perjalanan yang jauh dan memakan waktu lama. Untuk mengetahui

commit to user

dilihat pada tabel berikut: Tabel 12. Jumlah Tebang Angkut Harian Dan Jumlah Produksi Harian

Pada Tahun 2009-2011 di PG. Gondang Baru Tahun

2009

2010

2011 Rata-rata Tebang

Angkut/Musim Giling (ku)

1.678.505 1.108.401 1.524.659 1.437.188 Tebang

Angkut/hari (ku)

18.244,62 12.047,84 14.520,56 14.937,67 Produksi

Tebu/Hari (ku)

12.771,23

8.433,48 10.165,39 10.456, 70 Produksi Tebu

/Hari Saat Kekurangan Bahan Baku (ku)

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011 Dari tabel tersebut dapat diketahui rata-rata tebang angkut disetiap musim giling di PG Gondang Baru sebanyak 1.437.188 kuintal. Upaya untuk memenuhi kuantitas tersebut adalah bekerjasama dengan petani binaan PG Gondang Baru. Dengan sistem kemitraan yang ada diharapkan kebutuhan tebu selama musim giling dapat terpenuhi atau setidaknya realisasi tebang angkut dapat mendekati rencana tebang angkut yang ditargetkan. Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa PG Gondang Baru belum mengoptimalkan penggunaan mesin yang ada. Kapasitas giling PG Gondang Baru adalah 13.500 kuintal per hari namun hanya digunakan rata-rata sebanyak 10.456,70 kuintal per hari atau dapat dikatakan penggilingan yang dilakukan belum maksimal. Keadaan kekurangan bahan baku ( ≤50%) biasanya terjadi di pagi hari antara jam 06.00-09.00 pagi karena saat itu tebu belum sampai di pabrik.

b. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tebu Menurut Metode EPQ

1) Keadaan Persediaan Bahan Baku Telah Pasti

Komponen yang digunakan untuk dapat menghitung jumlah produksi (Q) dan total biaya produksi yang (TC) ekonomis pada

commit to user

tebu giling dalam kuintal (D), biaya persiapan produksi dalam rupiah (S), kuantitas tebang angkut dalam kuintal (P), dan biaya

analisa dalam rupiah (H). Biaya persiapan produksi terdiri atas biaya tenaga di kebun dan biaya pengangkutan. Economical Production Quantity (EPQ) adalah jumlah penggunaan tebu yang ekonomis saat PG Gondang Baru menjalankan kegiatan produksinya selama musim giling sehingga diperoleh kuantitas produksi yang ekonomis. Tabel 13. Penyediaan Bahan Baku Tebu Menurut EPQ Pada Tahun

2009-2011

Tahun

D (Ku)

S (Rp)

P (Ku)

H (Rp/Ku)

Q/hari (Ku)

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui jumlah produksi tebu tertinggi menurut perhitungan EPQ diperoleh pada tahun 2009, yaitu sebesar 13.339,63 kuintal per hari sedangkan jumlah produksi tebu terendah diperoleh pada tahun 2010, sebesar 11.243,75 kuintal. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa produksi tebu harian dipengaruhi oleh kuantitas tebang angkut harian pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamit (1996), Penentuan volume produksi yang optimal dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) adalah persediaan bahan baku dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi.

2) Keadaan Kekurangan Bahan Baku

Keadaan kekurangan bahan baku merupakan suatu kondisi saat terjadi keminimuman bahan baku tebu yang akan diolah sehingga diperlukan suatu usaha untuk memperoleh bahan baku dari wilayah lain, dalam hal ini tempat lain tersebut adalah mendatangkan tebu

commit to user

Grobogan. Menurut metode EPQ (Economical Production Quantity) setiap musim giling agar kegiatan produksi dapat terus berjalan maka PG harus mendapatkan tebu minimum perharinya seperti pada tabel berikut: Tabel 14. Jumlah Minimum Produksi Dan Biaya Yang Dikeluarkan

Per Hari Saat Terjadi Kekurangan Bahan Baku Tebu Pada Tahun 2009-2011

Tahun

q (Ku)

TC* (Rp)

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011 Keterangan: q : kuantitas produksi tebu yang ekonomis per hari saat terjadi

kekurangan bahan baku TC*: total biaya produksi tebu yang ekonomis per hari saat terjadi

kekurangan bahan baku. Setiap kali proses produksi pasti suatu perusahaan akan

mengalami siklus terjadinya kekurangan bahan baku karena faktor ketidakpastian dari luar perusahaan, padahal proses produksi harus berjalan terus setiap hari. Jika proses berhenti dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi pabrik (Ahyari, 1992).

PG Gondang Baru juga mengalami keadaan kekurangan bahan baku tersebut, waktu dimana bahan baku menjadi berkurang dari biasanya. Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperhitungkan jumlah persediaan minimum bahan baku tebu. Pada tabel 14 dapat diketahui bahwa setiap tahun jumlah bahan baku yang harus dikeluarkan oleh pabrik berbeda-beda. Jumlah minimum bahan baku tebu yang harus tersedia setiap musim giling dari tahun 2009-2011 secara berturut-turut adalah 7.306,42

commit to user

memperhitungkan jumlah persediaan tebu minimum per hari, PG juga perlu mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk

pengadaan tebu tersebut (TC*) agar diproleh biaya yang seminimal mungkin. Total biaya produksi yang harus dikeluarkan per harinya jika terjadi kekurangan bahan baku tebu pada tahun 2009-2011 secara berturut-turut adalah sebesar Rp 25.572.462,00, Rp 21.554.591,00 dan Rp 26.238.260.

c. Analisis Selisih Kuantitas Persediaan Bahan Baku Tebu Berdasarkan Kebijakan Perusahaan Dan Metode EPQ Perbandingan pengendalian persediaan bahan baku menurut kebijakan pabrik gula Gondang Baru dengan pengendalian persediaan menurut metode EPQ dilakukan untuk mengetahui apakah kuantitas produksi yang diselenggarakan per hari sudah ekonomis atau belum. Setelah itu diharapkan ke depannya akan terjadi perbaikan kinerja di PG Gondang Baru. Perbandingan antara kebijakan perusahaan dengan metode EPQ dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 15. Jumlah Produksi Per Hari Yang Dilakukan PG Gondang Baru

Dengan Perhitungan EPQ Pada Tahun 2009-2011

1. Produksi menurut kebijakan perusahaan (Ku)

12.771,23

8.433,48 10.165,39

Produksi menurut perhitungan EPQ (Ku)

2. Produksi Saat Bahan Baku Minimal menurut kebijakan Perusahaan(Ku)

6.385,62

4.216,74 5.082,70

Produksi Saat bahan Baku Minimal menurut EPQ(Ku)

1.941,71 1.822,10 Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011 Menurut tabel 15 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan kuantitas produksi yang cukup besar antara jumlah produksi per hari menurut kebijakan perusahaan dengan jumlah produksi per hari saat keadaan

commit to user

diperoleh pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.810,27 kuintal per hari dimana diketahui bahwa pada tahun tersebut walaupun lahan yang

didapat lebih kecil dari tahun sebelumnya tetapi tebu yang dihasilkan secara akumulatif lebih banyak dari tahun sebelumnya sehingga produksi yang dilakukan diharapkan lebih besar. Selisih terendah diperoleh pada tahun 2009 yaitu sebesar 568,40 kuintal per hari. Pada keadaan bahan baku yang minimal, produksi per hari menurut kebijakan perusahaan dengan perhitungan EPQ juga menunjukkan hal serupa yakni kuantitas produksi menurut metode EPQ lebih besar. Selisih terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 1.941,71 kuintal dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2009 sebesar 920,80 kuintal. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa PG Gondang Baru belum melakukan produksi yang ekonomis karena jumlah produksi yang dilakukan menurut kebijakan pabrik lebih kecil dari pada jumlah produksi menurut perhitungan EPQ (Economic Production Quantity).

3. Biaya Persediaan Bahan Baku Tebu Yang Efisien

a. Biaya Persediaan Bahan Baku Tebu Menurut Kebijakan Perusahaan Di Pabrik Gula Gondang Baru Klaten

Penyediaan bahan baku tebu tidak terlepas dari adanya sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pabrik. Biaya bahan baku (Material cost ) terdiri atas direct-material cost dan indirect-material cost. Direct- Material Cost adalah semua biaya bahan yang secara fisik dapat diidentifikasi sebagai bagian dari produk jadi dan biasanya merupakan bagian terbesar dari material pembentuk harga pokok produksi (Nasution, 2006). Biaya produksi bulanan dan harian yang dikeluarkan oleh PG Gondang Baru dapat dilihat pada tabel berikut:

commit to user

Tahun 2009-2011

2011 Biaya Bulanan (Rp)

309.260.990

561.914.612

772.058.647 Biaya Harian (Rp)

10.225.400

18.630.500

25.597.800 Biaya Harian Saat Bahan Baku (Rp)

5.112.700

9.315.250

12.798.900 Sumber: Analisis Data Sekunder , 2011

Pengadaan bahan baku untuk kegiatan produksi tidak terlepas dari adanya biaya yang dikeluarkan. Hal yang sama juga terjadi di PG. Gondang Baru, selama proses masa produksi (musim giling). Dari tabel 16 dapat diketahui total biaya produksi bahan baku terbesar yang dikeluarkan adalah pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 772.058.647,00 per bulan atau Rp 25.597.800,00 per hari. Sedangkan total biaya terkecil adalah pada tahun 2009 dengan nilai Rp 309.260.990,00 per bulan atau Rp 10.225.400,00 per hari. Hal ini dikarenakan dari tahun ke tahun biaya yang dikeluarkan cenderung meningkat sesuai dengan keadaan sosial ekonomi yang dari tahun ke tahun juga berubah, seperti naiknya biaya untuk upah tenaga kerja. Saat keadaan bahan baku kurang biaya yang dikeluarkan oleh PG dari tahun 2009-2011 secara berturut-turut sebesar Rp 5.112.700,00, Rp 9.315.250,00, dan Rp 1.798.900,00.

b. Biaya Persediaan Bahan Baku Tebu Menurut Metode EPQ

Metode Economic Production Quantity (EPQ) dapat digunakan untuk mengefisienkan biaya persediaan yang dikeluarkan di PG Gondang Baru. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan menurut metode EPQ dapat dilihat pada tabel di berikut:

commit to user

Tahun 2009-2011

Tahun

D(Ku)

S(Rp)

P (Ku)

H (Rp/Ku)

TC/hari (Rp)

3.800 14.371.287 Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011

Menurut tabel 17 dapat diketahui bahwa total biaya produksi per hari terbesar diperoleh pada tahun 2009, yaitu sebesar Rp

14.006.615,00 per hari, sedangkan total biaya terkecil diperoleh pada tahun 2010, yaitu sebesar Rp 11.805.936,00. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa produksi tebu harian dipengaruhi oleh kuantitas tebang angkut harian pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamit (1996), Penentuan volume produksi yang optimal dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) adalah persediaan bahan baku dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi.

c. Analisis Selisih Biaya Persediaan Bahan Baku Tebu Berdasarkan Kebijakan Perusahaan Dan Metode EPQ Proses produksi di suatu perusahaan pasti mengeluarkan biaya- biaya yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku sehingga total biaya yang dikeluarkan juga perlu diperhatikan. Untuk dapat mengetahui efisiensi biaya produksi, maka diperlukan perbandingan antara total biaya persediaan menurut kebijakan perusahaan dan menurut perhitungan metode EPQ (Economic Production Quantity). Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel 18 sebagai berikut:

commit to user

Gondang Baru Dengan Perhitungan Dari EPQ Pada Tahun 2009-2011

1. Bahan Baku Pasti Total biaya menurut kebijakan perusahaan (Rp)

10.225.400 18.630.500 25.597.800 18.151.200

Total biaya menurut perhitungan EPQ (Rp)

2. Kekurangan Bahan Baku

Total biaya menurut kebijakan perusahaan (Rp)

Total biaya menurut perhitungan EPQ (Rp)

25.572.462 21.554.591 26.238.260 24.455.104

Selisih

20.459.762 12.239.341 13.439.360 15.379.488 Sumber: Analisis Data Sekunder , 2011

Berdasarkan tabel 18 dapat diketahui selisih total biaya menurut kebijakan perusahaan dengan total .biaya menurut perhitungan EPQ. Pada tahun 2009, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan ternyata menunjukkan nilai yang lebih kecil dari pada total biaya menurut perhitungan EPQ. Berarti pada tahun tersebut biaya yang dikeluarkan oleh PG Gondang Baru sudah efisien. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan pada keadaan bahan baku telah pasti dari tahun 2009-2011 adalah sebesar Rp 18.151.200,00 sementara menurut metode EPQ sebesar Rp 13.394.605,00 dan rata-rata selisih antara keduanya sebesar Rp 7.277.422,00. Selisih biaya yang terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 11.226.500,00 per hari. Pada keadaan

kekurangan bahan baku biaya yang dikeluarkan menurut kebijakan perusahaan lebih kecil dari pada menurut kebijakan EPQ. Rata-rata biaya yang dikeluarkan menurut kebijakan perusahaan sebesar

commit to user

kebijakan perusahaan sebesar Rp 24.455.104,00. Biaya yang cukup besar menurut metode EPQ ini dikarenakan PG harus mendatangkan tebu

dari luar wilayah binaan.

4. Penjadwalan Masa Tanam Dan Masa Panen Tanaman Tebu

a. Menurut Kebijakan Pabrik Gula Gondang Baru Penjadwalan dilakukan untuk memperlancar kegiatan penyediaan bahan baku maupun kegiatan produksi yang dilakukan PG Gondang Baru. Pada umumnya PG Gondang Baru hanya melihat kondisi iklim secara keseluruhan karena PG Gondang Baru tidak mempunyai stasiun cuaca di setiap wiayah binaannya. Pihak PG tidak memperhitungkan kondisi iklim di setiap daerah, sehingga pembuatan jadwal tanam maupun panen diasumsikan sama di setiap daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel curah hujan yang ada di PG Gondang Baru di bawah ini: Tabel 19. Laporan Curah Hujan PG Gondang Baru

Bulan

Rata-rata curah hujan (mm)

Januari Februari

Maret

April

Mei Juni

Juli Agustus September

Oktober November

263 Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011 Berdasarkan tabel 19 diketahui bahwa kondisi iklim di setiap

daerah tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Tidak ada gambaran mana yang lebih cocok untuk menanam tanaman tebu. Dengan tidak mengetahui kondisi iklim di setiap daerah secara tepat maka pihak PG

commit to user

panen, hal ini dapat diketahui dari seringnya terjadi panen yang secara bersamaan antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. Pemanenan tidak

dapat ditunda karena tebu yang sudah siap tebang jika ditunda dapat menurunkan kualitas tebu itu sendiri.

b. Metode Just In Time Production System (JIT) Berdasarkan Data Curah Hujan Pada Wilayah Binaan Penjadwalan masa tanam dan masa panen tanaman tebu dengan metode Just In Time Production System (JIT) dilakukan dengan cara mengamati curah hujan yang terjadi selama 5 tahun terakhir di 4 wilayah binaan PG Gondang Baru. Wilayah tersebut adalah Kabupaten Klaten, Boyolali, Salatiga dan Semarang. Data curah hujan diperoleh dari BMKG yang Jawa Tengah yang berada di Semarang. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah wilayah-wilayah binaan tersebut efektif untuk penanaman tebu. Tabel 20. Rata-rata Curah Hujan/Bulan Di Kabupaten Klaten, Boyolali,

Salatiga Dan Semarang Dari Tahun 2007-2011

Bulan

Rata-rata curah hujan di 4 wilayah kabupaten (mm) Klaten

Boyolali

Salatiga Semarang

373 Sumber: BMKG, 2011

Tabel 20 menunjukkan gambaran yang jelas tentang rata-rata curah hujan yang terjadi di masing-masing wilayah binaan. Tanaman tebu membutuhkan kadar air yang berbeda-beda di setiap fase

commit to user

pertumbuhan, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5-6 bulan berurutan, 2 bulan transisi dengan

curah hujan 125 mm per bulan, dan 4-5 bulan berurutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Maka dari itu, diperlukan pengawasan yang terus-menerus agar tanaman tebu tidak mengalami kelebihan atau kekurangan air, karena jika kelebihan air dapat menyebabkan berkurangnya kadar sakarosa dalam batang tanaman tebu yang berarti dapat menurunkan jumlah gula yang akan didapat.

Waktu penanaman tebu yang ideal adalah di awal musim hujan karena pada fase awal pertumbuhan tebu membutuhkan air dalam jumlah yang banyak sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi dengan mudah. Varietas tebu yang ditanam sangat berpengaruh untuk disesuaikan dengan masa giling pabrik yakni antara bulan Mei-Agustus karena varietas akan berpengaruh terhadap usia tanaman tebu. Jenis PS dan BZ misalnya. BZ siap dipanen saat usia 9 bulan dan PS siap dipanen pada usia 10-12 bulan karena pada saat itu rendemennya sudah tinggi.

Menurut tabel 20 dapat diketahui bahwa 4 wilayah binaan PG Gondang Baru yakni Kabupaten Klaten, Boyolali, Salatiga dan Semarang cocok untuk areal tanam tebu karena memiliki curah hujan yang sesuai yaitu mendekati 75-200 mm per bulan untuk pertumbuhan tanaman tebu.

Penjadwalan masa tanam dan masa panen tanaman tebu disesuaikan pada jumlah curah hujan agar bahan baku tersedia di saat yang tepat. Karena curah hujan sangat berkaitan dengan tingkat rendemen tebu. Maka dari itu, agar diperoleh rendemen yang tinggi sebaiknya tebu dipanen pada saat curah hujan sedikit. Untuk mengetahui penjadwalan yang baik dapat dilihat pada tabel berikut:

commit to user

Dengan Metode JIT Didasarkan Pada Jumlah Curah Hujan Di Kabupaten Klaten, Boyolali, Salatiga Dan Semarang

Semarang Varietas

Dan Umur (bulan)

PS 864 (9-10)

BZ 132 (9-10) PS 79 (10-11 ) PS 176 (11-12)

PS 864 (9-10) PL 54 (9-10)

Masa Tanam Dan jumlah Curah Hujan (mm/ bulan)

Oktober (132,2 mm)

Oktober (105,8 mm)

September (61,8 mm) Oktober (134,8 mm)

Oktober (188,8 mm)

Masa Panen Dan jumlah Curah Hujan (mm/ bulan)

Juli (44,4 mm)

Juli (2 mm) Agustus (7,2 mm)

Juni (102,2 mm) Juli (44,4 mm) Agustus (38 mm)

Juli (76 mm)

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011 Tabel 21 menunjukkan bahwa di 4 wilayah binaan yang meliputi Kabupaten Klaten, Boyolali, Salatiga, dan Semarang mempunyai masa tanam dan masa panen yang hampir bersamaan, sehingga pihak PG harus memperhitungan jadwal penebangan untuk setiap wilayah secara tepat. Penjadwalan menurut metode JIT dilakukan dengan menyesuaikan karakteristik tebu (umur) dengan curah hujan di setiap wilayah. Adapun varietas tebu yang memiliki umur 9-10 bulan antara lain PS 864, PL 54, dan BZ 132. Varietas tebu yang berumur antara 10-12 bulan antara lain PS 79 dan PS 176. Masa tanam di Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Semarang dimulai pada bulan Oktober Sedangkan masa panen antara bulan Juli dan Agustus. Masa tanam di Kabupaten Salatiga dimulai pada bulan September dan memasuki masa panen di bulan Juni.

commit to user