TAMAN MAKAM VERTIKAL DI JAKARTA

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAMAN MAKAM VERTIKAL DI JAKARTA

" SEBAGAI TAMAN PUBLIK DAN PEMAKAMAN TERPADU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PRAGMATIK UTOPIAN"

Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh :

DAN DARE ARRADHIKA I0208007 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR PROGRAM STUDI ARSITEKTUR KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

TAMAN MAKAM VERTIKAL DI JAKARTA Sebagai Taman Publik dan Pemakaman Terpadu dengan Pendekatan Arsitektur Pragmatik Utopian

PENYUSUN : DAN DARE ARRADHIKA NIM

: I 0208007

JURUSAN : ARSITEKTUR TAHUN

Telah diperiksa dan disetujui Tanggal : Juli 2012

Pembimbing I

Tugas Akhir

Ir. Agus Heru Purnomo, MT. NIP. 19560801 198601 1 002

Pembimbing II Tugas Akhir

Tri Joko Daryanto, ST, MT. NIP. 19690509 199702 1 001

Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS

Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT. NIP. 19620610 199103 1 001

Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNS

Kahar Sunoko, ST, MT. NIP. 19690320 199503 1 002

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'aalamiin, Konsep Perencanaan dan Konsep Perancangan Taman Makam Vertikal di Jakarta Sebagai Taman Publik dan Pemakaman Terpadu dengan Pendekatan Arsitektur Pragmatik Utopian ini berhasil penulis selesaikan dengan mudah dan lancar. Penulis berharap penulisan ini dapat membuka peluang baru pada generasi mendatang dalam memilih judul proyek tugas akhir yang lebih berani dan menantang. Semoga penulisan ini senantiasa memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih.

Surakarta, Juli 2012

Dan Dare Arradhika

Allah SWT

"Engkaulah yang melampaui dan mengatasi segalanya"

Rasulullah Muhammad SAW

"Engkau yang diutus sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta"

Ibu So'imi Rochmaningsih, Bp. Satriya Widyogomo, Arrayasi Atria Danesti, Astral Artemisia, Aretha Orva Ultima, Madinatul Munawaroh Keluarga Besar Bp. Soegiman T.S. + Bp. Rahardjo Wiryonitisastro

"Terimakasih atas segala bantuan moral maupun material yang senantiasa menyelimuti langkah kaki ini dalam menapaki jalan kehidupan"

Ir. Sri Purwaningsih, Kahar Sunoko, ST , MT Ir. Agus Heru P., MT , Tri Joko D. ST, MT seluruh dosen dan karyawan jurusan arsitektur UNS

"Terimakasih atas segala bimbingan dan jasa-jasa yang tak kan ternilai selama kurang lebih empat tahun jiwa raga ini menimba ilmu di Jurusan Arsitektur UNS "

Tim Hore Arch 08

"Kasih sayang, perselisihan, persahabatan, benci, cinta, kekhilafan, kehangatan,

apapun yang telah kita jalani, sedang kita rasakan, dan kelak akan terjadi, semoga kita tetap menjadi KELUARGA yang senantiasa HORE"

Kaka Tingkat + Adik Tingkat Semuanya

" Terima kasih telah menjadi salah satu generator yang senantiasa memotivasi tubuh ini untuk senantiasa berkarya dan mencetak prestasi, dan sesuatu yang spesial patut

untuk diberikan pada adik tingkat (angkatan berapapun) yang lulus dengan IPK lebih dari 3,93 dan berani menghubungi invincible.danz@gmail.com, semangat !!! "

Dan segala yang diciptakanNya di dunia ini

"Terimakasih, karena setiap unsur dari sistem kehidupan di dunia ini akan senantiasa saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tak langsung-butterfly effect"

Hanyalah sekumpulan kata terangkai sebagai kalimat, Apapun itu, semoga bermanfaat,

Kadang kita merasa,, Hidup itu tak selalu manis seperti apa yang kita harapkan,,

Namun ketahuilah,,, Bahwa hidup itu juga tak kan selalu pahit seperti yang kita khawatirkan,,,

Dengan Yakin, Do'a, dan Usaha,,,, InsyaAllah kesuksesan akan senantiasa tercapai dengan ridhoNya,,,,

Enjoy The Process as Playing The Game,,,

--Dan Dare Arradhika--

Gambar 4.24 Kolom Lengkung..................................................................................73 Gambar 4.25 Struktur Jembatan Layang....................................................................73 Gambar 4.26 Struktur Bangunan Pengelola...............................................................74 Gambar 4.27 Pembangkit Listrik...............................................................................75 Gambar 4.28 Sprinkle Penyiram Tanaman................................................................76 Gambar 4.29 Sistem Drainase....................................................................................76 Gambar 4.30 Pembuangan Asap Hasil Kremasi.........................................................77 Gambar 4.31 Sistem Parkir Autostadt........................................................................78 Gambar 4.32 Sistem Parkir Sepeda Vertikal di Jepang..............................................79 Gambar 5.1 Site Terpilih.............................................................................................85

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kepadatan Penduduk Jakarta Tahun 2006-2010........................................33 Tabel 3.2 Jumlah Kelahiran dan Kematian Provinsi Jakarta 2011............................34 Tabel 3.3Data Iklim Wilayah Jakarta.........................................................................35 Tabel 4.1 Perhitungan Besaran Ruang.......................................................................47 Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk Jakarta tahun 2006-2010..........................................51 Tabel 5.1 Konsep Kegiatan dan Kebutuhan Ruang...................................................80 Tabel 5.2 Besaran Ruang............................................................................................83

BAB I PENDAHULUAN

A. Judul

“ Taman Makam Vertikal di Jakarta“ (Sebagai Taman Publik dan Pemakaman Terpadu dengan Pendekatan Arsitektur Pragmatik Utopian)

Merupakan suatu fasilitas pemakaman terpadu yang menyatukan kegiatan pendukung ke dalam satu area pelayanan dan berfungsi ganda sebagai ruang terbuka hijau publik dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian dalam desain fasilitas secara vertikal (bertingkat) untuk merespon fenomena keterbatasan lahan di Jakarta.

B. Latar Belakang

Kematian merupakan fenomena yang pasti dialami oleh makhluk hidup. Kematian merupakan akhir dari kehidupan manusia di dunia sekaligus suatu transisi menuju kehidupan kekal di alam akhirat. Orang yang telah meninggal tentunya harus disemayamkan dengan layak sebagai wujud penghormatan terakhir dan juga sebagai memorial kepada kerabat yang ditinggalkannya.

Selama ini pemakaman sebagai wadah dari penyemayaman jenazah kurang begitu diperhatikan dalam dunia arsitektur. Hal ini mengakibatkan pemakaman kurang begitu terekspos dalam masyarakat. Padahal secara tersirat pemakaman merupakan sarana pengingat kematian bagi orang yang masih hidup. Dengan senantiasa mengingat kematian manusia akan cenderung berhati-hati dalam menjalani hidup. Sehingga fasilitas pemakaman perlu dikembangkan lewat arsitektur agar lebih terekspos pada masyarakat sebagai suatu pengingat kematian.

Penyediaan layanan pendukung pemakaman jenazah perlu untuk dipadukan dalam satu area pelayanan. Hal tersebut dipengaruhi perkembangan zaman menuntut manusia untuk memenuhi kebutuhan secara cepat. Sehingga dengan adanya one stop service dalam penyediaan keperluan pendukung seperti administrasi pemakaman, mobil jenazah, pemulasaraan jenazah, peti jenazah, dan lain sebagainya diharapkan prosesi pemakaman dapat berjalan lebih efektif.

Keterbatasan lahan pada aspek penyediaan ruang terbuka hijau merupakan salah satu masalah serius yang dialami Kota Jakarta. Penyediaan ruang terbuka hijau di Jakarta saat ini baru mencapai sembilan persen dari tiga puluh persen yang disyaratkan pemerintah. Jumlah itu juga dapat berkurang dengan maraknya penggusuran taman dan pemakaman untuk pembangunan bangunan komersil. Padahal ruang terbuka hijau memiliki esensi yang tinggi bagi suatu kota. Di satu sisi ruang terbuka hijau dapat digunakan oleh masyarakat kota sebagai taman publik untuk berinteraksi, berolah raga, dan juga melakukan refreshing. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan suatu wadah untuk saling berinteraksi dengan orang lain dan juga berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Di sisi lain ruang terbuka hijau memiliki beberapa essensi sebagai paru paru kota, resapan air hujan, dan habitat beberapa flora fauna yang ada sehingga dapat menjaga kesimbangan ekosistem kota. Sehingga pemerintah perlu melakukan suatu usaha dalam merespon fenomena keterbatasan lahan yang terjadi di Kota Jakarta ini.

Sistem bangunan vertikal merupakan alternatif solusi yang sangat efektif dalam merespon keterbatasan lahan semenjak semakin berkembangnya teknologi bangunan. Dengan sistem ini luas lahan dapat dilipatgandakan sesuai keinginan dan kemampuan. Sehingga dengan memanfaatkan potensi kemajuan teknologi sekarang ini sistem vertikal ini dapat diadopsi sebagai alternatif solusi dari fenomena keterbatasan lahan pemakaman dan ruang terbuka hijau publik di Kota Jakarta.

Menggabungkan area pemakaman terpadu dan taman publik merupakan suatu usaha yang efektif dalam merespon keterbatasan lahan namun kedua hal tersebut memiliki sifat yang bertolak belakang. Taman publik identik dengan suasana yang ramai dan bebas sedangkan area pemakaman identik dengan suasana yang sepi dan dibatasi. Kedua hal yang berbeda tersebut dijembatani dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian . Suatu evolusi dari dunia arsitektur dimana seorang arsitek tidak harus memilih satu dari dua pilihan yang saling bertolak belakang, namun bisa memilih semuanya lewat strategi penggabunggan pontensi dari keduanya agar dapat berjalan bersama secara harmonis.

Mendesain lansekap pemakaman dan taman publik secara vertikal (bertingkat) merupakan suatu hal yang terkesan utopis. Hal tersebut terjadi karena pemakaman dan taman sewajarnya didesain pada suatu lansekap terbuka yang Mendesain lansekap pemakaman dan taman publik secara vertikal (bertingkat) merupakan suatu hal yang terkesan utopis. Hal tersebut terjadi karena pemakaman dan taman sewajarnya didesain pada suatu lansekap terbuka yang

C. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana merancang fasilitas pemakaman vertikal yang memadukan kegiatan pendukung ke dalam satu area pelayanan dan berfungsi ganda sebagai ruang terbuka hijau publik di Jakarta dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

D. Persoalan

Beberapa permasalahan yang diangkat antara lain

1. Bagaimana memadukan kegiatan pendukung pemakaman yang saling terpisah?

2. Bagaimana memadukan fungsi pemakaman dengan fungsi taman publik dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian agar dapat berjalan selaras?

3. Bagaimana merancang taman publik dan pemakaman terpadu yang mampu mendukung usaha perluasan ruang terbuka hijau kota?

4. Bagaimana strategi pemilihan site yang tepat agar fasilitas Taman Makam Vertikal memiliki manfaat lebih bagi lingkungan sekitar?

5. Bagaimana merancang taman publik dan pemakaman terpadu dengan sistem vertikal yang mampu merespon fenomena keterbatasan lahan di Jakarta?

6. Bagaimana merancang fasilitas taman publik dan pemakaman terpadu yang dapat menjadi sarana pengingat kematian sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian ?

7. Bagaimana mengaplikasikan suatu landsekap ke dalam fasilitas Taman Makam Vertikal sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian?

8. Bagaimana strategi pengkondisian unsur alami dari pemakaman dan taman ke dalam suatu fasilitas Taman Makam Vertikal?

9. Bagaimana mengaplikasikan inovasi teknologi ke dalam fasilitas Taman Makam Vertikal sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian?

E. Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah mendapatkan suatu konsep perencanaan dan perancangan fasilitas pemakaman vertikal yang memadukan kegiatan pendukung ke dalam satu area pelayanan dan berfungsi ganda sebagai ruang terbuka hijau publik di Jakarta dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

F. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai dalam penulisan ini antara lain

1. Tercapainya konsep pemakaman terpadu yang menyatukan fungsi kegiatan pendukung ke dalam suatu area pelayanan.

2. Tercapainya konsep penggabungan kegiatan fungsi pemakaman dan taman publik sesuai dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

3. Tercapainya konsep hubungan antar ruang yang dapat mendukung kegiatan pemakaman terpadu dan taman publik yang diwadahi.

4. Tercapainya konsep pemilihan site yang sesuai dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

5. Tercapainya konsep pengolahan site yang sesuai dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian .

6. Tercapainya konsep tampilan dan bentukan massa fasilitas Taman Makam Vertikal dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

7. Tercapainya konsep penyelesaian struktur bangunan fasilitas Taman Makam Vertikal yang sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

8. Tercapainya konsep pemilihan material bangunan yang kuat dan tahan lama untuk fasilitas Taman Makam Vertikal sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian .

9. Tercapainya konsep utilitas yang mendukung fungsi pemakaman terpadu dan taman publik dengan maksimal sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian.

G. Metode Pembahasan

1. Pengumpulan Data

a. Observasi Melakukan survey langsung pada areal pemakaman untuk melihat bagaimana keadaan pemakaman eksisting pada umumnya untuk melihat berbagai masalah yang ada di dalamnya. Selain itu juga melihat bagaimana pengolahan lahan makam yang ada sekarang untuk merumuskan pengolahan lahan yang lebih baik. Melihat suatu prosesi pemakaman secara langsung di areal pemakaman dan melihat aktivitas yang ada di dalamnya.

b. Studi Literatur Yaitu mencari data dan teori yang berhubungan dengan pemakaman, taman publik, dan pendekatan arsitektur pragmatik utopian lewat buku. Referensi yang digunakan untuk meninjau taman kota adalah buku "Ruang Terbuka Hijau" karya Niniek Anggraini dan referensi untuk meninjau pendekatan arsitektur pragmatik utopian adalah "Yes Is More" karya Bjarke Ingle Group.

c. Studi Preseden Yaitu mencari preseden pemakaman yang difungsikan sebagai ruang publik seperti San Diego Hill - Kawarang Barat dan preseden pemakaman vertikal seperti Moksha Tower - Mumbai.

d. Wawancara Melakukan wawancara pada responden dari penganut agama yang berbeda untuk mengumpulkan informasi mengenai prosesi penyemayaman jenazah sesuai aturan masing-masing agama.

2. Analisis Data

a. Input Data dan teori mengenai

1) Kematian

2) Pemakaman

3) Taman Publik

4) Arsitektur Pragmatik Utopian 4) Arsitektur Pragmatik Utopian

c. Output Merupakan hasil analisis dari aspek kegiatan, peruangan, pemilihan site, pengolahan site, tampilan, tata massa, struktur, dan utilitas dengan tinjauan teori taman publik, pemakaman terpadu, dan arsitektur pragmatik utopian.

3. Merumuskan Konsep

Merumuskan hasil analisis yang telah dilakukan pada aspek kegiatan, peruangan, pemilihan site, pengolahan site, tata massa, struktur, dan utilitas sehingga mendapatkan konsep perencanaan dan perancangan fasilitas Taman Makam Vertikal di Jakarta.

H. Batasan dan Ruang Lingkup

1. Batasan

Dalam kasus ini Taman Makam Vertikal yang dimaksud adalah pemakaman vertikal yang menyatukan kegiatan pendukung dan berfungsi ganda sebagai taman publik sebagai respon fenomena keterbatasan lahan di Jakarta dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian menurut Bjarke Ingles. Arsitek Bjarke Ingles dipilih karena merupakan arsitek yang mengaplikasikan pola pikir pragmatik utopian ke dalam dunia arsitektur sebagai suatu bentuk inovasi dari evolusi hasil adaptasi terhadap perkembangan kehidupan manusia.

Konsep Taman Makam Vertikal di Jakarta

(Sebagai Taman Publik dan Pemakaman Terpadu dengan Pendekatan Arsitektur Pragmatik Utopian)

Kematian & Pemakaman

Terpadu

Teori Taman Publik

Analisis

Kegiatan Peruangan Pemilihan Site Pengolahan Site

Tata Massa &

Teori Arsitektur Pragmatik

Utopian

Bagan 1.1 Proses Analisis

2. Ruang Lingkup

Untuk ruang lingkup yang dibahas adalah konsep dan teori yang tepat untuk perencanaan dan perancangan fasilitas Taman Makam Vertikal di Jakarta sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian menurut Bjarke Ingles dalam buku "Yes is More". Untuk hal hal yang menyangkut arsitektural antara lain pengolahan site, tampilan, tata massa, struktur, utilitas, dan sebagainya.

I. Sistematika Pembahasan

TAHAP I Tahap ini membahas gambaran awal secara menyeluruh tentang konsep perencanaan dan perancangan Taman Makam Vertikal di Kota Jakarta mulai dari latar belakang, rumusan permasalahan, persoalan, tujuan, sasaran, metode, dan sistematika pembahasan.

TAHAP II Tahap ini membahas tinjauan yang mencakup tinjauan teori dan tinjauan preseden berkaitan dengan pemakaman, taman publik, dan arsitektur pragmatik utopian menjadi dasar dalam melakukan analisis untuk mendapatkan konsep perencanaan dan perancangan Taman Makam Vertikal di Kota Jakarta. Referensi mengenai taman publik diperoleh dari buku Ruang Terbuka Hijau karya Niniek Anggraini dan pendekatan arsitektur pragmatik utopian diperoleh dari buku Yes Is More karya Bjarke Ingles.

TAHAP III Dalam tahap ini membahas data makro dan mikro dari lokasi terpilih yaitu Kota Jakarta. Membahas dinamika penduduk Kota Jakarta dan berbagai potensi yang ada di dalamnya berkaitan dengan Taman Makam Vertikal yang direncanakan.

TAHAP IV Dalam tahap ini membahas proses analisis untuk mendapatkan konsep perencanaan dan konsep perancangan Taman Makam Vertikal di Kota Jakarta. Termasuk di dalamnya analisis peruangan, penataan site, tampilan, tata massa,

TAHAP V Tahap ini merupakan penjabaran dari output analisis yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dalam bentuk konsep perencanaan dan perancangan Taman Makam Vertikal di Kota sebagai fasilitas pemakaman vertikal yang memadukan kegiatan pendukung ke dalam satu area pelayanan dan berfungsi ganda sebagai ruang terbuka hijau publik di Jakarta dengan pendekatan arsitektur pragmatik utopian

BAB II TINJAUAN

Bab ini menjabarkan tinjauan mengenai kematian, lahan pemakaman, taman publik, dan pendekatan arsitektur pragmatik utopian yang menjadi dasar dalam melakukan analisis pada tahap selanjutnya.

A. Kematian

1. Pengertian Kematian

Kematian merupakan akhir dari kehidupan yaitu ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.

2. Pandangan Kematian Menurut Lima Agama Besar di Indonesia

a. Menurut pandangan Islam kematian pada hakikatnya merupakan peralihan hidup dari satu alam ke alam lainnya. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan terminal awal untuk menuju kepada kehidupan kekal di akhirat. ( Nababan, H. Syamsul Arifin, Kematian Dalam Perspektif Islam, Makalah (tidak dipublikasikan), Yayasan An Naba' , Banten )

b. Menurut pandangan agama Budha kematian mengacu pada faktor terpenting untuk menentukan kematian yaitu unsur-unsur batiniah suatu makhluk hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih dapat berfungsi sebagaimana layaknya (secara alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis ), seseorang dikatakan mati apabila kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dalam dirinya. Begitu muncul sesaat, kesadaran ajal akan langsung padam. Kepadaman kesadaran ajal merupakan „the point of no return’ bagi suatu makhluk dalam kehidupan ini. Kematian merupakan suatu transisi menuju kehidupan mendatang. (Sañjîvaputta, Jan, (1999), Menguak Misteri Kematian , LPD Publisher, Bangkok.) b. Menurut pandangan agama Budha kematian mengacu pada faktor terpenting untuk menentukan kematian yaitu unsur-unsur batiniah suatu makhluk hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih dapat berfungsi sebagaimana layaknya (secara alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis ), seseorang dikatakan mati apabila kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dalam dirinya. Begitu muncul sesaat, kesadaran ajal akan langsung padam. Kepadaman kesadaran ajal merupakan „the point of no return’ bagi suatu makhluk dalam kehidupan ini. Kematian merupakan suatu transisi menuju kehidupan mendatang. (Sañjîvaputta, Jan, (1999), Menguak Misteri Kematian , LPD Publisher, Bangkok.)

d. Menurut pandangan umat katholik kematian adalah titik akhir peziarahan manusia di dunia, titik akhir dari masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepadanya, supaya melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan menuju dunia keabadian. (Katekismus Gereja Katholik, 1013, www.luxveritatis7.wordpress.com, diakses pada 12 November 2011)

e. Menurut pandangan kristen Kematian adalah pintu menuju hidup kekal yaitu kelepasan dari segala dosa menuju hidup kepada kehidupan bersama Allah.

( Siregar, Pdt. F. H. B. , (2010), Kematiaan Menurut Ajaran Kristen, www.hkbptapiannaulipematangsiantar.blogspot.com, diakses pada 12 November 2011)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kematian merupakan suatu transisi menuju kehidupan yang kekal di alam akhirat. Kehidupan setelah kematian sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan seseorang selama hidupnya. Fenomena kematian hendaknya menjadi suatu pengingat bagi manusia yang masih hidup untuk lebih berhati hati dalam menjalani kehidupan. Sehingga pemakaman sebagai penyemayaman jenazah perlu lebih diekspos pada amsyarakat lewat arsitektur.

3. Fenomena Pembusukan

Jenazah manusia yang telah meninggal dunia akan mengalami pembusukan dalam kurun waktu sekitar 24 jam kematian. Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium welchii. terdapat sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, antara lain

a. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.

c. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.

d. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.

e. Konstitusi tubuh. Pembusukan tubuh gemuk lebih cepat dari tubuh kurus.

f. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).

g. Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan.

h. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen, stibium , dan asam karbonat memperlambat pembusukan.

i. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami pembusukan. Proses pembusukan jasad manusia yang telah meninggal menghasilkan senyawa yang berbahaya untuk makhluk hidup seperti asam asetat, gas metana, dan cairan lain yang mengandung protein toksik. Sehingga ( Al-Fatih II, Muhammad, (2007), Forensik, Klinik Indonesia. www.klinikindonesia.com diakses pada 20 Desember 2011)

Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dari sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambat pembusukan terdapat empat faktor luar yang dapat dikendalikan lewat penyelesaian arsitektural yaitu jumlah mikro organisme, suhu optimal, kelembaban udara, dan sifat medium. Proses pembusukan menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi makhluk hidup sehingga penyemayaman jenazah memerlukan suatu penanganan khusus agar tidak membahayakan lingkungan sekitar.

B. Pemakaman

1. Pengertian Pemakaman

Pemakaman merupakan tempat menguburkan jenazah orang yang telah meninggal. (Sugono, Dendy, (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta)

2. Fungsi Pemakaman

Area pemakaman memiliki beberapa fungsi , antara lain

a. Sebagai tempat penyemayaman jenazah a. Sebagai tempat penyemayaman jenazah

c. Sebagai pengingat kematian bagi manusia yang masih hidup

d. Sebagai area peresapan air hujan

e. Sebagai bagian dari ruang terbuka hijau kota

3. Elemen Pemakaman

Beberapa elemen yang terdapat pada pemakaman antara lain

a. Petak kubur

b. Vegetasi (Pohon , perdu, tanaman penutup tanah,dll)

c. Penanda makam (kijing, semen, kayu, tanah ditinggikan,dll)

d. Jalan Setapak

e. Perkerasan

f. Bangunan penjaga makam

g. Saluran drainase

h. Area cuci kaki

4. Macam Pemakaman

Pemakaman di indonesia dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu

a. Pemakaman umum

b. Pemakaman khusus, termasuk di dalamnya

1) pemakaman agama tertentu

2) pemakaman adat

3) pemkamanan cina

4) pemakaman tanah wakaf

5) pemakaman pribadi / keluarga

6) makam pahlawan

5. Karakter Pemakaman

Beberapa karakteristik pemakaman di Indonesia, antara lain

a. Relatif sepi

b. Dominasi vegetasi plumeria (kambuja)

c. Terdapat petak makam

d. Terkesan angker dan menakutkan d. Terkesan angker dan menakutkan

f. Secara audio cenderung tenang

g. Terdapat pelayanan pendukung pemakaman

h. Kegiatan dibatasi aturan

6. Pelayanan Pendukung Pemakaman

Menurut Perda No.3 Tahun 2007 Pasal 9 tentang pemakaman disebutkan bahwa pelayanan pendukung pemakaman antara lain

a. pelayanan jasa pengurusan jenazah

b. angkutan jenazah

c. pembuatan peti jenazah

d. perawatan jenazah

e. pelayanan rumah duka

f. pengabuan atau kremasi

g. tempat penyimpanan abu jenazah

h. kegiatan atau usaha lain di bidang pelayanan pemakaman

7. Prosesi menurut lima agama besar di Indonesia

a. Menurut Ajaran Islam

1) Muslim yang telah meninggal dunia harus dimandikan, dikafani, dan disholatkan dulu sebelum dikubur. Bagi umat islam yang masih hidup keikutsertaan dalam prosesi ini hukumnya fardhu khifayah, yaitu wajib untuk dilakukan oleh umat muslim, namun apabila sudah ada yang melakukannya maka kewajiban bagi yang lain akan digugurkan.

2) Konsep penyemayaman jenazah dalam Ajaran Islam adalah manusia berasal dari saripati tanah dan kembali ke tanah sehingga penyemayaman jenazah harus dikubur di dalam tanah agar menjadi tanah. Hal ini termuat Al Quran,

a. Surat Thaahaa (20) ayat 55 :

"Dari bumi (Tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami mengeluarkanmu pada kali yang lain"

(17)-"Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik baiknya" (18)- "kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar benarnya" Sehingga umat Islam yang telah meninggal harus dikubur dalam media tanah agar nantinya jenazah dapat kembali menjadi tanah. (Wawancara dengan H. Taslim, S.Ag)

3) Dalam ajaran Islam ini juga terdapat aturan mengikat mengenai lubang kubur dan juga tata cara penguburan

a. Lubang kubur

Lubang kubur dibuat memanjang dari arah utara ke selatan. Panjang dari lubang kubur disesuaikan dengan tinggi jenazah.. Di bagian dasar kubur dibuat liang lahat, yaitu liang tempat meletakkan jenazah.

b. Tata cara penguburan jenazah

Sebelum jenazah diberangkatkan ke makam, hendaknya lubang kubur dan liang lahat sudah selesai dibuat. Setelah sampai di makam, jenazah (masih berada dalam usungan) diletakkan di pinggir atas lubang kubur sebelah kiblat sejajar dengan lubang kubur. Kemudian tiga laki-laki muslim (keluarga dekat jenazah) turun ke lubang kubur, dan tiga lainnya berdiri di atas menghadap jenazah. Tiga laki-laki yang berdiri mengahdap jenazah, mengangkat jenazah dan menyerahkannya pada tiga laki-laki yang berdiri di lubang kubur. Kemudian jenazah diletakkan dengan hati-hati di liang lahat dengan posisi miring, kepala di sebelah utara, kaki menjulur ke selatan menghadap kiblat. Keempat utas tali yang mengikat jenazah dilepas dan kain kafan yang menutup muka disingkapkan sehingga muka jenazah dapat mencium tanah. Setelah jenazah sudah diletakkan di liang lahat, jenazah ditutup dengan papan ataupun peti mati yang sudah dibongkar, lalu ditimbun tanah.

(Drs. H. Syamsuri, 2004, Pendidikan Agama Islam untuk kelas XI., Erlangga, Jakarta)

4) Islam juga mengajarkan adab berziarah makam yang baik sesuai, beberapa aturan dalam berziarah antara lain,

a) Berperilaku sopan dan ramah ketika mendatangi areal

pemakaman.

b) Niat dengan tulus dan ikhlas karena ingin mendapatkan Ridho dari Allah SWT, bukan untuk meminta sesuatu pada orang yang sudah meninggal.

c) Tidak duduk, menginjak-injak, tidur di atas petak makam

d) Tidak melakukan tindakan tidak senonoh seperti buang air besar, kencing, meludah, melakukan hubungan suami isteri, buang sampah sembarangan, dan lain-lain.

e) Mengucapkan salam kepada penghuni alam kubur

f) Mendoakan arwah orang yang telah meninggal agar bahagia dan

tenang di alam kubur sana dengan ikhlas

g) Tidak membaca Al Quran di areal pemakaman

b. Menurut ajaran Budha

1) Umat Budha yang telah meninggal dunia dirawat dengan dimandikan dan dikenakan pakaian pantas yang dia sukai semasa hidupnya atau dikanakan pakaian nasional adat setempat. Sebelum dilakukan penyemayaman terakhir dilakukan acara mendoakan jenazah secara bersama sama di rumah duka.

2) Dalam ajaran Budha penyemayaman jenazah umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu dikubur ataupun dikremasi. Namun ajaran ini sangat fleksible sehingga tatacara penyemayaman jenazah umat budha yang telah meninggal dunia dapat dilakukan sesuai dengan tatacara penyemayaman sesuai dengan wilayah setempat. Termasuk didalamnya tata cara dalam penguburan, lubang kubur, maupun adab dalam berziarah. (Sañjîvaputta, Jan, (1999), Menguak Misteri Kematian , LPD Publisher, Bangkok.) 2) Dalam ajaran Budha penyemayaman jenazah umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu dikubur ataupun dikremasi. Namun ajaran ini sangat fleksible sehingga tatacara penyemayaman jenazah umat budha yang telah meninggal dunia dapat dilakukan sesuai dengan tatacara penyemayaman sesuai dengan wilayah setempat. Termasuk didalamnya tata cara dalam penguburan, lubang kubur, maupun adab dalam berziarah. (Sañjîvaputta, Jan, (1999), Menguak Misteri Kematian , LPD Publisher, Bangkok.)

1) Umat Hindu yang telah meninggal dunia dirawat dengan dimandikan dan dikenakan pakaian yang rapi. Pemilihan pakaian dapat bersifat fleksibel menyesuaikan adat dan kebudayan setempat.

2) Ajaran hindu sangat bersifat fleksibel termasuk tata cara penyemayaman jenazah. Penyemayaman jenazah umumnya dilakukan dengan cara ngaben (dibakar) namun hal tersebut hanya untuk kalangan yang mampu. Selain itu penyemayaman jenazah dapat dilakukan dengan dikubur, ditenggelamkan di laut, maupun disemayamkan sesuai dengan adat kebudayaan sekitar seperti diletakkan di bawah pohon, di atas batu, dan lain sebagainya.

3) Dalam ajaran hindu juga tidak disebutkan aturan mengenai tatacara penguburan, lubang kuburan, maupun adab dalam berziarah semua itu sesuai dengan adat dan kebudayaan setempat. Dalam berziarah dianjurkan untuk menjaga sopan santun dan tenang pada saat mendoakan orang yang telah meninggal. (wawancara Bapak Sudjarwo, Pedande Desa Kemuning)

d. Menurut agama katholik

1) Umat katholik yang meninggal dunia dirawat dengan dimandikan dan dikenakan pakaian yang rapi, kemudian dilakukan doa bersama dengan menyanyikan syair syair pujian untuk sang jenazah.

2) Tatacara penyemayaman jenazah umat katholik juga fleksible dan dapat mengikuti adat dan budaya setempat. Jenazah umat katholik di Indonesia umumnya disemayamkan dengan dikubur di dalam tanah.

3) Untuk tatacara penguburannya dilakukan dengan mengubur jenazah bersama peti mati tanpa dirusak maupun di buka. Dalam ajaran katholik ini tidak disebutkan aturan mengenai lubang pemakaman.

4) Adab berziarah sesuai dengan ajaran katholik adalah menjaga sopan santun saat berada di areal pemakaman.

e. Menurut agama kristen

1) Umat kristen yang meninggal dunia dirawat, dimandikan, dan dikenakan pakaian yang rapi dan didoakan dengan syair pujian.

2) Tatacara penyemayaman jenazah umat kristen juga fleksible dan dapat mengikuti adat dan budaya setempat. Hampir sama seperti umat katholik, jenazah umat kristen di Indonesia pada umumnya disemayamkan dengan dikubur di dalam tanah.

3) Untuk tatacara penguburan jenazah umat kristen pun juga hampir sama dengan umat katholik yaitu jenazah dikubur bersama peti mati tanpa dirusak maupun di buka. Dalam ajaran kristen ini tidak disebutkan aturan mengenai lubang pemakaman.

4) Adab berziarah sesuai dengan ajaran kristen adalah dengan menjaga sopan santun di areal pemakaman. (wawancara Ibu Sri Sugiyanti, Amd, Guru Agama Kristen SMPN 25 Surakarta)

Pemakaman berkaitan dengan prosesi pada masing masing agama yang ada dalam masyarakat. Dari lima agama besar yang ada di Indonesia agama Islam memiliki peraturan pemakaman yang tegas dan bersifat universal, tetapi keempat agama yang lain yaitu Hindu, Budha, Kristen, dan Katholik memiliki peraturan yang fleksibel. Sehingga aturan dalam Islam yang tegas dan bersifat universal dapat lebih dominan digunakan dari aturan agama lain yang lebih flexibel. Suatu area pemakaman terpadu hendaknya menyediakan berbagai pelayanan pendukung sehingga dapat mengakomodir kebutuhan penyemayaman jenazah untuk masyarakat.

C. Taman Publik

1. Pengertian Taman Kota

Taman (Garden) diterjemahkan dari bahasa Ibrani, Gan berarti melindungi atau mempertahankan lahan yang ada dalam suatu lingkungan berpagar, Oden berarti kesenangan, kegembiraan, dan kenyamanan. Secara lengkap dapat diartikan Taman adalah sebidang lahan berpagar yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan, kegembiraan, dan kenyamanan. (Anggriani, Niniek , (2011), Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan , Yayasan Humaniora , Klaten.)

2. Fungsi Taman Kota

Fungsi sangat besar karena berusaha menciptakan suatu space yang manusiawi bagi penduduk kota. Adapun fungsi dari taman kota antara lain

a. Fungsi sosial

1) sebagai tempat melakukan aktivitas bersama

2) sebagai tempat komunikasi sosial

3) sebagai tempat peralihan dan menunggu

4) sebagai tempat bermain dan olah raga

5) sebagai sarana olah raga dan rekreasi

6) sarana penghubung antara tempat satu dengan tempat lainnya

7) pembatas diantara massa bangunan

8) sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan hidup

9) sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan

b. Fungsi Ekologis

1) penyegaran udara, mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro

2) penyerap air hujan

3) pengendalian banjir dan pengaturan tata air

4) memelihara ekosistem tertentu dan perlindungan plasma nuftah

5) pelembut arsitektur bangunan

3. Elemen Taman Publik

Elemen dari taman publik terdiri dari

a. Material Lansekap atau Vegetasi

1) Pohon : tanaman kayu keras dan tumbuh tegak, berukuran besar dengan percabangan yang kokoh.

2) Perdu : jenis tanaman seperti pohon terapi berukuran kecil, batang cukup berkayu tetapi kurang tegak dan kurang kokoh.

3) Semak : tanaman yang agak kecil dan rendah, tumbuhnya melebar atau merambat.

4) Tanaman penutup tanah : tanaman yang lebih tinggi rumputnya, berdaun dan berbunga indah.

5) Rumput : jenis tanaman pengalas, merupakan tanaman yang persisi berada diatas tanah.

b. Material Pendukung atau Elemen Keras

1) Kolam dibuat dalam rangka menunjang fungsi gedung atau merupakan bagian taman yang memiliki estetika sendiri. Taman dengan kolam akan mampu meningkatan kelembaban lingkungan sehingga dapat berfungsi sebagai penyejuk lingkungan.

2) Tebing buatan. Tebing ini dibuat untuk memberikan kesan alami, menyatu dengan alam, tebing dibuat dengan maksud untuk menyembunyikan tembok pembatas dinding yang licin massif, agar tidak menyilaukan pada saat matahari bersinar sepanjang siang.

3) Batu-batuan sebagai elemen estetika untuk menguatkan kesan alami.

4) Gazebo adalah bangunan peneduh atau rumah kecil di taman yang

berfungsi sebagai tempat beristirahat menikmati taman.

5) Jalan setapak dibuat agar dalam pemeliharaan taman tidak merusak rumput dan tanaman.

6) Perkerasan pada taman dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam bahan, seperti tegel, paving, aspal, batu bata, dan bahan lainnya.

7) Lampu taman sebagai penerang dan sebagai nilai estetika pada taman.

4. Macam Taman Kota

Tiga macam taman kota menurut aktivitasnya antara lain,

a. Taman untuk rekreasi aktif adalah taman yang didalamnya dibangun suatu kegiatan pemakai taman, sehingga pemakai taman secara aktif menggunakan fasilitas didalamnya, sekaligus memperoleh kesenangan, kesegaran, dan kebugaran.

b. Taman untuk rekreasi pasif adalah taman yang dibentuk agar dapat dinikmati keindahan dan kerindangannya, tanpa mengadakan aktivitas dan kegiatan apapun.

c. Taman untuk rekreasi aktif dan pasif merupakan taman yang bisa dinikmati keindahan sekaligus ada fungsi lain dan dapat digunakan untuk mengadakan aktivitas.

5. Karakter Taman Publik

Beberapa karakteristis taman publik di Indonesia antara lain,

a. Relatif banyak dikunjungi masyarakat

b. Dominasi bunga

c. Terdapat pedestrian

d. Terkesan menarik dan menyenangkan

e. Sebagai tempat berinteraksi

f. Secara audio relatif ramai

g. Didukung elemen taman

h. Kegiatan cenderung bebas bahwa taman publik memiliki dua elemen utama yaitu elemen landscape dan

elemen pendukung yang saling mengisi. Taman publik memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi sosial dan fungsi ekologis untuk menciptakan suatu space yang manusiawi bagi penduduk kota. Suatu taman publik tentunya harus dapat memberi makna bagi masyarakat sekitar, mengakomodir kegiatan user, dan juga menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat sesuai peraturan yang berlaku.

D. Arsitektur Pragmatik Utopian

Tinjauan arsitektur pragmatik utopian ini bersumber dari buku Yess Is More : An Archicomic On Architectural Evolution karya Bjarke Ingels pada tahun 2009 terbitan Taschen, Denmark.

1. Pengertian Pragmatik Utopian

Secara historis bidang arsitektur telah didominasi oleh dua ekstrem yang berlawanan. Di satu sisi merupakan avant garde-penuh ide-ide gila. Berasal dari filsafat, mistisisme, atau daya tarik potensial visualisasi komputer sehingga sering terlepas dari kenyataan dan hanya menjadi karya seni yang mahal. Di sisi lain terdapat banyak sekali perusahaan konsultan yang mendirikan bangunan kotak yang Secara historis bidang arsitektur telah didominasi oleh dua ekstrem yang berlawanan. Di satu sisi merupakan avant garde-penuh ide-ide gila. Berasal dari filsafat, mistisisme, atau daya tarik potensial visualisasi komputer sehingga sering terlepas dari kenyataan dan hanya menjadi karya seni yang mahal. Di sisi lain terdapat banyak sekali perusahaan konsultan yang mendirikan bangunan kotak yang

2. Suatu Teori Evolusi Arsitektur

Gambaran tradisional dari arsitek radikal adalah seorang pemuda yang memberontak melawan suatu pembentukan. Avant-garde didefinisikan sebagai apa yang dilawan daripada digunakan untuk apa. Hal ini mengarah ke suatu fase pergantian dari kontradiksi dimana setiap generasi mengatakan bahwa dia adalah lawan dari generasi sebelumnya.. Daripada menjadi radikal dengan mengacuhkan suatu kontek, lebih baik mencoba mengubah pola pikir dengan cara yang menyenangkan.

Seperti Darwin mendekripsikan suatu penciptaan sebagai proses dari seleksi alam. Arsitek sebaiknya memperhatikan kekuatan dari masyarakat, berbagai kepentingan dari semua orang, memutuskan yang mana ide arsitek bisa hidup dan yang mana yang harus mati. Suatu ide ber-evolusi lewat suatu mutasi dan perkawinan silang menjadi suatu spesies baru dari arsitektur yang seutuhnya .

Kehidupan manusia ber-evolusi lewat adaptasi dari perubahan lingkungan alami. Dengan inovasi dari arsitektur dan perkembangan teknologi Bjarke Ingel telah menangkap kekuatan untuk mengadaptasi lingkungan sekitar sebagai suatu jalan kehidupan yang tepat. Sebagaimana kehidupan itu berevolusi, kota dan arsitektur juga perlu berevolusi secara beriringan. Sehingga di saat sesuatu tidak cocok untuk berada di masanya, sebagai seorang arsitek harus memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa arsitektur tidak memaksa masyarakat untuk beradaptasi pada sisa masa lalu yang telah usang namun memberi suatu inovasi baru yang menarik dan menyenangkan.

Arsitektur sering dibebankan dengan konsep monogami (tunggal) dari suatu komitmen ke dalam suatu kepentingan tunggal atau ide. Suatu arsitektur dimana seorang arsitek tidak harus memilih antara privat atau publik, padat atau terbuka, urban atau sub-urban, atheis atau muslim, dan lain sebagainya. Suatu arsitektur yang memperbolehkan arsitek untuk mengatakan "YA" untuk semua aspek Arsitektur sering dibebankan dengan konsep monogami (tunggal) dari suatu komitmen ke dalam suatu kepentingan tunggal atau ide. Suatu arsitektur dimana seorang arsitek tidak harus memilih antara privat atau publik, padat atau terbuka, urban atau sub-urban, atheis atau muslim, dan lain sebagainya. Suatu arsitektur yang memperbolehkan arsitek untuk mengatakan "YA" untuk semua aspek

Seperti yang dikatakan Darwin, bukan spesies paling kuat ataupun paling pintar, melainkan yang paling bisa beradaptasi dengan perubahanlah yang mampu bertahan. Arsitektur Pragmatik Utopian merupakan penggabungan antara pemikiran pragmatik dan pemikiran utopian yang dapat berjalan harmonis untuk kepentingan masyarakat. Suatu evolusi dari dunia arsitektur dari hasil adaptasi terhadap perkembangan masyarakat. Memposisikan arsitek dalam suatu konsep bigami (ganda) yang dapat menyatukan berbagai aspek kehidupan tanpa memperdulikan seberapa bertentangan kedua hal tersebut asalkan dapat memberi manfaat yang lebih untuk kehidupan masyarakat.

Arsitektur pragmatik utopian berada pada overlap antara potensi pemikiran utopis dan pragmatis. Sehingga menghasilkan inovasi ide baru dengan mengeksplor imaginasi maksimal (utopis) namun tetap bersifat fungsional, dapat diterima logika, dan memungkinkan manusia untuk menggapainya (pragmatis)

Gambar 2.1Charles Robert Darwin

Sumber : Yes Is More

Bagan 2.1 Posisi Pendekatan Pragmatik Utopian

Utopian Pragmatis

Pragmatik Utopian

Potensi Potensi

3. Desain Berkelanjutan

Sekarang ini konsep berkelanjutan bukanlah suatu hal yang dapat diangkat sebagai tema khusus dalam suatu desain karena setiap bangunan haruslah menerapkan prinsip prinsip berkelanjutan baik secara langsung dan tidak langsung agar bangunan tersebut dapat memberi manfaat lebih bagi masyarakat. Dalam suatu desain berkelanjutan tersebut terdapat sepuluh aspek, antara lain

a. Reduce, Reuse, Recycle (mengurangi penggunaan, penggunaan kembali, daur ulang)

b. Stay close to home (tetap dekat dengan rumah)

c. Minimize use of combustion engines (memperkecil penggunaan mesin pembakaran)

d. Reduce fuel consumption (mengurangi penggunaan bahan bakar)

e. Support govermenment regulation with political choice (mendukung aturan pemerintah dengan pemilihan politik)

f. Support throughful innovation ( mendukung inovasi yang bijaksana)

g. Prioritize (prioritas)

h. Vote (memilih)

i. Feel guity (merasa bersalah) j. Enjoy what you have (menikmati apa yang kau punya)

Dengan menyesuaikan desain berkelanjutan pada pola hidup sesuai pendekatan arsitektur pragmatik utopian yang senantiasa beradaptasi pada perkembangan manusia, maka didapatkan evolusi sepuluh poin tersebut menjadi

a. Use, Reuse, Recycle ( menggunakan, menggunakan kembali, daur ulang)

b. Hit the road ( memulai perjalanan )

c. Maximize use of hydrogen engines ( memperbanyak penggunaan mesin berbahan hidrogen)

d. Produce energi when driving ( menghasilkan energi saat berkendara)

e. Support your household with energy (mendukung rumah tangga dengan energi) e. Support your household with energy (mendukung rumah tangga dengan energi)

g. The more you use-more you get (semakin banyak yang dipakai-semakin banyak yang didapat)

h. Waste (sampah)

i. Dont feel guilty (jangan merasa bersalah) j. Enjoy more ( menikmati lebih)

Kedua hal tersebut bukanlah merupakan dua hal yang saling berlawanan, namun lebih ke dua sisi yang berjalan dari latar belakang yang sama. Dengan evolusi tersebut masyarakat tidak merasa terbatasi maupun terpaksa. Sehingga masyarakat dapat melakukan semua kegiatan dengan bebas dan tetap menjunjung prinsip berkelanjutan.

4. Massa dan Tampilan Bangunan

Pada awal 1900an, arsitek sudah mampu mendesain dan membangun menara yang imajinatif sebagai penghormatan untuk gereja maupun sang raja. Bangunan tersebut memiliki ornamen yang indah dengan bentuk organik yang dinamis. Masyarakat dapat merasakan keindahan dan terpukau dengan bangunan bangunan tersebut. Namun dengan datangnya fungsionalisme dengan berbagai perhatian mengenai pencahayaan alami, view, fungsi, dan teknik produksi, imajinasi kita semakin berkurang sehingga bangunan hanya akan berbentuk orthogonal yaitu kotak yang membosankan dengan pengulangan plat persegi panjang yang identik. Bentuk tersebut menimbulkan suatu kebosanan dan pemikiran yang statis. Dengan melakukan evolusi dan beradaptasi kita dapat

Gambar 2.2 Evolusi Bentukan Massa Arsitektur

Sumber : Yes Is More Sumber : Yes Is More

Proses pembentukan massa pada pendekatan arsitektur pragmatik utopian merupakan suatu pembentukan berdasarkan proses berfilosofi yang mengambil suatu bentuk tertentu kemudian mentransformasikannya dengan memaksimalkan imajinasi untuk menghasilkan bentukan massa yang terkesan dinamis, unik, dan terlepas dari bentukan bangunan yang membosankan. Bentukan tersebut lebih menitik beratkan pada proses berfilosofi dan eksplorasi imajinasi daripada suatu bentukan yang komunikatif untuk menunjukkan fungsi yang diwadahi.

Bentukan massa pada Arsitektur Pragmatik Utopian memiliki bentuk yang unik, namun hal tersebut tidak semata mata mengejar nilai estetika ataupun imajinasi. Setiap ruang yang tercipta dari bentukan massa tersebut memiliki nilai

Gambar 2.3 Contoh proses pembentukan massa

Sumber : Yes Is More

Gambar 2.4 Stavanger Concert Hall

Sumber : Yes Is More Sumber : Yes Is More

2.4) terlihat bagian bawah maupun bagian ats tangga dimanfaatkan sebagai ruang publik. Pada bagian atap bangunan pun juga dibuat datar dan mudah diakses oleh masyarakat agar dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik

Massa bangunan pada arsitektur pragmatik utopian memiliki bentukan massa yang terkesan monumental dan dinamis. Massa bangunan ini diselesaikan dengan fasad bangunan yang didominasi dengan material beton bertulang, kaca, baja, kayu, dan vegetasi yang di ekspos sehingga menjadi suatu elemen fungsional sekaligus elemen estetika. Pemilihan material tersebut juga berdasarkan kekuatan struktur dan penyesuaian terhadap bentuk massa yang dinamis.

Bentukan Massa yang dinamis dan terlepas dari bentuk bentuk pragmatik yang kaku tentunya memerlukan penyelesaian struktur yang sesuai. Penyelesaian struktur pada arsitektur pragmatik utopian ini sangat memperhatikan beberapa aspek agar bangunan dapat berdiri dengan kuat dan dapat direalisasikan, seperti

a. bentuk bangunan yang dinamis

b. pemanfaatan teknologi

c. logika struktur

d. pemilihan material yang tepat

5. Sirkulasi

Sirkulasi memegang peranan penting dalam suatu wadah kegiatan. Menghubungkan ruang yang satu dengan ruang yang lain agar kegiatan dapat berjalan dengan maksimal.

Gambar 2.5 Dominasi Material Arsitektur Pragmatik Utopian

Sumber : big.dk

Bangunan dalam arsitektur pragmatik utopian bukanlah suatu bangunan egois yang membatasi diri dengan ruang luar dan tidak membatasi hubungan antar fasilitas di luar site. Berlaku sebaliknya, bahwa bangunan pada arsitektur pragmatik utopian menjadikan site menjadi suatu sarana penghubung antar fasilitas di luar site yang bermanfaat untuk kepentingan publik.

6. Elemen Arsitektur

Pendekatan arsitektur pragmatik utopian menekankan pada suatu inovasi yang bermanfaat untuk masyarakat. Bahwa suatu hal yang ada sekarang ini adalah hasil evolusi dari proses adaptasi dari suatu perkembangan masyarakat yang tidak menutup kemungkinan bahwa hal yang ada sekarang ini masih dapat berevolusi lagi apabila kebutuhan masyarakat mulai berkembang. Begitu pula pada elemen arsitektur yang dapat berevolusi menyesuaikan perkembangan masyarakat sehinga tak hanya memenuhi tuntutan fungsional namun memiliki nilai tambah sebagai suatu elemen yang menyenangkan.

Gambar 2.6 Sirkulasi Pillar of Bawadi

Sumber : big.dk