Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

A. Qirom Syamsudin M, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.

Abdul Kadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.

Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bhakti, Bandung.

Djumialdji, 1977, Perjanjian Kerja Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta. Djumadi, 1995, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja Cetakan Ketiga, Radjawali

Pers, Jakarta.

G. Kartas Poetra,dkk., 1985, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung.

Iman Soepomo, 1968, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI Bhayangkara, Jakarta.

Mariam Darus Badrulzaman, 1980, Perjanjian Baku: Perkembangannya di

Indonesia, Alumni, Bandung.

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan

Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung.

Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

M.Yahya Harahap, 1992, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

M.G.Rood, 1989, Hukum Perburuhan (Bahan Penataran). Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Payaman Simanjuntak, 2003, Undang-undang Yang Baru Tentang

Ketenagakerjaan, Work In Freedom, Jakarta.

R. Subekti, 1977, Aneka Perjanjian Cetakan Kedua, Alumni, Bandung.

R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian Cetakan keduabelas, PT. Intermasa, Jakarta. R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung.

Salim H.S, 2004, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan

Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Sendjum W. Manulang, S.H., 1990, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia Cetakan Pertama, Bineka Cipta, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Sri Soedewi Maschun Sofwan,1982, Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan

Bangunan Cetakan Pertama, Liberty, Yokyakarta.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, 1991, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta.

Tim Naskah Akademis BPHN, 1985, Naskah Akademis Lokakarya Hukum

Perikatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta.

Wiwoho Soedjono, 1987, Hukum Perjanjian Kerja Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta.


(2)

B. Internet/Website

Maret 2010

Diakses

tanggal 28 Febuari 2010.

C. Surat Keputusan dan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan SK No. S.44-DIR/9/1983 Tanggal 1 Oktober 1983

SK NOKEP: S-16/DIR/SSS/SDM/04/99 Tanggal 26 April 1999

SK No. S.72-CEO/SSS/SDM/8/1998, Tanggal 18 Agustus 1988 SK No. B.636 DIR/SDM/11/2009 Tanggal 2 November 2009 Tentang Pemenuhan Formasi

Jabatan Petugas Administrasi.


(3)

BAB III

SEKILAS MENGENAI PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK.

A. Sejarah Singkat Bank Rakyat Indonesia

Bank Rakyat Indonesia (selanjutnya disebut BRI) adalah salah sat milik pemerintah yang terbesar di

en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan

Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal

Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun waktu dan baru mulai aktif kembali setela dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan

Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden

(Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.

Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural,


(4)

sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).

Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.

Sejak tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjad sejak tahun 1895 tetap konsisten memfokuskan pada pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran KUK (Kredit Usaha Kecil) pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8 milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan pada tahun 1999 sampai dengan bulan September sebesar Rp. 20.466 milyar.

Kemudian PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada 10 Nopember 2003 lalu, mencatat sejarah dengan melakukan pencatatan perdana sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Bank BRI secara resmi tercatat sebagai emiten di BEJ dan BES dengan nama saham BBRI. Selain melakukan pencatatan saham perdana di BEJ dan BES, Bank BRI juga melakukan refund, distribusi surat konfirmasi penjatahan kepada investor, distribusi saham secara elektronik serta melakukan pembayaran kepada pemerintah dan emiten.


(5)

Pemerintah selaku pemilik saham tunggal BRI melepas sampai 30 persen sahamnya di BRI kepada publik melalui pasar modal.42

B. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai unit kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI, 170 Kantor Cabang (dalam negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT, 3.705 BRI UNIT dan 357 Pos Pelayanan Desa.

Visi BRI adalah menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Dalam mewujudkan visinya, BRI telah menetapkan tiga misi, yaitu:

1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang perkembangan ekonomi masyarakat;

2. Memberikan pelayanan prima kepada semua nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan Good Corporate Governance; 3. Memberikan keuntungan dan manfaat optimal kepada pihak-pihak

yang berkepentingan.43

Berikut ini adalah prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diterapkan oleh BRI:

1. Transparansi (Transparency)

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan :

2. Akuntabilitas (Accountabiity)

42

Febuari 2010.

43


(6)

Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;

3. Pertanggungjawaban (Responsibility)

Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

4. Kemandirian (Independence)

Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

5. Kewajaran (Fairness)

Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.44

C. Hubungan Perusahaan (PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.) dengan Insan Bank (Pekerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.)

Insan Bank disini adalah tenaga kerja yang bekerja dan menerima upah di dalam hubungan kerja dengan BRI. Insan Bank terdiri dari Anggota Komisaris, Anggota Komite Audit, Anggota Direksi dan pekerja tetap serta pekerja kontrak berdasarkan ketentuan yang berlaku di BRI.

BRI percaya bahwa sumber daya manusia adalah aset utama, sehingga baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari perusahaan, semua insan bank berusaha menjembatani setiap hambatan yang menggangu pencapaian pelaksanaan kebijakan.

Adapun kebijakan pokok BRI terhadap insan bank yaitu :

1. Akan memperlakukan setiap insan bank dengan hormat, menghargai privasi dan harga diri setiap insannya;

2. Hanya akan mengumpulkan dan menyimpan informasi personal dari insan bank yang dibutuhkan untuk efektivitas operasional BRI atau yang dibutuhkan untuk kepentingan hukum;

3. Menjaga informasi tersebut dengan baik dan hanya akan memberikannya kepada pihak yang memang memiliki kewenangan untuk mengetahuinya;

44


(7)

4. Berusaha untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan kondusif.45

Setiap insan bank memiliki tanggung jawab pribadi kepada insan lain dan BRI untuk tidak menempatkan BRI pada tindakan atau keadaan yang dapat menggangu lingkungan kerja tersebut.

BRI mengharapkan agar setiap insan bank mendukung komitmen dan usaha BRI kearah terciptanya kesempatan kerja yang sama bagi setiap pekerja. BRI menyadari kelebihan yang ada dari setiap insan bank dengan berbagai latar belakang dan pengalaman tetapi untuk mencapai tujuan yang sama. Kebijakan BRI melarang setiap bentuk diskriminasi, pelecehan atau intimidasi terhadap ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, umur, daerah asal, negara asal, orientasi seksual atau cacat tubuh. Pekerja didorong untuk bertanya atau lebih memperhatikan hal-hal semacam ini kepada pihak manajemen.

D. Struktur Organisasi Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Organisasi merupakan alat atau wadah yang digunakan oleh perusahaan guna merealisir tujuan yang telah digariskan. Tujuan utama dalam pembentukan struktur organisasi adalah untuk mengkoordinasikan semua kegiatan, baik secara fisik maupun non fisik yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Dalam mewujudkan usaha-usaha perusahaan diperlukan suatu kegiatan terarah sehingga pelaksanaan tugas dapat dilaksanakan secara tertib dan lancar berpedoman kepada perangkat-perangkat organisasi yang telah ditentukan.

Berikut ini adalah struktur organisasi kantor cabang Bank Rakyat Indonesia :

45


(8)

Kantor Cabang yang dipimpin oleh Pinca (Pimpinan Cabang) bertanggung jawab kepada Pinwil/Wapinwil (Pimpinan Wilayah). Pinca membawahi :

1. Manajer Pemasaran, membawahi : a. Account Officer

b. Funding Officer

c. Mantri Badan Kredit Desa (BKD)

d. Tenaga Pengawas Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) 2. Manager Operasional, membawahi :

a. Asisten Manajer Operasional, membawahi :

1) Pelayanan Dana-Jasa dan Devisa, terdiri dari fungsi-fungsi : a) Unit Pelayanan Nasabah (UPN)

b) Administrasi Dana dan Jasa 2) Pelayanan Devisa

3) Supervisior Pelayanan Kas, membawahi : a) Kasir Induk

b) Teller (Tunai, Tapsun, Kliring)

c) Payment Point

4) Fungsi Entri Data

b. Supervisior Administrasi Kredit, terdiri dari fungsi-fungsi : 1) Operasional Kredit Umum

2) Operasional Kredit Tapsun 3) Portofolio

c. Koordinator Akuntansi dan Laporan, terdiri dari fungsi-fungsi :

1) Verifikator


(9)

3) Petugas 1 F/Poska 4) Operator

5) Arsip

d. Supervisior Pelayanan Intern, terdiri dari fungsi-fungsi : 1) Sekretariat

2) Personalia/SDM 3) Logistik

4) Supir, Satpam, Pramubakti 3. Manajer Bisnis Mikro, membawahi :

a. Asisten Manajer Bisnis Mikro, membawahi :

1) Supervisor Administrasi Unit, terdiri dari fungsi-fungsi : a) Petugas Administrasi Unit (PAU)

b) Petugas Rekonsiliasi Unit (PRU) c) Pegawai Cadangan

d) Tim Kurir Kas

2) Kepala BRI Unit, membawahi : a) Mantri

b) Deskman c) Teller

d) BRI Unit dapat membawahi Pos Khusus, Pos Pelayanan desa, dan Payment Point

b. Penilik


(10)

Pengawas Internal Cabang bertanggung jawab langsung kepada Pinca dalam melakukan pengawasan intern, yang untuk keadaan tertentu wajib lapor langsung kepada Pinwil.

5. Pemimpin Cabang Pembantu

Pemimpin Cabang Pembantu bertanggung jawab langsung kepada Pinca Induknya dengan membawahi fungsi-fungsi :

a. Account Officer

b. Supervisor, membawahi : 1) Teller

2) Unit Pelayanan Nasabah (UPN)

3) Payment Point

c. Petugas Administrasi Kredit d. Fungsi Pelayanan Intern

Dengan adanya struktur organisasi ini, maka setiap unit kerja dapat melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawabnya masing-masing. Adapun ruang lingkup kegiatan Kantor Cabang meliputi :

1. Melayani produk-produk dan jasa bank seperti Giro, Deposito, Tabungan, Transfer dan jasa lainnya;

2. Melayani invisibles, usaha devisa (ekspor impor) dan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (Bagi Kanca Devisa);

3. Melayani permohonan dan memutuskan pinjaman sesuai wewenang (Pendelegasian Wewenang untuk memutus kredit) yang diberikan;

4. Melakukan pembinaan bisnis Mikro (Bagi Kantor Cabang yang membawahi Unit)


(11)

5. Melakukan kegiatan administrasi lainnya termasuk pembuktian dan pelaporan unit kerja dibawahnya.

Ruang lingkup kegiatan di Kantor Cabang Pembantu adalah Full Banking

Service sebagaimana Kanca sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkan.

Sedangkan ruang lingkup kegiatan di BRI Unit adalah melayani produk dana dan jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta melayani pinjaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam Organisasi Kantor Cabang, terdapat pengelompokan fungsi sebagai berikut :

1. Fungi Pemasaraan 2. Fungsi Pelayanan

3. Fungsi Administrasi Kredit 4. Fungsi Akuntansi/Laporan 5. Fungsi Umum

6. Fungsi Pengawasan Intern 7. Fungsi BRI Unit

Pengelompokan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam setiap unit kerja selain bertujuan untuk memperjelas tugas dan tanggung jawab unit kerja dalam kegiatan operasional, juga untuk meningkatkan efisiensi serta penggunaan sumber daya manusia secara optimal.

E Prosedur Penerimaan Petugas Administrasi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Pemenuhan Formasi Jabatan Petugas Administrasi pada BRI dilakukan melalui penerimaan pekerja kontrak dari sumber ekstern, yaitu tenaga kerja yang


(12)

berasal dari pasar tenaga kerja. Adapun proses pemenuhan formasi jabatan Petugas Administrasi ada BRI adalah sebagai berikut:

1. Rekrutmen dan Seleksi

a. Persyaratan administrasi dan tahapan seleksi 1) Persyaratan administrasi

a) Berstatus sebagai pekerja outsourching yang ditugaskan/ ditempatkan di BRI dan memenuhi formasi jabatan minimal golongan jabatan (job grade) 3 dengan masa kerja sebagai pekerja

outsourching di BRI minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus.

b) Usia maksimal 30 (tiga puluh) tahun (belum berulang tahun ke 31 pada saat seleksi awal).

c) Pendidikan :

c.1 Minimal D.3 dari semua fakultas/jurusan terakreditasi c.2 PTN/PTS

c.3 Indek Prestasi Komulatif (IPK) minimal 2.75 (skala 4) d) Bersedia ditempatkan di seluruh unit kerja BRI.

e) Penilaian kinerja selama 2 (dua) tahun terakhir minimal ”sangat baik”

f) Direkomendasi secara tertulis oleh Pemimpin Unit Kerja BRI sebagai User.

g) Belum pernah mengikuti seleksi penerimaan Petugas Administrasi atau pernah mengikuti maksimal 1 (satu) kali dengan melampirkan surat peryataan.

h) Diutamakan pekerja outsourching yang ditugaskan/ditempatkan pada jabatan sesuai tujuan penerimaanya.


(13)

2) Tahapan seleksi

a) Seleksi administrasi

Bertujuan untuk meneliti kesesuain berkas lamaran yang diajukan oleh calon pekerja dengan persyaratan administrasi butir a.1 di atas b) Tes intelegensi

Tes intelengensi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepastian kecerdasan. Hasil tes yang dinyatakan lulus untuk mengikuti seleksi tahap selanjutnya harus memenuhi tingkat kecerdasan minimal ”Rata-Rata’ sesuai norma tes yang digunakan Lembaga Psikologi yang ditunjuk oleh BRI.

c) Tes sikap kerja dan kepribadian

Tes ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau profil setiap peserta seleksi yang meliputi sikap kerja dan kepribadian. Hasil tes yang dinyatakan lulus untuk mengikuti tahapan seleksi berikutnya harus memenuhi rekomendasi ”Masih Dapat Disarankan (MDD)” berdasarkan rekomendasi Lembaga Psikologi yang diajukan oleh BRI.

d) Wawancara

Wawancara bertujuan untuk memastikan kecocokan profil peserta seleksi dengan tuntutan jabatan yang ditawarkan, norma dan budaya kerja BRI.

e) Tes kesehatan

Tes kesehatan bertujuan untuk mendapatkan calon pekerja yang sehat secara fisik sehingga dapat bekerja secara optimal.


(14)

Calon pekerja yang lulus seluruh tahapan seleksi diterima sebagai pekerja kontrak dengan jabatan Petugas Administrasi (G.3) dan yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari perusahaan sebelumnya. Apabila calon pekerja tidak lulus dalam tahapan seleksi, maka yang bersangkutan masih dapat direkomendasikan untuk diperpanjang perjanjian kerjanya sebagai pekerja outsourching di BRI sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam penilaian kinerja.

F. Hak dan Kewajiaban Pekerja Kontrak dan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Setiap pekerja mempunyai hak dan kewajiban masing-masing dalam melaksanakan jabatannya, begitu juga dengan BRI mempunyai hak dan kewajiban terhadap semua pekerjanya. Apa yang menjadi hak bagi pekerja merupakan kewajiban BRI. Adapun kewajiban masing-masing pihak adalah sebagai berikut. 1. Kewajiban Pekerja Kontrak

a. Menyerahkan ijasah asli dari pendidikan formal terakhir untuk disimpan selama jangka waktu kontrak pada BRI.

b. Melakukan tugas/pekerjaan yang telah ditetapkan oleh BRI dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab yang akan dievaluasi oleh BRI sesuai ketentuan yang berlaku.

c. Bersedia ditempatkan/ditugaskan di mana saja di seluruh unit kerja dan di seluruh wilayah kerja BRI.

d. Mentaati peraturan-peraturan bagi pekerja kontrak dan peraturan lainnya yang berlaku di BRI, serta menjaga kepentingan BRI dan memelihara peralatan milik BRI dengan sebaik-baiknya.


(15)

e. Tidak memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabah yang tercatat pada BRI dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman yang berlaku dalam dunia perbankan (rahasia bank), serta rahasia BRI. Kewajiban ini berlaku terus selama terikat dalam perjanjian kerja maupun setelah berakhirnya perjanjian kerja. f. Tidak memberikan keterangan pada media cetak dan media elektronik

serta media lain, tidak pula membicarakan di luar hubungan jabatan segala persoalan yang diperoleh mengenai BRI, terkecuali dengan izin BRI. g. Bertanggung jawab atas segala tugas yang diberikan oleh BRI termasuk

tugas yang berhubungan dengan finansial.

h. Tidak melakukan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan etika dan moral atau yang tidak sepatutnya dikerjakan oleh pekerja atau calon pekerja yang baik, termasuk berjudi, mabuk-mabukan dan menggunakan obat terlarang.

i. Mengganti segala kerugian finansial maupun non finansial yang diderita BRI sebagai akibat kelalaian yang ditimbulkan dalam melaksanakan tugas. j. Bersedia dikenakan pengurangan atas upah pokok berdasarkan ketentuan

yang berlaku bagi pekerja kontrak apabila tidak hadir secara penuh selama jam kerja.

k. Membuat pernyataan tertulis di atas materai bahwa pekerja bersedia dalam hal BRI tidak memperpanjang jangka waktu perjanjian kerja maupun tidak mengangkat pekerja sebagai pekerja tetap BRI, jika pekerja tidak memenuhi target yang ditetapkan oleh BRI atau tidak lulus evaluasi yang diselenggarakan oleh BRI.


(16)

2. Kewajiban Perusahaan (Bank Rakyat Indonesia):

b. Memberikan penjelasan perihal isi perjanjian kerja kepada pekerja, yang terdokumentasi dalam Berita Acara Penjelasan Perjanjian Kerja yang ditandatangani kedua belah pihak dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian kerja.

c. Memberikan upah kepada pekerja sesuai dengan ketentuan yang dibuat BRI, yaitu Upah Pokok dan Tunjangan Premium. Selain ini, pekerja juga dapat diberikan Tunjangan Kerawanan, Tunjangan Air Tawar, dan tunjangan lainnya yang ditetapkan oleh BRI.

d. Pembayaran upah dan tunjangan kepada pekerja akan dilaksanakan setiap akhir bulan . PPh atas upah yang diterima menjadi beban pekerja.

e. Memberikan upah lembur berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pekerja pontrak di BRI atas kelebihan jam kerja apabila karena kepentingan dinas/BRI mengakibatkan pekerja melaksanakan tugas/pekerjaan melebihi jam kerja yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pekerja kontrak di BRI.

f. Memberikan fasilitas dan lumsum biaya perjalan dinas kepada pekerja berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pekerja tetap BRI yang disetarakan dengan golongan jabatannya dan apabila pekerja ditugaskan untuk melaksanakan perjalanan dinas oleh BRI.

g. Memberikan cuti selama 12 (dua belas) hari kerja dalam 12 (dua belas) bulan masa kerja kepada pekerja dengan catatan cuti tersebut dapat dilaksanakan apabila pekerja telah bekerja pada BRI sekurang-kurangnya


(17)

6 (enam) bulan. Pihak BRI akan memberikan uang cuti berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pekerja kontrak di BRI.

h. Memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THRK) sesuai ketentuan yang berlaku bagi pekerja kontrak di BRI.

i. Memberikan fasilitas dan kesejaterahan lainnya yang jenis dan besarnya sesuai ketentuan yang berlaku bagi pekerja kontrak di BRI.

Apabila pekerja tidak menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan, maka pekerja yang tidak menjalankan kewajibannya tersebut akan dikenakan sanksi, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Terhadap pekerja yang tidak hadir secara penuh selama jam kerja dikenakan pengurangan atas upah pokok yang diterimanya, dengan perhitungan pengurangan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pekerja kontrak di BRI b. BRI dapat memutuskan atau mengakhiri perjanjian kerja secara sepihak

sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja apabila pekerja melanggar dan atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana peraturan yang telah ditetapkan yang diberlakukan kepada pekerja.

c. Sebelum melakukan pemutusan perjanjian kerja, BRI akan memberikan peringatan kepada pekerja secara tertulis dan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah peringatan tersebut, pekerja wajib memberikan pertanggungjawaban.

d. Jika dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, ternyata pekerja tidak memberikan pertanggungjawaban, maka pekerja dianggap telah menerima apa yang dinyatakan dalam peringatan tersebut dan bersedia menerima sanksi dari BRI.


(18)

e. Apabila pertanggungjawaban yang diberikan pekerja tidak dapat diterima oleh BRI berdasarkan alasan dan pertimbangan yang jelas, maka BRI berhak secara sepihak memutuskan perjanjian kerja ini seketika tanpa memberikan ganti rugi apapun kepada pekerja.

f. Dalam hal pemutusan perjanjian kerja, karena pekerja melakukan pelanggaran yang menyebabkan kerugian finansial bagi BRI, maka pekerja wajib mengganti seluruh kerugian yang diderita oleh BRI dan atau dapat pula menuntut terhadap pekerja melalui jalur hukum baik pidana maupun perdata.


(19)

BAB IV

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PETUGAS ADMINISTRASI DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK.

Suatu perjanjian lahir atau terbentuk sejak adanya perjumpaan kehendak (consensus) antara para pihak. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah dan mempunyai kekuatan hukum sejak terjadinya perjumpaan kehendak. Perjanjian kerja merupakan suatu kesepakatan yang timbul karena adanya persetujuan kehendak antara pekerja dengan pengusaha.

Dari uraian sebelumnya, pada Bab III tampak jelas bahwa BRI merupakan perusahaan yang besar dengan struktur organisasi yang sistematis. Oleh karena itu, dalam menjalankan usahanya BRI membuat suatu pembagian kerja melalui penyusunan formasi jabatan dalam berbagai fungsi kerja. Salah satu dari formasi jabatan tersebut adalah Formasi Jabatan Fungsi Administrasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi BRI No. B.636-DIR/SDM/ 11/2009 2 November 2009 Tentang Pemenuhan Formasi Jabatan Petugas Administrasi, bahwa dalam hal pemenuhan formasi jabatan fungsi administrasi ini tidak dapat dilakukan melalui outsourching, namun harus dipenuhi oleh pegawai kontrak maupun pegawai tetap BRI. Jabatan fungsi administrasi pada BRI Kantor Cabang BRI Tebing Tinggi adalah sebagai Petugas Supervisor Administrasi Kredit yang menangani kredit komersial.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak W. Hutabarat, pekerja bagian SDM, Uraian jabatan (job description) Petugas Supervisor Administrasi Kredit di antaranya adalah melakukan pencatatan administrasi permohonan kredit, menatakerjakan dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan kredit


(20)

baik yang berasal dari debitur maupun dari BRI sendiri serta melengkapi administrasi kredit.46

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, setiap kantor cabang BRI mempunyai petugas administasi sebagai Petugas Devisa dan Petugas Supervisor Administrasi Kredit. Akan tetapi pada BRI Kantor Cabang Tebing Tinggi jabatan untuk Petugas Devisa ditiadakan. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini dikarenakan fungsi Petugas Devisa di Kota Tebing Tinggi tidak dibutuhkan. Fungsi Petugas Devisa adalah melakukan pencatatan administrasi perbankan dalam bidang ekspor-impor, sedangkan di Kota Tebing Tinggi kegiatan ekspor-impor tidak begitu banyak. Oleh karena itu, fungsi Petugas Devisa ditiadakan di BRI Kantor Cabang Tebing Tinggi.47

A. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Antara Petugas Administrasi Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memaparkan perjanjian kerja antara Petugas Administrasi yang berstatus sebagai pekerja kontrak. Hubungan kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI disini dilaksanakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (kontrak).

Salah satu bentuk pelaksanaan perjanjian kerja dengan pekerja yang terdapat pada BRI adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu, maksudnya adalah perjanjian kerja ini hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Perjanjian kerja antara BRI dengan pekerja ini berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun. Jangka waktu perjanjian kerja ini dapat

46

Wawancara: W. Hutabarat, Jabatan: Bagian SDM, Tanggal 12 Febuari 2010.

47


(21)

diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu perpanjangan tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan berdasarkan kesepakatan bersama dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diberlakukan BRI.

Kinerja pekerja akan dievaluasi oleh BRI yang meliputi sasaran kinerja objektif dan sasaran kompetensi, di antaranya dorongan berprestasi, orientasi pelayanan pelanggan, integritas, berpikir analitis, kepedulian terhadap kualitas dan keakuratan, serta inisiatif dalam pencarian informasi.

Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi BRI, apakah perjanjian kerja ini dapat diperpanjang. Dan apabila kinerja pekerja kontrak dianggap sangat baik, maka pekerja kontrak dapat diangkat menjadi pekerja tetap pada BRI.

Berdasarkan Pasal 57 UU Nomor 13 Tahun 2003, suatu perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis serta harus menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf Latin. Apabila bertentangan dengan ketentuan tersebut, maka perjanjian kerja tersebut harus dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Dengan melihat surat perjanjian kerja antara BRI dengan pekerja, maka dapat dilihat secara jelas pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu pada BRI. Adapun perjanjian kerja untuk waktu tertentu pada BRI memuat klausul-klausul sebagai berikut.

Klausul pertama berisi tentang jenis dan lingkup pekerjaan. Suatu perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus jelas jenis dan lingkup pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam klausul ini ditentukan mengenai bentuk uraian jabatan yang akan diduduki oleh pekerja.


(22)

Dalam hal perjanjian kerja ini adalah antara Petugas Supervisor Administrasi Kredit, maka dalam klausul ini disebutkan bahwa pekerja bekerja pada BRI sebagai pekerja kontrak dengan jabatan Petugas Supervisor Administrasi Kredit. Ruang lingkup tugas/pekerjaan yang diserahkan BRI kepada pekerja disesuaikan dengan jabatan/tugas pekerja yang dituangkan secara rinci dalam bentuk uraian jabatan (job description) di mana uraian jabatan tersebut merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari surat perjanjian kerja.

Klausul kedua berisi mengenai jangka waktu berlangsungnya perjanjian kerja. Perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun. Jangka waktu perjanjian kerja ini dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu perpanjangan tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan berdasarkan kesepakatan bersama dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diberlakukan BRI.

Klausul berikutnya berisi kewajiban masing-masing pihak dalam pelaksanaan hubungan kerja ini. Mengenai kewajiban pengusaha, dalam Pasal 1602 KUHPerdata dirumuskan bahwa pengusaha diwajibkan membayar upah tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja kepada pekerja. Upah pekerja harus dibayarkan sejak saat pekerja mulai bekerja hingga saat berakhirnya hubungan kerja, dan tiada upah yang harus dibayarkan untuk pekerjaan yang tidak termaksud kedalam ruang lingkup yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja. Dalam perjanjian kerja ini, diuraikan mengenai upah yang akan diterima oleh pekerja serta tunjangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pekerja, dalam Pasal 1603 dirumuskan bahwa pekerja diwajibkan melakukan pekerjaan yang menurut kemampuannya sebaik-baiknya. Sekedar tentang sifat serta luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak


(23)

dijelaskan dalam perjanjian, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan. Pekerja diwajibkan sendiri melakukan pekerjaannya, dan tidak boleh selain daripada izin BRI melakukan pekerjaannya digantikan oleh pihak ketiga. Dalam perjanjian kerja dengan BRI, selain dari pada yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, ada kebijakan khusus dari perusahaan yang harus ditaati oleh setiap pekerja.

Kebijakan tersebut di antaranya berdasarkan Surat Keputusan Bersama Komisaris dan Direksi No. B.03-KOM/BRI/06/03 dan S.36-DIR/SDM/06/03 tanggal 3 Juni 2003 beserta perubahannya Tentang Kode Etik BRI, di mana setiap pekerja harus mentaati isi dari surat keputusan ini.

Dalam Pasal 1603 b KUHP dirumuskan bahwa, pekerja diwajibkan mentaati aturan-aturan tentang hal melakukan pekerjaan serta aturan-aturan yang ditujukan pada perbaikan tata tertib dalam perusahaan, yang diberikan kepadanya oleh atas nama pengusaha di dalam batas-batas peraturan perundang-undangan atau perjanjian atau kebiasaan yang berlaku.

Berikutnya, dalam surat perjanjian kerja ini, dicantumkan klausul yang berisi sanksi. Sanksi tersebut ditujukan kepada pekerja yang melakukan pelanggaran, tidak ada sanksi yang mengatur apabila terjadi kesalahan dari pihak BRI. Adapun sanksi tersebut di antaranya, bagi pekerja yang tidak hadir secara penuh selama jam kerja dikenakan pengurangan atas upah pokok yang diterimanya, dengan perhitungan pengurangan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pekerja kontrak di BRI. Kemudian klausul yang berisi cara berakhirnya perjanjian kerja serta klausul yang mengatur apabila nantinya terjadi perselisihan antara para pihak.


(24)

Calon pekerja yang dinyatakan diterima harus menandatangani perjanjian kerja yang berisi klausul-klausul di atas. Perjanjian kerja tersebut dilampiri dengan uraian jabatan (job description) pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebelum penandatanganan perjanjian kerja, pejabat yang berwenang dan ditunjuk wajib memberikan penjelasan mengenai isi perjanjian kerja kepada calon pekerja. Kemudian penjelasan perjanjian kerja tersebut dimuat dalam Berita Acara Penjelasan Perjanjian Kerja yang ditandatangani oleh pekerja dan pejabat BRI.

Setelah menandatangani perjanjian kerja ini, para pekerja kontrak dengan jabatan Petugas Administrasi diikutkan dalam pendidikan pembekalan/aplikasi sesuai bidang tugasnya. Pendidikan pembekalan ini bukanlah masa percobaan. Dalam perjanjian kerja waktu tertentu tidak diperbolehkan adanya masa percobaan hal ini berdasarkan Pasal 58 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa, apabila dalam suatu perjanjian kerja waktu tertentu disyaratkan adanya masa percobaan, maka syarat tersebut adalah batal demi hukum.

Setelah itu pekerja kontrak dengan jabatan Petugas Administrasi dapat ditempatkan diseluruh unit kerja BRI sesuai formasi jabatan yang ditetapkan direksi. Pemimpin unit kerja terkait harus memberikan pembinaan dan penugasan secara penuh kepada pekerja sesuai dengan uraian jabatan (job description) serta menetapkan target sesuai ketentuan yang ditetapkan. Petugas Adaministrasi harus ditempatkan sesuai tujuan penerimaannya dan tidak dapat dipindahkan ke jabatan yang lainnya.


(25)

B. Berakhirnya Kesepakatan Kerja Antara Petugas Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Sesuai dengan klausul yang terdapat dalam perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI, perjanjian kerja antara para pihak berakhir apabila: 1. Jangka waktu perjanjian kerja atau perpanjangan perjanjian kerja berakhir; 2. Pekerja meninggal dunia;

3. Pekerja dinilai tidak cakap atau tidak mampu atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja dan peraturan bagi pekerja yang ditetapkan oleh BRI;

4. Disepakati oleh para pihak; 5. Diakhiri oleh para pihak;

Pada kesepakatan kerja yang dilakukan antara Petugas Administrasi dengan BRI, hubungan kerja tersebut dapat berakhir apabila jangka waktu perjanjian kerja atau perpanjangan perjanjian kerja berakhir.

Apabila pekerja meninggal dunia, hubungan kerja ini secara langsung berakhir. Pemutusan hubungan kerja ini terhitung mulai tanggal terakhir pada bulan.

BRI akan mengakhiri perjanjian kerja dengan Petugas Administrasi apabila pekerja dinilai tidak cakap dan tidak mampu melakukan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan.

Perjanjian kerja ini dapat pula berakhir apabila disepakati oleh kedua belah pihak maupun diakhiri oleh salah satu pihak. Apabila ada kerugian yang


(26)

diderita oleh BRI yang disebabkan oleh pekerja, maka berakhirnya perjanjian kerja tidak membebaskan pekerja dari kewajiban penggantian kerugian yang diderita BRI.

Apabila BRI mengakhiri kesepakatan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja yang disebabkan bukan karena alasan bahwa pekerja dinilai tidak cakap dan tidak mampu melakukan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan, maka BRI akan memberikan ganti kerugian sebesar upah yang telah diperjanjikan sampai batas waktu berakhirnya perjanjian kerja. Atas pemutusan perjanjian kerja dengan BRI, pekerja berhak mendapatkan Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima berdasarkan peraturan bagi pekerja kontrak yang berlaku di BRI.

Dalam hal pekerja yang memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, maka pekerja harus memberitahukan maksudnya tersebut secara tertulis kepada BRI dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelumnya dan atas pemutusan hubungan kerja tersebut pekerja wajib membayar ganti rugi kepada BRI sebesar upah yang ditetapkan dalam perjanjian kerja sampai batas waktu berakhirnya perjanjian kerja.

Dalam klausul yang terdapat dalam surat perjanjian kerja antara BRI dengan Petugas Administrasi ini, para pihak sepakat untuk melepaskan diri dari ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata tentang pemutusan dan pembatalan perjanjian.

Pembayaran ganti rugi ini harus dipenuhi dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak pemberhentian. Apabila lebih dari jangka waktu 1 (satu) bulan pekerja tidak atau belum memenuhi kewajibannya, maka hal tersebut dapat diselesaikan melalui pengadilan. Ijazah yang diserahkan pada awal memulai


(27)

kerja di BRI dapat diambil kembali paling lambat 1 (satu) bulan sejak pemberhentian dari BRI. Apabila melewati jangka waktu yang ditentukan, maka BRI tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan ijazah pekerja yang disimpan pada BRI.

Pekerja kontrak dengan jabatan Petugas Administrasi dapat diangkat menjadi pekerja tetap atau diperpanjang Perjanjian kerjanya atau diakhiri perjanjian kerjanya berdasarkan hasil penilaian evaluasi sebagai berikut:

No. Aspek penilaian Kriteria Pencapaian Target Semester Akhir Mencapai Target (A) Mendekati Target (B) Tidak Mencapai Target (C) 1. Nilai Akhir

Sasaran Kinerja Objektif (SKO)

> 3,01 > 2,51

Tidak memenuhi kriteria “A” dan atau “B”

2. Nilai Setiap Aspek Kompetensi dalam Sasaran

Kompetensi (SK)

> 3 > 3

3. Nilai akhir (SKO+SK)

> 3,01 > 2,71 Tindak lanjut atas hasil

penilaian Diangkat menjadi pegawai tetap Perjanjian kerja diperpanjang 1 (satu) tahun Pengakhiran perjanjian kerja

Berdasarkan keterangan yang dipaparkan Bapak W. Hutabarat melalui wawancara, evaluasi terhadap Petugas Administrasi dilakukan 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. Adapun aspek penilaiannya meliputi, sasaran kinerja objektif dan sasaran kompetensi, di antaranya dorongan berprestasi, orientasi pelayanan pelanggan, integritas, berpikir analitis, kepedulian terhadap kualitas dan keakuratan, serta inisiatif dalam pencarian informasi.48

48


(28)

Setelah berakhirnya jangka waktu perpanjangan perjanjian kerja, maka pekerja kontrak yang memenuhi kriteria “mencapai target” diangkat menjadi pekerja tetap. Apabila tidak memenuhi kriteria “mencapai target” maka pekerja kontrak diakhiri perjanjian kerjanya. Pekerja kontrak yang diangkat menjadi pekerja tetap sebagai Petugas Administrasi ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang dan harus menandatangani perjanjian kerja yang baru.

C. Perbandingan Ketentuan Perjanjian Kerja yang Ditetapkan Oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Dengan Ketentuan Perjanjian Kerja yang Diatur Dalam KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Secara garis besar ketentuan mengenai perjanjian kerja yang diberlakukan BRI dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003. Akan tetapi dalam menentukan kebijakan dalam perusahaan, ada peraturan-peraturan khusus yang dibuat oleh BRI. Untuk itu, Penulis membandingkan ketentuan perjanjian kerja yang ditetapkan oleh BRI dengan ketentuan perjanjian kerja yang diatur dalam KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003.

Hal pertama yang penulis bandingkan adalah mengenai isi perjanjian kerjanya. Untuk sahnya suatu perjanjian, perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kata sepakat dari para pihak, para pihak cakap untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, dan adanya suatu sebab yang halal. Begitu pula dengan perjanjian kerja, menurut Pasal 52 UU Nomor 13 Tahun 2003 suatu perjanjian


(29)

kerja harus dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, adanya kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI, syarat sahnya perjanjian belum terpenuhi seluruhnya. Perjanjian kerja yang diberlakukan BRI dengan Petugas administrasi ini dibuat dalam bentuk kontrak baku/perjanjian baku (standart contract). Apabila memperhatikan makna Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 52 UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai asas kesepakatan bersama (consensual), maka di dalam perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI ini tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Pasal 1320 KUHPerdata tersebut. Hal ini terbukti karena pekerja/Petugas Administrasi sebagai salah satu pihak dalam perjanjian kerja ini tidak mempunyai kebebasan sama sekali untuk merundingkan dengan sungguh-sungguh atau ikut serta merumuskan klausula perjanjian kerja tersebut dengan BRI.

Kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian kerja lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus sepakat, seiya-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki oleh pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh perusahaan, dan setelah calon pekerja memenuhi persyaratan menjadi pekerja di perusahaan, pihak perusahaan menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.

Mariam Darus Badrulzaman merumuskan,

“Perjanjian baku merupakan perjanjian yang di dalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam bentuk formulir dengan ciri-ciri sebagai berikut:


(30)

relatif lebih kuat dari debitur;

2. Debitur sama sekali tidak menentukan isi perjanjian; 3. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima

perjanjian itu; 4. Bentuknya tertulis;

5. Disiapkan terlebih dahulu secara massal atau individu.49

Dengan demikian, apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki juga oleh pihak yang lain, sebenarnya tidak ada dalam perjanjian kerja tersebut. Karena dengan penggunaan kontak baku sebagai perjanjian kerja, maka pekerja tidak dapat berbuat banyak kecuali harus menyetujuinya, karena ia terdesak oleh kebutuhan dan tidak ada pilihan lain.

Sehubungan dengan ini Mariam Darus Badrulzaman mengatakan : ”

“Kita melihat bahwa perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberikaan kesempatan pada debitur (pekerja) untuk mengadakan perundingan dengan pengusaha (kreditur). Debitur tidak mempunyai kekuatan untuk mengutarakaan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjiaan baku ini, sehingga perjanjiaan tersebut memenuhi elemen-elemen yang dikehendaki Pasal 1320 Jo. Pasal 1338 KUHPerdata dan akibatnya tidak ada.50

”Hukum perjanjian sebagaimana telah diketahui begitu jauh, berdasarkan pada asumsi bahwa pihak-pihak biasaanya merundingkan syarat-syarat perjanjian dengan bebas. Anggapan ini tidak selalu benar, terutama apabila satu pihak mempunyai kedudukan ekonomi lebih kuat daripada pihak lainnya. Lebih jauh beliau menambahkan, ketidakseimbangan yang sangat jelas terjadi apabila salah satu pihak memiiiki kedudukan monopoli. Jika seseorang ingin memperoleh barang atau jasa yang disediakan oleh pihak yang memonopoli itu, ia tidak dapat merundingkan dengan sungguh-sungguh ikhlas syarat-syarat yang ditawarkan oleh pihak yang memonopoli itu, atau hanya menerima tanpa perundingan lagi.

” Menurut Abdulkadir Muhammad,

51

49

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku: Perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 50 (Selanjutnya disebut Mariam Darus BAdrulzaman 2)

50

Ibid., hlm.13

51

Abdulkadir Muhammad.Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982,hlm. 146. (Selanjutnya disebut Abdulkadir 2)

” Sluijter mengatakan,


(31)

”Perjanjian baku ini bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta

(lego particuliere wetgever). Syarat - syarat yang ditentukan pengusaha di

dalam perjanjian itu adalah undang-undang bukan perjanjian.52

Asser Rutten menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangaani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya.

Perjanjian dapat diterima sebagai kesepakatan berdasarkan fakta adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaaan bahwa para pihak mengikatkan dirinya pada perjanjian itu. Jika debitur menerima dokumen perjanjian itu, artinya secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.

53

Tanda tangan tenaga kerja pada bagian akhir kesepakatan kerja ini menjadi salah satu bukti bahwa tenaga kerja menyepakati seluruh isi kesepakatan kerja yang seluruhnya dibuat oleh BRI tersebut. Oleh karena itu, secara hukum tersedia jawaban yang menunjukkan bahwa asas kebebasaan berkontrak yang berkaitan erat dengan isi kesepakatan kerja telah itu ditaati. Sebagaimana yang dinyatakan dalam wawancara dengan Bapak W. Hutabarat, petugas bagian SDM di BRI bahwa, tenaga kerja yang merupakan pekerja di BRI ini memiliki kehendak yang bebas untuk menentukan setuju atau tidak setuju dengan isi perjanjian yang telah dibuat oleh perusahaan. Bila setuju berarti tenaga kerja tersebut menyepakati isi Demikian jugalah kesepakatan kerja yang merupakan perjanjian baku itu sebagai suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang menandatangani kesepakatan kerja itu, walaupun yang menyusun atau membuat seluruh isi kesepakatan kerja itu adalah pihak pengusaha yaitu BRI tanpa andil tenaga kerja.

52

Mariam Darus Badrulzaman 2, Op. Cit, hal. 52

53


(32)

kesepakatan kerja dan menyatakannya dengan menandatangani kesepakatan kerja tersebut. Oleh karena itu, pekerja bertanggung jawab pada isi kesepakatan kerja yang telah ditandatanganinya karena sudah berlaku mengikat baginya dan bagi BRI.54

Kesepakatan kerja yang sedemikan ini sudah merupakan kebiasaan yang berlaku di dalam dunia kerja. Adapun alasan perusahaan membuat kesepakatan kerja dengan tenaga kerja yang bersangkutan secara sepihak, di mana BRI menyodorkan kesepakataan kerja yang isi dari kesepakatan kerja itu seluruhnya ditetapkan oleh BRI disebabkan perusahaan menganggap bahwa yang punya kemampuan untuk mengkonsep isi dari perjanjian atau kesepaktan kerja itu adalah perusahaan dengan pertimbangan BRI sudah lebih berpengalaman. Sedang tenaga kerja sebelum menyepakati perjanjiaan itu kemungkinan besar untuk mengetahui Penulis berpendapat bahwa bila melihat defenisi perjanjian kerja yang tertuang dalam pasal 1601 a KUHPerdata maka konsep perjanjian baku yang digunakan oleh BRI terhadap pekerja dalam membuat perjanjian kerja adalah benar.

Pasal 1601 a KUHPerdata merumuskan bahwa pekerjalah yang mengikatkan diri kepada pengusaha. Dengan alasan ini pengusaha berhak menentukan klausul-klausul dalam perjanjian kerja tersebut.

Akan tetapi, dengan adanya peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai hubungan ketenagakerjaan, yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003, maka ada perlindungan terhadap hak-hak pekerja dan otoritas pengusaha dalam menentukan klausul-klausul dalam perjanjian kerja dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

54


(33)

bagaimana lapangan pekerjaan yang akan dihadapinya pun masih diragukan. Sehingga, akan sama saja halnya bila seandainya BRI dan tenaga kerja lebih dahulu merundingkan isi kesepakatan kerjaa itu yang akan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Cara yang sekarang dilakukaan adalah demi efektifitas penggunaan waktu oleh karena itu tidak ada unsur paksaan dari BRI terhadap tenaga kerja untuk menyepakati isi perjanjian kerja yang dibuat oleh BRI secara sepihak.

Mengenai komposisi perjanjian kerja yang diatur dalam Pasal 54 UU Nomor 13 Tahun 2003, perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI sudah memenuhi syarat-syarat tersebut, yaitu sekurang kurangnya memuat : 1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja; 3. Jabatan atau jenis pekerjaan;

4. Tempat pekerjaan;

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja; 7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; 9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Kesemua komposisi perjanjian perjanjian kerja ini sudah termuat dalam perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI. Selain itu ada klausul tambahan yang dimasukkan dalam perjanjian kerja ini, yaitu mengenai sanksi apabila apabila pekerja tidak melaksanakan kewajibannya serta mengenai pilihan hukum yang ditempuh oleh para pihak apabila suatu saat terjadi perselisihan. Tambahan klausul ini diperbolehkan oleh undang-undang selama tidak


(34)

bertentangan dengan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, dan peraturan perundang-undangan.

Mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu yang diatur dalam Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003, suatu perjanjian kerja diadakan paling lama 2 (dua) tahun, dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Sedangkan pada Perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI jangka waktu perjanjian kerjanjya adalah 12 (dua belas) bulan, dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan kriteria tertentu. Jangka waktu yang diberlakukan oleh BRI relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. BRI menetapkan kriteria tertentu bagi Petugas Administrasi, apakah perjanjian kerja tersebut dapat diperpanjang atau tidak yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Mengenai hal ini tidak diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. Penilaian dan evaluasi bagi Petugas administrasi ini merupakan kebijakan dari Perusahaan. Selain itu, Petugas Administrasi juga diberi kesempatan menjadi pekerja tetap BRI apabila dinilai memenuhi standar penilaian yang telah ditentukan oleh BRI.

Mengenai berakhirnya perjanjian kerja, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur pada Pasal 61. Dikatakan bahwa suatu perjanjian kerja berakhir apabila :

1. Pekerja meninggal dunia;

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

3. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dalam perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI, poin ketiga yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak dicantumkan. Akan


(35)

tetapi ada sebab-sebab lain yang dapat mengakibatkan berakhirnya perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI, yaitu :

1. Pekerja dinilai tidak cakap atau tidak mampu atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja dan peraturan bagi pekerja yang ditetapkan oleh BRI;

2. Disepakati oleh para pihak; 3. Diakhiri oleh para pihak;

Ketentuan tambahan yang dimuat oleh BRI dalam perjanjian kerja dengan Petugas Administrasi mengenai berakhirnya perjanjian kerja diperbolehkan berdasarkan poin keempat yang diatur dalam Pasal 61 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Dari uraian diatas, maka penulis menyimpulkan adanya persamaan dan perbedaan antara peraturan perjanjian kerja yang ditetapkan oleh BRI dengan peraturan perjanjian kerja yang ditetapkan dalam KUHPer dan UU Nomor 13 Tahun 2003.

Adapun persamaan antara peraturan perjanjian kerja BRI dengan KUHPer dan UU Nomor 13 Tahun 2003 bahwa perjanjian kerja itu pada dasarnya harus dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, adanya kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai komposisi/muatan surat perjanjian kerja. Begitu juga dengan komposisi surat perjanjian kerja, ketentuan yang diberlakukan oleh BRI sesuai dengan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003.


(36)

Perbedaan yang terdapat dalam ketentuan perjanjian kerja BRI dengan ketentuan perjanjian kerja yang terdapat dalam KUHPedata dan UU Nomor 13 Tahun 2003 sebenarnya tidak terlalu bertentangan. Ketentuan-ketentuan yang diberlakukan dalam perjanjian kerja BRI yang tidak diatur dalam ketentuan perjanjian kerja menurut KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003 merupakan ketentuan tambahan, karena BRI menganggap perlu menambahkan ketentuan tersebut. Di antaranya, mengenai cara berakhirnya perjanjian, menurut UU Nomor 13 Tahun 2003, perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal dunia; berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; adanya putusan pengadilan dan/atau putusan penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Ketentuan ini juga digunakan dalam perjanjian kerja BRI, akan tetapi ada penambahan ketentuan, yaitu pekerja dinilai tidak cakap atau tidak mampu atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja dan peraturan bagi pekerja yang ditetapkan oleh BRI; disepakati oleh para pihak; diakhiri oleh para pihak.

Perbedaan lainnya antara lain, mengenai evaluasi pekerja kontrak, hal ini tidak diatur dalam KUHPerdata maupun UU Nomor 13 Tahun 2003. Begitu juga dengan jangka waktu perjanjian kerja, BRI membuat ketentuan bahwa jangka waktu perjanjian kerja hanya dapat diadakan dalam waktu 1 (satu) tahun, dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 1 (satu) tahun kedepan. Sedangkan menurut UU Nomor 13 Tahun 2003, waktu perjanjian kerja dapat


(37)

diadakan dalam waktu 2 (dua) tahun, dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 1 (satu) tahun kedepan.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dari permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI adalah perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja antara BRI dengan Pekerja ini berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun. Jangka waktu perjanjian kerja ini dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu perpanjangan tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan berdasarkan kesepakatan bersama dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diberlakukan BRI.

Kinerja pekerja akan dievaluasi oleh perusahaan. Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan, apakah perjanjian kerja ini dapat diperpanjang. Dan apabila kinerja pekerja kontrak dianggap sangat baik, maka pekerja kontrak dapat diangkat menjadi pekerja tetap pada PT. Bank Rakyat Indonesia.

Sesuai dengan klausul yang terdapat dalam surat perjanjian kerja antara Petugasa Administrasi dengan BRI, perjanjian kerja antara para pihak berakhir apabila:

a. Jangka waktu perjanjian kerja atau perpanjangan perjanjian kerja berakhir; b. Pekerja meninggal dunia;

c. Pekerja dinilai tidak cakap atau tidak mampu atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan


(39)

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja dan peraturan bagi pekerja yang ditetapkan oleh perusahaan;

d. Disepakati oleh para pihak; e. Diakhiri oleh para pihak;

Secara garis besar ketentuan mengenai perjanjian kerja yang diberlakukan BRI dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003. Akan tetapi dalam menentukan kebijakan dalam Perusahaan, ada peraturan-peraturan khusus yang dibuat oleh BRI. Kebijakan tersebut di antaranya berdasarkan Surat Keputusan Bersama Komisaris dan Direksi No. B.03-KOM/BRI/06/03 dan S.36-DIR/SDM/06/03 tanggal 3 Juni 2003 beserta perubahannya Tentang Kode Etik BRI, di mana setiap pekerja harus mentaati isi dari surat keputusan ini.

B. SARAN

Saran-saran yang dapat penulis ajukan berdasarkan permasalahan yang dibahas di atas adalah sebagai berikut:

1. Seiring dengan perkembangan dalam dunia kerja, penggunaan kontrak baku (standart contract) dalam perjanjian kerja lebih sering digunakan. Perjanjian kerja dengan bentuk seperti ini cenderung merugikan pihak pekerja, oleh karena itu hendaknya setiap perusahaan yang bersangkutan dapat memahami hak-hak yang seharusnya diperoleh pekerja, serta tidak membatasi hak-hak tersebut.

2. Hendaknya setiap pekerja, sebelum menandatangani surat perjanjian kerja dengan perusahaan calon pekerja terlebih dahulu membaca dan memahami isi perjanjian kerja agar tidak ada kesalahpahaman.


(40)

3. Seharusnya hukum posisif Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan untuk penerapan klausul baku dalam hal perjanjian kerja, untuk mencegah maupun melindungi pekerja dari kerugian dalam memperoleh haknya.


(41)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA

A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian dapat ditemui dalam Buku III Bab II Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi ”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini menurut Abdul Kadir Muhammad sebenarnya banyak mengandung kelemahan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat dilihat dari kalimat ”satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata mengikatkan diri bersifat satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusannya adalah saling mengikatkan diri sehingga ada konsensus di antara para pihak.

b. Kata ”perbuatan” juga mencakup tanpa konsensus

Dalam pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming). Tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut adalah terlalu luas karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan

Dalam perumusan pasal tersebut di atas tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas mengikatkan diri untuk apa.6

6

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bhakti, Bandung, 1990, hlm. 78 (Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad 1).

Berdasarkan alasan yang dikemukan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Beberapa Sarjana Hukum yang memberikan defenisi mengenai perjanjian adalah sebagai berikut:


(42)

R. Setiawan menyatakan bahwa:

”Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.7

”Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Defenisi perjanjian menurut R. Subekti:

8

”Perjanjian atau verbintenisen mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh potensi dan sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Sedangkan M. Yahya Harahap menyatakan bahwa:

9

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Dari beberapa defenisi di atas penulis lebih memilih pendapat yang dikemukakan oleh R. Subekti, yaitu adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih dalam lapangan hukum kebendaan untuk saling mengikatkan diri dengan cara memberi dan menerima sesuatu.

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dinyatakan ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian dinyatakan sah, yaitu:

7

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, hlm. 49

8

R. Subekti 1, Op.Cit., hlm. 1

9


(43)

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c) Suatu hal tertentu

d) Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-yarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.10

Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan sepakat adalah kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan syarat syarat sahnya perjanjian itu satu persatu.

ad. a Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat para pihak di dalam suatu perjanjian adalah unsur esensial dari hukum perjanjian yaitu asas konsensualitas yang ditentukan adanya perjanjian (rasion d’etre het bestaanwaarde)

11

Jadi, sepakat itu adalah kemauan atau kesesuaian kehendak oleh kedua belah pihak sehingga seia-sekata atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perikatan yang mereka adakan. Pernyataan ini merupakan kehendak bersama berdasarkan kebebasan para pihak, namun demikian ada 3 faktor yang

10

R. Subekti 1, Op.Cit, hlm. 17

11


(44)

menyebabkan sepakat tidak sah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1321 KUHPerdata, yaitu:

1) Khilaf, kekeliruan atau salah pengertian (dwaling) 2) Paksaan (dwang)

3) Penipuan (bedrog)

Kekelirun ini mencakup hakekat barang atau benda yang menjadi pokok objek perjanjian (error in substantia) dan kekelirunan mengenai orangnya (error

in persona).

Pasal 1322 KUHPerdata menjelaskan bahwa kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan mengakibatkan batalnya suatu persetujuan tetapi kekhilafan mengenai diri orangnya dengan siapa seseorang bermaksud membuat suatu persetujuan itu telah dibuat terutama kesepakatan mengingat diri orang tersebut. Misalnya X membuat perjanjian dengan Y, karena X menganggap Y adalah penyanyi yang punya nama sama dengan Y. Dan Y sendiri menyadari kekeliruan anggapan X. Dalam hal ini X kemudian dapat memintakan pembatalan perjanjian.

Mengenai paksaan, Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa: “ Yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi. Yang dimaksud dengan paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.12

Sedangkan menurut R. Subekti, paksaan yang dimaksud adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psysicis), jadi bukan paksaan badan (fisik).

13

12

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983, hlm.101 (Selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman 1)

13


(45)

Mengenai paksaan ini (dwang), terjadi apabila pihak yang dipaksakan itu tidak punya pilihan lain selain menyetujui persetujuan itu. Dan paksaan itu mungkin saja dilakukan oleh pihak ketiga.

Tetapi tidak demikian halnya dengan penipuan. Penipuan hanya dilakukan oleh pihak lawan. Wiryono Prodjodikoro, mengatakan bahwa satu macam pembohongan saja tidak cukup untuk adanya penipuan ini, melainkan harus serangkaian pembohongan yang di dalamnya hubungan satu dengan yang lainnya merupakan suatu tipu muslihat.14

1) Teori kehendak (wilstheorie)

Menurut Pasal 1328 KUHPerdata, penipuan merupakan segala tipu muslihat ataupun memperdayakan yang terang dan nyata sehingga pihak yang lain tidak akan membuat perikatan seandainya tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan ini tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.

Dalam penipuan itu pihak yang menipu bertindak aktif untuk menjerumuskan lawan baik dengan keterangan palsu maupun tipu muslihat lainnya. Dan pihak yang merasa tertipu harus mampu membuktikannya untuk pembatalan perjanjian.

Mengenai saat terjadinya kesepakatan ada beberapa ajaran, yaitu:

Teori ini adalah yang tertua dan menekankan kepada faktor kehendak. Menurut teori ini jika kita mengemukakan suatu pernyataan yang berbeda dengan apa yang dikehendaki, maka kita tidak terikat kepada pernyataan tersebut.

2) Teori pernyataan (Verklaringstheorie)

Menurut teori ini, kebutuhan masyarakat menghendaki bahwa kita dapat berpegang kepada apa yang dinyatakan.

3) Teori kepercayaan (Vetrouwenstheorie)

Teori yang sekarang dianut, juga oleh yurisprudensi adalah teori kepercayaan, di mana menurut teori ini kata sepakat terjadi jika ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya.

4) Teori ucapan (Uitingstheorie)

14


(46)

Menurut teori ini bahwa persetujuan terjadi pada saat orang yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban bahwa ia menyetujui penawaran tersebut. Kelemahan teori ini adalah bahwa sulit untuk menentukan saat terjadinya persetujuan dan selain itu jawabannya setiap saat masih dapat berubah.

5) Teori pengiriman (Verzendingstheorie)

Menurut beberapa sarjana, terjadinya persetujuan adalah pada saat dikirimkannya surat jawaban. Diterangkan selanjutnya bahwa dengan dikirimkannya surat tersebut si pengirim kehilangan kekuasaan atas surat tersebut dan lagi pula saat pengiriman dapat ditentukan secara tepat.

6) Teori pengetahuan (Vernemeningstheorie)

Teori ini mengemukakan bahwa persetujuan terjadi setelah orang yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya disetujui. Sehubungan dengan itu timbul pertanyaan, apakah persetujuan tidak akan terjadi jika sekiranya surat tersebut tidak dibuka atau jika surat tersebut hilang? Selain itu sulit untuk menentukan saat diketahuinya isi surat tersebut.

6) Teori penerimaan (Ontvangstheorie)

Menurut teori ini, bahwa persetujuan terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan.15

1) Orang-orang yang belum dewasa

ad. b Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Orang yang membuat suatu perjanjian harus “cakap” menurut hukum. Pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap (Pasal 1329 KUHPerdata).

Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu:

Pasal 330 KUHPerdata menentukan orang yang belum dewasa adalah orang yang belum berumur genap 21 tahun serta belum menikah.

2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

15


(47)

Orang-orang yang dungu, sakit otak atau mata gelap harus diletakkan di bawah pengampuan walaupun kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Demikian pula orang yang di bawah pengampuan ini sama kedudukannya dengan orang-orang yang belum dewasa, di mana anak yang belum dewasa harus diwakili orangtuanya atau walinya. Maka orang dewasa yang berada di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kurator.

3) Orang-orang perempuan

Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Orang-orang perempuan yang bersuami cakap bertindak dalam hukum sepanjang tindakan hukum tersebut tidak melampaui kekuasaan mereka. Bila tindakan hukum yang mereka lakukan melampaui kekuasaan hukum, maka tindakan hukum tersebut batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata).

Yang merupakan tindakan yang tidak melampaui kekuasaan perempuan yang bersuami adalah tindakan hukum sebagaimana yang dikemukakan dalam Pasal 109 KUHPerdata, misalnya perjanjian yang dilakukan istri guna keperluan segala yang berkenaan dengan pembekalan rumah tangga sehari-hari. Untuk itu istri tidak perlu memperoleh izin suami.

Berbeda dengan Pasal 108 KUHPerdata yang menyatakan istri harus memperoleh izin yang tegas dari suami untuk membuat suatu akta. Demikian juga Pasal 110 KUHPerdata menyatakan bahwa istri tidak boleh menghadap dimuka pengadilan tanpa bantuan suami. Hal ini menunjukkan istri tidak cakap bertindak dalam hukum.


(48)

Akan tetapi, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia ternyata, Mahkamah Agung menganggap Pasal 108 dan 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi. Demikian juga dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 31 ayat 1 menyatakan hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dengan masyarakat. Pasal 31 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. ad. c Suatu hal tertentu

Pasal 1320 KUHPerdata ini menentukan bahwa objek perjanjian harus sesuatu hal tertentu (een pepaalde onderwerp). Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan objek perjanjian.16

16

Abdul Kadir Muhammad 1, Op.Cit, hlm. 93

Sekurang-kurangnya objek perjanjian tersebut harus mempunyai jenis tertentu sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1333 KUHPerdata. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Adapun inti sari dari perjanjian itu adalah prestasi di mana kreditur berhak atas prestasi dan debitur wajib melaksanakan prestasi. Jika seluruh objek perjanjian (voorwerp) tidak tentu, maka dengan sendirinya perjanjian yang sedemikian itu tidak sah. Misalnya suatu perjanjian untuk mendirikan rumah tetapi tidak dimuat mengenai


(49)

ukuran rumah, letak rumah maupun jenis bangunannya, maka perjanjian ini tidak mempunyai kekuatan hukum (krachteloos).

ad. d Suatu sebab yang halal

Undang-Undang tidak memberi pengertian causa atau sebab. Yang dimaksud dengan causa bukan hukum dan akibat, tetapi isi atau maksud dari perjanjian.

Dengan demikian yang dimaksud dengan sebab (oorzaak/causa) bukanlah mengenai sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian itu harus memuat sebab atau causa yang diperbolehkan (geoorloofde oorzak).

Melalui syarat ini, di dalam praktek memberi peluang bagi hakim untuk dapat mengawasi perjanjian tersebut. Hakim dapat menilai apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337 KUHPerdata). Undang-undang mengatur isi perjanjian dalam Pasal 1329 dan Pasal 1327 KUHPerdata. Dari sini disimpulkan bahwa isi perjanjian terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:

1) Isi perjanjian ialah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu.

2) Kepatutan adalah ulangan dari kepatutan yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

3) Kebiasaan adalah yang diatur Pasal 1339 KUHPerdata yaitu kebiasaan yang bersifat umum sedang yang diatur dalam Pasal 1327 KUHPerdata itu kebiasaan yang hidup di tengah masyarakat.

Jadi apa yang menjadi objek atau isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian harus causa yang sah. Prestasi yang harus dilaksanakan debitur harus


(50)

benar-benar sesuatu yang mungkin dapat dilaksanakan. Suatu sebab yang halal ini mengacu pada Pasal 1337 KUHPerdata, artinya isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan maupun ketertiban umum.

Bila suatu perjanjian dibuat tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab yang palsu ataupun terlarang, maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Itu sebabnya bila syarat akan adanya sebab yang halal ini tidak dapat dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Dari uraian keempat syarat sahnya perjanjian di atas, harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.

Dalam hal suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak yang mentaatinya.


(51)

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian

Syarat-syarat objektif sebagaimana yang diuraikan pada bagian yang terdahulu merupakan isi perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak. Masing-masing pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban sendiri. Kewajiban pihak pertama merupakan hak pihak kedua, dan sebaliknya hak pihak pertama merupakan kewajiban bagi pihak kedua. Itu sebabnya dikatakan bahwa intisari atau objek dari perjanjian adalah prestasi itu sendiri.

Menurut pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang dijanjikan itu adalah: a) Untuk memberi sesuatu (to geven)

b) Untuk berbuat sesuatu ( to doen)

c) Untuk tidak berbuat sesuatu (of nien to doen)

Prestasi ini menimbulkan adanya hak dan kewajiban para pihak. Misalnya, prestasi berupa memberikan sesuatu (to geven) maka pihak yang satu berkewajiban untuk menyerahkan atau melever (levering) sesuatu/benda dan pihak yang lain berhak menerima benda tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 1235 KUHPerdata. Dengan demikian, pemenuhan prestasi merupakan kewajiban. Prestasi tidak hanya memberikan hak kepada satu pihak lalu kewajiban kepada pihak lain, tetapi prestasi memberikan hak sekaligus kewajiban pada masing-masing pihak.

Sebagaimana telah dinyatakan kalau satu pihak memberikan sesuatu (kewajibannya) maka pihak yang lain menerima (hak) demikian sebaliknya pihak yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut akan memperoleh haknya dan melakukan kewajibannya. Dengan demikian perjanjian itu menimbulkan hak dan kewajibannya yang timbal balik.


(52)

Di sinilah letak keseimbangan dari suatu perjanjian itu karena sudah menjadi tabiat manusia untuk hidup saling tergantung. Tidak ada manusia yang rela hidup hanya melaksanakan kewajiban tetapi tidak pernah menerima hak. Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak secara sah itu menjadi tolak ukur hubungan mereka dalam pelaksanaan hak dan kewajiban di mana apa yang mereka sepakati bersama berlaku sebagai undang-undang baginya dan perjanjian atau kesepakatan itu mengikat para pihak tidak hanya untuk hal-hal yang dituliskan atau dinyatakan dengan tegas tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Dengan demikian, Pasal 1339 KUHPerdata ini memungkinkan munculnya hak dan kewajiban bagi para pihak di luar yang disetujui tetapi dianggap sebagai hak maupun kewajiban berdasarkan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang yang ada. Ini membuka peluang bagi hakim untuk menimbang dan memutuskan apakah suatu perjanjian itu sesuai dengan kepatutan maupun kebiasaan yang hidup di masyarakat serta dengan undang-undang yang ada.

Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa adanya hak dan kewajiban para pihak merupakan akibat hukum dari perbuatan mengadakan perjanjian. Dan membatalkan hak dan kewajiban berarti membatalkan perjanjian dan itu harus dengan kesepakatan para pihak (Pasal 1339 KUHPerdata).

4. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: a) Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract);


(53)

c) Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda); d) Asas itikad baik (good faith); dan

e) Asas kepribadian (personality).

Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud: a) Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Hukum benda menganut sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.17

Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu.

Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian.

18

17

R. Subekti 1, Op.Cit, hlm. 13

18

Ibid.

Asas ini dalam hukum perjanjian dikenal dengan asas kebebasan berkontrak

(contractvrijheid).

Asas kebebasan berkontrak ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Ketentuan ini berbunyi:

“Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.


(54)

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1) membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta 4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

“Semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Dengan demikian maka kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau.19

19

Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 9

Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible

hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah

sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi di dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas


(55)

kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de

homme par l’homme.

Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan (vermastchappelijking) hukum kontrak/perjanjian.

b) Asas konsensualisme (concensualism)

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata penyebutannya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi ke semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasakannya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.


(1)

semua bantuannya. Dan Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar kelak skripsi ini dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Maret 2010 Penulis,


(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... v

Abstrak ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA ... 18

A. Perjanjian Pada Umumnya ... 18

1. Pengertian Perjanjian ... 18

2. Syarat Sahnya Perjanjian ... 20

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian ... 28

4. Asas-Asas Hukum Perjanjian ... 30

5. Jenis-Jenis Perjanjian ... 43

6. Berakhirnya Perjanjian ... 46

B. Perjanjian Kerja Pada Umumnya ... 47


(3)

2. Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja ... 51

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja ... 60

4. Jenis-Jenis Perjanjian Kerja ... 66

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu... 67

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ... 74

5. Berakhirnya Perjanjian Kerja ... 74

BAB III. SEKILAS MENGENAI PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. 83

A. Sejarah Singkat PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 83

B. Visi dan Misi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 85

C. Hubungan Perusahaan (PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.) dengan Insan Bank (Pekerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.) ... 86

D. Struktur Organisasi Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 88

E. Prosedur Penerimaan Petugas Administrasi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 92

F. Hak dan Kewajiaban Pekerja dan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 95

BAB IV. PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PETUGAS ADMINISTRASI DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. 100 A. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Antara Petugas Administrasi Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 101

B. Berakhirnya Kesepakatan Kerja Antara Petugas Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 106 C. Perbandingan Ketentuan Perjanjian Kerja yang Ditetapkan Oleh PT.

Bank Rakyat Indonesia Tbk. dengan Ketentuan Perjanjian Kerja yang diatur dalam KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 13 Tahun


(4)

2003 Tentang Ketenagakerjaan ... 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121 Daftar Pustaka


(5)

ABSTRAK

Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain. Apabila dalam pergaulan hidup terjadi peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu perjanjian. Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja sehingga menimbulkan perikatan. Untuk memperoleh suatu kepastian hukum atau berupa penegasan mengenai hak dan kewajiban karyawan/tenaga kerja maupun pengusaha/majikan dalam hubungan kerja, pada umumnya para pihak membuat suatu perjanjian kerja.

Dalam rangka pemenuhan formasi jabatan fungsi administrasi di unit kerja seluruh wilayah Indonesia, maka dilakukan penerimaan pekerja BRI. Pemenuhan formasi jabatan Petugas Administrasi dari sumber ekstren dilakukan melalui penerimaan pekerja kontrak. Perjanjian kerja ini merupakan jenis perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT).

Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian, metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini didapat melalui: 1. Penelitian kepustakaan (Library research), dengan melakukan pengkajian terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier; 2. Penelitian lapangan (Field research) yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke dalam obyek penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer. Dalam pengumpulan data lapangan ini penulis menggunakan metode wawancara. Bertitik tolak pada norma hukum positif. Analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif, yaitu data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, serta dari hasil pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Perjanjian kerja antara Petugas Administrasi dengan BRI adalah perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja antara BRI dengan pekerja ini berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun. Jangka waktu perjanjian kerja ini dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu perpanjangan tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan berdasarkan kesepakatan bersama dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diberlakukan BRI. Perjanjian kerja antara para pihak berakhir apabila: Jangka waktu perjanjian kerja atau perpanjangan perjanjian kerja berakhir; Pekerja meninggal dunia; Pekerja dinilai tidak cakap atau tidak mampu atau pekerja secara langsung maupun tidak langsung melanggar atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja dan peraturan bagi pekerja yang ditetapkan oleh Perusahaan; Disepakati oleh para pihak; Diakhiri oleh para pihak. Secara garis besar ketentuan mengenai perjanjian kerja yang diberlakukan BRI dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun


(6)

2003. Akan tetapi dalam menentukan kebijakan dalam perusahaan, ada peraturan-peraturan khusus yang dibuat oleh BRI. Kebijakan tersebut di antaranya berdasarkan Surat Keputusan Bersama Komisaris dan Direksi No. B.03-KOM/BRI/06/03 dan S.36-DIR/SDM/06/03 tanggal 3 Juni 2003 beserta perubahannya Tentang Kode Etik BRI, di mana setiap pekerja harus mentaati isi dari surat keputusan ini.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pengadaan Jenis Ikan Nilai Ekonomi Tinggi Antara Dinas Pertanian Kota Tebing Tinggi Dengan CV. Avansa

0 51 113

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi

1 100 90

“Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT. Bank Central Asia, Tbk dengan PT. Dana Purna Investama (Studi Penelitian pada PT. Bank Central Asia, Tbk Kanwil V Medan)

4 73 109

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank rakyat indonesia tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

1 92 130

Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)

0 69 135

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

0 0 11

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

0 0 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

0 0 16

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

0 0 61

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak) Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi

0 0 2