BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hidrogenasi Heksil Asetat
Proses hidrogenasi asam asetat dilakukan pada suhu 160
o
C dan tekanan 10-15 Kgcm
-2
. Heksil asetat bereaksi dengan gas hidrogen membentuk etanol C
2
H
5
OH dan 1-heksanol C
6
H
12
O, dengan perbandingan koefisien produk 1:1.
CH
3
CH
2 5
O C
OH
H CH
3
H H
C H
OH H
CH
3
H H
CH
3
CH
2 5
OH CH
3
CH
2 5
O C
O CH
3
+
+
Reaksi hidrogenasi ini terjadi pada dua tahapan adisi hidrogen pada molekul heksil asetat. Mula-mula molekul hidrogen diadsorpsi pada permukaan katalis,
kemudian ikatan sigma H
2
terputus dan membentuk ikatan logam-H, heksil asetat juga teradsorpsi pada permukaan katalis, molekul hidrogen mengadisi gugus C=O
karbonil, dimana ikatan pi π pada gugus C=O terputus dan pasangan elektronnya digunakan untuk membentuk dua ikatan sigma σ baru dengan orbital kosong
dari ikatan logam-H tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan adisi hidrogen terhadap ikatan C-O sehingga menghasilkan etanol dan 1-heksanol. Senyawa yang
memiliki ikatan pi biasanya berenergi lebih tinggi daripada senyawa yang sepadan yang mengandung hanya ikatan sigma sehingga suatu reaksi adisi biasanya
bersifat eksoterm Fessenden, 2006.
4.2. Analisa Kualitatif
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji fisik, antara lain diamati warna, ditentukan viskositas dan densitas dari heksil asetat, 1-heksanol,
etanol dan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuOZnO, nikel dan ZSM-5 dengan konsentrasi masing-masing 1 seperti yang terlihat
pada tabel 3. Kemudian dilakukan identifikasi alkohol dengan oksidasi K
2
Cr
2
O
7
, analisa dengan menggunakan FTIR dan GC-MS. Adapun heksil asetat, etanol, 1-
heksanol dan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuOZnO, nikel dan ZSM-5 1 adalah larutan jernih tak berwarna.
Tabel 3. Viskositas dan Densitas Reaktan dan Produk
Zat Viskositas Densitasgcm
3
Heksil Asetat 1,0807
0,8670 Hasil Hidrogenasi dengan Katalis CuOZnO 1
1,0449 0,8699
Hasil Hidrogenasi dengan Katalis Nikel 1 1,0692
0,8704 Hasil Hidrogenasi dengan Katalis ZSM-5 1
1,0791 0,8729
Etanol 1,0513
0,7890 1-heksanol
3,9082 0,8140
4.2.1. Identifikasi Alkohol dengan Oksidasi Kalium dikromat K
2
Cr
2
O
7
Analisa ini dilakukan untuk menentukan adanya etanol dan 1-heksanol yang merupakan alkohol primer pada hasil hidrogenasi heksil asetat. Hasil positif
dengan uji oksidasi K
2
Cr
2
O
7
ditunjukkan oleh hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 1 dan hasil hidrogenasi dengan katalis nikel 1. Larutan berubah warna
dari jingga menjadi hijau kebiruan. Sedangkan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuOZnO menunjukkan tidak terjadi perubahan
warna pada hasil pengujian. Dengan demikian, larutan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis ZSM-5 1 dan katalis nikel 1 mengandung alkohol
primer atau sekunder.
Reaksi oksidasi pada etanol adalah :
CH
3
CH
2
OH H
2
SO
4
CH
3
C O
H H
2
O 3
K
2
Cr
2
O
7
+ 4 3
+ +
+ 7 +
Cr
2
SO
4 3
K
2
SO
4
Reaksi oksidasi pada 1-heksanol adalah sebagai berikut :
C
5
H
11
CH
2
OH H
2
SO
4
C
5
H
11
C O
H H
2
O 3
K
2
Cr
2
O
7
+ 4 3
+ +
+ 7 +
Cr
2
SO
4 3
K
2
SO
4
Hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 dan katalis nikel mengandung etanol dan 1-heksanol yang merupakan alkohol primer, atom O dari K
2
Cr
2
O
7
akan menyerang atom H yang terikat pada atom C yang memiliki gugus –OH sehingga
teroksidasi membentuk aldehid yang kemudian teroksidasi lebih lanjut membentuk asam karboksilat. Hal ini terjadi karena setelah dipanaskan dalam
kondisi asam dengan larutan K
2
Cr
2
O
7
awalnya berwarna jingga, kemudian setelah bereaksi, larutan yang mengandung alkohol primer dan sekunder berubah menjadi
hijau kebiruan karena ion Cr
2
O
7 2-
yang berwarna jingga telah tereduksi menjadi ion Cr
3+
yang berwarna hijau. Hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuOZnO
tidak menunjukkan adanya alkohol pada uji oksidasi K
2
Cr
2
O
7
. Hal ini terlihat dari tidak terjadinya perubahan warna, Dengan demikian, dilakukan analisa lebih
lanjut terhadap hasil hidrogenasi heksil asetat dengan berbagai katalis ini. Untuk mengetahui adanya alkohol sebagai produk reaksi hidrogenasi
heksil asetat diperlukan analisa lebih lanjut, dalam penelitian ini analisa yang dilakukan pada hasil hidrogenasi dengan katalis CuOZnO, katalis nikel maupun
dengan katalis ZSM-5 masing-masing dengan konsentrasi 1 adalah dengan menggunakan instrumen FTIR dan GC-MS.
4.2.2. Analisa Kualitatif dengan FTIR Analisa kualitatif dengan spektroskopi inframerah FTIR dilakukan pada
bilangan gelombang 4000 hingga 500 cm
-1
. Analisa ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya gugus karbonil ester. Adanya alkohol pada suatu
senyawa ditandai dengan adanya gugus hidroksil -OH dan gugus C-O dalam spektrum IR-nya. Gugus hidroksil tersebut bisa dalam keadaan dipengaruhi
adanya ikatan hidrogen ataupun tidak bebas Silverstein, 2005. Pada fenol ataupun alkohol bebas yang tidak dipengaruhi oleh ikatan hidrogen ditandai
dengan absorpsi yang kuat di daerah 3700-3584 cm
-1
yang menunjukkan karakteristik dari adanya –OH stretching.
Hasil uji FTIR menunjukkan bahwa heksil asetat dan hasil hidrogenasinya memiliki puncak 1741,72 cm
-1
gambar 12-15 merupakan bilangan gelombang yang khas bagi senyawa ester 1750-1735 cm
-1
. Juga disertai kemunculan puncak 1238,30 cm
-1
Gambar 12 dan 1240,23 cm
-1
Gambar 13-15 yang merupakan khas suatu pita C-O dan dapat digunakan untuk membedakan antara ester dengan
keton Fessenden, 2006. Pita serapan pada bilangan gelombang 3184,48 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-H stretching Sastrohamidjojo, 1990.
Gambar 12. Spektrum FTIR Heksil Asetat
Gambar 13. Spektrum FTIR Heksil Asetat dengan menggunakan Katalis CuOZnO 1
Gambar 14. Spektrum FTIR Heksil Asetat dengan Menggunakan Katalis Nikel 1
Gambar 15. Spektrum FTIR Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5 1
Interpretasi spektrum-spektrum FTIR di atas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Interpretasi Spektrum
Heksil Asetat, Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuOZnO 1 dengan Katalis Nikel 1 dan dengan
Katalis ZSM-5 1.
No. Bilangan
Gelombang Daerah Serapan cm
-1
Gugus Fungsional Tipe Vibrasi
Ket 1
3641,60 Vibrasi O-H stretching
free hydrogen bond Gambar 13
2 3635,82
Gambar 12 3
3643,35 Gambar 14
4 3462,22
Vibrasi O-H stretching Gambar 12
5 3464,15
Gambar 13-15 6
1741,72 Vibrasi
ikatan C=O
stretching ester
Gambar 12-15 7
1240,23 Vibrasi C-O stretching
Gambar 12 8
1238,30 Gambar 13-15
9 1039,63
Vibrasi C-O stretching asimetris
Gambar 12 dan 15 10
1033,85 Gambar 13-14
Sumber: Silverstein, 2005 Adanya puncak pada bilangan gelombang 3641,6 cm
-1
pada Gambar 13 dan 3643,35 cm
-1
pada Gambar 14 mengidentifikasikan bahwa kedua sampel mengandung gugus O-H bebas 3700-3584 cm
-1
. Alkohol primer, sekunder dan tersier masing-masing muncul dekat 3640, 3630 dan 3620 cm
-
1 Sastrohamidjojo, 1990. Maka diperkirakan keduanya mengandung alkohol primer. Puncak serapan
3635,82 cm
-1
muncul pada heksil asetat yang merupakan bahan baku Gambar 12.
Ikatan hidrogen O-H stretching memberikan puncak lebar terjadi pada bilangan gelombang 3500-3200 cm
-1
. Pada Gambar 12-15, semua spektrum memiliki puncak pada daerah tersebut. Puncak-puncak tersebut antara lain
3462,22 cm
-1
Gambar 12, 3464,15 cm
-1
Gambar 13-15 puncak serapan yang
terjadi menunjukkan adanya vibrasi O-H bending. Terlihat bahwa terjadi pergeseran bilangan gelombang antara heksil asetat dengan hasil hidrogenasinya.
Vibrasi ikatan tunggal C-O stretching yang kuat muncul pada kisaran 1250-1000 cm
-1
. Serapan C-O bergabung dengan vibrasi C-C stretching yang berdekatan sehingga dapat digunakan untuk menentukan struktur alkohol primer,
sekunder, tersier maupun fenolat Sastrohamidjojo, 1990. Berdasarkan tabel 2, keempat sampel mengidentifikasikan adanya alkohol primer, antara lain pada
bilangan gelombang 1039,63 cm
-1
Gambar 12 dan 15, 1033,85 cm
-1
Gambar 13 dan 14. Pada alkohol primer, vibrasinya digambarkan dengan baik sebagai
vibrasi C-O stretching asimetris. Alkohol dan fenol menghasilkan karakteristik puncak yang tajam hasil dari
O-H stretching dan C-O stretching. Vibrasi ini mengidentifikasikan bahwa senyawa mengandung ikatan hidrogen. C-O stretching dan O-H bending
merupakan jenis vibrasi yang saling mempengaruhi, karena gugus-gugus tersebut berpasangan dengan vibrasi dari senyawa yang berdekatan Silverstein, 2005.
Spektrum FTIR heksil asetat dan ketiga spektrum hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuOZnO, nikel dan ZSM-5 masing-masing dengan 1
katalis menunjukkan kecenderungan adanya alkohol dalam zat tersebut. Namun masih mengandung senyawa ester. Hal ini terjadi karena senyawa yang dianalisa
diperkirakan merupakan campuran etanol dan 1-heksanol sebagai produk, juga heksil asetat yang merupakan bahan baku.
4.2.3. Analisa dengan GC-MS Analisa GC-MS dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi
senyawa-senyawa yang terbentuk pada proses hidrogenasi heksil asetat. Pada
analisa tersebut digunakan Shimadzu QP 5050A dengan kolom jenis DB5-MS yang memiliki panjang 30 m dan berdiameter 0,25 mm. Gas pembawa yang
digunakan adalah nitrogen N
2
dengan laju alir 1,6 mlmin. Analisa GC-MS dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu hidrogenasi heksil
asetat dengan katalis CuOZnO 1 , dengan katalis nikel 1 dan dengan katalis ZSM-5 1.
Kromatogram hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuOZnO 1 dapat dilihat pada Gambar 16. Pada gambar tersebut terlihat adanya satu puncak
yang tertinggi dan terluas areanya. Puncak kromatogram GC-MS yang menunjukkan jumlah senyawa yang terkandung dalam hasil hidrogenasi heksil
asetat dengan katalis CuOZnO 1 . Puncak tersebut muncul pada waktu retensi 5,218 dengan luas area sebesar 25181384.
Gambar 16. Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis
CuOZnO 1 .
Adapun interpretasi hasil analisa GC-MS hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuOZnO disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuOZnO
1 Puncak
Waktu Retensi
Luas Area Base
Peak Senyawa
yang Disarankan
Molecular Ion Peak
Similaritas
2 5,218
25181384 43,10
Heksil asetat
C
8
H
16
O
2
114 98
Spektrum massa pada sampel di atas memiliki base peak sebesar 43,10. Berdasarkan spektrum massa tersebut, diketahui bahwa kemungkinan senyawa
yang terbentuk adalah heksil asetat dengan similaritas sebesar 98. Kemungkinan tersebut dilihat dari kemiripan pola fragmentasi spektrum massa sampel dengan
pustaka fragmen yang tersedia pada MS. Adapun pola fragmentasi heksil asetat adalah sebagai berikut :
O O
- 60
mz = 84 mz = 144
penataan ulang
H CH
3
+ mz = 42
mz = 43 +
mz = 101
O O
+ mz = 43
mz = 101
mz = 42 mz = 84
O O
Analisa hasil GS-MS terhadap hasil hidrogenasi dengan menggunakan katalis nikel 1 ditunjukkan oleh kromatogram pada Gambar 17 sebagai berikut :
Gambar 17. Kromatogram hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis nikel 1
Pada kromatogram hasil hidrogenasi dengan katalis nikel 1 terdapat 5 puncak yang terbentuk juga dengan satu puncak paling tinggi dan paling luas
puncak areanya. Puncak tersebut muncul pada waktu retensi 5,301 dengan luas area sebesar 28227038.
Interpretasi hasil analisa GC-MS terhadap hasil hidrogenasi dengan katalis nikel 1 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel 1
Puncak Waktu
Retensi Luas Area
Base Peak
Senyawa yang
Disarankan Molecular
Ion Peak Similaritas
3 5,301
28227038 43,05
Heksil asetat
C
8
H
16
O
2
114 98
Spektrum massa pada sampel tersebut memiliki base peak sebesar 43,05. Berdasarkan spektrum massa, diketahui bahwa kemungkinan senyawa yang
terbentuk adalah heksil asetat dengan similaritas sebesar 98.
Analisa hasil GC-MS terhadap hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis ZSM-5 1 ditunjukkan oleh kromatogram pada Gambar 18
dan tabel 7. Reaksi hidrogenasi ini menghasilkan dua senyawa, hal tersebut dapat dilihat dari puncak kromatogram pada Gambar 18. Pada kromatogram tersebut
muncul satu puncak dengan waktu retensi 2,604 dan luas area sebesar 820297 juga muncul puncak dengan waktu retensi 5,344 serta luas area sebesar 26446269.
Gambar 18. Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5
1 Interpretasi hasil analisa GC-MS terhadap hasil hidrogenasi dengan katalis
ZSM-5 1 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5 1
Puncak Waktu
Retensi Luas Area
Base Peak
Senyawa yang
Disarankan Molecular
Ion Peak Similaritas
2 2,604
820297 56,10
1-heksanol C
6
H
12
O 102
92
3 5,344
26446269 43,05
Heksil asetat
C
8
H
16
O
2
114 98
Spektrum massa hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 1 memiliki base peak
sebesar 56,10 untuk puncak 2 dan 43,05 untuk puncak 3. Senyawa yang disarankan oleh pustaka fragmen MS untuk puncak 1 adalah 1-heksanol
dengan similaritas sebesar 92 dan senyawa yang disarankan untuk puncak 3 adalah heksil asetat dengan similaritas 98. Pola fragmentasi heksil asetat adalah
sebagai berikut :
Titik didih 1-heksanol lebih rendah dibandingkan heksil asetat 1-heksanol 156-157
o
C dan heksil asetat 163
o
C. Dan tidik didih etanol lebih rendah dari 1- heksanol etanol 78
o
C, 1-heksanol 156-157
o
C. Semakin rendah titik didih suatu komponen maka waktu retensinya akan semakin kecilsingkat karena pada
temperatur tertentu zat tersebut sudah menjadi fasa uap sehingga bisa bergerak lebih cepat sebagai fasa gerak dalam kolom kapiler sedangkan komponen lainnya
masih dalam fasa cairan. Sehingga 1-heksanol yang terlebih dahulu menjadi uap lebih cepat keluar dari kolom.
Massa molekul relatif Mr 1-heksanol pun lebih kecil dibandingkan dengan Mr heksil asetat Mr 1-heksanol 102 gmol sedangkan heksil asetat 144,21
gmol. Semakin kecil ukuran sebuah komponen dan semakin kecil nilai Mr maka
sebuah komponen akan lebih dapat bergerak lebih cepat keluar dari kolom. Jadi semakin kecil ukuran komponen dan semakin kecil Mr komponen maka waktu
retensinya akan semakin kecil pula. Oleh karena itulah 1-heksanol memiliki waktu retensi yang lebih kecil dibandingkan dengan heksil asetat. Heksanol yang
terbentuk dapat didehidrasi membentuk 1-heksena sehingga olefin yang digunakan dalam reaksi esterifikasi membentuk heksil asetat dapat doperoleh
kembali. Hasil analisa GC-MS dari hasil hidrogenasi heksil asetat dengan
menggunakan katalis CuOZnO, nikel dan ZSM-5 menunjukkan bahwa katalis ZSM-5 merupakan katalis yang lebih baik mengkatalisis hidrogenasi heksil asetat
menjadi 1-heksanol dan etanol dalam konsentrasi 1 katalis. Adapun etanol tidak teridentifikasi oleh GC-MS dikarenakan karakterisasi menggunakan GC-MS
memerlukan kondisi dan perlakuan yang berbeda dari analisa yang dilakukan dalam penelitian ini.
Dari berbagai analisa yang dilakukan uji oksidasi, FTIR dan GC-MS, katalis ZSM-5 merupakan katalis yang lebih baik dalam mengkatalisis reaksi
hidrogenasi heksil asetat menjadi alkohol, bila dibandingkan dengan katalis nikel maupun CuOZnO dengan konsentrasi yang sama 1 bb. Ketiga jenis katalis
ini merupakan katalis yang berumur panjang, dapat diperoleh kembali setelah digunakan dalam reaksi. Dari segi ekonomi, katalis ZSM-5 juga lebih ekonomis
dibandingkan dengan katalis nikel dan CuOZnO. Disamping itu, terdapat kemungkinan bahwa katalis CuOZnO yang digunakan belum mencapai kondisi
optimum pada suhu 160
o
C, sehingga kemampuannya dalam mengkatalisis reaksi hidrogenasi rendah. Dalam hal ini, Zhang 2010 mengatakan bahwa katalis
berbasis Cu memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi pada kondisi suhu 250- 350
o
C dengan tekanan sekitar 10-20 MPa.
4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi