Penerapan Konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS) Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 Atas Aset Tetap Pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh

(1)

SKRIPSI

PENERAPAN KONVERGENSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS) DALAM PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

(PSAK) NO. 16 ATAS ASET TETAP PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA I (PERSERO) LANGSA-PROVINSI ACEH

OLEH :

RIEZKA DHARMA

090522023

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :“Penerapan Konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 Atas Aset Tetap Pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Aceh” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar adanya. Dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang diterapkan oleh Universitas.

Medan, 27 Mei 2011 Yang membuat pernyataan,

Riezka Dharma NIM 090522023


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan hidayahnya dan karunianya Tugas Akhir ini dapat selesai. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Oleh karena terbatasnya waktu, biaya dan kemampuan, maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam menyusun Tugas Akhir ini, sehingga masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan tangan terbuka menerima saran dan kritik dari pembaca demi kebaikan dari Tugas Akhir ini sebagai suatu karya ilmiah.

Selama dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak menerima masukan dan dorongan baik moral maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Syahelmi, MSi, Ak selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir saya.

4. Ibu Dra. Narumondang Bulan Siregar, MM, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II saya.

5. Pimpinan dan karyawan PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas akhir ini.


(4)

6. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Darwis Anatami, SH, MH dan Ibunda Ermawati, SPd yang telah memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Akhirnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik, Amin.

Medan, 27 Mei 2011 Penulis,

Riezka Dharma NIM. 090522023


(5)

ABSTRAK

Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara internasional. Oleh karena itu muncul organisasi yang bernama IASB atau International Accounting Standar Board yang mengeluarkan International Financial Reporting Standar (IFRS). Salah satu Standar Akuntansi Keuangan yang sudah konvergen terhadap IFRS adalah tercantum dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 atas Aset Tetap.

Tujuan dilakukannya penelitian terhadap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan akuntansi aset tetap yang diterapkan perusahaan dan membandingkannya dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku, yakni PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS/IAS 16.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yang dilakukan dengan cara memahami kenyataan yang ada dan membandingkannya dengan teori yang dipelajari penulis sehingga dapat diambil kesimpulan. Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Dari hasil analisis penelitian, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa perusahaan telah menggolongkan aset tetapnya dengan baik, harga perolehan aset tetap dicatat sesuai dengan faktur dimana telah disepakati bersama pemasok harga tersebut termasuk biaya-biaya yang dibutuhkan sampai aset tetap tersebut dapat digunakan. Perusahaan memakai metode penyusutan garis lurus untuk menyusutkan aset tetapnya. Perusahaan masih menganut model biaya dalam mengukur aset tetapnya setelah pengakuan awal, perusahaan belum menerapkan metode revaluasi sebagaimana yang terdapat dalam PSAK No. 16, dikarenakan masih banyak terdapat nilai buku satu rupiah pada 10.746 unit aset tetapnya. Kata Kunci : Aset Tetap, International Financial Reporting Standard (IFRS),

Konvergen, International Accounting Standard Board (IASB), Metode biaya, Metode Revaluasi, PSAK No. 16, Metode penyusutan garis lurus.


(6)

ABSTRACT

The existence of inter-state transactions and accounting principles which different contries, needs an accounting standard internationally. Therefore appear an organization that called the IASB or International Accounting Standards Board that issued the International Financial Reporting Standards (IFRS). One of the Financial Accounting Standards that have been convergent with IFRS is included in the Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 16 of Fixed Assets.

The purpose of this study on PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Aceh is to determine how the application of accounting policies of fixed assets that applied of company and compare it with applicable financial accounting standards No. 16 of Fixed Assets which have been convergent with IFRS/IAS 16.

The research method used is descriptive analysis method which is understanding of reality and compare it with the theory that authors studied so it can be concluded. To obtain the necessary data the authors uses data colection techniques in the form of interviews and documentation. Types of data used are primary data and secondary data.

From the analysis of research, the author can take a conclusion, that the company has cllasified their fixed assets properly, the cost of fixed assets recorded in according the invoices which have been agreed with the supplier prices include the costs required to keep this assets can be used. Company using the straight-line method of depreciation for fixed assets. The company still uses the cost model for measuring fixed assets after initial recognition, the company has not implemented the revaluation model yet as contained in SFAS 16, because there are still a lot of book value of the rupiah at 10.476 units of their fixed assets.

Keywords: Fixed Assets, International Financial Reporting Standards (IFRS), Convergent, International Accounting Standards Board (IASB), the cost method, revaluation method, SFAS No. 16, the straight-line depreciation method.


(7)

DAFTAR ISI SKRIPSI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Batasan Penelitian ... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 6

1. Konvergensi International Financial Report Standard (IFRS) 6 2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 16 (Revisi 2007) Konvergen IFRS/IAS 16 ... 9

a. Pengertian Aset Tetap ... 9

b. Klasifikasi / Penggolongan Aset Tetap ... 10


(8)

d. Pengukuran Aset Tetap ... 15

e. Pengeluaran Aset Tetap ... 18

f. Telaah ulang (review) Nilai Residu, Umur Manfaat dan Metode Penyusutan Aset Tetap ... 18

g. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap ... 20

h. Penyajian Aset Tetap dalam Laporan Keuangan ... 21

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 22

C. Kerangka Konseptual ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 26

B. Jenis Data ... 26

C. Teknik Pengumpulan Data ... 26

D. Metode Analisis Data ... 27

E. Jadwal Dan Lokasi Penelitian ... 27

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 29

1. Sejarah Singkat PTP N I (Persero) ... 29

2. Struktur Organisasi PTP N I (Persero) ... 32

3. Klasifikasi/Penggolongan Aset Tetap pada PTPN I (Persero) ... 39

4. Perolehan Aset Tetap pada PTPN I (Persero) ... 40

5. Pengukuran Aset Tetap PTPN I (Persero) ... 42


(9)

7. Telaah Ulang (review) Nilai Residu, Umur Manfaat,

dan Metode Penyusutan Aset Tetap PTPN I (Persero) ... 46

8. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap PTPN I (Persero) 49 9. Penyajian Aktiva Tetap dalam Laporan Keuangan PTPN I (Persero) ... 50

B. Analisis Hasil Penelitian ... 50

1. Klasifikasi / Penggolongan Aset Tetap ... 50

2. Perolehan Aset Tetap ... 53

3. Pengukuran Aset Tetap ... 55

4. Pengeluaran Aset Tetap ... 57

5. Telaah Ulang (review) Nilai Residu, Umur Manfaat, dan Metode Penyusutan Aset ... 58

6. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap ... 58

7. Penyajian Aktiva Tetap dalam Laporan Keuangan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

TABEL 1.1 Penelitian Terdahulu ... 20 TABEL 3.1 Jadwal Penelitian ... 26 TABEL 4.1 Umur Manfaat Aset Tetap ... 44


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Struktur Organisasi Perusahaan 1 2 Neraca PTPN I (Persero) tahun 2009-2010 2

3 Daftar Aset Tetap Rp.1 3


(13)

ABSTRAK

Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara internasional. Oleh karena itu muncul organisasi yang bernama IASB atau International Accounting Standar Board yang mengeluarkan International Financial Reporting Standar (IFRS). Salah satu Standar Akuntansi Keuangan yang sudah konvergen terhadap IFRS adalah tercantum dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 atas Aset Tetap.

Tujuan dilakukannya penelitian terhadap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan akuntansi aset tetap yang diterapkan perusahaan dan membandingkannya dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku, yakni PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS/IAS 16.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yang dilakukan dengan cara memahami kenyataan yang ada dan membandingkannya dengan teori yang dipelajari penulis sehingga dapat diambil kesimpulan. Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Dari hasil analisis penelitian, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa perusahaan telah menggolongkan aset tetapnya dengan baik, harga perolehan aset tetap dicatat sesuai dengan faktur dimana telah disepakati bersama pemasok harga tersebut termasuk biaya-biaya yang dibutuhkan sampai aset tetap tersebut dapat digunakan. Perusahaan memakai metode penyusutan garis lurus untuk menyusutkan aset tetapnya. Perusahaan masih menganut model biaya dalam mengukur aset tetapnya setelah pengakuan awal, perusahaan belum menerapkan metode revaluasi sebagaimana yang terdapat dalam PSAK No. 16, dikarenakan masih banyak terdapat nilai buku satu rupiah pada 10.746 unit aset tetapnya. Kata Kunci : Aset Tetap, International Financial Reporting Standard (IFRS),

Konvergen, International Accounting Standard Board (IASB), Metode biaya, Metode Revaluasi, PSAK No. 16, Metode penyusutan garis lurus.


(14)

ABSTRACT

The existence of inter-state transactions and accounting principles which different contries, needs an accounting standard internationally. Therefore appear an organization that called the IASB or International Accounting Standards Board that issued the International Financial Reporting Standards (IFRS). One of the Financial Accounting Standards that have been convergent with IFRS is included in the Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 16 of Fixed Assets.

The purpose of this study on PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Aceh is to determine how the application of accounting policies of fixed assets that applied of company and compare it with applicable financial accounting standards No. 16 of Fixed Assets which have been convergent with IFRS/IAS 16.

The research method used is descriptive analysis method which is understanding of reality and compare it with the theory that authors studied so it can be concluded. To obtain the necessary data the authors uses data colection techniques in the form of interviews and documentation. Types of data used are primary data and secondary data.

From the analysis of research, the author can take a conclusion, that the company has cllasified their fixed assets properly, the cost of fixed assets recorded in according the invoices which have been agreed with the supplier prices include the costs required to keep this assets can be used. Company using the straight-line method of depreciation for fixed assets. The company still uses the cost model for measuring fixed assets after initial recognition, the company has not implemented the revaluation model yet as contained in SFAS 16, because there are still a lot of book value of the rupiah at 10.476 units of their fixed assets.

Keywords: Fixed Assets, International Financial Reporting Standards (IFRS), Convergent, International Accounting Standards Board (IASB), the cost method, revaluation method, SFAS No. 16, the straight-line depreciation method.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambil keputusan yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus menerus berubah karena adanya globalisasi, baik lingkungan bisnis yang bertumbuh bagus, dalam keadaan stagnasi maupun depresi. Tiap-tiap negara tentu saja mempunyai standar akuntansi yang berbeda dengan negara lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, paham ekonomi yang dianut, serta perbedaan kondisi politik dan sosial di tiap-tiap negara. Dengan keadaan yang seperti ini, tentu saja, laporan akuntansi pada perusahaan di masing-masing negara juga berbeda. (Sadjiarto, 1999).

Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara internasional. Oleh karena itu muncul organisasi yang bernama IASB atau International Accounting Standar Board yang mengeluarkan International Financial Reporting Standar (IFRS). IFRS kemudian dijadikan sebagai pedoman penyajian laporan keuangan di berbagai negara. Penerapan IFRS pada perusahaan merupakan hal yang sangat menarik mengingat fenomena rencana penerapan full adoption IFRS di Indonesia pada tahun 2012. Indonesia sendiri masih dalam tahap pembelajaran menuju konvergensi IFRS itu sendiri. Salah satu Standar Akuntansi Keuangan yang sudah konvergen terhadap IFRS adalah tercantum dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 atas Aset Tetap.

Di dalam laporan keuangan, perkiraan aset tetap nilainya cukup material, sehingga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah aset yang tercantum di neraca yang selanjutnya juga akan mempengaruhi para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Oleh


(16)

karena itu, perusahaan perlu menerapkan kebijakan akuntansi aset tetap yang berpedoman pada prinsip akuntansi yang berlaku, dalam hal ini Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.16 (2007) yang telah konvergen dengan Internasional Financial Reporting Standard (IFRS), agar diperoleh laporan keuangan yang wajar, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemakai laporan keuangan.

Melihat pentingnya peranan aset tetap, peneliti mencoba membandingkan keadaan di lapangan dengan teori yang dipelajari dengan mengadakan penelitian pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa- Provinsi Aceh. Dalam prariset, peneliti mengamati bahwa perusahaan belum sepenuhnya menerapkan kebijakan akuntansi aset tetap yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.16 yang telah konvergen IFRS. Diantaranya, kebijakan perusahaan tentang pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan untuk pengeluaran-pengeluaran yang terjadi selama pemakaian aset tetap belum memadai. Perusahaan tidak melakukan telaah ulang (me-review) masa manfaat aset untuk pengeluaran modal yang sifatnya menambah umur aset, sehingga meengakibatkan keraguan dalam perhitungan beban penyusutan aset tetap untuk periode berjalan dan berikutnya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin memahami lebih jauh mengenai kebijakan akuntansi aset tetap yang diterapkan perusahaan dan membandingkannya dengan teori yang dipelajari, dalam hal ini Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 yang telah konvergen IFRS. Maka dari itu, peneliti memilih judul “Penerapan Konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 Atas Aset Tetap Pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh”. Dengan demikian, peneliti dapat membandingkan dan menilai sejauh mana perusahaan telah menerapkan kebijakan akuntansi aset tetap yang sesuai dengan PSAK No.16 dalam aktivitas perusahaan.


(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas dan untuk memudahkan dalam melakukan penelitian agar lebih terfokus, maka peneliti merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu “Apakah Penerapan Akuntansi Aset Tetap Pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh telah sesuai dengan Penyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 yang telah konvergen dengan International Financial Reporting Standard (IFRS).”

C. Batasan Penelitian

Penulis membatasi penelitian ini hanya pada penerapan aset tetap non tanaman yang terdapat pada perusahaan, seperti bangunan wisma serba guna, perumahan staf, dan kendaraan kantor.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetauhi apakah penerapan akuntansi aset tetap pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinci Aceh telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 yang konvergen International Financial Reporting Standard (IFRS).

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi Penulis, penelitian ini memberikan gambaran yang sesungguhnya dan membandingkan penerapan kebijakan akuntansi aset tetap di lapangan


(18)

dengan standar akuntansi yang berlaku dalam hal ini PSAK No. 16 yang konvergen IFRS.

b. Bagi Perusahaan, penelitian ini berguna untuk mengetahui bagaimana sebuah perusahaan mengaplikasikan standar akuntansi internasional dalam penyajian aset tetap dalam laporan keuangannya. Selain itu, hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai studi bagaimana mengaplikasikan IFRS secara benar dalam penyajian aset tetap di laporan keuangan perusahaan.

c. Bagi peneliti lainnya, dapat menjadi bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis di masa yang akan datang.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS)

IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standar Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). International Accounting Standar Board (IASB) yang dahulu bernama International Accounting Standar Committee (IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999).

Natawidnyana (2008) menyatakan bahwa “sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standars (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh IASC. Pada bulan April 2001, IASB mengadopsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.”

Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:

1. Full Adoption

Suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menerjemahkan IFRS word by word ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.

2. Adopted

Mengadopsi seluruh IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.

3. Piecemeal

Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.

4. Referenced

Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.


(20)

Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.

Pada tahun 2009, Indonesia belum mewajibkan perusahaan-perusahaan listed di BEI menggunakan IFRS, melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan nasional atau PSAK. Namun pada tahun 2010 bagi perusahaan yang memenuhi syarat, adopsi IFRS sangat dianjurkan. Sedangkan pada tahun 2012, Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan DSAK merencanakan akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.

Dari data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konvergensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh DSAK tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh IASB. Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konvergensi secara penuh dengan IFRS yang dikeluarkan oleh IASB.

Menurut Immanuella (2009) tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang terdiri dari:

1. Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan

2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS

3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.


(21)

Disisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS, dengan demikian diharapkan meningkatnya kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan.

Dengan konvergensi IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional judgment, senantiasa peningkatan kompetensi harus pula dibarengi dengan peningkatan integritas. Peta arah (roadmap) program konvergensi IFRS yang dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama tahap adopsi (2008 - 2011) yang meliputi Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Kedua tahap persiapan akhir (2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang diperlukan. Ketiga yaitu tahap implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif.

Maka secara umum, manfaat dari Konvergensi IFRS ini adalah :

1. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Stándar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).

2. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi .

3. Menurunkan Biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal. 4. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

5. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, antara lain dengan mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.


(22)

2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 16 (Revisi 2007) Konvergen IFRS/IAS No. 16

a. Pengertian Aset Tetap

Aset tetap menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (revisi 2007) paragraf 6 adalah ’’sebagai aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.”

Imam Santoso (2009 : 3) mengemukakan “aset tetap merupakan aset yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam menunjang kegiatan atau operasi utama perusahaan, dimiliki tidak dimaksud untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun)”.

Soemarso (2005 : 20) mendefinisikan “Aset tetap adalah aset berwujud (tangible fixed assets) yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, digunakan dalam kegiatan perusahaan, dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan serta nilainya cukup besar”.

Dari aset tetap apabila mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Aset berwujud dalam bentuk siap pakai.

2. Digunakan secara aktif dalam operasi perusahaan. 3. Bukan dimaksudkan untuk dijual.

4. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (permanen). 5. Pengeluaran untuk aset tersebut material.


(23)

b. Klasifikasi / Penggolongan Aset Tetap

Menurut Harahap (2002:20) Aset tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut, antara lain :

1) sudut substansi aset tetap dibagi menjadi tangible assets (aset berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan) dan intangible assets (aset tidak berwujud seperti HGU, HGB, goodwiil-Patents, Copy right, Hak cipta, Franchise, dan lain-lain.

2) Sudut disusutkan atau tidak terbagi atas Depreciated Plants Assets (yaitu aset tetap yang disusutkan seperti bangunan, peralatan, mesin, inventaris, jalan, dan lain-lain), dan Undepreciated Plants Assets (yaitu aset tetap yang tidak dapat disusutkan seperti tanah).

3) Berdasarkan jenis aset tetap dibagi menjadi :

a) Lahan adalah sebidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang didirikan bangunan diatasnya harus dipisahkan pencatatannya dari lahan itu sendiri. Khusus bangunan yang dianggap sebagai bagian dari lahan tersebut atau yang dapat meningkatkan nilai gunanya seperti jalan dapat digabungkan dalam nilai lahan.

b) Bangunan Gedung adalah bangunan yang berdiri diatas bumi ini baik diatas lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung tersebut.

c) Mesin, termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan.

d) Kendaraan, semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truck, grader, traktor, kendaraan roda dua, dan lain-lain.


(24)

e) Perabot, dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboraturium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan.

f) Inventaris / Peralatan, merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan, seperti inventaris kantor, inventaris pabrik,

g) inventaris laboraturium, inventaris gudang, dan lain-lain.

c. Perolehan Aset Tetap

Jusuf (2005:155) mengutarakan:

“Agar sejalan dengan prinsip akuntansi yang lazim, aset tetap harus dicatat sebesar harga perolehannya. Harga peolehan meliputi semua pengeluaran yang diperluakn untuk mendapatkan aset, dan pengeluaran-pengeluaran lain agar aset siap untuk digunakan. Sebagai contoh, harga beli mesin, biaya pengangkutan mesin yang dibayar pembeli, dan biaya pemasangan mesin juga merupakan bagian dari harga perolehan mesin pabrik yang dibeli perusahaan”.

Didalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 06 mendefinisikan perolehan aset tetap sebagai “Jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau kontruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain”.

Aset tetap dapat diperoleh melalui beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pembelian tunai

Harga perolehan aset tetap yang dibeli dengan tunai meliputi semua pengeluaran atau pembayaran yang terjadi untuk mendapatkan aset tetap tersebut sampai pada kondisi siap pakai untuk digunakan. Pembelian aset tetap secara tunai dicatat sebesar uang yang dikeluarkan untuk pembelian tersebut


(25)

ditambah biaya-biaya lain sehubungan dengan pembelian aset tersebut termasuk biaya pengangkutan, biaya pemasangan aset tetap dan biaya-biaya lain.

2. Pembelian secara Kredit

Pembelian secara kredit mengakibatkan adanya penangguhan pembayaran. Hutang biasanya dibuktikan dengan wesel, surat berharga, hutang hipotek. Hutang ini dibayar dengan beberapa kali angsuran ditambah dengan pembayaran bunganya. Hal ini berarti pembelian secara kredit membutuhkan pembayaran lebih besar daripada membeli tunai.

3. Pembelian dengan Surat Berharga

Aset tetap yang diperoleh dengan mengeluarkan surat-surat berharga berupa saham atau obligasi dicatat sebesar harga pasar atau obligasi pada saat perolehan aset tersebut. Selisih antara harga pasar saham/obligasi tersebut dengan nominalnya dicatat sebagai agio atau disagio saham/obligasi. Jika surat berharga dan aset tetap tidak memiliki nilai pasar, maka perolehan dapat diterapkan oleh pimpinan perusahan atau dewan komisaris.

4. Diterima dari Sumbangan

Perusahaan dapat memperoleh aset tetap dari sumbangan atau bantuan pemerintah atau badan-badan lain. Transaksi ini disebut dengan “nonresiprocal transfer” atau transfer yang tidak memerlukan umpan balik. Aset ini harus dicatat sebesar harga pasar yang wajar atau berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh pihak atau perusahaan penilai independent dan dikredit sebagai modal donasi.


(26)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan aset tetap dengan membangunnya sendiri antara lain :

a. Menekan biaya

b.Keinginan untuk mendapatkan mutu yang lebih baik c. Memanfaatkan fasilitas yang menganggur

d.Aset tetap yang dibuutuhkan tidak dijual dipasaran.

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan suatu aset tetap perusahaan yaitu biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung termasuk bahan baku, upah langsung dan dibebankan langsung ke aset tetap perusahaan. Lain halnya dengan biaya tidak langsung, maka biaya ini ada yang dibayar keluar perusahaan dan ada yang dibayar kedalam perusahaan yaitu manajer perusahaan. Biaya tidak langsung ini dapat dibebabankan menjadi biaya (cost) aset tetap apabila dibayar keluar perusahaan sedangkan yang dibayar kedalam perusahaan tidak dapat dibebankan menjadi biaya (cost) aset tetap.

6. Pertukaran atau Tukar tambah

Di dalam PSAK 16 tahun 1994 sebelumnya membedakan pelakuan pencatatan atas pertukaran aset tetap yang sejenis/serupa (Par.21) serta pertukaran aset tetap tidak sejenis/serupa (Par.20), sedangkan PSAK 16 (Revisi 2007) tidak membedakannya. Menurut PSAK 16 (Revisi 2007) Par.24 menyatakan bahwa untuk pertukaran aset tetap, biaya perolehan diukur pada nilai wajar kecuali (a) transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau (b) nilai wajar dari aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara handal.


(27)

d. Pengukuran Aset Tetap

Adapun mengenai pengukuran aset tetap dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu : 1. Pengukuran Awal Ketika Aset Tetap Tersebut diperoleh

Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan Aset Tetap adalah jumlah biaya yang yang dikeluarkan oleh entitas dan diperlukan untuk menyiapkan asset tetap tersebut agar dapat digunakan sebagaimana mestinya sebagai asset tetap. Biaya perolehan aset tetap menurut PSAK 16 Revisi Tahun 2007 adalah : a) Biaya Perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh

dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain. b) Biaya-biaya yang diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi

dan kondisi yang diinginkan dan maksud manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah :

1) biaya persiapan tempat

2) biaya penanganan dan penyerahan awal 3) biaya perakitan dan instalasi

4) biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah dikurangi hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut.

5) Komisi professional seperti arsitek dan insyiur

c) Estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset.

Pada umumnya nilai perolehan suatu aset tetap sama dengan jumlah biaya (bisa berupa kas maupun non-kas) untuk memperoleh aset tersebut. Selain itu, aset tetap dapat diperoleh dari pertukaran aset non moneter. Prinsip utama pada


(28)

pengukuran aset tetap yang diperoleh dari pertukaran aset tetap ini adalah dengan menggunakan nilai wajarnya, dalam hal ini nilai wajar aset tetap yang dipertukarkan tidak diketahui, nilai buku aset tersebut dapat digunakan.

2 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (Revisi 2007) mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:

a). Metode Biaya Historis ( PSAK Tahun 1994 dan PSAK Revisi 2007 Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset etap tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai asset.

b) Metode Revaluasian (PSAK Revisi 2007)

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.


(29)

e. Pengeluaran atas Aset Tetap

Setelah aset tetap diperoleh, terdapat pengeluaran-pengeluaran untuk aset tersebut selama masa penggunaanya. Istilah pengeluaran (expenditure) mengacu kepada suatu pembayaran atau suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran pada masa mendatang atas suatu aset.

Menurut Skousen,et.al (2004 : 455) “Keputusan mengenai apakah suatu pengeluaran tertentu digolongkan sebagai pengeluaran modal atau pengeluaran pendapatan (capital or revenue expenditure) memerlukan pertimbangan akuntan. Jika pengeluaran tersebut diharapkan akan memberi sumbangan terhadap upaya mendatangkan pendapatan lebih dari satu tahun fiskal, maka pengeluaran tersebut disebut pengeluaran modal (belanja barang modal), dan harga perolehannya dicatat sebagai aset. Jika manfaat mendatang yang diharapkan dari pengeluaran itu sangat tidak pasti, maka pengeluaran tersebut disebut pengeluaran pendapatan dan langsung dicatat sebagai beban.

f. Telaah ulang (review) Nilai Residu, Umur Manfaat dan Metode Penyusutan Aset Tetap

Di dalam PSAK 16 (revisi 2007) Par.54 mengatur bahwa “nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25 Tentang Laba Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi.”

Kemudian pada Par.64 menjelaskan bahwa “metode penyusutan yang digunakan untuk aset tetap haruus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila, terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa


(30)

depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagaai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No.25.”

Menurut Imam Santoso (2009 : 52) Ada beberapa metode penyusutan yang berbeda untuk mengalokasikan harga perolehan aktva yang disusutkan. Dalam menetapkan metode apa yang akan digunakan, memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang sehat dan secara konseptual harus dipilih sesuai dengan pola pakai aset yang bersangkutan. Adapun Metode-metode penyusutan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1. Metode faktor waktu (time factor methods): 1.1 Metode garis lurus (straight-line method)

1.2 Metode Pembebanan yang menurun (decreasing charge method). 1.2.1 Metode jumlah angka tahun (sum of the year digits method). 1.2.2 Metode saldo menurun (decreasing balance method)

2. Metode faktor aktivitas (activity methods) 2.1 Metode jasa jam (service hours method)

2.2 Metode jumlah unit produksi (productive output method)

3. Metode kelompok atau komposit (group rate and composite rate methods) 3.1 Metode kelompok (group depreciation method)

3.2 Metode komposit (composite depreciation method) 4. Metode khusus (special depreciation methods)

4.1 Metode persediaan (inventory method) 4.2 Metode penilaian (appraisal method)

4.3 Metode penghentian atau penggantian (retirement and replacement method)


(31)

g. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap

Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 16,21) menyatakan “Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan dan pelepasannya”.

Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: (1) Pembuangan aset tetap

Dalam hal ini perkiraan aset tetap dan akumulasi penyusutan harus dihapuskan dengan mengkredit perkiraan aset tetap yang bersangkutan sebesar harga perolehan dengan mendebit perkiraan akumulasi penyusutan sampai saat pelepasannya. Apabila terdapat nilai sisa, maka dicatat sebagai rugi atas pelepasan aset tetap.

(2) Penjualan Aset tetap

Perusahaan kerap kali melepas aset tetapnya dengan menjual aset tetap tersebut. Dengan membandingkan nilai buku aset tetap (biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan) dengan harga jualnya (nilai realisasi bersih bilamana terdapat beban penjualan), perusahaan bisa saja mendapat keuntungan atau menanggung kerugian. Apabila harga jual lebih besar dari nilai buku aset tetap maka perusahaan memperoleh keuntungan, sebaliknya apabila harga jual dibawah nilai buku maka perusahaan menderita kerugian. (3) Pertukaran Aset Tetap

Prosedur untuk pertukaran aset tetap sama seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran yang telah diuraikan sebelumnya.

h. Penyajian Aset Tetap dalam Laporan Keuangan

Dalam laporan keuangan, penyajian aset tetap akan terlihat dalam neraca. Neraca merupakan suatu daftar yang menggambarkan komposisi harta, kewajiban,


(32)

dan modal pada suatu periode tertentu. Aset tetap yang disajikan berdasarkan nilai perolehan aset tersebut dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Setiap jenis aset tetap seperti tanah, bangunan, inventaris kantor, dan lain sebagainya harus dinyatakan dalam neraca secara terpisah atau terinci dalam catatan atas laporan keuangan.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No. Nama

Peneliti Judul Penelitian Rumusan Masalah Hasil Penelitian

1. Anita Tanjaya (2007)

Penerapan PSAK No. 16 Tentang Aset Tetap dan PSAK No. 17 Tentang Penyusutan Aset Tetap pada PT. Asia Abdi Sumatera Sei Rampah Apakah kebijakan akuntansi aset tetap dan penyusutan aset tetap yang diterapkan perusahaan telah sesuai dengan PSAK No. 16 dan 17

PT. Asia Abdi Sumatera Sei Rampah belum sepenuhnya menerapkan PSAK No. 16 dan 17, dimana diantaranya perusahaan belum

menerapkan kebijakan penggolongan pengeluaran modal dan pendapatan, tidak melakukan telaah umur manfaat aset dan penyajian aset tetap di neraca belum memadai.

2. Hafisah (2007)

Penerapan PSAK No. 16

Apakah prosedur akuntansi yang

PT. PLN (persero) Ranting Kabanjahe telah


(33)

Tentang Aset Tetap dan PSAK No. 17 Tentang Penyusutan Aset Tetap pada PT. PLN (Persero) Ranting Kabanjahe diterapkan perusahaan mengenai aset tetap dan penyusutannya telah sesuai dengan PSAK No. 16 dan 17.

menggolongkan aset tetapnya secara baik, harga perolehan aset tetap dicatat sesuai faktur, perusahaan memakai metode garis lurus untuk menyusutkan aset tetapnya.

3. Marjan Petriski (2006)

The Impact of International Accounting Standard on Firms Menjelaskan dampak adopsi IFRS pada Laporan Keuangan Perusahaan dan pada manajemen perusahaan. Pengungkapan laporan keuangan lebih tinggi, lebih credible, dan comparable, sehingga lebih memudahkan proses pengaambilan

keputusan . Manajemen perusahaan menjadi lebih accountable dan biaya yang dikeluarkan lebih rendah.

C. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tempat penulis memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.


(34)

Berdasarkan landasan teori diatas, maka penulis menggambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang perkebunan, dimana komoditi utamanya ialah kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki sejumlah aset yang digunakan dalam rangka mendukung kegiatan operasional perusahaan.

Dalam penggunaan aset tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh berpedoman pada kebijakan akuntansi aset tetap yang berlaku, dalam hal ini

Penerapan Akuntansi Aset Tetap

Akuntansi Aset Tetap Menurut PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS/ IAS

No. 16

Akuntansi aset Tetap Pada PT. Perkebunan Nusantara I

(Persero) Langsa Provinsi Aceh

Hasil dan Analisis Penelitian


(35)

adalah PSAK No. 16 (2007). Mulai dari penggolongan, perolehan, pengukuran, penyusutan, penghentian, pelepasan, serta penyajian aset tetap di neraca.

Kemudian penerapan akuntansi aset tetap pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa- Provinsi Aceh ini dibandingkan dengan penerapan PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan International Financial Reportinging Standard (IFRS). Untuk menjawab rumusan masalah yang merupakan tujuan penelitian, yakni apakah penerapan akuntansi aset tetap pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh telah sesuai dengan PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS.

Hasil analisis ini kemudian dirangkum sehingga menghasilkan suatu laporan keuangan yang baik dan akurat sesuai dengan ketentuan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Sehingga dapat diketahui apakah PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh telah sesuai menjalankan penerapan akuntansi aset tetapnya berdasarkan PSAK No. 16 (2007). Agar diperoleh laporan keuangan yang wajar, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menguraikan sifat-sifat dan karakteristik dari suatu objek penelitian.

B. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan yaitu :

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti, serta data hasil wawancara langsung dengan staf yang berwenang untuk memberikan informasi seputar penerapan kebijakan akuntansi atas aset tetap dalam perusahaan tersebut.

b. Data Sekunder yaitu data yang telah diolah berupa dokumentasi yang tersedia di perusahaan seperti sejarah singkat organisasi, gambaran umum organisasi dan struktur organisasi.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah :

1.Teknik Penelitian Lapangan (Field Research)Penelitian lapangan dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung pada perusahaan sebagai objek penelitian. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara :


(37)

a. Teknik Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung pada bukti dan dokumen yang digunakan dalam perusahaan yang berhubungan dengan aset tetap.

b. Wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Teknik Dokumentasi (Library Research)

Pengumpulan data melalui kepustakaan adalah metode penelitian dengan mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari buku-buku dan literatur-literatur.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah Metode analisis deskriptif menurut Sugiyono (2007 :11) adalah “penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa mmembuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain”.

E. Jadwal Penelitian dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) yang beralamat di Jalan Kebun Baru Langsa-Provinsi Aceh. Jadwal penelitian ini direncanakan sebagai berikut :


(38)

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No. Tahapan Penelitian

Jan 2011

Feb 2011

Maret 2011

April 2011

Mei 2011 1. Pengajuan Judul 2. Penyelesaian Proposal 3. Bimbingan Proposal 4.. Seminar Proposal 5. Penulisan Skripsi 6. Penyelesaian Skripsi


(39)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menitikberatkan aktivitas usahanya (corbusiness) di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet. Dari data dan fakta yang ada, kita dapat mengetahui bahwa PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-NAD telah mengalami berbagai proses dan perubahan, baik yang disebabkan oleh peralihan dan reorganisasi maupun konsolidasi yang diikuti dengan restrukturisasi. Sejarah ringkas PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) dapat diketahui dari proses perkembangannya, yaitu dari satu periode ke periode berikutnya.

1. Periode sebelum perang

Diawali dari periode sebelum perang, dimana pada tahap ini pemerintah Belanda, swasta Belanda dan Jepang membangun dan memiliki perkebunan di Aceh.

2. Periode revolusi physik (1945-1950)

Dilanjutkan pada periode revolusi physik dimana seluruh kebun milik pemerintah Belanda dan Jepang diambil alih oleh negara dan diberi nama Perkebunan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI), dan kebun milik swasta Belanda yang dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan Negara Republik Indonesia (PPN-RI).

3. Periode Pengembalian Perkebunan (1950-1953)

Berdasarkan perjanjian KMB, perkebunan yang dikuasai PPN-RI dikembalikan kepada pemiliknya yaitu Swasta Belanda.


(40)

4. Periode Peristiwa Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh (1953-1957)

Terjadinya Peristiwa DI/TII di Aceh menyebabkan tidak kondusifnya tingkat keamanan. Hal ini sedikit banyaknya mempengaruhi perkembangan perkebunan di Aceh.

5. Periode Nasionalisasi (1957-1961)

Dalam periode ini Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih seluruh perkebunan milik Swasta Belanda dan diberi nama PPN-Baru.

6. Periode PPN Kesatuan Aceh (1961-1963)

Dengan adanya Peraturan Pemerintah RI No.: 142/1961, Kebun-kebun eks Pemerintah Belanda (PPN-RI) dan eks Swasta Belanda (PPN-Baru) digabumg menjadi satu organisasi yang bernama PPN Kesatuan Aceh.

7. Periode PPN Karet I dan PPN Aneka Tanaman (Antan) I (1963-1968)

Berdasarkan peraturan pemerintah RI. No.: 25/1963 PPN Kesatuan Aceh dibagi menurut jenis tanamannya, sehingga terbentuk PPN Karet I dengan tanaman karet dan PPN Antan I dengan tanaman Pinus dan Kopi.

8. Periode Perusahaan Negara Perkebunan I (1968-1981)

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No.:14/1968 dilakukan reorganisasi dengan menggabungkan PPN Karet I dengan PPN Antan I menjadi PNP-I.

9. Periode PT. Perkebunan I (1981-1996)

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No.:7/1981, maka bentuk Perusahaan Negara Perkebunan I (PNP-I) diubah menjadi PT. Perkebunan I (Persero). PT. Perkebunan I (Persero) didirikan berdasarkan Akta Notaris No. 1 tanggal 2 Mei 1981, dan terakhir dengan Akta Notaris No. 1 tahun 1991 yang dimuat dalam


(41)

Tambahan Berita Negara RI tanggal 12 Juni 1992 No. 47 diadakan perubahan tentang struktur permodalan PT. Perkebunan I (Persero), serta didalam pengelolaannya tetap mempedomani Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1995 tanggal 7 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas.

10. Periode PTP. Nusantara I (Persero) (1996- sekarang)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 6 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia kedalam modal saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan I. Maka PTP. Nusantara I (Persero) merupakan penggabungan dari :

o PT. Perkebunan I (Persero)

o PT. Perkebunan Cot Girek Baru

o PT. Perkebunan IX (PKS Cot Girek)

o PT. Perkebunan V (Kebun Krueng Pase) dan Kebun Batee Puteh.

Sebagai tindak lanjut dari PP Nomor : 6 tahun 1996 tersebut, baik mengenai pengelolaan perseroan maupun terhadap pengalihan kedudukan di lingkungan BUMN Sub Sektor Perkebunan, didasarkan kepada :

 Peraturan Pemerintah RI nomor 12 tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero),

Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 tahun 1998 tanggal 13 April 1998 tentang Pengalihan Kedudukan Tugas dan Wewenang Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Perusahaaan Perseroan kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN.


(42)

2. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara I (Persero)

Penyusunan Struktur Organisasi PT. Perkebunan I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh, disesuaikan menurut kepentingan dan kebutuhan untuk mencapai sasaran yang lebih efektif dan efisien. Untuk mencapai sasaran tersebut setiap kegiatan yang dilakukan didasarkan kepada struktur organisasi dan uraian tugas, penetapan wewenang dan tanggung jawab serta penetapan personil. Didalam struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) terdapat tingkat kegiatan yang berbeda-beda, untuk itu telah ditetapkan pembagian tugas dan tanggung jawab agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas dan pekerjaaan.

Berikut ini peneliti sajikan Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh pada lampiran yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor : 01.6/SKEP/97/2007 Tanggal 28 Mei 2007.

1. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris mempunyai tugas sebagai berikut :

• komisaris melakukan tugas dan kewenangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor : 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

• melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu, sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Persero,

• menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya dalam RUPS. 2. Direksi

Direksi mempunyai tugas sebagai berikut :

• memimpin dan mengelola perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan,


(43)

• menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan perusahaan secara berdayaguna dan berhasil guna,

• mewakili perusahaan didalam dan diluar pengadilan. Direksi terdiri dari :

1. Direksi Utama mempunyai tugas :

• merencanakan dan mengkoordinasikan tugas para direktur agar tercapai pelaksanaan operasional perusahaan secara teratur, terarah, terkendali dan terpadu.

2. Direksi Produksi mempunyai tugas :

• mengkoordinasikan bidang tanaman, teknik dan pengolahan serta mengkoordinir pelaksanaan kegiatan unit pelaksana perusahaaan.

3. Direksi Pemasaran mempunyai tugas :

• mengkoordinir bidang pemasaran produksi dan pengadaan barang/bahan. 4. Direksi Keuangan mempunyai tugas :

• merencanakan dan mengkoordinasikan bidang keuangan dan perencanaan/pengawasan anggaran, rencana jangka panjang dan electronic data processing.

5. Direksi Sumber Daya Manusia dan Umum mempunyai tugas :

• mengkoordinasikan bidang sekretariat, sumber daya manusia dan umum. 3. Biro Direksi

Adapun yang menjadi tugas Biro Direksi adalah :

• melaksanakan kebijaksanaan direksi dibidang kesekretariatan yang mencakup kegiatan sekretariat, rumah tangga, humas dan protokoler serta pengelolaan Liasion Officer (L.O),


(44)

• membantu direksi dalam mengamankan pelaksanaan Good Corporate Governance yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

4. Biro Satuan Pengawasan Intern (SPI)

Adapun yang menjadi tugas Biro Satuan Pengawasan Intern (SPI) adalah :

• menyusun rencana dan srategi perusahaan dibidang Satuan Pengawasan Intern untuk jangka waktu 5 (lima) tahun (RJP lima tahun) serta menyusun lebih rinci kedalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk setiap tahunnya,

• menyusun prosedur kerja dan kebijakan di lingkungan Biro Satuan Pengawasan Intern (SPI) serta sasaran audit program untuk audit yang akan dilakukan.

5. Bagian Tanaman

Adapun yang menjadi tugas Bagian Tanaman adalah :

• menyelenggarakan dan menggerakkan seluruh kegiatan yang menunjang terciptanya standarisasi luas areal, tegakkan tanaman, produksi dan pemeliharaan tanaman secara serasi dan efisien yang mengarahkan kepada pengembangan dan kelangsungan serta eksistensi perusahaan.

6. Bagian Teknik & Pengolahan

Adapun yang menjadi tugas Bagian Teknik & Pengolahan adalah :

• membantu direksi dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang menunjang tercapainya Standarisasi Mesin & Instalasi, Traksi/Alat Berat, Teknik Sipil, Pengolahan/Amdal, Mutu dan Pembelian TBS yang serasi dan efisien bagi perkembangan kontinuitas perusahaaan..

7. Bagian Akuntansi


(45)

• melaksanakan kebijakan Direksi dalam pembinaan akuntansi perusahaan, dan menyelenggarakan penyusunan informasi keuangan perusahaan berupa laporan keuangan, laporan kinerja perusahaan, lapouran kinerja kebun/unit kerja, laporan keuangan yang akan diaudit, laporan Direksi untuk RUPS dan laporan lainnya baik untuk keperluan intern maupun ekstern,

8. Bagian Pembiayaan

Bagian Pembiayaan mempunyai tugas sebagai berikut :

• melaksanakan kebijaksanaan direksi dalam bidang keuangan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan terhadap operasional kas, pergudangan, asuransi, perpajakan dan tata usaha keuangan serta mengkoordinasi dalam kompilasi dan penyusunan Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

9. Bagian Sumber Daya Manusia (SDM)

Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki tugas sebagai berikut :

• mengkoordinir penyusunan pola jenjang jabatan, perencanaan karier dan penilaian karyawan, pelaksanaan seleksi terhadap karyawan/calon karyawan sesuai kebutuhan perusahaan dan penempatan karyawan sesuai formasi yang tersedia dengan memperhatikan faktor biaya dan produktivitas karyawan 10. Bagian Umum

Adapun yang menjadi tugas Bagian Umum adalah :

• membantu Direksi dalam melaksanakan kebijaksanaan dibidang umum yang mencakup kegiatan hukum dan agraria, hubungan antar kerja/kesejahteraan/kesehatan, pembinaaan usaha kecil dan koperasi, pengembangan pembinaan lingkungan serta bidang keamanan,


(46)

• mengkoordinir penyiapan dan penyusunan data untuk pembahasan Corporate Planning (CP), Rencana Jangka Panjang (RJP), Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) dan Rencana Kerja Operasional (RKO) terutama menyangkut Bagian Umum sejalan dengan sasaran dan perkembangan perusahaan.

11. Bagian Pembelian

Adapun yang menjadi tugas Bagian Pembelian adalah :

• melaksanakan kebijakan Direksi di bidang pembelian yang mencakup kegiatan pembelian/pengadaan barang/jasa baik lokal maupun import,

• merumuskan dan menyusun sistem/prosedur pembelian/pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan yang pengadaannya melalui kantor direksi dan unit produksi disesuaikan dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

12. Bagian Penjualan

Adapun yang menjadi tugas Bagian Penjualan adalah :

• melaksanakan kebijaksanaan Direksi dibidang Penjualan hasil produksi baik lokal maupun ekspor,

• melaksanakan Pengawasan Mutu (Quality Control) terhadap sample/contoh hasil produksi baik yang akan ditawarkan maupun yang akan dikirimkan ke calon pembeli.

13. Bagian Perencanaan dan Pengembangan

Adapun yang menjadi tugas Bagian Perencanaan & Pengembangan adalah :

• merangkum dan menjabarkan kebijakan direksi di bidang perencanaan dan pengembangan, yang mencakup kegiatan Restrukturisasi dan Peningkatan


(47)

Kinerja Perusahaan serta kebijakan tentang pengelolaan lingkungan (AMDAL) dan Bio Energi,

• mengelola Electronic Data Processing dan pemanfaatan hasil terapan Teknologi Informasi (TI) untuk komunikasi perusahaan kepada Stakeholder.

14. Manager Grup Usaha Pabrik Kelapa Sawit (GUP)

Adapun yang menjadi tugas Manager Grup Usaha Kelapa Sawit adalah :

• memimpin manager unit usaha dalam mencapai kesatuan tujuan dan kinerja usaha secara efektif dan efisien,

• membangun kerjasama yang solid dan efektif bersama manager unit usaha dan jajarannya dalam pengelolaan grup dan pencapaian sasaran.

15. Manager SBU Rumah Sakit Cut Meutia (RSCM)

Adapun yang menjadi tugas Manager SBU RSCM adalah :

• memimpin SBU RSCM termasuk poliklinik Pulau Tiga dan poliklinik cot girek dalam mencapai kesatuan tujuan dan kinerja usaha secara efektif dan efisien,

• melakukan penilaian kinerja terhadap personil jajaran dibawahnya baik di RSCM maupun poliklinik pulau tiga dan cot girek.

16. Manager Kebun/Unit Kerja

Adapun yang menjadi tugas Manager Kebun/Unit adalah :

• memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan pekerjaan di bidang tanaman atau pabrik, teknik, administrasi dan keuangan serta bidang umum di kebun/unit kerja, serta mengelola dan mengamankan asset perusahaan secara efektif dan efisien.


(48)

Secara garis besar Aset tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Aset Tetap Tanaman, yang terdiri dari Tanaman Menghasilkan Kelapa Sawit, Tanaman Menghasilkan Karet, dan Tanaman Belum Menghasilkan Kelapa Sawit. 2. Aset Tetap Non Tanaman, yang terdiri atas Bangunan Rumah, Bangunan

Perusahaan, Mesin & Instalasi, Jalan, Jembatan & Saluran Air, Alat Pengangkutan, Alat Pertanian/Inventaris kecil, Aset Lain-lain, Instalasi Pembibitan, dan Aset Dalam Penyelesaian.

4. Perolehan Aset Tetap

Perolehan Aset Tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) dicatat berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut. PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Aceh memperoleh aset tetapnya melalui cara-cara berikut ini:

4.1 Pembelian Tunai

Pembelian Tunai merupakan cara perolehan aset tetap yang lazim digunakan oleh perusahaan pada umumnya, apabila perusahaan mempunyai kecukupan dana untuk memperolehnya, dimana harga perolehan aset tetap itu dicatat berdasarkan harga yang tertera difaktur pembelian aset tetap tersebut.

Pada umumnya PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa memperoleh aset tetap nya dengan cara pembelian tunai. Aset Tetap yang dibeli tunai tersebut dicatat perusahaan sebesar harga pembelian yang disepakati bersama pemasok sampai aset tetap tersebut dapat dipergunakan. 4.2 Membuat/Membangun Sendiri

Perolehan Aset Tetap dengan cara ini biasanya dilakukan untuk perolehan aset tetap tanaman perusahaan. Hal ini dimulai dari pembukaan


(49)

areal baru sampai tanaman itu menghasilkan. Harga perolehan tanaman baru meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan mulai dari mendapatkan bibit, biaya pengecambahan, pembibitan, persiapan areal penanaman, pemindahan bibit ke lapangan, dan seterusnya.

Harga perolehan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah biaya yang dikeluarkan dalam masa pemeliharaan tanaman, yaitu kontrol lalang, pemupukan dan lain sebagainya sampai tanamn tersebut menghasilkan. Sedangkan Harga Perolehan Tanaman sudah Menghasilkan adalah nilai tanaman belum menghasilkan ditambah biaya-biaya tidak langsung sampai tanaman sudah menghasilkan.

4.3 Dikontrakkan

Aset tetap yang diperoleh dengan cara dikontrakkan adalah aset tetap yang proses pengakuisisiannya dilakukan melalui pemberian tender kepada pihak luar (kontraktor), dimana perusahaan membayarkan sejumlah uang sebagai imbalan terhadap jasa yang diberikan kontraktor sesuai dengan perjanjian yang tertera dikontrak kerja.

Aset tetap yang diperoleh dengan cara ini adalah jalan, jembatan, saluran air dan bangunan-bangunan baik yang berada di kantor pusat/direksi, kebun maupun pabrik. Harga perolehan akan dicatat perusahaan sebesar nilai kontrak dan setelah masa pemeliharaan selesai dilaksanakan.

5. Pengukuran Aset Tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh

a. Pengukuran Awal Ketika Aset Tetap diperoleh

Aset tetap yang digunakan dalam melaksanakan usahanya adalah aset yang diperoleh pada saat pendirian perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah Republik


(50)

Indonesia No.6 tahun 1996 tentang Penambahan Modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal Saham PTPN I (Persero) yang berasal dari PTPN II (Persero), PTPN III (Persero), PTPN VII (Persero) dan PTPN IX (Persero) pada Cot Girek Baru yang terlebih dahulu telah diselesaikan statusnya.

Aset Tetap PTPN I (Persero) yang memenuhi klasifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada awalnya diukur berdasarkan biaya perolehan. Dimana biaya perolehan aset tetap ini meliputi seluruh jumlah biaya yang dikeluarkan oleh PTPN I (Persero) dan diperlukan untuk menyiapkan aset tetap tersebut agar dapat digunakan sebagaimana mestinya sebagai aset tetap.

b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Menurut PSAK No.16 yang telah konvergen dengan IFRS, kebijakan akuntansi untuk perusahaan menganut dua model, yaitu yang pertama model biaya (cost model) dan yang kedua model revaluasi (revaluation model). Yang dimaksud dengan cost model disini adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut termasuk biaya pembongkaran dan biaya perbaikan serta kriterianya nilai buku sama dengan nol, karena penyusutan sebagai pembagi dari harga perolehan.

Sedangkan revaluation model adalah nilai wajar atau nilai ganti sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Dimana pada model ini setiap akhir tahun dilaksanakan revaluasi aset dengan formulasi perhitungan penyusutan sama dengan harga perolehan dikurangi niali sisa dari aset tersebut, dan tidak dibaenarkan nilai buku sama dengan nol, karena adanya taksasi sisa.

Sistem pencatatan aset tetap yang terdiri dari Aset Tanaman dan Aset Non Tanaman dalam kebijakan akuntansi PTPN I (Persero) disajikan secara Historical Cost yaitu berdasarkan harga perolehan aset dengan perhitungan alokasi penyusutan


(51)

yang dilakukan berdasarkan metode garis lurus (straight line method), sehingga pada saat tertentu akan muncul nilai buku suatu aset bernilai satu rupiah.

Nilai satu rupiah dalam pandangan PSAK No. 16 (Revisi 2007) dianggap usang dan tidak wajar, karena itu konsekuensinya mengharuskan PTPN I (Persero) menganut dan mengaplikasikan PSAK No.16 (revisi 2007) dengan ketentuan aset yang lama di neraca jika memakai cost model harus dilakukan revaluasi setiap akhir tahun, dan untuk aset perolehan baru mengharuskan perhitungan taksasi nilai buku yang pasti setelah berakhirnya umur ekonomis.

Dalam operasional pembukuan PTPN I (Persero) aset tetap yang bernilai satu rupiah terdapat diseluruh kebun dan unit kerja sebanyak 10.746 unit dengan niali Rp. 10.746 yang mana sesuai dengan ketentuan PSAK No. 16 hharus dilakukan revaluasi aset tetap. Pemberlakuan ini menuntut pertimbangan yang sangat matang karena kondisi cash flow perusahaan belum mampu membayar pajak pertambahan nilai dari Revaluasi aset ini. Sepanjang persepsi IAI dengan perpajakan dalam pandangan yang berbeda, maka perusahaaan akan keberatan dengan pengenaan pajak pertambahan nilai tersebut dan sulit untuk diberlakukan.

6. Pengeluaran atas Aset Tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero)

Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan selama masa penggunaan aset tetap terbagi atas dua jenis, yakni Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Tidak Rutin. Dimana Pengeluaran Rutin dikeluarkan untuk mempertahankan produktivitas tanaman, memperbaiki (repair) dan merawat (maintenance) aset tetap non tanaman, dan diperlakukan sebagai beban tahun berjalan Dengan mengacu pada pembagian pengeluaran menurut akuntan, maka pengeluaran-pengeluaran rutin ini disebut pula dengan Pengeluaran Pendapatan (revenue expenditure).


(52)

Karena aset PTPN I (Persero) terdiri atas aset tetap tanaman dan non tanaman, maka pengeluaran rutin dilakukan atas kedua jenis aset tetap tersebut juga berbeda. Biaya untuk merawat dan mempertahankan produktivitas tanaman dikeluarkan untuk tanaman menghasilkan, dan terdiri dari biaya-biaya menyiangi dan merumput, pemberantasan hama dan penyakit, pemangkasan serta pemupukan.

Sedangkan Pengeluaran Tidak Rutin nilainya relatif material dan dilakukan untuk menambah masa manfaat aset tetap tersebut, oleh karena itu pengeluaran tidak rutin ini disebut pula dengan Pengeluaran Modal (capital expenditure). Pengeluaran Tidak Rutin yang dilakukan untuk perbaikan aset non tanaman yang menambah masa ekonomisnya, akan dikapitalisasikan pada nilai perolehan aset tersebut.

Didalam prakteknya seluruh pengeluaran beban untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) akan dikapitalisasi dan akan disusutkan selama masa manfaat tau umur ekonomis dari aset tersebut, yang akan diperhitungkan pada tahun setelah tanaman tersebut menghasilkan. Beban penyusutan aaset non tanaman, kecuali mesin-mesin dan instalasi pabrik dialokasikan dalam perhitungan laba rugi tahun berjalan. Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada perhitungan laba rugi pada saat terjadi, sedangkan biaya persiapan panen dibebannkan pada beban produksi sejak tanaman yang bersangkutan ditetapkan sebagai Tanaman Menghasilkan (TM). Tanaman mulai disusutkan pada saat tanaman tersebut dinyatakan telah menghasilkan.

Tanaman karet dinyatakan menghasilkan apabila umurnya telah mencapai 6 tahun dan 60 % dari jumlah pohon per blok telah mencapai ukuran lilit batang 50 cm atau lebih. Sedangkan Tanaman Kelapa Sawit dinyatakan menghasilkan apabbila umur Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) telah mencapai 3,5 tahun dan produksi Tandan Buah Segar (TBS) telah mencapai 6 ton per hektar.


(53)

Praktek ini telah sesuai dengan definisi yang dibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia untuk pengeluaran modal yang mana menyatakan bahwa pengeluaran setelah perolehan suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat yang kemungkinan memberikan manfaaat ekonomis dimasa yang akan datang baik dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar keja, harus ditambahkan pada jumlah tercatat aset tetap yang bersangkutan.

7. Telaah ulang (review) Nilai residu, Umur Manfaat dan Metode Penyusutan PT. Perkebunan Nusantara I (Persero)

Di dalam PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IAS no. 16 paragraf 54 menyatakan bahwa “nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25 Tentang Laba rugi bersih untuk periode berjalan, koreksi kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi”.

Didalam paragraf 57 PSAK No, 16 (revisi 2007) menyatakan bahwa Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas. Kebijakan manajemen aset suatu entitas dapat mencakup pelepasan aset yang bersangkutan setelah suatu waktu tertentu aset tersebut digunakan atau setelah bagian tertentu dari manfaat suatu aset dikonsumsi. Oleh karena itu, umur manfaat dari suatu aset dapat lebih pendek daripada umur ekonomi dari aset tersebut. Estimasi umur manfaat suatu aset merupakan hal yang membutuhkan pertimbangan berdasarkan pengalaman entitas terhadap aset yang serupa.

Akan tetapi di dalam Praktek nya, perusahaan dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh belum melaksanakan telaah ulang


(54)

(review) baik itu terhadap nilai residu aset tetapnya, maupun terhadap umur manfaat serta metode penyusutan aset tetapnya. Hal ini disebabkan karena di dalam operasional pembukuan PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh masih terdapat nilai buku satu rupiah, yang mana jumlahnya mencapai 10.746 unit aset tetap.

Oleh karena itu, untuk melakukan review atau telaah ulang atas nilai residu, masa manfaat dan metode penyusutan pada tiap-tiap aset tetap yang bernilai satu rupiah ini tidak hanya membutuhkan tenaga dan waktu yang lama, tetapi juga membutuhkan pengeluaran kas yang cukup tinggi. Maka dari itu Penerapan ini menuntut pertimbangan yang benar-benar matang dikarenakan kondisi cash flow perusahaan yang belum mampu memabiayai pajak pertambahan nilai dari proses review ini.

Didalam IAS 16 paragraf 60-61 mengatur mengenai metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan espektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset oleh entitas. Metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus ditelaah minimum setiap akhir tahun buku dan apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan IAS 18 tentang Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors.

Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Pada PTPN I (Persero) Aset tetap dicatat berdasarkan biaya perolehan, sedangkan penyusutannya (kecuali tanah) disusutkan menggunakan metode garis lurus (straight


(55)

line method) berdasarkan taksiran masa manfaat dari masing-masing aset, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.1

Umur Manfaat Aset Tetap Jenis Aset Tetap Umur Manfaat

(Tahun)

Tarif Penyusutan Permanen Semi

Permanen

Permanen Semi Permanen Tanaman Menghasilkan

• Kelapa Sawit

• Karet

Bangunan Perusahaan Bangunan Rumah

Mesin dan Instalasi Pabrik Jalan, Jembatan dan Saluran Air Alat Pengangkutan Alat Pertanian Inventaris Kecil 25 25 20 20 20 16 - - - - - 5 5 8 5 5 5 5 4 4 5 5 5 6 - - - - - 20 20 12 20 20 20 20

8. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap PTPN I (Persero)

Menurut PSAK No. 16 (revisi 2007) dalam paragraf 69 menyatakan Pelepasan aset Tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya : dijual, disewakan berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan). Dalam menentukan tanggal pelepasan aset, entitas menerapkan kriteria dalam IAS 18 tentang Revenue


(56)

(Pendapatan) untuk mengakui pendapatan dari penjualan barang. IAS 17 tentang Leases diterapkan untuk pelepasan melalui jual dan sewa-balik.

Pada PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau saat tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap tersebut dihitung sebagai perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan dan jumlah tercatat dari aset, dimasukkan ke dalam laporan laba rugi pada tahun aset tersebut dihentikan pengakuannya.

9. Penyajian Aset Tetap dalam Laporan Keuangan PTPN I (Persero)

Aset Tetap dalam Laporan Keuangan PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh disajikan dalam neraca. Aset tetap yang disajikan berdasarkan nilai perolehannya dikurangi akumulasi penyusutannya. Setiap Jenis aset tetap baik aset tetap tanaman dan non tanaman diisajikan secara terpisah dan terinci dalam catatan atas laporan keuangan peusahaan.

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Klasifikasi/Penggolongan Aset Tetap

Pada Bab ini, peneliti akan mengadakan evaluasi dan pembahasan untuk mengetahui bagaimana penerapan akuntansi aset tetap pada perusahaan. Pembahasan ini disajikan dengan membandingkan antara penerapan kebijakan aset tetap di PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh dengan PSAK No. 16 yang konvergen IFRS.

Aset Tetap yang terdapat pada PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh merupakan unsur terbesar dari semua unsur aset yang dimiliki oleh perusahaan


(57)

ini. PTPN I (Persero) mendefinisikan Aset Tetap sebagai berikut : Aset Tetap yang digunakan dalam menjalankan usahanya adalah aset yang diperoleh pada saat pendirian perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 tahun 1996 tentang Penambahan Modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal Saham PTPN I (Persero) yang berasal dari PTPN II (Persero), PTPN III (Persero), PTPN VII (Persero) dan PTPN IX (Persero) pada Cot Girek Baru yang terlebih dahulu telah diselesaikan statusnya. .

Tanaman Perkebunan diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tanaman produksi dan persediaan. Yang termasuk ke dalam Tanaman Produksi adalah Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). Sedangkan Tanaman yang langsung memberikan hasil dalam satu musim tanam diklasifikasikan sebagai persediaan.

Dalam klasifikasi/penggolongan aset tetap, PTPN I (Persero) mengelompokkan aset tetapnya atas dua golongan,yaitu sebagai berikut :

1. Aset Tetap Tanaman, yang terdiri dari :

• Tanaman Menghasilkan

• Tanaman Menghasilkan Karet, dan

• Tanaman Belum Menghasilkan Kelapa Sawit

2. Aset Tetap Non Tanaman, yang terdiri atas Bangunan Rumah, Bangunan Perusahaan, Mesin & Instalasi, Jalan, Jembatan & Saluran Air, Alat Pengangkutan, Alat Pertanian/Inventaris kecil, Aset Lain-lain, Instalasi Pembibitan, dan Aset Dalam Penyelesaian.


(58)

Berbicara tentang penggolongan aset tetap tidak terlepas dari kode perkiraan. Pada PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh penggolongan aset tetap juga dapat diketahui dari nomor perkiraan yang ada, yaitu sebagai berikut :

001 : Tanaman Menghasilkan Kelapa Sawit dan Karet 002 : Tanaman Belum Menghasilkan Kelapa Sawit 003 : Bangunan Rumah

004 : Bangunan Perusahaan 005 : Mesin & Instalasi

006 : Jalan, Jembatan & Saluran air 007 : Alat Pengangkutan

008 : Alat Pertanian/Inventaris Kecil 009 : Aset Lain-lain

010 : Instalasi Pembibitan 051 : Aset dalam penyelesaian

Aset Tetap perusahaan nilainya relatif besar dan jumlahnya pun cukup banyak, oleh karena itu perusahaan membuat suatu daftar aset tetap sebagai pendukung laporan keuangannya. Daftar ini sangat membantu pemakai laporan keuangan untuk mengetahui informasi mengenai aset tetap secara lebih rinci. Sesuai dengan kebijakan akuntansi aset tetap yang berlaku saat ini, perusahaan dalam hal ini PTPN I (Persero) sudah mengklasifikasikan aset tetapnya dengan baik dan sesuai dengan kebijakan aset tetap yang tertera dalam PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS.


(59)

2. Perolehan Aset Tetap

Dalam memperoleh aset tetap, PTPN I (Persero) melakukannya dengan tiga cara, yaitu :

a. Pembelian Tunai

Aset tetap yang diperoleh dengan membeli secara tunai diakui, apabila transaksi telah memberikan perusahaan untuk menguasai, mengendalikan, mengopersikan atau digunakan. Aset Tetap yang dibeli secara tunai tersebut dibukukan atau dicatat sebesar harga perolehannya yaitu sebesar harga pembelian aset tetap ditambah dengan pengeluaran lainnya sampai aset tersebut sampai ke lokasi dengan kondisi siap pakai atau beroperasi. Jurnal yang dilakukan pada saat pembelian aset tetap ini adalah :

Aset Tetap (nama jenisnya) Rp. xxx

Kas Rp.xxx

b. Membuat/Membangun sendiri

Tanaman Menghasilkan (TM) dan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) merupakan aset yang dibangun atau dibuat sendiri oleh perusahaan karena aset jenis ini tidak dijual dipasaran. Aset tetap jenis ini dibuat sendiri dengan memanfaatkan tenaga buruh atau karyawan yang tersedia di perusahaan karena lebih menghemat biaya, apabila dibandingkan dengan mengadakan kontrak dengan pihak lain. Besarnya harga perolehan aset tetap ini, dihitung berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan sehubungan dengan pembuatannya. Biaya-biaya yang dimaksud adalah biaya tenaga kerja, bahan-bahan, dan biaya pengawasan selama proses pembuatan aset tetap tersebut.


(60)

c. Dikontrakkan.

Aset Tetap yang cara perolehannya dengan cara dikontrakkan adalah pembuatan jalan, jembatan, saluran air dan bangunan-bangunan perusahaan. Proses kontrak pada awalnya dimulai dengan bagian terkait misalnya bagian teknik menyampaikan kebutuhannya akan adanya pembangunan jalan atau jembatan kepada direksi, setelah mendapat persetujuan direksi dilakukan pemberitahuan kepada kontraktor tentang adanya pekerjaan (proyek) kemudian diadakanlah tender. Pemenang tender akan diberikan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk menjalankan pekerjaan tersebut.

Dari ketiga cara perolehan aset tetap tersebut, perusahaan telah menjalankan kebijakan akuntansi aset tetap sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku (PSAK No. 16).

3. Pengukuran Aset Tetap

a. Pengukuran Awal Ketika Aset Tetap Diperoleh

Aset tetap perusahaan pada saat awal perolehan diukur berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Yaitu meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan PTPN I (Persero) untuk memperoleh, menyiapkan aset tetap tersebut agar dapat digunakan dan dioperasikan sebagaimana mestinya sebagai aset tetap perusahaan. Hal ini telah sesuai dengan kebijakan akuntansi aset tetap yang seharusnya dilakukan dan diterapkan perusahaan (PSAK No. 16 Revisi 2007).


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi yang penulis lakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan atas perlakuan dan penerapan akuntansi aset tetap pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh yang telah dilaksanakan dengan cukup baik, diantaranya sebagai berikut :

1. Pada prinsipnya, PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh telah menjalankan kebijakan akuntansi aset tetapnya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, dalam hal ini adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keungan /PSAK No. 16 atas Aset Tetap yang telah konvergen dengan IFRS/IAS no. 16. Perusahaan telah mengklasifikasikan aset tetapnya dengan semestinya, yang secara garis besar digolongkan atas dua jenis utama yaitu aset tanaman dan aset non tanaman. Nama dn nomor perkiraan masing-masing aset tetap menggambarkan harta kekayaan perusahaan yang berwujud, bersifat tetap, dan dipergunakan dalam operasional perusahaan serta dimaksudkan untuk dijual. Pengglongan/ pengklasifikasian aset tetap tersebut sesuai dengan PSAK No. 16 (Revisi 2007).

2. Tanaman Menghasilkan (TM) dan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) yang dimiliki perusahaan dimasukkan kedalam golongaan aset tetap tanaman. Sedangkan Bangunan Rumah, Bangunan Perusahaan, Mesin & Instalasi, Jalan, Jembatan & Saluran Air, Alat Pengangkutan, Alat Pertanian/Inventaris kecil, Aset


(2)

Lain-lain, Instalasi Pembibitan, dan Aset Dalam Penyelesaian digolongakan kedalan Aset Tetap Non Tanaman.

3. Manajemen Perusahaan telah menjelaskan dengan baik dalam penetapan cara perolehan aset tetap perusahaan, dengan mencatat nilai aset tetapnya sesuai dengan nilai belinya pabila diperolehan dengan cara pembelian tunai, sebesar total pembiayaan yang dikeluarkan apabila dibangun sendiri sampai aset tetap tersebut dapat digunakan dalam kegiaatan perusahaan serta sebesar total kesepakatan pembayaran apabila aset tetap diperoleh dengan cara dikontrakkan.

4. Dalam hal Pengukuran Awal Perolehan Aset Tetap, Perusahaan telah menjalaankan sesuai dengan harga perolehan awal dikurangi akumulasi penyusutannya. Akan tetapi dalam hal pengukuran setelah pengakuan awal, PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) belum mampu menjalankan metode revaluasi atas aset tetap.

5. Kebijakan Pengeluaran atas Aset Tetap perusahaan dibedakan atas pengeluraran rutin (pengeluaran pendapatan) dan pengeluaran tidak rutin (pengeluaran modal). Pengeluaran rutin dikeluarkan untuk mempertahankan produktivitas tanaman, memperbaiki (repair) dan merawat (maintenance) aset tetap non tanaman, dan diperlakukan sebagai beban tahun berjalan sedangkan Pengeluaran Tidak Rutin dilakukan untuk perbaikan aset non tanaman yang menambah masa ekonomisnya, akan dikapitalisasikan pada nilai perolehan aset tersebut

6. PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh belum melakukan Telaah ulang terhadap nilai residu, umur manfaat dan metode penyusutan perusahaan.

7. Penyusutan aset tetap didasarkan kepada metode garis lurus yang ditetapkan dari histoorical cost nya dan dilakukan setiap akhir tahun buku. Metode penyusutan ini


(3)

dilakukan dengan konsisten oleh PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh.

8. Aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau saat tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap tersebut dihitung sebagai perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan dan jumlah tercatat dari aset, dimasukkan ke dalam laporan laba rugi pada tahun aset tersebut dihentikan pengakuannya.

9. Penyajian Aset Tetap dalam neraca perusahaan disajikaan menurut jenisnya, kemudian dikurangi dengan masing-masing akumulasi penyusutannya. Perusahaan membuat Lampiran Manajemen Tambahan untuk menjelaskan aset tetapnya secara lebih detail dan terinci.

B. Saran

Setelah penulis mengadakan evaluasi dan analisis mengenai penerapan kebijakan akuntansi aset tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero), maka penulis ingin memberikan saran dan masukan, sebagai berikut :

1. Hendaknya perusahaan melakukan telaah ulang (review) terhadap nilai sisa, umur manfaat serta metode penyusutan pada masing-masing aset tetap yang dimiliki perusahaaan secara berkala. Sehingga terciptanya nilai aset tetap yang wajar dan jujur dalam penyajiannya dilaporan keuangan perusahaan.

2. Didalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan/PSAK no. 16 yang telah konvergen IFRS/IAS No. 16 ini, lebih menekankan pada pemberlakuan metode revaluasi atas aset tetap perusahaan, walaupun usaha penerapan ini belum dapat dijalankan PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh,


(4)

manajemen perusahaan sudah bisa membuat rancangan atau roadmap mengenai metode revaluasi ini agar dapat dijalankan perusahaan sesegera mungkin, sehingga perusahaan tidak lama tertinggal oleh perusahaan perkebunan lain yang sudah menerapkannya.

3. Kendala utama dalam penerapan metode revaluasi aset tetap ini adalah jumlah aset tetap yang bernilai satu rupiah mencapai 10.746 unit. Dengan jumlah aset tetap yang begitu besar memerlukan waktu yang lama untuk menilai kembali masing-masing aset, akan tetapi jikalau terus dibiarkan, penyajian aset tetap perusahaan semakin tidak wajar dan jujur. Oleh karena itu, PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) sudah dapat membentuk tim appraisal/tim penilai aset tetapnya secara bertahap. Tim Penilai ini bisa bersifat independent (tim diluar karyawan perusahaan) ataupun tim penilai dependent (yakni orang-orang dalam perusahaan) sebagai tahap awal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki, 2000. Sistem Akuntansi Penyusutan Prosedur dan Metode, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Baridwan, Zaki, 2000. Sistem Informasi Akuntansi, Cetakan Kelima, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Choi, Frederick D.S., Carol Ann Frost, Garry K Meek. 1999. International Accounting. 3th edition. United Stated: Prentice Hall International.

Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Kedua, Penerbit USU Press, Medan.

Harahap, Sofyan Syafri, 2002. Akuntansi Aktiva Tetap, Edisi Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.16, Salemba Empat, Jakarta.

Immanuela, Intan, 2009. Adopsi Penuh dan Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional. Jurnal Ilmiah Widya Warta. Vol.33, No.1. Hal 69-75.

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, 2004. Buku Petunjuk Teknik Penulisan Proposal dan Penulisan Skripsi, Medan.

Jusuf, Al Haryono, 2005. Dasar-dasar Akuntansi, STIE YKPN, Yogyakarta. Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Yogyakarta.

Natawidnyana, 2008. “International Financing Reporting Standards : A Brief

Description

Internationanal-Financing-Reporting-Standards-ifrs-a-brief-description/. Diakses tanggal 18 Mei 2010.


(6)

Petreski, Marjan, 2006. “The Impact of International Accounting Standard on Firms”. November 2008.

Sadjiarto, Arya, 1999. Akuntansi International : Harmonisasi Versus Standarisasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.1, No.2, Hal 144-161.

Santoso, Imam, 2009. Akuntansi Keuangan Menengah. Buku Dua. Rafika Aditama. Bandung.

Simamora, Henry, 2001. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jilid Dua, Salemba Empat, Jakarta.

Skousen, K Fred, Earl K. Stice , dan James D. Stice, 2004. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi Kelima belas , Buku Satu, Salemba Empat, Jakarta.

Soemarso, SR, 2005. Akuntansi Suatu Pengantar, Salemba Empat, Jakarta.

Warren, Carl S., James M Reeve dan Philip E. Fees, 2005. Pengantar Akuntansi Edisi 21. Terjemahan Aria Farahmita, Amanugrahani dan Taufik Hendrawan. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.