TINJAUAN PUSTAKA Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan (Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara)

Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pariwisata Menurut Yoeti 1980, industri pariwisata adalah kumpulan dari macam- macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa- jasa yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya. Bila di tinjau dari segi ekonomi mikro, maka yang dimaksud dengan industri pariwisata adalah setiap unit produksi yang dapat menghasilkan produk atau jasa tertentu. Atas dasar pengertian ini, maka hotel atau transport secara sendiri-sendiri dapat disebut sebagai industri pariwisata dalam pengertian sempit. Sedangkan dalam pengertian ekonomi makro, yang dimaksudkan dengan industri pariwisata adalah keseluruhan unit-unit produksi travel agent, tourist transportation, hotel, catering trade, tour operator, tourist object, tourist attraction, dan souvenir shops, baik yang tempat kedudukannya di daerah, dalam negeri, atau luar negeri yang ada kaitannya dengan perjalanan wisatawan yang bersangkutan. Menurut Damanik dan Weber 2006, pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. Ekowisata Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, menunggang kuda, penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk local. Ekowisata merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan social. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggungjawab Marpaung, 2002. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata, pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya Fandeli dan Mukhlison, 2000. Saleh 2000 menyatakan bahwa untuk mengusahakan ekowisata di suatu tempat, yang perlu dikenali adalah keadaan alam keindahan dan daya tarik yang spesifik atau unik dari objek wisata yang bersangkutan, prasarana yang tersedia lancar tidak lancar, nyaman tidak nyaman, sudah lengkap, masih harus diadakan, atau dilengkapkan, tersedianya sumberdaya manusia yang terlatih maupun yang dapat dilatih, tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya. Istilah ekowisata tergolong masih baru di Indonesia. Awalnya terjemahan langsung dari Ecotourism masih belum baku. Ada yang menterjemahkannya dengan wisata lingkungan, wisata ekologis, dan ekowisata. Dirjen pariwisata menggunakan istilah ekowisata dengan makna ecotourism. Sementara itu, Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. pengertian ekowisata menurut kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup adalah “wisata alam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam terbuka yang relative belum terjamah atau tercemar dengan tujuan khusus mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan dengan tumbuh-tumbuhan dan satwa liarnya termasuk potensi kawasan berupa ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar, juga semua manifestasi kebudayaan yang ada trmasuk tatanan lingkungan social budaya, baik dari masa lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa ekowisata berakar pada kegiatan wisata alam, di daerah- daerah yang masih alami atau dilindungi yang didasarkan pada funsi ekologis, linkungan sebagai komponen penting dalam hubungan saling terkait dengan aspek ekonomi dan social dalam menunjang kelangsungan wisata tersebut Kurniawan dan Burhanuddin, 2004. Eplerwood 1999 dalam Fandeli 2001, menyebutkan ada delapan prinsip pengembangan ekowisata yaitu: 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses ini dapat dilakukan langsung di alam. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4. Prinsip masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas atau utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. 7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasinya. 8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap Negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh Negara atau pemerintah daerah setempat. Ekowisata Berbasis Masyarakat Community based Ecotourism Keterkaitan masyarakat setempat harus dapat menggambarkan bentuk- bentuk pelibatan masyarakat lokal dalam proyek ekowisata, misalnya melalui Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. diskusi tentang penanganan sumber daya hutan setempat. Terkait dengan hal itu perlu ada gambaran tentang perwakilan masyarakat dalam proyek, misalnya tokoh masyarakat, wakil perempuan, pemuda dan sebagainya. Strategi yang dipilih untuk menyusun rencana proyek ekowisata seharusnya mampu menghasilkan model partisipasi masyarakat sejelas mungkin. Partisipasi masyarakat setempat sejak awal perencanaan, penyusunan rencana itu sendiri, pelaksanaan proyek, pengelolaan dan pembagian hasil merupakan hal yang mutlak sehingga harus ditegaskan dalam draft rencana. Partisipasi harus memberdayakan masyarakat untuk menjadi salah satu penentu tahapan-tahapan proyek, namun sekaligus juga membelajarkan mereka untuk memiliki tanggungjawab maupun komitmen dan hasil maupun resiko yang mungkin dicapai melalui proyek Damanik dan Weber, 2006. Pada masa lalu, pertimbangan dan perhatian tentang dampak sosial- ekonomi industri pariwisata terhadap masyarakat lokal atau setempat sangat kurang. Soal distribusi pendapatan dan kekayaan juga kurang disadari. Kemampuan masyarakat lokal untuk mengontrol pengembangan pariwisata agak lemah karena perkembangan pariwisata sendiri sangat pesat dan massal Spillane, 1994. Strategi yang dipilih untuk menyusun rencana proyek ekowisata seharusnya mampu menghasilkan model partisipasi masyarakat sejelas mungkin. Partisipasi masyarakat setempat sejak awal perencanaan, penyusunan rencana itu sendiri, pelaksanaan proyek, pengelolaan dan pembagian hasilnya merupakan hal yang mutlak sehingga harus ditegaskan dalam draft rencana. Partisipasi untuk memberdayakan masyarakat untuk menjadi salah satu penentu tahapan-tahapan Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. proyek, namun sekaligus juga membelajarkan mereka untuk memiliki tanggungjawab maupun komitmen dan hasil maupun resiko yang mungkin dicapai melalui proyek. Oleh sebab itu bisa dimaklumi mengapa perencanaan partisipatif dalam setiap proyek selalu memakan waktu lama dan biaya yang besar. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat maka perlu diciptakan suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menaruh perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan untuk bekerjasama secara aktif dan berlanjut Brandom dalam Damanik dan Weber, 2006. Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari bagian pembangunan kehutanan karena selain elemen pemerintah, masyarakat di kawasan ekowisata juga memiliki peranan besar, karena dengan mengikutsertakan masyarakat dalam ekowisata akan memberikan dampak postif. Dari segi lingkungan dan ekonomi, jika masyarakat lopkal tidak di libatkan, sumberdaya dipastikan akan rusakdan nilai jual kawasan beserta investasinya akan hilang. Selain itu munculnya partisipasi masyarakat tradisional dalam mempelajari, mendiskusikan dan membuat strategi untuk mengontrol atau memperoleh kontrol dalam proses pembuatan keputusan dalam pembangunan, dianggapsebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pariwisata yang selama ini terjadi, namun sebelum benar-benar memberdayakan masyarakat lokal dalam ekowisata, penting untuk dilakukan sosialisasi tentang konsep ekowisata yang sesuai, sekaligus pendampinganterhadap masyarakat dalam merancang ekowisata di wilayahnya Fandeli, 2001. Selain itu strategi melibatkan peran serta masyarakat setempat juga bertujuan untuk: Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. 1. Menginformasikan kepada penduduk setempat tentang apa yang akan terjadi dan menjaga dialog dengan mereka; 2. Menghargai pendapat dan melibatkan masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan; 3. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan tabiat pariwisata dan industri pariwisata serta dampaknya terhadap daerah setempat; 4. Mendorong hubungan antara wisatawan dan penduduk setempat; 5. Melindungi masyarakat setempat dari dampak negatif kegiatan pariwisata Gunawan, 1997. Konsep Sistem Nilai Ekonomi dan Sumber Daya Hutan Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna suatu objek sumberdaya hutan bagi individu tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri merupakan ungkapan, pandangan, persepsi seseorang tentang sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan atau norma- norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh masyarakat di tempat tertentu akan beragam tergantung pada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada IPB, 2001. Nilai ekonomi merupakan keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu objek sumber daya hutan yang memberikan manfaat berupa pendapatan dan manfaat yang tidak memberikan pendapatan akan tidak dipandang Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. sebagai niali ekonomi. Penilaian ekonomi dari pendekatan barang dan jasa secara ekonomi biasanya melalui pendekatan nilai pasar yaitu berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran IPB, 1996. Pearce dan Turner dalam IPB 1996 menyatakan bahwa total economic value atau nilai total ekonomi yang terdiri atas dua kelompok yaitu : 1. Nilai kegunaan use value 2. Nilai intrinsik non use value Selanjutnya nilai kegunaan akan terbagi dua lagi antara lain : 1. Nilai kegunaan langsung direct use value 2. Nilai kegunaan tak langsung indirect use value 3. Nilai pilihan option value Sedangkan untuk nilai intrinsik terbagi atas : 1. Nilai keberadaan existence value 2. Nilai warisan bequest value Menurut Yoeti 1980, permintaan dalam kepariwisataan terdiri dari bermacam-macam unsure yang satu dengan yang lainnya tidak hanya berbeda sifat dan bentuk, tetapi juga manfaat dan kegunaannya bagi wisatawan. Produk yang di hasilkan oleh perusahaan industri pariwisata dihasilkan oleh bermacam-macam perusahaan yang satu dengan yang lain banyak berbeda dan diperlukan oleh wisatawan pada waktu yang berbeda pula. Pendekatan Biaya Perjalanan Menurut Davis dan Jhonson 1987, pendugaan permintaan terhadap manfaat intangibel seperti rekreasi dapat dilakukan dengan pendekatan metode Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009. biiaya perjalanan. Secara umum, jumlah biaya perjalanan ini termasuk biaya pergi pulang ditambah dengan nilai uang dari waktu yang dihabiskan untuk perjalanan dan rekreasi tersebut. Fungsi permintaan dari daerah rekreasi akan diestimasi dengan menggunakan biaya perjalanan sebagai representasi dari nilai atau harga lokasi kunjungan tersebut. Kalau lokasi kunjungan itu adalah barang lingkungan maka besarnya biaya perjalanan itu akan dipandang sebagai nilai yang diperoleh oleh penyediaan barang lingkungan tersebut Yunu, 1999. Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk dan adanya kesediaan membayar. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh karena dapat membeli semua barang dan tingkat harga rendah yang sama Pomeroy, 1992 Selanjutnya Hufschmid, et al 1987, menyatakan bahwa permintaan rekreasi alam, semakin jauh tempat tinggal seseorang dari suatu tempat rekreasi tertentu maka permintaan rekreasi terhadap tempat tersebut semakin rendah , dan sebaliknya bila untuk para konsumen yang tempat tinggalnya dekat dengan rekreasi maka permintaannya akan semakin meningkat. Dalam kaitannya dengan surplus konsumen, para konsumen yang datang dari tempat jauh dengan biaya mahal akan dianggap memiliki surplus konsumen yang rendah. Sebaliknya bila mereka yang bertempat tinggal lebih dekat maka dengan biaya perjalanan yang rendah akan memiliki surplus konsumen yang lebih besar. Yessy Mei Nina Simanjuntak : Analisis Nilai Ekonomi Dan Sosial Ekowisata Tangkahan Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2009.

III. METODE PENELITIAN