Adanya beban pembuktian terbalik , tindak Pidana Korupsi yang nilainya Adanya pemberlakuan Straf minimum khusus, hal ini diberlakukan bagi delik

Ada beberapa hal yang merupakan penerapan ketentuan-ketentuan baru diantaranya :

1. Adanya beban pembuktian terbalik , tindak Pidana Korupsi yang nilainya

kerugian Negaranya sampai dengan Rp.10.000.000,- sepuluh juta, rupiah Jaksa Penuntut Umum mempunyai kewajiban untuk membuktikan adanya tindak Pidana Korupsi, sedang terhadap tindak pidana korupsi yang nilainya diatas Rp.10.000.000,-sepuluh juta rupiah terdakwalah yang membuktikan bahwa uang tersebut bukan berasal dari tindak Pidana Korupsi ;

2. Adanya pemberlakuan Straf minimum khusus, hal ini diberlakukan bagi delik

korupsi yang nilainya Rp.5.000.000,- lima juta rupiah atau lebih. 3. Pengambil alihan beberapa Pasal dari KUHP, menjadi Pasal-pasal delik Korupsi dan mencabut Pasal-pasal tersebut dari KUHP. Dari sejarah perjalanan panjang pemerintahan di Indonesia tampak bahwa Pemerintah Indonesia adalah pemerintahan yang anti korupsi sehingga dari satu pemerintahan kepemerintahan yang lain, dari satu orde ke orde yang lain tampak upaya untuk memberantas Tindak Pidana Korupsi, namun ternyata, korupsi masih tetap tumbuh subur dinegara yang anti korupsi ini, apalagi jika diteliti secara mendalam ada hal-hal yang sangat menggelitik dan memaksa penulis untuk melakukan analisis secara Yuridis terhadap ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dari UU Tipikor, yaitu karena adanya sikap pembuat undang-undang dalam hal ini Pemerintah dan DPR.R.I yang menetapkan sistem Straf Minimum Rules aturan hukuman minimal tetapi telah memposisikan lamanya Pidana dalam kedua Pasal tersebut berbeda dengan Universitas Sumatera Utara prinsip-prinsip yang umum yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan pidana umum yang sudah berlaku di Indonesia selama ini . Pasal 2 dari UU Tipikor, berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.” 2 “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.” inti dari Pasal 2, UU Tipikor adalah adanya larangan bagi setiap orang dengan tidak memandang apakah ia dalam posisi menduduki suatu jabatan tertentu, atau sedang memiliki suatu kewenangan tertentu jika ia terbukti melakukan perbuatan memperkaya kaya diri sendiri atau orang lain, atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan Negara maka ia dapat dipidana, dengan Pidana Penjara sekurang-kurangnya 4 empat tahun. Jika kita bandingkan bunyi Pasal 2 tersebut dengan bunyi Pasal 3 yang berbunyi : 3 Adalah sangat janggal, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip umum sebagaimana yang dianut dalam KUHP kita. Yang penulis maksudkan janggal dan 2 Himpunan Peraturan Korupsi Kolusi dan Nepotime,Cet.I,CV.Eko Jaya,Jakarta, 2004, h.41. 3 ibid. Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan prinsip-prinsip umum itu adalah, Pasal 3 yang memuat adanya unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan, menurut pendapat kami unsur karena jabatan ini haruslah dijadikan unsur pemberat sesuai dengan prinsip umum yang berlaku pada Hukum Pidana Indonesia dan seharusnya hukumannya lebih berat dari Pasal 2, atau setidak-tidaknya sama beratnya, bandingkan dengan beberapa Pasal dalam KUHP Indonesia yang menurut prinsip umum ancaman hukumannya lebih berat atau sama diantaranya Pasal. 294 ayat 2, KUHP, Pegawai Negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatannya adalah bawahannya, Pasal 307, KUHP 4 Jika kita bandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam tindak Pidana Umum maka seyogianya keadaan si Pelaku dader . Namun ternyata walaupun Pasal 3, memberikan ancaman Pidana kepada setiap orang yang mempunyai kewenangan, atau kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara, dan dalam Pasal ini yang dapat dipidana hanyalah mereka yang mempunyai jabatan atau kedudukan sehingga orang tersebut karena jabatannya itu mempunyai kewenangan, atau kesempatan atau memanfaatkan sarana yang ada padanya telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi, jika terbukti hanya dipidana dengan Pidana Penjara sekurang – kurangnya selama 1 satu Tahun. 5 4 R.Soesilo, Op.Cit 5 Kamus Hukum, Cetakan I, CV.Karya Gemilang – Jakarta 2006 dalam tindak Pidana Korupsi yang demikian ini digolongkan kepada keaadaan yang Universitas Sumatera Utara memberatkan, sedang dalam delik korupsi ini justru sebaliknya dianggap sebagai hal yang meringankan, oleh sebab itu beberapa kalangan praktisi hukum menganggap delik dalam tindak pidana korupsi ini dianggap sebagai delik yang unik. Ada apa ?

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Kewenangan Penyidik Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Judicial Review Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana K

1 41 110

Analisis Yuridis Terhadap Kewenangan Penyidik Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Judicial Review Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidan

9 105 110

Analisis Yuridis Fungsi Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Lingkungan BUMN

1 54 163

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

Undang Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 1

Undang-Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 29

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 15

Putusan Bebas Terhadap UDdalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - Ubaya Repository

0 0 9

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

MELAWAN HUKUM KHUSUS/FACET DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PASAL 2 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 juncto UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18