2. Alasan dan Urgensitas dibentuknya Pengadilan Tipikor :
1 Adanya legitimasi secara yuridis formal dalam sistem hukum di Indonesia,
a Dalam arahan politik hukum nasional disebutkan dalam Tap MPR RI
No. IX MPR 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN dan Tap. MPR RI No. VIII MPR 2001 yang dalam diktumnya
menyebutkan ”Bahwa permasalahan KKN yang melanda bangsa Indonesia sudah serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan
menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan bernegara” b
Dalam pasal 15 ayat 1 undang-undang No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa ”pengadilan khusus
hanya dapat di bentuk dalam salah satu lingkup peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 yang di atur dengan undang-undang”. Yang
dimaksud dalam Pasal ini dengan pengadilan khusus salah satunya adalah Pengadilan Tipikor.
c Dalam pasal 53 Undang-Undang No.30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi diatur secara khusus mengenai keharusan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadili
perkara-perkara korupsi yang berada di bawah pengadilan umum dan untuk pertama kali akan di bentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan pengesahan yang akan dilakukan oleh presiden. d
Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 012-016-019 PUU-IV 2006 telah membatalkan ketentuan pasal 53 UU No.30 tahun 2002
Universitas Sumatera Utara
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengatur keberadaan pengadilan khusus tindak pidana korupsi, tapi dari keputusannya itu
secara tidak langsung telah memberikan izin secara yuridis dalam waktu tiga tahun untuk pembentukan pengadilan tipikor
2 Adanya keinginan terhadap pembaharuan dan rekonstruksi hukum ke arah
yang lebih baik, Masyarakat luas sekarang sudah kritis dan tanggap terhadap permasalahan
hukum yang ada, pembaharuan sistem hukum melalui konsepsi hukum progersif sangat diperlukan demi perubahan birokrasi yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Adapun mengenai pendapat dari warga tentang rasa keadilan dan kepastian hukum serta fenomena yang mendasar dan urgensi tentang pengadilan
tipikor, kebanyakan masyarakat luas juga beranggapan adanya pengadilan tipikor juga merupakan tuntutan rasa keadilan yang kurang dirasakan oleh warga
masyarakat. Jaminan kepastian hukum juga kurang mengena pada masyarakat luas. Adanya korupsi yang telah merajalela membuat kerugian yang sangat luas
bagi perekonomian rakyat dan dari sinilah maka perlindungan hak ekonomi dan sosial pun juga akan terganggu yang berdampak pada rendahnnya perekonomian
rakyat. Banyak pihak dan lembaga-lembaga masyarakat yang menginginkan segera
disahkan undang-undang pengadilan tipikor ini. Bappenas yang bekerjasama dengan Mahkamah Agung dalam Rencana Aksi Pengadilan tindak pidana korupsi,
menyatakan bahwa pembentukan pengadilan khusus tersebut harus dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan untuk menangani perkara-perkara korupsi melalui suatu mekanisme yang berbeda dari mekanisme peradilan konvensional. Pembentukan pengadilan
tipikor ini juga dimaksudkan untuk menjawab kelemahan dari mekanisme di pengadilan biasa. Kelemahan tersebut meliputi hakim yang kurang berkualitas dan
atau juga karena proses persidangan yang dijalankan berlangsung secara tidak transparansi.
3 Menghindari percampuran perkara kasus korupsi di Pengadilan Umum,
Pernyataan Wakil Ketua KPK M Jasin dalam pertemuannya dengan Ketua MACC, menyatakan jika bulan oktober tahun 2009 pemerintah tidak segera
mengesahkan undang-undang tipikor dan bahkan akan bubar maka kasus-kasus yang ada akan bercampur dengan kasus yang ada di pengadilan umum
21
21
Bunga Manggiasih, Pengadilan TIPIKOR harus segera dibentuk, Koran Tempo, rabu 4 februari 2008, h.6
. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa semua berkas dan kasus akan dilimpahkan
keperadilan umum sehingga berkas-berkas tersebut bercampur dengan perkara yang ada di peradilan umum dan inilah yang dikhawatirkan akan menyebabkan
mandeknya pengusutan kasus korupsi sehingga tidak tuntas dalam penyelesainnya. Adapun permasalahan yang lain adalah adanya jumlah perkara di
peradilan umum lebih banyak dari jumlah hakim yang ada. Dan dengan ditambahnya berkas perkara yang sudah ada di Pengadilan selama ini dengan
perkara korupsi yang akan masuk kepengadilan maka akan semakin sulit terealisasinya penyelesaian perkara korupsi. Hal itu disebabkan karena jumlah
hakim yang sedikit dihadapkan pada perkara-perkara korupsi yang jumlahnya jauh
Universitas Sumatera Utara
lebih besar. Fenomena tersebut akan mempersulit tahap pemeriksaan dipersidangan karena terlalu banyak berkas-berkas atau pun dokumen yang harus
diperiksa untuk mengusut satu persatu kasus yang akan ditangani. Selain itu juga belum tentu hakim yang ada akan mempunyai kapabilitas yang cukup memadai
untuk menyelesaikan perkara yang sedang dihadapinya. Dengan demikian DPR sebagai perancang Undang – undang bersama
Presiden telah mengesah kan undang – undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi No.46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Korupsi, yang didalam undang –
udang tersebut telah tersusun rumusan tentang pengadilan tindak pidana korupsi, yang disetiap bab nya telah di atur mengenai hakim, dan pengadilan tindak pidana
korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memiliki kedudukan, dan kewenangan
sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab II dan Bab III undang – undang Pengadilan Tindak Pidana korupsi sebagai berikut
22
Dalam Bab II, diatur tentang kedudukan dan tempat kedudukan, dan menurut ketentuan dalam Pasal. 2 Undang – undang No.46 tahun 2009
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Ini berarti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan
berada dilingkungan Peradilan Umum, sebagai pengadilan khusus, sehingga kedudukannya akan sama dengan Pengadilan khusus lainnya yang sudah ada lebih
dahulu seperti Pengadilan PHI, Pengadilan HAM, Pengadilan Perikanan. Namun kedudukannya lebih luas jika dibandingkan dengan Pengadilan-pengadilan
:
22
Undang – undang no.46 tahun 2009 , Cet.I,CV.Eko Jaya,Jakarta, 2009
Universitas Sumatera Utara
lainnya seperti tersebut diatas, karena Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan ada disetiap Pengadilan Negeri, sebagaimana disebutkan dalam Pasal. 3, bahkan untuk
daerah Jakarta akan terbagi menjadi empat tempat sesuai dengan keberadaan Pengadilan di Jakarta saat ini. Dan wilayah hukumnya melekat pada wilayah
hukum Pengadilan Negeri tempat pengadilan tindak pidana korupsi berada. Hal ini juga akan menimbulkan konsekwensi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi
untuk membentuk perwakilannya didaerah, sebab jika hal tersebut tidak dilakukan akan menghambat proses baik penyidikan, penuntutan dan persidangan
di Pengadilan yang ada didaerah. Pembentukan pengadilan Tindak Pidana Koupsi ditiap-tiap daerah adalah merupakan realisasi dari Pasal. 54, ayat 3, Undang-
undang No.30 Tahun 2002, Lembaran Negara 2002-137, dan Tambahan Lembaran Negara 4250, Pasal. 54 ayat. 2, menyebutkan untuk pertama kali
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang wilayah Hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia, sedang dalam Pasal 3 menyebutkan pula bahwa pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana disebut dalam ayat 2 dilakukan
secara bertahap dengan keputusan Presiden. Sebenarnya jika Pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pemberantasan korupsi, pengadilan
Tindak Pidana Korupsi sudah dapat dilakukan tanpa menunggu lahirnya undang- undang No.46 tahun 2009, karena menurut Undang-undang No.30 Tahun 2002,
pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi cukup dilakukan dengan Keputusan Presiden KEPPRES.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Bab III, diatur tentang kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dalam Pasal. 5 disebutkan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi, artinya Peradilan Umum sudah tidak
mempunyai wewenang lagi untuk menyidangkan perkara-perkara korupsi, selanjutnya dalam Pasal.6 diatur tentang ruang lingkup kewenangan Pengadilan
Tindak Pidana korupsi sebagai berikut : Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara: 1.
tindak pidana korupsi; 2.
tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; danatau
3. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan
sebagai tindak pidana korupsi. Sedang untuk Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara
Indonesia yang berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia, ditetapkan dalam Pasal 7 yaitu menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
penerapan ketentuan ini adalah sesuai dengan azas Nasionaliteit Aktief atau azas Personaliteit, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 5 1 KUH.Pidana.
Universitas Sumatera Utara
3. Hakim Tindak Pidana Korupsi.