pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai
dari tanah sampai kontrak. Dalam hal ini permasalahan tersebut dilihat dalam konteksnya dengan daerah.
Dalam Laporan WEF The World Economic Forum tahun 2005 terlihat ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi ke dalam negeri.
Tabel 2. Problem Utama dalam Investasi
29
Problem Th
M S
ID F
V In
Kondisi infrastruktur buruk Kebijakan tidak jelas tidak pasti
Perpajakan sulit dan rumit Kesulitan rumitnya prosedur perdagangan
Upah makin mahal Isu tenaga kerjaburuh seperti demonstrasi, dll.
15,6 9,5
46,3 62,8
41,6 7,1
23,6 16,5
11,0 33,9
52,1
6,6 3,1
6,3 12,5
21,4 54,0
1,1 54,7
67,7 72,0
67,6 86,4
37,0 75,5
47,9 20,9
37,1 36,5
25,7 63,8
61,3 40,0
56,8 29,5
11,5 72,2
14,8 55,6
58,5 55,7
26,6
Keterangan: Th: Thailand, M: Malaysia, S: Singapura, ID: India, F: Filipina, V: Vietnam, I: Indonesia
WEF dalam laporannya menyajikan bahwa salah satu indiakator penilaian suatu negara dianggap menarik adalah lama hari pelayanan izin. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan sejumlah negara lain Indonesia belum memberikan ‘pemikat’ maksimal. Jumlah prosedur yang harus dilewati
sekitar 11-12 prosedur dengan lama hari 151 hari + 5 bulan. Selain itu ada beberapa ijin yang harus dilengkapi terlebih dahulu, antara lain : ijin keselamatan
kerja, ijin prinsip, ijin gangguan, ijin lokasi, IMB, dan ijin lingkungan hidup. b. Penguatan Kelembagaan Publik Pemerintah Pusat dan Daerah
Ada tiga alasan mengatakan bahwa sebuah kebijakan dikatakan berhasil, pertama memang kebijakannya efektif baik secara substantive maupun teknis,
kedua ‘operating board’ nya yang bagus, artinya kinerja mereka dilaksanakan secara efisien, efektif, terencana, dan berhasil. Ketiga, kebijakan dan badan
pelaksananya memang bagus.
30
Dari hal di atas setidaknya minimal ada dua bagian penting dalam menjalankan sebuah kebijakan yaitu kebijakan itu sendiri
dan lembaga yang menjalankannya. berdasarkan hal tersebut, paling tidak ketiga kondisi tersebut secara sederhana menggambarkan faktor-faktor apa yang
sebenarnya mendasari sebuah kebijakan bisa berhasil.
c. Tingkat Pemerintah Pusat
Dalam hal ini, sebenarnya pemerintah sudah melakukan beberapa tindakan, yang salah satunya adalah dengan membentuk tim khusus. Hal ini tertuang dalam
Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Peningkatan Ekspor Dan Peningkatan Investasi yang menggantikan Kepres Nomor 87 Tahun
2003. Tugas Tim ini sendiri adalah a merumuskan kebijakan umum peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; b menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan dalam rangka peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; c mengkaji dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis
yang timbul dalam proses peningkatan ekspor dan peningkatan investasi.
Tabel 3.
29
Kompas terbit pada tanggal 22 Juni 2006.
30
Ibid.
Evalina Barbara Meliala: Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, 2008.
USU e-Repository © 2008
Kebijakan dan Perilaku Pemerintah yang memperngaruhi keputusan investasi
31
Berdasarkan hal tersebut, salah satu terobosan yang perlu dilakukan adalah dalam bidang pelayanan. Pelayanan dalam hal apapun, terutama yang
menyangkut perijinan, fasilitas insentif, dan berbagai kemudahan-kemudahan lain. Namun tetap, hal tersebut jangan sampai merugikan dan memberikan
damapk balik yang buruk. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah konsep pelayanan satu atap. Tujuannya adalah agar pusat dan daerah bisa memberikan
pelayanan kepada investor dengan cepat, sehingga rentang waktu untuk mengurus perijinan tidak lama dan berbelit-belit. Tetapi kenyataannya, hal
tersebut tidak cukup memberikan pengaruh yang signifikan, sebab pungutan liar tetap ada walaupun sistem pelayanannya sudah diubah.
Tingkat Pemerintah Daerah Untuk tingkat pemerintahan daerah ada beberapa hal yang perlu dibenahi :
a.
Infrastruktur Daerah
Salah satu kekurangan besar dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada minimnya infrastruktur yang mendukung proses tersebut.
Infrastruktur tersebut bukan hanya dalam lingkup overhead ekonomi tetapi juga overhead sosial. Oleh karena itu sangat sulit mengharapkan daerah bisa
menampung dan mengelola dana investasi yang masuk, karena dari segi fasilitas tidak memungkinkan. Selain itu pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan
juga menyerap dana yang besar, sehingga logis bila dana yang dimiliki daerah lebih banyak digunakan untuk menyediakan fasilitas tersebut.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaan pasar di daerah. Pasar mutlak harus tersedia di daerah, sebab disitulah terjadi proses penawaran dan pembelian.
Luas lingkup pasar atau ‘market range’ juga perlu dibangun. Daerah harus
31
www.google.com, diakses pada tanggal 10 Juni 2008
Evalina Barbara Meliala: Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, 2008.
USU e-Repository © 2008
mampu menyediakan keterhubungan pasar di wilayahnya dengan pasar di wilayah lain, baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional. Daya
saing daerah dan diferensiasi produkjasa dari daerah bisa terjadi bila pasar cukup luas dan mampu mempengaruhi kreativitas iklim usaha di daerah. Oleh karena
itu, salah satu faktor pembangun dan penyangga kemampuan pasar adalah ketersediaan infrastruktur ekonomi dan sosial.
b.
Sinkronisasi Regulasi dan ‘Infrastuktur’ Regulasi
Diberikannya kewenangan dan kebebasan kepada daerah untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi daerahnya mengUndang sejumlah
permasalahan. Salah satunya adalah tumpang tindih antara peraturan pusat dengan peraturan daerah, terutama dalam bidang ekonomi. Departemen Dalam
Negeri serta KPPOD menyatakan bahwa terdapat ratusan Perda yang tidak sinkron dengan peraturan di atasnya. Perda bermasalah tersebut melanggar asas
perUndang-Undangan secara materil. Ketidaksinkronan tersebut menyebabkan sejumlah peraturan pusat tidak mempunyai pengaruh, sebaliknya perda yang
diterbitkan oleh daerah dipandang sebagi regulasi tunggal daerah. c.
Reformasi Birokrasi di Daerah
Permasalahan penting lainnya menyangkut pelaksanaan kebijakan investasi adalah peran dan fungsi birokrasi daerah. Birokrasi mempunyai
pengaruh yang kuat dalam menentukan iklim dan budaya wilayah kerjanya. Hal tersebut tentu saja sangat bersentuhan dengan segala aspek baik internal maupun
eksternal. Dalam lingkungan eksternal masyarakat dan pelaku usaha merupakan pihak yang merasakan langsung tingkah laku dan kebijakan birokrasi. Sebab
bangunan lembaga birokrasi terdiri dari SDM, wewenang dan tanggung jawab, serta struktur dan budaya kerja tersendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan
Miftah Toha bahawa Lembaga birokrasi merupakan suatu bentuk dan tatanan yang mengandung struktur dan kultur. Struktur mengetengahkan susunan dari
suatu tatanan, dan kultur mengandung nilai values, sistem, dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pelakunya yang mencerminkan perilaku dari sumberdaya
manusianya. Oleh karena itu reformasi kelembagaan birokrasi meliputi reformasi susunan dari suatu tatanan birokrasi pemerintah, serta reformasi tata nilai, tata
sistem, dan tata perilaku dari sumber daya manusianya.
32
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menata birokrasi pemerintahan dalam hal menunjang kebijakan investasi adalah dengan
dikeluarkannya Keppres Nomor 29 tahun 2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal
dalam negeri melalui sistem pelayanan satu atap. Tujuan yang ingin dicapai adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk
melakukan investasi di Indonesia, sehingga dipandang perlu untuk menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan
metode diatas. Namun sebenarnya ada permasalahan lain dengan Keppres tersebut berkaitan dengan wewenang daerah dalam UU 32 tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah. Ada tiga kategori kelembagaan dan peran pelayanan satu pintu berdasarkan best practices di daerah. Ketiga kategori tersebut adalah Pertama,
32
www.legalitas.org, diakses pada tanggal 7 Juni 2008
Evalina Barbara Meliala: Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, 2008.
USU e-Repository © 2008
unit pelayanan itu menginduk pada kelembagaan pemda yang sudah ada, misalnya bagian perekonomian sekretariat daerah, dinas informasi dan
komunikasi, dan sebagainya. Namun, tugas unit itu di setiap daerah selalu berbeda. Kedua, pelayanan satu atap ditangani oleh sebuah kantor khusus yang
dipimpin pejabat eselon III. Meski demikian, fungsi yang diterapkan setiap daerah berbeda-beda..
D. Hubungan Hak Atas Tanah Dengan Investasi
Fundamentalisme pasar telah mempengaruhi kekuatan mayoritas legislator dan pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat, sehingga hak atas
tanah dilegalkan sebagai penarik investasi. Disinilah kompetisi yang sebenarnya terjadi sehingga hak guna usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 sembilan
puluh lima tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 enam puluh tahun dan dapat diperbarui selama 35 tiga
puluh lima tahun sebagaimana dirumuskan di Pasal 22 UU Penanaman Modal.
Ketentuan tersebut semakin menyempurnakan bekerjanya dependency theory secara total dimana negara-negara kaya menyerap surplus value dari
negara-negara dunia ketiga melalui eksploitasi raw material. Dalam teori ini, maka tanah dan bahan baku hanya sebagai sumber utama pendapatan negara.
Argumentasi yang memaparkan kisah panjang konflik sumber daya agraria antara rakyat dengan penjajah Belanda dan antara rakyat dengan korporasi besar tidak
mampu membendung pencantuman hak atas tanah.
Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan bahwa investor diberikan hak untuk menggunakan
hak atas tanah yang terdapat diwilayah Indonesia. Hak atas tanah yang dapat digunakan oleh investor untuk kegiatan investasi adalah Hak Guna Usaha
HGU, Hak Guna Bangunan HGB dan Hak Pakai. Pada dasarnya tidak semua perusahaan penanaman modal dapat diberikan hak atas tanah, sesuai dengan
jangka waktu diatas, namun perusahaan penanaman modal yang dapat diberikan hak atas tanah harus memenuhi syarat-syarat yang harus ditentukan dalam Pasal
22 ayat 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Ada lima persyaratan pemberian hak atas tanah, yang dapat diberikan dan
diperpanjang dimuka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, yaitu penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing, dengan tingkat resiko penanaman modal yang diperlukan pengembalian modal dalam
jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan risiko pengembalian investasi lama, tidak memerlukan area yang luas,
menggunakan hak atas tanah Negara; dan tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
Evalina Barbara Meliala: Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB III PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PENANAMAN