Pengetahuan Eksekutif dan Legislatif dalam Perencanaan Kesehatan

75

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengetahuan Eksekutif dan Legislatif dalam Perencanaan Kesehatan

Pengetahuan dalam penelitian ini merupakan salah satu indikator dari perilaku birokrasi eksekutif dan legislatif dalam perencanaan kesehatan. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang langkah-langkah perencanaan, jenis dan sumber data untuk perencanaan kesehatan, pentingnya perencanaan kesehatan, penanggung jawab perencanaan kesehatan, peran puskesmas, dinas kesehatan, Bappeda dan DPRD dalam perencanaan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 informan, ada 10 informan yang mengetahui secara pasti langkah-langkah perencanaan kesehatan. Langkah-langkah tersebut adalah diawali dengan pengumpulan data, analisis data, kemudian dibuat rencana program dan usulan anggaran sampai pada penyusunan dokumen perencanaan, demikian juga dengan jenis data, secara keseluruhan mengetahui data- data apa saja yang dibutuhkan dalam perencanaan kesehatan. Kurangnya pemahaman informan terhadap langkah perencanaan kesehatan tersebut disebabkan oleh terbiasanya mereka terhadap rutinitas dalam setiap perencanaan setiap tahunnya. Perencanaan yang ada biasanya tidak mengacu pada mekamisme perencanaan yang sesuai dengan konsep perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu P2KT yang telah direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan, maupun usulan perencanaan dari Lembaga Administrasi Negara. Langkah tersebut seyogyanya diawali dari : 1 analisis situasi yaitu melalui pengumpulan data yang meliputi data demografi, data cakupan pelayanan kesehatan sebelumnya, data sarana pelayanan kesehatan, dan menganalisis data tersebut dalam bentuk informasi dengan metode Strenght, Weakness, Oppurtunity, and Treaths SWOT Analisys, 2 merumuskan tujuan perencanaan, 3 menetapkan tujuan, 3 menentukan alternative tujuan, 4 menenetapkan prioritas tujuan, 5 membuat rencana kegiatan dan rencana anggaran, 6 menyusun program kerja dalam bentuk dokumen perencanaan. Serangkaian langkah-langkah tersebut cenderung hanya dipahami oleh penyusun rencana dari dinas kesehatan saja, sedangkan unsur eksekutif lainya seperti puskesmas, dan pemerintah kota cenderung tidak memahami, apalagi dari unsur legislatif. Indikator pengetahuan yang lain adalah dari pemahaman informan tentang pentingya perencanaan kesehatan, penanggung jawab perencanaan kesehatan, dan peran unsur eksekutif dan legislatif dalam perencanaan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan menyatakan bahwa perencanaan kesehatan sangat 76 penting dalam pembangunan kesehatan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal di kota Langsa. Namun dalam penelitian ini ditemukan perbedaan pemahaman tentang penanggung jawab perencanaan kesehatan. Data menunjukkan 11 informan mengemukakan perencanaan kesehatan semata-mata tanggung jawab dinas kesehatan, sedangkan sisanya mengemukakan perencanaan kesehatan adalah tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Berdasarkan keadaan tersebut, diindikasikan bahwa masih ada pemahaman informan bahwa perencanaan kesehatan adalah tugas dan wewenang dari dinas kesehatan, sehingga memberikan implikasi terhadap tanggungjawab seutuhnya dalam pembangunan kesehatan di Kota Langsa, seyogyanya pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab dari masyarakat seluruhnya baik dari jajaran pemerintah kota maupun masyarakat biasa. Hal tersebut berguna untuk keberlangsungan program- program kesehatan dimasa akan datang, artinya pembangunan kesehatan akan berkelanjutan dimasa-masa akan datang guna menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Adanya perbedaan pemahaman tersebut diasumsikan karena pada masyarakat secara umum sudah mempuyai suatu pola pikir bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan kesehatan adalah tanggung jawab dinas kesehatan dan unit pelayanan tehnisnya seperti rumah sakit dan puskesmas, sehingga perencanaan yang ditanggapi secara parsial oleh masyarakat. Indikasi tersebut terlihat dari adanya perbedaan persepsi dari peran masing- masing unsur dalam perencanaan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran puskesmas hanya sebatas menyediakan data-data untuk perencanaan kesehatan, seharusnya puskesmas wajib mengusulkan rencana-rencana program pada masing- masing puskesmas berdasarkan analisis kebutuhan program kesehatan di wilayah kerjanya, kemudian direkapitulasi oleh dinas kesehatan dan dimusyarawarahkan kembali sebelum disusun secara komprehensif dalam bentuk dokumen perencanaan dan usulan anggaran, sehingga secara bertahap akan mengakomodir permasalahan- permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Indikasi lainnya adalah pemahamanan yang berbeda tentang peran dinas kesehatan. Hasil penelitian juga menunjukkan secara keseluruhan peran dinas kesehatan adalah penyusun rencana kegiatan setiap tahunnya, seyognya dinas kesehatan adalah konseptor sekaligus sebagai pelaksana tehnis dari unsur pemerintah daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, artinya peran dinas kesehatan dalam perencanaan kesehatan bukan semata-mata berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan SKPD lainnya dan unit tehnis dibawah dinas kesehatan. Demikian juga dengan pemahaman informan tentang peran Bappeda juga mempunyai perbedaan pemahaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 tujuh informan juga yang mengemukakan bahwa peran Bappeda dalam perencanaan kesehatan adalah sebagai lembaga untukmengoreksi, menyesuaikan, dan memberikan masukan-masukan bagi penyusun rencana program kesehatan untuk dijadikan sebagai dokumen perencanaan sebelum disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 77 Selain itu ada 1 satu informan yang mempunyai pemahaman yang berbeda tentang peran Bappeda, diantaranya bahwa bappeda tidak mempunyai hubungan langsung dengan perencanaan kesehatan dan dinas kesehatan. Sedangkan peran DPRD justru hanya sebagai pengesah atau lembaga yang menyetujui usulan-usulan program kesehatan yang telah diusulkan. Berdasarkan analisis tersebut, diketahui secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pemahaman tentang perencanaan kesehatan baik menyangkut langkah-langkah perencanaan kesehatan, peran masing-masing elemen yang terlibat dalam perencanaan kesehatan maupun pentingnya sebuah perencanaan masih dinilai kurang pada eksekutif dan legislatif di Kota Langsa. Rendahnya pemahaman tentang perencanaan kesehatan akibat kurangnya pelatihan-pelatihan tentang perencanaan. Data dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan LAKIP dari dinas kesehatan Kota Langsa, diketahui pelatihan bagi tenaga perencana baik di dinas kesehatan maupun puskesmas selama kurun waktu 1 tahun hanya sekali dilaksanakan selebihnya cenderung dialokasikan pada pelatihan tehnis seperti pelatihan bidan desa, pelatihan penyuluhan kesehatan masyarakat maupun pelatihan fungsional lainnya. Rendahnya pemahaman tersebut berimplikasi terhadap kualitas dari rencana kerja dalam perencanaan kesehatan yang akan disusun dan disahkan, dan dampak jangka panjangnya adalah tidak terakomodirnya permasalahan-permasalahan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu dampak dari rendahnya pemahaman sumber daya manusia tentang perencanaan kesehatan adalah minimnya kemampuan petugas perencana dalam melakukan advokasi pada lembaga legislatif maupun badan perencana daerah dalam menentukan prioritas program dalam penyusunan perencanaan kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukarna, dkk 2006, bahwa rendahnya kualitas SDM perencana dinas kesehatan berpengaruh terhadap kemampuan negosiasi dan argumentasi anggaran kepada Bappeda, demikian juga dengan penelitian Bakri 2001, bahwa Secara umum, lemahnya kemampuan sebagian petugas kesehatan dalam berbagai aspek proses perencanaan khususnya pada kabupatenkota di Sulawesi Selatan juga merupakan salah satu kendala dalam implementasi desentralisasi di bidang kesehatan. Walaupun telah diadakan Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu P2KT bagi para petugas Dinas Kesehatan kabupatenkota serta pelatihan Problem Oriented Action Research PROAR bagi para petugas Puskesmas dan beberapa petugas Dinas Kesehatan kabupatenkota, namun masih dijumpai berbagai kekurangan dalam hal intensitas, metode, jangka waktu pelatihan,serta ruang lingkup materi pelatihan. Berdasarkan analisis tersebut di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemahaman eksekutif dan legislatif sangat penting dalam mewujudkan perencanaan kesehatan yang baik di Kota Langsa. Upaya yang harus ditempuh adalah peningkatan pengetahuan melalui pelatihan-pelatihan bagi tenaga perencana puskesmas dan dinas kesehatan, melakukan minilokarya dengan melibatkan unsur legislatif dan eksekutif lainnya dalam penyusunan perencanaan kesehatan. 78

5.2 Sikap Eksekutif dan Legislatif dalam Perencanaan Kesehatan