Konsep Dasar PENGELOLAAN KASUS

BAB II PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar

2.1 Pengertian Nyeri 2.1.1 Definisi secara medis International Association for Study of Pain 1979 mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan, sedangkan menurut Curton1983, nyeri merupakan suatu produksi mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan rusak yang menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan nyeri Presetyo, 2010. 2.1.2 Definisi secara psikologis Mahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri yaitu, bersifat subjektif, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan Prasetyo, 2010. 2.1.3 Definisi keperawatan Nyeri merupakan apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan oleh individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya Smeltzer Bare, 2002. Definisi ini menempatkan seorang pasien sebagai seorang yang ahli di bidang nyeri, karena hanya pasien yang tahu seperti apa nyeri yang dirasakan Prasetyo, 2010. 2.2 Fisiologi Nyeri Rangsangan nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus dan reseptor, reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon secara kuat yang distimulusi oleh nyeri berupa biologis, zat kimia, panas, listrik, dan mekanik Prasetyo, 2010. Mediator nyeri seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan bermacam- macam asam juga zat yang merangsang ujung syaraf. Spasme otot dapat menimbulkan nyeri karena anoksia, pembengkakan jaringan dapat menimbulkan nyeri karena tekanan pada nosiseptor yang menghubungkan jaringan Lusianah, Indrayani, Suratun, 2012. Universitas Sumatera Utara 2.3 Pathways Nyeri Proses terjadinya nyeri berawal dari tahap transduksi,ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh stimulus, seperti biologis, mekanik, termik, radiasi, dan lain-lain. Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis termal serabut saraf A-delta , sedangkan slowpain dicetuskan oleh serabut saraf C. Serabut saraf A-delta mempunyai karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat dan bermelienasi, serabut saraf C tidak bermelienasi, berukuran sangat kecil, bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas. Serabut C menyampaikan impuls yang tidak terlokalisasi, visceral, dan terus-menerus. Tahap selanjutnya adalah transmisi, yakni impuls nyeri kemudian ditransmisikan serat afferent A-delta dan C ke medulla spinalis melalui dorsal horn, disini impuls akan bersinapsis di substansia glatinosa. Impuls kemudian menyeberang keatas melewati traktus sphinotalamus lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa singgah di formation retikularis membawa impuls fast pain dibagian thalamus dan cortex cerebry inilah individu melokalisir, menggambarkan, dan berespon terhadap nyeri. Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus pada bagian tengah medulla spinalis. Impuls ini memasuki formation retikularis dan sistem limbik yang mengatur emosi dan kognitif. Slow pain akan membangkitkan emosi, sehingga timbul respon terkejut, tekanan darah meningkat, keringat dingin, jantung berdebar-debar Prasetyo, 2010. 2.4 Teori Pengontrol Nyeri Gate Control Teori ini menyatakan nyeri dan persepsi nyeri dipengaruhi oleh interaksi dua sistem Melzack Wall, 1965 yaitu : substansi glatinosa pada dorsal horn di medulla spinalis dan sistem yang berfungsi sebagai inhibitor penghambat pada batang otak. Serabut A-delta berdiameter kecil membawa impuls nyeri cepat, sedangkan serabut C membawa dengan lambat. Serabut A-beta berdiamter lebih lebar membawa impuls yang dihasilkan oleh stimulus taktil. Didalam gelatinosa, impuls ini bertemu pada “gerbang” yang membuka dan menutup berdasarkan siapa yang lebih mendominasi. Apabila serabut nyeri yang berdiameter lebih kecil melebihi yang dibawa oleh serabut taktil A-beta maka gerbang akan terbuka sehingga nyeri tidak terhalangi, dan sebaliknya apabila serabut taktil lebih mendominasi maka gerbang akan tertutup, inilah alasan mengapa dengan massase dapat mengurangi durasi dan intensitas nyeri Presetyo, 2010. Universitas Sumatera Utara Disamping itu, endhorpin yang merupakan zat penghalang nyeri yang diproduksi secara alami oleh tubuh menghambat transmisi nyeri yang bertindak sebagai neurotransmitter. Kadar endhorpin berbeda pada setiap orang inilah yang menyebabkan mengapa rasa nyeri setiap orang itu berbeda Lusianah, Indrayani, Suratun, 2012. 2.5 Klasifikasi Nyeri 2.5.1 Berdasarkan lama serangannya - Nyeri akut Nyeri akut awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengidentifikasikan kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan. Nyeri akut dapat dijelaskan sebagi nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan Smeltzer Bare, 2002. Adapun respon otonom yang muncul yaitu frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat, tekanan darah meningkat, tegangan otot meningkat, dilatasi pupil meningkat, motilitas gastrointestinal menurun, aliran saliva menurun dan ansietas. Respon yang muncul mengerang, waspada, mengerutkan dahi, menyeringai, dan mengeluh sakit Prasetyo, 2010. - Nyeri kronik Nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan cedera spesifik. Nyeri kronik sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih Smeltzer Bare, 2002. Nyeri kronik tidak menimbulkan respon otonom, vital sign dalam batas normal, depresi, keputusasaan, mudah tersinggung, dan menarik diri. Respon yang muncul keterbatasan gerak, kelesuan, penurunan libido, kelemahan, mengeluh sakit ketika dikaji Prasetyo, 2010. 2.5.2 Berdasarkan tempatnya - Nyeri cutaneussuperficial Ada dua macam bentuk nyeri superficial, yang pertama nyeri dengan onset yang tiba-tiba dan kualitas yang tajam, kedua nyeri dengan onset yang lambat disertai rasa terbakar. Superficial dapat terjadi diseluruh permukaan kulit pasien Prasetyo, 2010. - Nyeri somatis Nyeri somatis bersifat menyebar berasal dari tendon, fascia dalam, ligamen, pembuluh darah, tulang periostium, dan nervus Prasetyo, 2010. Universitas Sumatera Utara - Nyeri visceral Cenderung bersifat difusi menyebar sulit untuk dilokalisir, samar-samar, bersifat tumpul, berasal dari abdomen, torak, pelvis, dan iskemik jaringan Prasetyo, 2010. - Reffered pain nyeri alihan Diakibatkan gangguan dari visceral atau somatik dalam otot, ligamen, dan vertebra, keduanya dirasakan menyebar sampai kepermukaan kulit. Contoh pada iskemik miokard, klien mungkin tidak merasakan sebagai nyeri pada jantungnya, akan tetapi merasa nyeri pada lengan kiri, bahu atau rahangnya Prasetyo, 2010. - Nyeri psikogenik Nyeri yang tidak diketahui secara fisik, timbul karena pengaruh psikologis, mental, emosional, atau perilaku Prasetyo, 2010. 2.5.3 Nyeri berdasarkan sifatnya - Incidental pain : nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu hilang. - Steady pain : nyeri yang timbul dan menetap dirasakan dalam waktu yang lama. - Paroxysmal pain : nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat, menetap lebih kurang 10-15 menit, lalu hilang kemudian muncul kembali Asmadi, 2008. 2.5.4 Nyeri berdasarkan berat ringannya - Nyeri ringan : nyeri dengan intensitas rendah. - Nyeri sedang : nyeri yang menimbulkan reaksi. - Nyeri berat : nyeri dengan intensitas tinggi Prasetyo, 2010. 2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri : - Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri serta belum dapat megucapkan kata-kata dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada kedua orangtuanya. Pada lansia perawat harus melakukan pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri, seringkali sumber nyeri lebih dari satu Prasetyo, 2010. Lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh teradap massa otot lebih besar dibanding individu yang berusia Universitas Sumatera Utara lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil cukup untuk menghilangkan nyeri Lusina, Indaryani, Suratun, 2012. - Jenis kelamin Penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang, sedangkan estrogen meningkatkan pengenalansensitivitas terhadap nyeri Prasetyo, 2010. - Kebudayaan Budaya mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri. Namun, budaya dan etnik tidak mempengaruhi resepsi nyeri. Keyakinan suatu budaya yang berbeda yang mengalami nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkan atau berespon terhadap nyeri dengan cara yang sama. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan seperti menangis yang berlebihan, harapan budaya pasien mungkin menerima orang untuk menangis ketika nyeri. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mampu memiliki pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien Smeltzer Bare, 2002. - Makna nyeri Makna nyeri pada individu mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara individu beradaptasi terhadap nyeri. Wanita yang merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lain yang nyeri karena dipukul suaminya Prasetyo, 2010. - Lokasi dan tingkat keparahan nyeri Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada tiap individu. Orang yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan orang yang terkena luka bakar Prasetyo, 2010. - Perhatian Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan distraksi dihubungkan dengan penurunan respon nyeri Prasetyo, 2010. - Ansietas Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri, juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri pada pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri Smeltzer Bare, 2002. Universitas Sumatera Utara - Keletihan Keletihan yang dirasakan individu akan meningkatkan sensasi nyeri yang mampu menurunkan koping individu Prasetyo, 2010. - Pengalaman sebelumnya Lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah Smeltzer Bare, 2002. - Dukungan keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri sering membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain. Kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesakitan dan kesepian Prasetyo, 2010. 2.7 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Nyeri Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations JCAHO 1999 membuat standar di dalam penanganan terhadap nyeri, yaitu : - Mengenali hak-hak klien untuk dapat melakukan pengkajian dan penanganan nyeri yang sesuai. - Mengkaji keberadaan nyeri pada klien, kemudian menentukan jenis dan intensitas nyeri pada semua klien. - Mendokumentasikan hasil pengkajian yang telah dilakukan sebagai data dasar untuk pengkajian dan tindak lanjut. - Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan di dalam pengkajian dan penanganan nyeri serta mengenalkan pada tenaga kesehatan yang baru tentang teknik pengkajian dan penanganan nyeri. - Menetapkan kebijakan dan prosedur yang mendukung keefektifan di dalam pelayanan pengobatan nyeri. - Memberikan penyuluhanpendidikan kesehatan kepada pasien beserta anggota keluarga mengenai penanganan nyeri yang efektif. - Menjelaskan atau mengenalkan kebutuhan klien terhadap penanganan gejala yang timbul dalam discharge planning Prasetyo, 2010. Universitas Sumatera Utara 2.7.1 Pengkajian Pengkajian nyeri yang terkini, lengkap dan akurat memudahkan perawat dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan Prasetyo, 2010. Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan data dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, tujuan, nilai, dan gaya hidup yang dilakukan klien Potter Perry, 2005. Dalam melakukan pengkajian diperlukan keahlian atau skill seperti wawancara, pemeriksaan fisik, dan observasi. Hasil pengumpulan data kemudian diklasifikasikan dalam data subjektif dan objektif Tarwoto Wartonah, 2006. Banyak fasilitas kesehatan membuat pengkajian nyeri sebagai tanda vital kelima. Karena nyeri adalah pengalaman subjektif dan dialami secara unik oleh setiap individu, perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri. Frekuensi pengkajian nyeri biasanya bergantung pada upaya pengendalian nyeri yang digunakan dan bergantung pada kondisi klinis. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama yaitu riwayat nyeri untuk mendapatkan fakta klien dan observasi langsung respon klien Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010. Berikut komponen yang dapat dikaji oleh perawat : 1. Karakteristik nyeri Metode P, Q, R, S, T - Faktor pencetus P: Provocate Faktor ini mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri, maka perawat harus dapat mengeksplor perasaan klien. - Kualitas Q: Quality Kualitas nyeri merupakan suatu hal yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat : tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana setiap klien mempunyai kualitas nyeri yang berbeda-beda. - Lokasi R: Region Dalam melokalisasi nyeri yang lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk mencari daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan sifatnya difus menyebar. Saat mendokumentasikan lokasi Universitas Sumatera Utara nyeri perawat dapat menggunakan petunjuk tubuh seperti proksimal, distal, medial, lateral, dan difusi Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010. - Keparahan S: Severe Dalam hal ini, klien diminta untuk mendeskripsikan nyeri yang ia rasakan sebagi nyeri ringan, sedang atau berat. Namun kesulitannya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien serta tidak adanya batasan-batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan berat. - Durasi T: Time Perawat akan menanyakan pada klien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan : “Kapan nyeri mulai dirasakan ?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan ?”, ”Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari ?”, ”Seberapa sering nyeri kambuh ?” atau dengan kata-kata lain yang bermakna sama Prasetyo, 2010. Skala Deskriptif Verbal VDS, merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala Deskriptif Verbal ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis.Perawat menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan Prasetyo, 2010. Skala Analogi Visual VAS skala ini berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya Universitas Sumatera Utara mengidentifikasi nyeri yang hebat. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi disepanjang rentang tersebut Smeltzer Bare, 2002. Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang dinamakan “oucher”. Seorang anak diminta untuk menunjuk ke sejumlah pilihan gambar untuk mendiskripsikan nyeri Prasetyo, 2010. 2. Respon fisiologis Respon fisiologis yang timbul akibat adanya nyeri yaitu : a. Respon simpatik : peningkatan frekuensi pernapasan, dilatasi saluran bronkiolus, peningkatan frekuensi denyut jantung, vasokontriksi perifer pucat, peningkatan tekanan darah, peningkatan tegangan otot, peningkatan kadar glukosa darah, dilatasi pupil, dan penurunan motilitas saluran cerna. b. Respon parasimpatik : pucat, ketegangan otot, penurunan denyut jantung atau tekanan darah, pernapasan cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, dan kelemahan atau kelelahan Prasetyo, 2010. 3. Respon perilaku Respon perilaku klien terhadap nyeri dapat mencakup penyataan verbal, vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, ataupun perubahan respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri Smeltzer Bare, 2002. 4. Respon afektif Respon ini bervariasi sesuai situasi, derajat, durasi, interpretasi, dan faktor lain. Perawat perlu mengeksplor perasaan ansietas, takut, kelelahan, depresi, dan kegagalan klien Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010. 5. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita Klien yang setiap hari merasakan nyeri akan mengalami gangguan dalam kegiatan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan sehari-hari, sehingga perawat mengetahui sejauh mana ia dapat membantu aktivitas yang dilakukan oleh pasien Prasetyo, 2010. 6. Persepsi klien terhadap nyeri Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri, bagaimana klien dapat menghubungkan antara nyeri yang ia rasakan dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri maupun lingkungan disekitar klien Prasetyo, 2010. Universitas Sumatera Utara 7. Mekanisme adaptasi klien teradap nyeri Tiap individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Dalam hal ini, perawat perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasanya selalu dilakukan klien untuk menurunkan rasa nyeri yang ia rasakan. Apabila cara yang dilakukan oleh klien tersebut efektif, maka perawat dapat memasukkannya dalam rencana tindakan Prasetyo, 2010. 2.7.2 Analisa data Analisa data mencakup mengenali pola atau kecenderungan, membandingkan pola ini dengan kesehatan yang normal, dan menarik konklusi tentang respon klien. Perawat memperhatikan pola kecenderungan sambil memeriksa kelompok data. Kelompok data terdiri atas batas karakteristik. Batas karakteristik adalah kriteria klinis yang mendukung adanya kategori diagnostik. Kriteria klinis adalah tanda dan gejala objektif dan subjektif atau faktor risiko Potter Perry, 2005. 2.7.3 Rumusan masalah Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien. Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada pemilihan diagnosa untuk mengidentifikasi kebutuhan klien, perawat terlebih dahulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut potensial atau aktual Potter Perry, 2005. North American Nursing Diagnosis Assosiation NANDA, 2001 mencantumkan diagnosis untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan yaitu nyeri akut atau nyeri kronik Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010. Nyeri akut didefinisikan sebagai “suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dengan intensitas yang ringan sampai berat dapat diprediksi untuk berakhir dan durasi kurang dari enam bulan” NANDA, 2001 p.129. Nyeri kronik didefinisikan sebagai “suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dengan intensitas yang ringan sampai berat tidak dapat diprediksi untuk berakhirnya dan durasi lebih dari enam bulan” NANDA, 2001 p.130 Prasetyo, 2010. Universitas Sumatera Utara 2.7.4 Perencanaan Pengkajian keperawatan dan perumusan diagnosa keperawatan menggali langkah perencanaan dari proses keperawatan. Perencanaan adalah teori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawat berkonsul dengan anggota tim perawat kesehatan lainnya, menelaah literatur yang berkaitan memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinik Potter Perry, 2005. Universitas Sumatera Utara

B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 1. Pengkajian