kesehatan  professional  yang  ikut  berkepentingan  terhadap  data  ini.    Hal  ini  dikarenakan diagnosa potensial komplikasi merupakan‟
grey  area
„ dimana perawat bersentuhan dengan medis.    Tim  medis  akan  melihat  seorang  perawat  cakap  apabila  perawat  mampu  dalam  hal
diagnosa  potensial  komplikasi.    Tentunya  ini  berbeda  dengan  diagnosa  keperawatan  yang betul-betul milik perawat dan intervensinya pun  mandiri oleh perawat.  Diagnosa kolaborasi
dapat  berlangsung  secara  optimal,  jika  semua  anggota  profesi  mempunyai  keinginan  untuk bekerjasama.  Perawat dan dokter saling bekerja sama dan saling ketergantungan antara satu
dengan  yang  lain,  di  mana  perawat  dan  dokter  berkontribusi  dalam  perawatan  individu, keluarga  dan  masyarakat.    Perawat  sendiri  merupakan  sebagai  anggota  yang  membawa
perspektif  dalam  tim  inter  disiplin.    Perawat  memfasilitasi  dan  membantu  pasien  untuk mendapatkan  pelayanan  kesehatan  dari  praktek  profesi  kesehatan  lain.    Inti  dari  suatu
hubungan  kolaborasi  yaitu  adanya  perasaan  saling  ketergantungan
interdefensasi
untuk kerjasama  dan  bekerjasama.    Bekerjasama  dalam  suatu  kegiatan  dapat  memfasilitasi
kolaborasi yang baik.  Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah di tentukan dapat tercapai Carpenito, 2006.
Didalam  diagnosa  keperawatan  kolaborasi  yang  perlu  di  perhatikan  yaitu  tanggung jawab  dari  keperawatan,  mulai  dari  mendiagnosa,  mengintervensi  serta  meperhatikan
kemajuan  yang  dialami  oleh  klien.    Dalam  hal  ini  perawat  tidak  sendiri,  melainkan melakukan
kolaborasi  dengan  dokter  dan  praktisi  kesehatan  lainnya  untuk  memantau kestabilan  fisiologis  dari  klien,  kemudian  untuk  melihat  perlu  atau  tidaknya  dilakukan
tindakan Carpenito, 1983.
2.1.5  Penegakkan diagnosa keperawatan
Lunney  2012  menyebutkan  bahwa  pengetahuan  mengenai  diagnosa,  defenisi  dan batasan  karakteristik  merupakan  pengetahuan  yang  sangat  luas  dan  kompleks,  dan  hampir
Universitas Sumatera Utara
tidak  mungkin  bagi  perawat  untuk  mengingat  semua  informasi  yang  ada,  sehingga pentingnya bagi perawat untuk mengakses informasi yang diperlukan tersebut.  Kemampuan
untuk  menemukan  informasi  yang  relevan  ini  menjadi  suatu  hal  yang  penting  karena  akan mendukung  kemampuan  dalam  menentukan  diagnosa  harjai  dan  Tiwari,  2009.    ISDA
Intans’s  Screening  Diagnoses  Assessment  dapat  dipertimbangkan  sebagai  sarana  untuk mengakses informasi tersebut dan memberikan petunjuk kemungkinan diagnosa keperawatan
atau  diagnosa  potensial  yang  mungkin  terdapat  pada  klien.  ISDA  juga  lebih  komprehensif karena  tidak  hanya  menskrining  diagnosa  keperawatan  tetapi  juga  men
skreening
diagnosa potensial komplikasi  Nurjannah, 2010.
Sedangkan  langkah –  langkah  penegakakan  diagnosa  yaitu  dengan  menuliskan
Problem, Etiology
PE  dan
Problem,  Etiology,  Sympthom
PES  untuk  format  diagnosa resiko  dan  aktual,  kemudian  catat  diagnosa  keperawatan  diagnosa  keperawatan  resiko  dan
aktual kedalam masalah atau format diagnosa, lalu gunakan diagnosa NANDA, pastikan dari data pengkajian untuk menentukan diagnosa, masukkan pernyataan diagnosa kedalam daftar
masalah,  gunakan  diagnosa  untuk  pedoman  perencanaan,  implmentasi  dan  evaluasi.
Penegakan  diagnosa  yang  akurat  merupakan  langkah  awal  yang  sangat  penting  untuk membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat kepada klien.  Meskipun begitu terkadang
perawat terlalu percaya diri mengenai keakuratan penilaian yang mereka lakukan dan hal ini dapat  berkembang  menjadi  ketidak  akuratan  dalam  membuat  diagnosa.    Banyak  hal  yang
mempengaruhi keakuratan menegakan diagnosa.  Studi yang dilakuakan oleh Nurjannah et al 2013  meneliti  keakuratan  penegakan  diagnosa  keperawatan  dengan  kolaboratif  dengan
membandingkan dua metode dalam menegakkan diagnosa yaitu metode 4 tahap Wilkinson, 2007 dan 6 tahap 6
steps  of  diagnostic  reasoning  method
Nurjannah   Warsini,  2013. Hasil  penelitian  telah  menunjukkan  bahwa  penggunaan  6
steps  of  diagnostic  reasoning
Universitas Sumatera Utara
method
terbukti  telah  meningkatkan    kemungkinan  penegakan  diagnosa  yang  lebih  akurat Nurjannah et al,  2013.
2.1.6 Skizofrenia