Pencegahan Sekunder Pencegahan Thalasemia 1. Pencegahan Primer

2.7. Pencegahan Thalasemia 2.7.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia. Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50 untuk mendapat keturunan carrier Thalasemia, 25 Thalasemia mayor, dan 25 bebas Thalasemia. 23

2.7.2. Pencegahan Sekunder

a. Diagnosis a.1. Anamnesis 14 Penderita pertama datang dengan keluhan anemiapucat, tidak nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan. a.2. Pemeriksaan fisik 14 Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar. Universitas Sumatera Utara a.3. Pemeriksaan Laboratorium 24 a.3.1. Thalasemia Alfa Trait Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan, dengan nilai hematokrit antara 28 sampai dengan 40. Kadar volume eritrosit rata-rata MCV rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang terdapat sel target, dan akantosit sel dengan tonjolan membulat yang berjarak tidak teratur. Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada hemoglobin A 2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin A 2 atau hemoglobin F. a.3.2. Hemoglobin H Disease Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan kadar hematokrit 28 sampai 32. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat hemoglobin H dalam jumlah 10-40 dari hemoglobin. Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan adanya hemoglobin H. a.3.3. Thalasemia Beta Minor Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia ringan dengan hematokrit berkisar antara 28-40. Kadar MCV berkisar antara 55- Universitas Sumatera Utara 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada Thalasemia beta minor bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin A 2 berkisar antara 4-8 dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5. a.3.4. Thalasemia Beta Mayor Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi, hematokrit dapat turun sampai dibawah 10. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A 2 ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah hemoglobin F. b. Skrining Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum SI untuk melihat status besi, analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta analisis DNA untuk diagnosis prenatal pada janin dan penelitian. 11 Universitas Sumatera Utara c. Medikamentosa 14 Pemberian iron chelating agent desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000mgl atau saturasi transferin lebih dari 50, atau sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mgkg berat badanhari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. c.1. Vitamin C 100 - 250 mghari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi. c.2. Asam folat 2 – 5 mghari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. c.3. Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah. 14 d. Splenektomi Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia 6 tahun karena tingginya resiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi: d.1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan terjadinya ruptur. d.2. Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 mlkg berat badan dalam satu tahun. 14 Universitas Sumatera Utara e. Transfusi Darah Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfusi komponen sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah sehat bagi penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin penderita diatas 10 gdL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2 – 3 unit tiap 4 – 6 minggu. 21 Keadaan ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga mengurangi absorbsi Fe di traktus digestivus, serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. 14

2.7.3. Pencegahan Tersier