Gambaran Klinis Thalasemia Kerangka Konsep

Sedangkan mutasi yang terjadi pada 3 gen α akan menyebabkan penderita mengalami anemia berat, yang disebut juga Hemoglobin H Disease. Mutasi yang terjadi pada 4 gen α akan berakibat fatal pada bayi karena alfa globin tidak dihasilkan sama sekali. 14

2.3.2. Thalasemia Beta

Beta Globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. Gen HBB Hemoglobin Beta yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut beta globin. Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan Thalasemia beta. Tanpa beta globin, hemoglobin tidak dapat terbentuk dan akan mengganggu perkembangan sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen. Pada manusia normal terdapat 2 copy gen beta globin yang terdapat pada kromosom 11. Dan mutasi yang terjadi pada gen beta globin akan menyebabkan Thalasemia. Jika seseorang hanya memiliki 1 gen beta globin yang normal dan 1 gen beta globin sudah termutasi, maka orang tersebut carrier Thalasemia trait. 15

2.4. Gambaran Klinis Thalasemia

16 Tanda dan gejala dari penyakit Thalasemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel- sel darah merah dan hemoglobin. Thalasemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein alfa globin tidak terlalu banyak sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja dengan normal. Penderita Thalasemia alfa atau beta dapat mengalami anemia ringan. Anemia ringan dapat Universitas Sumatera Utara membuat penderita merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia kekurangan zat besi. Penderita beta Thalasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai dengan sedang. Selain itu juga dapat diikuti dengan masalah kesehatan lainnya, seperti: a. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak b. Masalah tulang, Thalasemia dapat menyebabkan sumsum tulang tidak berkembang. Hal ini menyebabkan luas tulang melebihi normal dan tulang menjadi rapuh. c. Pembesaran limpa. Penderita hemoglobin H disease dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat. Tanda dan gejala akan muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Penderita akan mengalami anemia berat dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti: a. Pucat dan lesu b. Nafsu makan menurun c. Urin lebih pekat d. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat e. Kulit berwarna kekuningan f. Pembesaran hati dan limpa g. Masalah tulang terutama tulang wajah 16 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c. Osteoporosis Banyak penderita Thalasemia yang memiliki masalah tulang, salah satunya adalah osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana tulang menjadi sangat rapuh dan mudah patah. 2.6. Epidemiologi Thalasemia 2.6.1. Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Orang Dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Humris- Pleyte menemukan bahwa dari 192 kasus Thalasemia sebanyak 59,4 kasus sudah dapat ditegakkan diagnosanya sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3 kasus ditegakkan diagnosanya saat anak berusia 1-2 tahun dan 7,3 kasus ditegakkan diagnosanya pada saat anak berusia 2-4 tahun. 17 Berdasarkan data penderita Thalasemia yang berobat di Pusat Thalasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM Jakarta dari tahun 1993 sampai dengan 2007 terdapat 1.267 kasus, yaitu 499 kasus 39,38 berusia 0-5 tahun, 394 kasus 31,1 berusia 6-10 tahun, 224 kasus 17,68 berusia 11-15 tahun, 104 kasus 8,04 berusia 16-20 tahun, dan 46 kasus 3,63 berusia 20 tahun. 18 Berdasarkan penelitian Peony di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada tahun 2004, dari 68 kasus Thalasemia yang diteliti, 35 kasus 51,5 diantaranya terjadi pada laki-laki, dan 33 kasus 48,5 terjadi pada perempuan. 19 Berdasarkan data penderita yang berobat di Pusat Thalasemia RSCM tahun 1993- 2007 terdapat 694 kasus 54,78 laki-laki dan 573 kasus 45,22 perempuan. 20 Universitas Sumatera Utara

2.6.2. Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Tempat

Thalasemia ditemukan pertama kali di Mediterania, tetapi saat ini Thalasemia ditemukan hampir di seluruh dunia. Thalasemia diidentifikasi di Eropa Selatan, dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani, serta beberapa kasus di Eropa tengah dan Uni Soviet. Thalasemia juga ditemukan di beberapa negara bagian Asia, seperti Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Cina Selatan. Perpindahan penduduk dan pernikahan antar suku bangsa menjadikan Thalasemia menyebar luas di seluruh belahan dunia, termasuk di Eropa Utara, dimana Thalasemia yang sebelumnya tidak ditemukan hingga menjadi masalah kesehatan serius bagi penduduknya. 5 Carrier Thalasemia juga ditemukan di seluruh dunia. Thalasemia alfa ditemukan dalam jumlah besar di Asia tenggara, seperti Thailand, Indonesia, Laos, Vietnam, Singapura, Filiphina, Kamboja, dan Malaysia. Carrier Thalasemia juga banyak ditemukan di China, India, Afrika, Mediterania, Yunani, dan Italia. 20 Thalasemia beta merupakan jenis Thalasemia yang paling banyak ditemukan di dunia. Thalasemia beta sangat sering terjadi di Mediterania dan beberapa bagian di Timur Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara, dengan frekuensi antara 2-30. 11

2.6.3. Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Waktu

Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai melaporkan adanya 3 orang anak yang menderita Thalasemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan 23 orang anak yang menderita Thalasemia di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 sampai dengan 1978 telah ditemukan lebih dari 300 penderita Thalasemia. 1 Universitas Sumatera Utara Menurut penelitian Weatherall tahun 2001, prevalensi carrier Thalasemia α adalah 10-20 di Afrika, 40 di Timur Tengah dan India, dan mencapai 80 di Papua Nugini Utara dan beberapa populasi di timur laut India. 3 Berdasarkan laporan World Health Organization WHO tahun 2006 sekitar 7 penduduk dunia diduga carrier Thalasemia, dan sekitar 300.000-500.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. 2 Kasus-kasus serupa juga banyak dilaporkan dari berbagai rumah sakit di Indonesia, diantaranya Manurung pada tahun 1978 dari bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus. Selain itu, Sumantri, Untario, dan Sunarto pada tahun yang sama dari bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga, dan Universitas Gajah Mada juga melaporkan adanya kasus Thalasemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional Thalasemia di Indonesia adalah 0,1. 1

2.6.4. Determinan Thalasemia

a. Genetik Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa globin dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan kromosom 11. Pada manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan. Kelainan sebelah gen globin disebut carrier Thalasemia. Seorang carrier Thalasemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen globin yang normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalasemia biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom disebut Thalasemia mayor homozigot. Kedua belah gen yang Universitas Sumatera Utara mengalami kelainan berasal dari kedua orang tua yang masing-masing carrier Thalasemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak mendapatkan gen globin yang berubah gen Thalasemia dari ayah dan ibunya, sehingga anak akan menderita Thalasemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen Thalasemia dari ibu atau ayahnya, maka anak akan menjadi carrier Thalasemia. Kemungkinan lainnya adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak menderita Thalasemia ataupun membawa sifat Thalasemia. 21 b. Umur Thalasemia mayor terjadi bila kedua orang tua carrier Thalasemia. Anak-anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan mengalami anemia pada usia 3 – 18 bulan. Penderita memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita Thalasemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1 – 8 tahun. Pada Thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan pada Thalasemia minor yang gejalanya ringan, biasanya datang berobat pada usia 4 – 6 tahun. 22 Universitas Sumatera Utara 2.7. Pencegahan Thalasemia 2.7.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia. Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50 untuk mendapat keturunan carrier Thalasemia, 25 Thalasemia mayor, dan 25 bebas Thalasemia. 23

2.7.2. Pencegahan Sekunder

a. Diagnosis a.1. Anamnesis 14 Penderita pertama datang dengan keluhan anemiapucat, tidak nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan. a.2. Pemeriksaan fisik 14 Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar. Universitas Sumatera Utara a.3. Pemeriksaan Laboratorium 24 a.3.1. Thalasemia Alfa Trait Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan, dengan nilai hematokrit antara 28 sampai dengan 40. Kadar volume eritrosit rata-rata MCV rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang terdapat sel target, dan akantosit sel dengan tonjolan membulat yang berjarak tidak teratur. Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada hemoglobin A 2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin A 2 atau hemoglobin F. a.3.2. Hemoglobin H Disease Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan kadar hematokrit 28 sampai 32. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat hemoglobin H dalam jumlah 10-40 dari hemoglobin. Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan adanya hemoglobin H. a.3.3. Thalasemia Beta Minor Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia ringan dengan hematokrit berkisar antara 28-40. Kadar MCV berkisar antara 55- Universitas Sumatera Utara 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada Thalasemia beta minor bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin A 2 berkisar antara 4-8 dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5. a.3.4. Thalasemia Beta Mayor Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi, hematokrit dapat turun sampai dibawah 10. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A 2 ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah hemoglobin F. b. Skrining Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum SI untuk melihat status besi, analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta analisis DNA untuk diagnosis prenatal pada janin dan penelitian. 11 Universitas Sumatera Utara c. Medikamentosa 14 Pemberian iron chelating agent desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000mgl atau saturasi transferin lebih dari 50, atau sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mgkg berat badanhari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. c.1. Vitamin C 100 - 250 mghari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi. c.2. Asam folat 2 – 5 mghari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. c.3. Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah. 14 d. Splenektomi Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia 6 tahun karena tingginya resiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi: d.1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan terjadinya ruptur. d.2. Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 mlkg berat badan dalam satu tahun. 14 Universitas Sumatera Utara e. Transfusi Darah Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfusi komponen sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah sehat bagi penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin penderita diatas 10 gdL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2 – 3 unit tiap 4 – 6 minggu. 21 Keadaan ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga mengurangi absorbsi Fe di traktus digestivus, serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. 14

2.7.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi bagi penderita Thalasemia. Pencegahan tersier bagi penderita Thalasemia adalah dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita Thalasemia. Saat ini telah berdiri Yayasan Penderita Thalasemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana bagi penderita Thalasemia yang kurang mampu. Selain itu, yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar informasi, fikiran dan pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis pada penderita Thalasemia. 25 Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut : KARAKTERISTIK PENDERITA THALASEMIA 1. Sosiodemografi Umur Jenis Kelamin Suku Agama Pendidikan Daerah Asal 2. Riwayat Penyakit Keluarga 3. Keluhan Utama 4. Jenis Thalasemia 5. Jenis Komplikasi 6. Penatalaksanaan Medis 7. Lama Rawatan Rata-rata 8. Sumber Pembiayaan 9. Keadaan Sewaktu Pulang Universitas Sumatera Utara 23 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian