2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan
bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami nyeri Potter Perry, 2006. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain menurut Potter Perry 2006 :
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang memengaruhi nyeri, khususnya pada anak- anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua
kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan
beranggapan semua hal yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak- anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.
Lansia cenderung mengabaikan lama nyeri sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi
bagian dari proses penuaan yang normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit
yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda daripada berdasarkan usia.
b. Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan
faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang perempuan dapat menangis
dalam waktu yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Masyarakat menganggap nyeri seperti tamparan tangan dihubungkan dengan kepatuhan dan rasa bersalah. Individu yang yang secara
sadar atau tidak sadar memandang nyeri sebagai hukuman untuk menebus kesalahan mereka. Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat membantu untuk mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan
dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam mengkaji nyeri sehingga lebih efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien.
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat
dengan latar belakang budaya individu tersebut. e.
Perhatian Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik
imajinasi terbimbing, dan massase. f.
Ansietas Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. g.
Keletihan Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam
jangka lama.
h. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri
berat, maka ansietas dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil
dihilangkan akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.
i. Gaya Koping
Seseorang yang mengalami nyeri secara terus-menerus akan kehilangan kontrol termasuk tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Pasien
sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber
koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan, dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mendukung dan menurunkan nyeri pasien.
Seorang pasien mungkin tergantung pada dukungan emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat diminimalkan.
Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa dan memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang.
j. Dukungan Keluarga Dan Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang mengalami nyeri sering bergantung pada
keluarga untuk mendukung pasien, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri.
2.1.3 Klasifikasi Nyeri