Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Melihat kondisi tersebut pemerintah Indonesia terus berupaya dengan berbagai cara misalnya pengembangan kurikulum, meningkatkan kualifikasi guru,
meningkatkan kualitas proses belajar, meningkatkan fasilitas sekolah dan sebagainya, dengan harapan meningkatnya mutu pendidikan. Dengan peningkatan
mutu pendidikan pemerintah juga mengharapkan dampak iringan yaitu peningkatan kemampuan akademik dan profesionalisme guru sehingga mampu
berfungsi secara optimal dalam proses pembelajaran peserta didik. Namun dari realita yang ada salah satu masalah yang dihadapi dunia
pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, proses pembelajaran fisika di salah satu SMA di Kabupaten Poso,
ditemukan bahwa proses pembelajaran masih didominasi guru dengan metode ceramah diikuti tanya jawab. Pembelajaran fisika masih difokuskan pada
pelatihan rumus, pelatihan hitungan, dan menghafal konsep. Pembelajaran hanya berorientasi pada produk pengetahuan yang mengacu pada buku ajar guru tanpa
ada penyesuaian dengan karakteristik siswa. Berkenaan dengan hal tersebut Liliasari 2007 mengatakan bahwa dalam pembelajaran sains di Indonesia
umumnya masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbal.
Akibatnya pada pola fikir siswa yang inovatif dan kreatif dengan pola fikir tingkat tinggi serta kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara efektif tidak dapat
terbentuk. Secara definisi, pembelajaran merupakan proses komunikasi transaksional
timbal balik antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan sumber
belajar, siswa pada lingkungan belajar tertentu untuk sasaran tertentu. Berdasarkan salah satu dari beberapa prinsip penyelanggaraan pendidikan yaitu
pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran serta
berbagai kecakapan hidup Depdiknas, 2007. Karena itu untuk meningkatkan proses pembelajaran sebaiknya siswa lebih
ditekankan pada pembelajaran aktif dan bermakna dimana siswa belajar mencari dengan berorientasi pada lingkungannya Syaodih, 2006. Dalam pembelajaran
siswa sebaiknya dilibatkan dalam memahami proses terjadinya fenomena fisis dengan mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen, mencatat data dan
kecenderungan yang muncul dari fenomena tersebut. Dengan demikian, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sebab siswa memperoleh pengalaman
langsung dan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan ide-ide kreatif yang didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga perkembangan siswa
tidak hanya terjadi pada aspek pengetahuan saja tetapi juga dapat terjadi pada aspek afektif dan psikomotor.
Tidak hanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, peran penilaian dalam proses pembelajaran juga menentukan keefektifan suatu proses
pembelajaran. Furqon 1999 menyatakan bahwa penilaian sebagai salah satu komponen utama proses pembelajaran harus dipahami, direncanakan dan
dilaksanakan dalam upaya mendukung keberhasilan peningkatan mutu proses pembelajaran. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan penilaian dalam proses
pembelajaran secara terus-menerus dan berkesinambungan sebagai alat pemantau tentang keefektifan proses belajar serta kemampuan siswa belajar.
Salah satu diantara beberapa pembelajaran yang dapat menjembatani permasalahan tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.
Secara substansial, hal yang ditawarkan dalam metode ini adalah suatu bentuk proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa sejak awal pembelajaran dengan
pemberian masalah, menjawab permasalahan melalui investigasi, memaparkan hasil investigasi dan penilaian pada akhir pembelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif investigasi kelompok dimungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan penilaian, sehingga memberi dampak positif
terhadap berbagai interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa, siswa dengan sesamanya dan lingkungan belajarnya. Menurut
Brotosiswoyo 2001 kemampuan berpikir yang bersifat generik dapat ditumbuhkan melalui belajar fisika yang lebih aktif. Pembelajaran kooperatif
investigasi kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, menyampaikan ide-ide kreatif yang
didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga siswa dapat memahami konsep yang diajarkan. Dengan demikian keterampilan generik sains siswa lebih
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan berpikir sains dan pemahaman konsep hukum gas Sopiah dan Adilah, 2008. Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok memberikan
pengaruh signifikan terhadap prestasi akademik dan pemahaman konsep
termokimia dari pada pembelajaran kooperatif jigsaw Kemal dkk., 2009. Model perubahan konseptual bersetting investigasi kelompok meningkatkan pemahaman
konsep dan pemecahan masalah dari pada model perubahan konseptual bersetting STAD ataupun model linear bersetting investigasi kelompok dan bersetting STAD
Santyasa, 2008. Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti ingin ikut ambil bagian dengan menyelidiki penerapan pembelajaran kooperatif investigasi
kelompok dengan menambahkan sistem penilaian pada tahap akhir pembelajaran yaitu penilaian diri untuk meningkatkan keterampilan generik sains dan
pemahaman konsep pada materi kalor. Kalor merupakan salah satu materi fisika yang harus dikuasai oleh siswa
dalam pembelajaran di kelas X SMA. Materi ini dirasakan sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian penting untuk dapat memahami konsep
kalor dan penerapannya. Namun pada kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami konsep kalor dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
dan masih terjadi kesalahan konsep sebagaimana pada penelitian Gusrial 2009 pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa
pemahaman konsep kalor pada pada tiga aspek pemahaman konsep yaitu translasi, interpretasi dan ekstrapolasi masing-masing 38, 8 dan 36 yang memahami
konsep. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran yang dipergunakan dalam proses pembelajaran kalor masih menekankan pada penyampaian informasi oleh
guru, siswa hanya diajarkan menghafal konsep, prinsip, hukum, berhitung, dan lain-lain.