Pendidikan Guru LANDASAN TEORI

Usep Setia Laksana, 2009 Hubungan Pendidikan, Pelatihan .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu to different technologies, tasks and conditions.” Pendidikan dan pelatihan kejuruan hendaknya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dasar dan keterampilan yang me- mudahkan para lulusan mendapatkan pekerjaan atau berwirausaha serta mampu mengadaptasi berbagai bentuk teknologi secara produktif dengan sasaran tercapainya: “The ultimate economic objective of education and training is improved personal and social productivity.” Gasskov, 2000:5. Dengan demikian untuk menjalankan fungsi pendidikan menengah kejuruan tersebut diperlukan guru-guru yang memiliki kualifikasi seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2005, pasal 8, yakni guru yang “memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Pendidikan yang ditempuh oleh seorang guru diharapkan dapat mengantarkan seorang guru sampai pada tataran guru yang profesional atau dengan kata lain, guru yang profesional harus menempuh pendidikan keguruan minimal lulus tingkat sarjana.

2.2. Pendidikan Guru

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dirujuk dalam paragraph 2.1. di atas, guru SMK dipersyaratkan lulus program Strata 1 S1 atau program diploma IV DIV. Persyaratan ini sama dengan di Amerika Serikat seperti dikemukakan oleh Dunkin dan Biddle 1974:32: “Most teachers in the United States are certificated to their pro- fessions by virtue of completing a four- year course of teacher education in an accredited college.” Namun dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek, Usep Setia Laksana, 2009 Hubungan Pendidikan, Pelatihan .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu persyaratan pendidikan guru kini telah meningkat pada tataran magister S2 seperti yang berlaku di negara- negara Eropa. Di samping persyaratan akademik, seorang guru harus memiliki kompetensi guru yang meliputi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh dari pendidikan profesi. Bagi guru pendidikan menengah kejuruan, makna dari kepemilikan kompetensi profesional berarti, guru yang bersangkutan harus memiliki sertifikat kompetensi dalam bidang kejuruan yang dibina. Hal ini penting karena lulusan SMK dituntut untuk menempuh ujian kompetensi seperti yang dipersyaratkan dalam Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standard Kompetensi Lulusan SKL. Prinsip profesionalitas sebagaimana tertuang dalam pasal 7 ayat 10 UU No. 14 Tahun 2005 mencakup: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan ahlak mulia c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas e. memiliki tanggung-jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru Arena penerapan keprofesionalan guru adalah di sekolah dan lingkungan sekolah; atau lebih spesifik lagi menurut Dunkin dan Biddle 1974:38 adalah di kelas atau laboratoriumbengkel, yang merupakan tempat terjadinya interaksi Usep Setia Laksana, 2009 Hubungan Pendidikan, Pelatihan .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu antara siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Menurut Bellack dkk 1966 proses interaksi dalam pembelajaran dapat diibaratkan dalam suatu permainan “game” dengan peraturan baik untuk guru maupun untuk siswa seperti dikemukakan oleh Nuthall dan Snook 1973:52,53: They Bellack et al. characterize the game as one in which the object is to angage in verbal discourse about subject matter. The teacher obeys a set of rules which stipu- late that he must do of the talking and must structure the specific form and content of verbal game at any one time. If he plays in the way expected of a teacher he will spend most of his time asking questions and commenting on pupil responses. From time to time he will spend time structuring the content and providing summaries of previous discourse. The rules of the pupils are restrictive. The pupil’s primary task is to answer questi- ons, to reply when called on. The pupil mus respond as though the teacher always asks questions which a pupil shoulf be able to answer. He may not respond evaluati- vely, but may, under certain conditions, ask the occational question. The pupil is expected to pay attention to the progress of a lesson even though hr will be not be expected to respond more than six or seven times in an hour. When he is asked to respond his respond will be repeated, praised, or commented on by the teacher. Most of his time will be taken up listening to other pupils’ responses and the teacher’s comments to those responses. Cuplikan di atas menggambarkan episode-episode dalam interaksi pembelajaran dalam kelas antara guru dan siswa. Hoetker dan Ahlbrand 1969 melalui studi literature menemukan bahwa, bahasa game itu telah berlangsung lebih dari 60 tahun; dan dalam kenyataan praktek tersebut masih digunakan dalam proses pembelajaran hingga saat ini. Dari episode-episode interaksi pembelajaran tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a Agar interaksi pembelajaran berjalan lancar, guru wajib membuat persiapan pembelajaran yang mencakup materi dan pertanyaan- pertanyaan yang akan diajukan kepada para siswa. b Guru harus menjadi Usep Setia Laksana, 2009 Hubungan Pendidikan, Pelatihan .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu pendengar yang baik atas jawaban-jawaban yang diberikan siswa sehingga dapat memberikan penguatan atas pemahaman siswa atas masalah yang ditanyakan commenting on pupil responses. c Pada setiap akhir episode pembelajaran, guru harus menstrukturisasi materi dan membuat rangkuman materi yang disajikan kepada para siswa. d Membangun pengertian atas “peraturan permainan” bagaimana sikap para siswa ketika temannya sedang memberikan jawaban atas pertanyaan guru dan mengikuti bagaimana pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran merupakan momentum guru menerapkan kompetensinya atau menampilkan keprofesionalannya yang menurut J. Weigand dkk 1977:vi mencakup: 1 assess- ing intellectual levels; 2 implementing motivational techniques; 3 implementing objectives; 4 implementing questioning skills; 5 implementing sequenced instruction; 6 implementing diagnostic evaluation; 7 implementing interpersonal communication. Berdasarkan uraian dalam paragraf 2.2. ini dapat diperoleh gambaran bagaimana kompleksitas proses pembelajaran yang baik. Terhadap pekerjaan guru, Dunkin dan Biddle 1974:36 menilai: “Teaching is an exciting challenging job, rewarding when per formed well, discouraging when performed poorly.” Sementara T.N. Reksoatmodjo 1993:248 melalui penelitiannya merumuskan 13 dalil, tiga di antaranya menyatakan: 1 Mengajar adalah belajar bagi guru; 2 Mengajar adalah pekerjaan hipotetik; apabila dikerjakan dengan benar, banyak inovasi yang disumbangkan oleh guru; dan 3 Mengajar adalah pekerjaan kooperatif antar sesama guru; peningkatan kerjasama antar guru akan Usep Setia Laksana, 2009 Hubungan Pendidikan, Pelatihan .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu meningkatkan efektivitas pengajaran. Fenomena ini erat hubungannya dengan prinsip profesionalitas yang menekankan bahwa profesionalisme guru perlu dibentuk sejak seseorang bercita-cita menjadi guru. Diawali dengan dimilikinya bakat, panggilan jiwa dan idealisme serta memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhak mulia. 2.3. Pelatihan Guru 2.3.1 Pengertian

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENGALAMAN MENGAJAR DAN MOTIVASI MENGAJAR DENGAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN KARANGANYAR

4 20 81

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN MENGAJAR TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dan Pengalaman Mengajar Terhadap Kompetensi Profesional Guru MA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 17

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN MENGAJAR TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dan Pengalaman Mengajar Terhadap Kompetensi Profesional Guru MA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 15

PENGARUH IKLIM SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KOTA BANDUNG.

0 7 57

PENGARUH KOMITMEN KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PRODUKTIF PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI JURUSAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN DI KOTA BANDUNG.

0 1 60

PENGEMBANGAN KINERJA GURU :Studi tentang Pengaruh Pelatihan Guru serta Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru di Sekolah Menengah Pertama di Bandung.

0 2 96

Pengaruh lama mengajar pada hubungan kecerdasan emosional dengan profesionalitas guru : survei pada guru-guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan negeri dan swasta di Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.

0 0 121

Pengaruh lama mengajar pada hubungan kecerdasan emosional dengan profesionalitas guru survei pada guru guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan negeri dan swasta di Kecamatan Kroy

0 0 119

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI KOTA SURAKARTA.

0 0 22

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, PENGALAMAN MENGAJAR, DAN SIKAP PROFESIONAL GURU TERHADAP KOMPETENSI GURU EKONOMI SMA SEKOTA TEGAL

0 2 83