PENGEMBANGAN KINERJA GURU :Studi tentang Pengaruh Pelatihan Guru serta Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru di Sekolah Menengah Pertama di Bandung.

(1)

SURAT KETERANGAN PENGHALUSAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN KATA MUTIARA

ABSTRAK……….. KATA PENGANTAR……… UCAPAN TERIMAKASIH……….. DAFTAR ISI……….. DAFTAR TABEL……….. DAFTARGAMBAR………... DAFTAR LAMPIRAN ……….

i ii iv vi x xii xiv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 11

C. Tujuan Penelitian... 13

D. Metode penelitian... 14

E. Manfaat Penelitian... 16

Struktur Organisasi Tesis... 19

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 21


(2)

b. Standard Kinerja………..……….. 29

i. Contoh Standar dan indikator Kinerja Guru……….……. 31

ii. Determinan Utama Kinerja………..……..…… a. Kinerja sebagaimana ditentukan oleh faktor-faktor individu………... 31 31 b. Kinerja sebagaimana ditentukan oleh faktor sistem ……….... 34

2. Konsepsi Pelatihan Guru………...……... 35

a. Definisi Pelatihan Guru ……….…… 37

b. Landasan Berpikir untuk Pelatihan Guru ………... 39

c. Pelatihan Dalam-jabatan ( in-service training)……….. 46

i. Model Instruksi untuk Pelatihan Karyawan………... 47

ii. Komponen program pelatihan dalam-jabatan yang efektif……….. iii. Pertimbangan legal bagi pelatihan guru………….….….... e. Teori Pembelajaran Karyawan bagi Pelatihan………….……….. i. Andragogi /Teori Pembelajaran Dewasa ……….….... 48 51 53 54 ii. Pendekatan Penelitian Tindakan Kritis………...… 55

iii. Teori Fasilitasi………... 57

3. Konsepsi Hubungan Manusiawi………... 59

a. Hubungan Manusiawi dalam Organisasi………... 61

b. Hubungan Manusaiwi dan Kinerja……… 63

i. Teori Y………... 67

ii. Kualitas Kehidupan Pekerjaan... 77

B. Kerangka Pemikiran... 104


(3)

BAB III METODOGI PENELITIAN... 111

A. Lokasi Penelitian... 111

1. Gambaran Umum Lokasi Penenelitian………. 111

2. Populasi Penelitian.………... 116

3. Sampel Penelitian... 117

B. Desain Penelitian... 120

C. Metode Penelitian………...…….. 122

D. Definisi Operasional... 123

E. Instrumen Penelitian... 128

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian... 134

1. Pengujian Validitas……….………….. 2. Pengujian Reliabilitas……….…….. 136 143 G. Teknik Pengumpulan Data... 148

H. Analisis Data... 150

1. Seleksi dan Klasifikasi Data………...….. 152

2. Analisis Deskriptif……….... 154

3. Uji prasyaratan... 156

4. Analisis Data untuk Pengujian Hipotesis Penelitian………... 164

BAB IV A.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Hasil penelitian...

166 166 1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian……… 2. Pengujian Hipotesis Penelitian……….…

166 171


(4)

SMP 12 Negeri Bandung)……….…... 2. Variabel X2 (Hubungan Manusiawi di SMP I PBK Penabur, SMP 2

dan SMP 12 Negeri Bandung ……….… 3. Variabel Y (Kinerja Mengajar Guru di SMP I PBK Penabur, SMP

2 dan SMP 12 Negeri Bandung………..…………... 4. Pengaruh Pelatihan Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru di SMP I

PBK Penabur, SMP 2 dan SMP 12 Negeri Bandung………. 5. Pengaruh Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru di

SMPI PBK Penabur, SMP 2 dan SMP 12 Negeri Bandung ……….. 6. Pengaruh Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi secara bersama

terhadap Kinerja Mengajar Guru di SMPI PBK Penabur, SMP 2 dan SMP 12 Negeri Bandung ...

221 228 234 238 239

240

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 246

A. Kesimpulan………

B. Saran………...

246 249

DAFTAR PUSTAKA………... LAMPIRAN – LAMPIRAN...

257 266


(5)

(6)

No. Judul Halaman

2.1 Tingkat Absensi (2002-2003) 24

3.1 Profil Sekolah Menengah Pertama 1 BPK Penabur 112

3.2 Keadaan Guru BPK Penabur 1 113

3.3 Profil Sekolah Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bandung 113 3.4 Keadaan Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bandung 114 3.5 Profil Sekolah Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bandung 115 3.6 Keadaan Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bandung 116 3.7 Jumlah Populasi Masing-masing sekolah penelitian 117 3.8 Jumlah Populasi dan Sampel penelitian 120

3.9 Kisi-kisi Instrumen Penelitian 130

3.10 Jumlah Pernyataan tiap variable 134

3.11 3.12

Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (r) Hasil Uji Validitas Variabel X1

138 139

3.13 Hasil Uji Validitas variable X2 141

3.14 Hasil Uji Validitas variabel Y 142

3.15 Hasil Uji Reliabilitas 147

3.16 Rekapitulasi Jumlah Angket 153

3.17 Konsultasi Hasil Perhitungan WMS 155

3.18 Data Responden Antar Variabel X1X2,Y 156

3.19 Hasil Uji Normalitas 161

3.20 Uji Linieritas antara Variabel X1 dengan Y 162 3.21 Uji Linieritas antara Variabel X2 dengan Y 163


(7)

4.3 Perhitungan Weighted Means Scored (WMS) variabel (X1) 176

4.4 Konsultasi Hasil Perhitungan Skor Rata-rata Variabel X1 177

4.5 Kesimpulan Hasil Perhitungan Skor Rata-rata Variabel X1 178

4.6 4.7

Penyebaran Frekuensi Variabel X2

Distribusi Skor Mentah Variabel X2

184 184 4.8 Perhitungan Weighted Means Scored (WMS) Variabel X2 191

4.9 Konsultasi Hasil Perhitungan Skor Rata-rata Variabel X2 192

4.10 Kesimpulan Hasil Perhitungan Skor Rata-rata Variabel X2 192

4.11 Distribusi Skor Mentah variabel Y 198

4.12 Penyebaran Frekuensi variabel Y 199

4.13 Perhitungan Weighted Means Scored Variabel 203 4.14 Konsultasi Hasil Perhitungan Skor Rata-rata Variabel Y 204 4.15 Kesimpulan Hasil Perhitungan Skor Rata-rata Variabel Y 204

4.16 Korelasi X1-Y 210

4.17 Koefesien determinasi X1 – Y 211

4.18 Pengaruh Pelatihan Guru (X1) terhadap Kinerja Mengajar Guru (Y) 213

4.19 Koefesien determinasi X2 – Y 214

4.20 Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Antara Hubugan Manusiawi (X2) terhadap Kinerja Mengajar Guru (Y)

214

4.21 Korelasi X1 dan X2 terhadap Y 215

4.22 Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Antara Pelatihan Guru (X1) dan Hubungan Manusawi ( X2) Terhadap Kinerja Mengajar Guru (Y)

216


(8)

No. Judul Halaman

2.1 Three-tired System for Performance Standards 26

2.2 Model for an Instructional System 47

2.3 Taksonomi Penelitian teoretis dalam Hubungan Manusiawi. 62

2.4 Perbedaan dalam Asumsi Managemen 69

2.5 The Managerial Grid 87

2.6. Kerangka Pemikirian Penelitian 107

2.7 Hubungan antar Variabel Penelitian 109

3.1 Diagram Distribusi Data Variabel X1 159

3.2 Diagram Distribusi Data Variabel X2 160

3.3 4.1 4.2

Diagram Distribusi Data Variabel Y Distribusi Skor Rata-rata Variabel X1

Distribusi skor rata-rata dimensi variabel X2

160 179 193

4.3 Distribusi skor rata-rata dimensi Kinerja Mengajar Guru 205 4.4 Pengaruh Pelatihan Guru (X1) terhadap Kinerja Mengajar Guru (Y) 212

4.5 Hubungan Manusiawi (X2) terhadap Kinerja Mengajar Guru (Y 215

4.6 Pengaruh Pelatihan Guru (X1) dan Hubungan Manusiawi (X2) 215

4.7 Pengaruh Pelatihan Guru (X1) dan Hubungan Manusiawi (X2) 219

4.8 Pengaruh Pelatihan Guru (X1) dan Hubungan Manusiawi (X2)

secara bersama-sama terhadap Kinerja Mengajar Guru serta faktor selain X1 dan X2 terhadap Y


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persuratan……… 266

Lampiran 2 Instrumen Penelitian………..………. 305

Lampiran 3 Pengolahan Data………. 319

Lampiran 4 Tabel Penelitian yang Dikunakanan………... 368 Riwayat Hidup


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Abad ke-21 menuntut kesesuaian antara keahlian yang dimiliki dengan makin rumitnya jenis pekerjaan yang ada. Pendidikan itu sendiri telah mencapai suatu titik di mana pendidikan tidak dapat lagi dibahas pada basis institusi individual, melainkan pada basis global, karena kualitas pendidikan telah berubah dari yang tadinya perhatian nasional sekarang menjadi perhatian global atau seluruh dunia. Dalam hal ini, pendidikan tidak dapat lagi dilihat pada penghasil lulusan akademik yang tepat (white color job graduates), karena pendidikan memiliki pengaruh yang sama besarnya dengan bidang politik, ekonomi, dan sosial. Dalam suatu laporan yang berjudul Financing Higher Education in Nepal

by a study team, yang diserahkan ke South Asia Network of Economic Institute (SEANEI) Pakistan (2008:7) dinyatakan bahwa: ’Pendidikan pada saat ini telah

diterima sebagai salah satu determinan utama untuk seluruh tahapan pembangunan.’ Kualitas pendidikan harus ditingkatkan agar menghasilkan warga yang cakap, produktif, disiplin, dan memiliki tanggung jawab sosial, dan juga guna menciptakan angkatan kerja yang cukup cakap untuk menghadapi tantangan abad ke-21. Pendidikan bermutu harus dapat diakses oleh seluruh warga negara. Pengajaran dan pembelajaran berkualitas akan membantu suatu bangsa untuk bertahan di masa mendatang.


(11)

Pengembangan guru sebagai sumber daya manusia merupakan fokus utama dalam penelitian ini, aktivitas ini sangat krusial bagi pencapaian kualitas pendidikan. Dalam ruang lingkup Administrasi Pendidikan terdapat bidang kajian yang mempelajari manajemen sumber daya manusia. Untuk itu peneliti melakukan penelitian di bidang tersebut. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pengembangan para guru sesuai dengan pembangunan individu di dalam bidang pengembangan sumber daya manusia.

Peneliti mencoba mengkaji pengaruh pelatihan guru sebagai sebuah aktivitas Personnel and Human Resource Management dan Hubungan Manusiawi dalam lingkungan kerja terhadap kinerja mereka di sebuah lingkungan Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Non-SSN dan Rintasan Sekolah Bertaraf International (RSBI) di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengetahuan serta pemahaman tentang perspektif-perspektif teoretis serta menyarankan penerapan praktis dari teori-teori tersebut di Uganda.

Kinerja Mengajar Guru dalam pendidikan merupakan inti dari permasalahaan para guru, meskipun tentu saja semua sistem pendidikan bertujuan ke arah produktivitas yang dipusatkan pada kinerja para guru. Peneliti yakin bahwa tingkat pendidikan di negara-negara berkembang sangat ditentukan oleh tingkat standar para guru sebagai faktor yang paling mendasar. Menurut World Bank dalam Glewe & Kremer (2005:2), dinyatakan bahwa: Eight out of 10 of the

world's children live in developing countries. Pernyataan tersebut berarti bahwa:


(12)

berkembang. Negara-negara berkembang memiliki populasi anak tertinggi, oleh sebab itu tingkat kebutuhan pendidikannya pun menjadi yang terbesar.

Jika masalah peningkatan Kinerja Mengajar Guru dibiarkan begitu saja maka akan terdapat berbagai dampak yang negatif terhadap proses pembelajaran langsung maupun secara tidak langsung. Ketika seorang guru mempunyai kinerja yang buruk maka proses mengajar tidak akan berjalan lancar. Contoh kasus seorang guru yang kurang mendapatkan penghargaan dalam bidang keuangan atau gajinya kecil akan mencari celah untuk mendapatkan penghasilan yag lebih besar. Terkadang proses untuk mendapatkanya itu mengganggu tugas pokok dia sebagai pengajar. Untuk itu secara tidak langsung kinerja dia sebagai seorang guru akan berkurang.

Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Indonesia misalnya telah menggulirkan Undang-Undang guru dan Dosen. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen terdapat beberapa kebijakan yang menjadikan guru sebagai suatu profesi, yang dinyatakan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1. Dalam Pasal 8 dijelaskan mengenai sertifikasi. Sertifikasi guru sendiri menjadi jawaban pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan sertifikasi pemerintah memberikan penghargaan yang lebih. Tetapi guru sendiri diwajibkan bertindak professional. Secara teoritis akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab 2.

Kinerja Mengajar Guru sebagai sebuah variabel yang cukup berpengaruh dicerminkan dari hasil sistem pendidikan yang ada. Menurut Robert L. Cardy dan Brian Leonard (2011:210), kinerja adalah sebuah fungsi kemampuan serta


(13)

motivasi dan jika kemampuan atau motivasinya rendah maka kinerjanya pun akan rendah. Pengenalan terhadap peran yang memungkinkan dari setiap faktor sistem akan memicu kinerja, yang dapat kita hitung dengan cara sebagai berikut:

Kemampuan x Motivasi x Sistem Kinerja

Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang didasarkan pada kemampuan serta motivasi individu serta faktor-faktor eksternal seperti struktur organisasi, kepemimpinan, budaya organisasi, serta interaksi tim.Menurut Stronge dkk. (2003) tanggung jawab terhadap kinerja yang cukup besar akan dievaluasi berdasarkan tiga deskripsi yakni wilayah (bidang tanggung jawab), standar-standar kinerja (tanggung jawab pekerjaan), dan indikator-indikator kinerja (sampel perilaku).

Evaluasi Kinerja Mengajar Guru versi Stronge (2003:135) diukur berdasarkan:

1. Guru sebagai seseorang atau individu

2. Proses pengajaran (pengendalian serta komunikasi di dalam kelas)

3. Produk atau hasil pengajaran

Kinerja Mengajar Guru individu dapat dipengaruhi oleh beragam faktor yang berbeda seperti persepsi, sikap, bakat, kemampuan, motivasi, pengalaman, serta sifat karakter pribadi. Peningkatan Kinerja Mengajar Guru sebagai suatu variabel memerlukan pemahaman tentang tujuan sekolah serta tujuan pendidikan


(14)

sebagai suatu organisasi sosial. Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, maka sejumlah standar kinerja kemudian dikembangkan: disesuaikan dengan kriteria kinerja, evaluasi kinerja; dan perencanaan untuk meningkatkan kinerja. Stronge dkk. (2003) menyatakan bahwa bidang atau kategori standar kinerja pekerjaan guru mencakup bidang-bidang tanggung jawab seperti: 1) pengajaran; 2) penilaian; 3) lingkungan pembelajaran; 4) hubungan serta komunikasi antar komunitas; dan 5) profesionalisme. Oleh sebab itu, standar kinerja menjelaskan tanggung jawab atau kewajiban pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang guru, sementara indikator kinerja digunakan untuk mendokumentasikan penyelesaian masalah yang sesungguhnya dilakukan oleh para guru, biasanya berupa perilaku khas yang dapat diamati atau didokumentasikan untuk menentukan tingkat standar kinerja yang dicapai oleh seorang pegawai.

Pada tingkatan sekolah atau tingkatan organisasi; Kinerja Mengajar Guru sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kepemimpinan, iklim organisasi, struktur organisasi, beban kerja, pengalaman kerja, kapasitas pengajaran, konflik antar peran, dan kekuatan perspektif global. Menurut McDonald dalam Udai Veer (2004:110), sejumlah faktor dapat mempengaruhi Kinerja Mengajar Guru dan hal ini termasuk penilaian terhadap bakat, sikap, penguasaan subjek serta keahlian para guru dalam metodologi pengajaran serta karakteristik lingkungan pengajaran. Faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam sistem pendidikan apapun.

Kinerja Mengajar Guru di negara berkembang terhambat oleh sejumlah faktor. Menurut temuan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Imran Rasheed sebagaimana yang dipublikasikan dalam International Journal of


(15)

Education (2010: 11), ada 11 faktor penghambat utama kinerja guru yakni; 1)

kurangnya pemaparan, tentang pengajaran, 2) beban yang terlalu banyak, 3) evaluasi yang terbatas, 4) kurangnya pelatihan, 5) materi serta sarana yang tidak memadai, 6) kurangnya komunikasi yang efektif, 7) persoalan-persoalan tentang konseling siswa, 8) persoalan-persoalan disiplin di dalam kelas, 9) kesulitan-kesulitan dalam penilaian hasil kerja siswa, 10) kurangnya pengharapan karir dalam pengajaran, dan 11) penyimpangan perilaku para siswa.

Kesenjangan tingkat Kinerja Mengajar Guru antara negara berkembang dengan negara maju cukup besar. Rendahnya Kinerja Mengajar Guru di negara berkembang memicu rendahnya mutu pendidikan. Mutu pendidikan di negara-negara berkembang sangat rendah dalam pengertian bahwa anak hanya belajar sedikit hal di sekolah jika dibandingkan dengan apa yang dinyatakan dalam kurikulum oleh karena itu, munculah kesenjangan antara Kinerja Mengajar Guru sesungguhnya dengan Kinerja Mengajar Guru yang diharapkan di negara berkembang. Hal ini merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi dan perlu diselesaikan oleh setiap sekolah.

Pelatihan guru sebagai suatu variabel yang mempengaruhi Kinerja Mengajar Guru diidentifikasi sebagai suatu kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk memusatkan diri pada pelatihan di lokasi kerja dalam “dunia pendidikan” yang diistilahkan sebagai: in-service teacher training. Menurut Schuler (1987:392), pelatihan dan pengembangan adalah setiap upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan saat ini atau di masa mendatang dengan peningkatan melalui pembelajaran dan pengembangan karyawan dalam pekerjaan yang biasanya


(16)

dilakukan dengan cara meningkatkan keterampilan karyawan. Peneliti menambahkan bahwa kebutuhan untuk pelatihan dan pengembangan ditentukan oleh kekurangan kinerja karyawan. Hal ini dirumuskan sebagai berikut:

Standar atau Kinerja Diharapkan - Kinerja Sesunguhnya

= Kebutuhan Pelatihan dan Pengembangan

Kebutuhan atas organisasi pembelajaran baru-baru ini mengingatkan kita pada fakta bahwa kita telah banyak tertinggal dalam suatu era dimana masyarakat terus mengalami perubahan dengan cepat dan dimana kemampuan melakukan suatu peran tertentu menjadi elemen kunci bagi keberlangsungan suatu organisasi. Menurut Glewwe dan Kremer (2005:10), hubungan antara sekolah, guru, serta hasil pendidikan di negara berkembang adalah sebagai berikut: Negara berkembang juga memberikan tanggapan terhadap kekhawatiran yang dirasakan oleh para guru terlatih dengan membayar mereka lebih tinggi dari para guru yang tidak terlatih.

Hampir semua guru di negara maju telah terlatih, sedangkan di negara dengan pendapatan rendah hanya 90% dari para guru sekolah dasar dan 69% dari para guru sekolah menengah yang sudah terlatih. Dua wilayah dengan persentase guru terlatih tingkat sekolah dasar terendah (data di tingkat sekolah menengah kurang dapat dipercaya) adalah wilayah sub sahara serta wilayah Asia Selatan yang juga merupakan wilayah dengan rasio guru – siswa tertinggi.

Dalam era ilmu pengetahuan, setiap orang harus menghargai fakta bahwa pembelajaran merupakan suatu proses seumur hidup. Pendidikan telah menjadi


(17)

suatu persyaratan tidak hanya di rumah atau sekolah tetapi juga di tempat kerja. Landale (1999; xxxiii) menyatakan bahwa pendidikan tidak lagi dapat dibatasi hanya di sekolah saja. Setiap institusi pekerja juga dapat berperan sebagai guru. Pelatihan dan pengembangan akan selalu menjadi suatu kemitraan antar individu, organisasi, serta penyedia jasa pelatihan. Kemitraan ini memberikan suatu implikasi bahwa semua organisasi sosial, seperti sekolah misalnya, harus menjadi suatu organisasi pembelajaran. Kemitaraan ini adalah suatu keadaan dimana para pegawai tidak hanya menambah nilai pada organisasi dengan pengetahuan yang telah mereka miliki melainkan juga memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Oleh sebab itu, hal ini diperlukan serta direkomendasikan kepada setiap pegawai. Semakin besar organisasinya, maka semakin besar pula kebutuhan inventasi dalam pelatihan kepegawaiannya. Investasi dalam bidang sumber daya manusia bukanlah suatu tugas yang mudah, namun hal ini merupakan hal yang sangat penting bagi semua negara terutama bagi negara berkembang. Dalam salah satu laporan UNESCO yang berjudul: Building Human Capacities in Least Developed

Countries to Promote Poverty Eradication and Sustainable Development

(2011:16), dinyatakan bahwa tidak ada satupun negara yang pernah mendaki tangga perkembangan sumber daya manusia tanpa investasi yang kokoh dan stabil dalam bidang pendidikan. Pencapaian “employability skills” lewat pendidikan dan pelatihan kejuruan teknis dapat membantu memberikan kontribusi terhadap perkembangan pendidikan, termasuk dalam pasar tenaga kerja serta pertumbuhan ekonomi. Kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pelatihan serta pengembangan pegawai merupakan sesuatu yang penting bagi


(18)

pertumbuhan serta perkembangan perusahaan. Pelatihan serta pengembangan sama pentingnya seperti melakukan investasi dalam bidang pendidikan.

Untuk persoalan yang terjadi di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asian Productivity Organization (APO) tahun 1990-1991 di bawah International Labour Orgainization (ILO), laporan tersebut menunjukkan bahwa masih ada sejumlah perusahaan yang tidak menganggap pelatihan sebagai kebutuhan yang paling mendasar atau masih banyak perusahaan yang menganggap pelatihan sebagai suatu strategi persaingan. Pelatihan di tempat kerja (On-the-job Training) tidak dilakukan secara luas dimana dalam pelaksanaannya pelatihan di tempat kerja hanya dilakukan di setiap divisi dan tidak didasarkan rencana luas perusahaan.

Hubungan Manusiawi (Human Relations) adalah suatu faktor yang cukup berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Untuk penelitian ini, variabel Hubungan Manusia adalah kegiatan yang dilakukan di satuan lingkungan sekolah sebagai organisasi sosial. Variabel ini dianggap sesuai karena melibatkan kajian serta penelitian terhadap manusia sebagai individu serta manusia sebagai kelompok. Hubungan Manusiawi sesuai dengan peran interaksi antar manusia di tempat kerja. Menurut Saltonstall dalam Taher dan Razik & Swanson 1995: Human

relation is the study of people in action. Dengan meningkatnya tingkat

ketidakhadiran dalam sistem pendidikan, para pemimpin sekolah harus melangkah melampaui kepemimpinan sekolah yang umum dan lazim untuk melakukan pendekatan-pendekatan yang spesifik seperti retensi dan mencapai kepuasan para guru lewat pengembangan hubungan antarmanusia atau antarpribadi yang positif


(19)

di tingkat individu dan tingkat kelompok. Bennel (2004:4) menyatakan bahwa, lingkungan kerja dan kehidupan para guru amatlah buruk, dan cenderung merendahkan harga diri dan secara umum menurunkan motivasi. Housing merupakan suatu permasalahan utama hampir bagi semua guru. ‘Guru yang berjuang’ merupakan suatu pemahaman yang sangat umum bagi semua orang, terutama di sekolah dasar. Proporsi guru yang belum terlatih masih terbilang besar di negara dengan pendapatan rendah yang memberi pengaruh kurang baik terhadap motivasi ‘dapat-melakukan.’ Para guru terlalu sering ‘dibuang ke lubang yang dalam’ dengan sedikit atau bahkan sama sekali tanpa induksi. Pengajaran multi-tingkat (multi-grade teaching) merupakan hal yang umum di negara dengan pendapatan rendah, namun sebagian besar para guru tidak cukup dipersiapkan untuk menghadapi permintaan khusus akan tipe pengajaran ini.

Perspektif teoretis dari Hubungan Manusiawi didasarkan pada: (1) sifat dasar manusia; (2) motivasi manusia; (3) moral dalam organisasi; dan (4) organisasi informal. Penelitian ini akan fokus pada perspektif teoretis sifat dasar manusia dan moral dalam organisasi. Penelitian ini berdasarkan teori:

1. Sudut pandang Theory Y yang dikemukakan McGregor dimana manusia

dipandang sebagai makhluk yang penuh potensi, dan

2. Moral dalam Organisasi, dimana Mutu Kehidupan Kerja (Quality of

Worklife) menentukan tingkat keefektifan lingkungan kerja.

Tentu saja kajian terhadap Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi di satuan sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru dari kebutuhan terhadap


(20)

penelitian tersebut dibutuhkan di negara saya. Wilayah Sub Sahara Tengah berjuang untuk meningkatkan Kinerja Mengajar Guru, khususnya di Uganda.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti mengidentifikasi berbagai variabel serta kesenjangan kinerja sebagai sebuah persoalan dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut tidak hanya merupakan sesuatu yang menarik melainkan juga sebagai sumber dari pengetahuan lebih lanjut dari sejumlah teori yang dapat dipenerapankan secara praktis di Uganda. Belajar dari tiga sekolah di Indonesia yaitu SMPK 1 BPK Penabur Sekolah Standar Nasional (SSN), SMP Negeri 2 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan SMP Negeri 12 Sekolah Non SSN sebagai lingkungan studi penelitian, peneliti memiliki keinginan untuk meningkatkan standar Kinerja Mengajar Guru di dalam negara yang sedang berkembang. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana mencapai dan memelihara hal tersebut? Tiga sekolah di atas secara khusus bertujuan untuk mencapai standar kinerja nasional dan internasional. Oleh sebab itu, ketiga sekolah tersebut sangat cocok untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian korelasi antar variabel dalam tiga lingkungan berbeda yaitu: swasta, rintisan international, dan Negeri. Kesenjangan yang ada antara kinerja mengajar sesungguhnya dengan Kinerja Mengajar Guru yang diharapkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, menuntut kita untuk memusatkan diri pada pendekatan baru. Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi di sekolah merupakan dua faktor


(21)

yang tidak dapat dipisahkan dan apabila diabaikan dapat menimbulkan gangguan kinerja dan/atau kinerja yang buruk dalam suatu Sistem Pendidikan, yang masih merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi di Uganda. Fenomena ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam melalui suatu penelitian yang dipusatkan dalam judul penelitian: “PENGEMBANGAN KINERJA GURU” (Studi tentang Pengaruh Pelatihan Guru serta Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru di Sekolah Menengah Pertama di Bandung).

2. Perumusan Masalah

Penelitian yang berbeda-beda memunculkan faktor yang mempengaruhi Kinerja Mengajar Guru yang berbeda-beda pula, diantaranya yaitu beragam faktor seperti pengalaman masa lalu, hubungan manusiawi, beban kerja, motivasi, sikap, bakat, kepuasan kerja, keamanan kerja, dan pelatihan. Di suatu sekolah, faktor tersebut dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi Kinerja Mengajar Guru. Secara operasional, masalah penelitian dibatasi hanya pada Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru. Secara kontekstual, persoalan atau masalah penelitian dibatasi pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni SMPK 1 BPK Penabur, SMP Negeri 2 dan SMP Negeri 12 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Dengan mengacu pada latar belakang penelitian serta batasan masalah penelitian, rumusan masalah dalam penelitian ini didasarkan pada taraf hubungan antar tiga variabel dalam persoalan penelitian utama yang dibagi ke dalam beberapa fase seperti: “Seberapa besar pengaruh Pelatihan Guru dan Hubungan


(22)

Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru?” Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tentang Pelatihan Guru di SMPK 1 Penabur, SMP

Negeri 2, dan SMP Negeri 12?

2. Bagaimana gambaran tentang Hubungan Manusiawi di SMPK 1

Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12?

3. Bagaimana gambaran tentang Kinerja Mengajar Guru di SMPK 1

Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12?

4. Seberapa besar pengaruh Pelatihan Guru dengan Kinerja Mengajar Guru

di SMPK 1 Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12?

5. Seberapa besar Hubungan Manusiawi mempengaruhi Kinerja Mengajar

Guru di SMPK 1 Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12?

6. Seberapa besar Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi

mempengaruhi Kinerja Mengajar Guru di SMPK 1 Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meperoleh gambaran yang jelas tentang pengaruh Pelatihan guru dan Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni SMPK 1 BPK Penabur , SMP Negeri 2 dan SMP Negeri 12 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.


(23)

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menguji:

1. Gambaran tentang Pelatihan Guru di SMPK 1 Penabur, SMP NEGERI 2,

dan SMP NEGERI 12.

2. Gambaran tentang Hubungan Manusiawi di SMPK 1 BPK PENABUR,

SMP NEGERI 2, dan SMP NEGERI 12

3. Gambaran tentang Kinerja Mengajar Guru di SMPK 1 BPK Penabur, SMP NEGERI 2, dan SMP NEGERI 12.

4. Pengaruh Pelatihan Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni SMPK 1 Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

5. Pengaruh hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah

Menengah Pertama (SMP) yakni SMPK 1 Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

6. Pengaruh Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni SMPK 1 Penabur, SMP Negeri 2, dan SMP Negeri 12 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mempergunakan rancangan kuantitatif serta dengan mempergunakan studi korelasi. Menurut Creswell (2008:60), desain


(24)

korelasional adalah prosedur dalam penelitian kuantitatif di mana peneliti mengukur tingkat asosiasi (atau hubungan) antara dua atau tiga variabel dengan menggunakan prosedur statistik analisis korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang fenomena dan membuat generalisasi tentang fenomena tersebut dalam lingkungan berbeda untuk tujuan yang sama. Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud adalah Pelatihan Guru, Hubungan Manusiawi, serta Kinerja Mengajar Guru.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Menurut Sugiyono (Ridwan, 2010:54), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Yang akan dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah guru di SMPK 1 BPK PENABUR, SMP NEGERI 2 dan SMP NEGERI 12 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

b. Sampel

Statistik mempergunakan sampel kata untuk memberikan gambaran, yang sebagian dipilih dari populasi (Levin dan Rubin (1991:258). Yang dipilih sebagai sampel untuk penelitian ini adalah para guru yang sudah pernah mengikuti pelatihan in-service. Berdasarkan studi dokumentasi, semua guru di SMPK 1 BPK PENABUR, SMP NEGERI 2 dan SMP NEGERI 12 sudah pernah mengikuti program pelatihan in-service.


(25)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap pengembangan pengetahuan mendalam, tetapi juga dapat berperan aktif dalam implementasi tujuan akademis yang dikembangkan berdasarkan bukti. Secara lebih rinci, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Segi Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk

a. Mengembangan wawasan dan pandangan ilmu administrasi pendidikan,

khususnya di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) terutama pada hal pendekatan keefektifan pelatihan guru dalam meningkatkan Kinerja Mengajar Guru. Hal lain yang dapat digali dari penelitian ini adalah penciptaan pengetahuan yang lebih mendalam yang akan dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut terhadap konsep yang sama.

b. Memberikan sumbangan penting dan memperluas kajian ilmu manajemen

sumber daya manusai untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia.

c. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujuk penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu manajemen tenaga kependidikan khususnya guru.


(26)

2. Segi Kebijakan

a. Temuan penelitian ini akan berguna bagi pembuat kebijakan dalam merancang program pendidikan yang sesuai pengembangan sumber daya manusia untuk lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dan bangsa pada umumnya.

b. Di samping itu, hasil penelitian ini akan menambah klarifikasi lebih dalam tentang pentingnya guru dalam layanan pelatihan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan program-program pengembangan guru yang akan berguna untuk para bembuat kebijakan.

c. Lebih lanjut, hasil penelitian saat ini akan membantu sekolah-sekolah yang belum mencapai standar nasional (Sekolah Non- SSN) dalam perencanaan lebih lanjut untuk pengembangan guru terhadap Kinerja Mengajar Guru yang berkualitas. Ide-ide juga dapat menjadi rekomendasi kepada pemerintah khususnya di negara-negara berkembang.

d. Untuk pemerintah Uganda, peneliti mengakui bahwa temuan mendalam

penelitian ini akan menjadi penting dalam menyediakan strategi-strategi perencanaan pengembangan sumber daya manusia, pengembangan dan manajemen dalam pendidikan untuk peningkatan Kinerja Mengajar Guru.

3. Segi Praktik

a. Bagi lembaga sekolah

1) Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk membantu pengembangan kebijakan sekolah dalam hal manajemen sumber daya manusia,


(27)

khususnya dalam hal implementasi pelatihan guru di SMPK 1 PENABUR, SMP NEGERI 2, dan SMP NEGERI 12.

2) Hasil penelitian ini dapat berupa rekomendasi serta referensi untuk meningkatkan Kinerja Mengajar Guru. Pendidikan merupakan salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh guru sebagai service providers. Peran yang dijalankan oleh guru menjadi komponen yang sangat penting dan bahkan kita dapat mengatakan bahwa guru berperan sebagai pembangun bangsa (nation builders). Oleh karena itu, pelatihan guru yang efektif menjadi aspek yang cukup penting untuk meningkatkan Kinerja Mengajar Guru.

B) Bagi peneliti

1) Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang model peningkatan Kinerja Mengajar Guru pada institusi pendidikan di Uganda, Afrika Timur.

2) Bagi pengembangan Ilmu

Hasil ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan membuktikan kebenaran teori mengenai korelasi Pelatihan Guru serta Hubungan Manusaiwi terhadap Kinerja Mengajar Guru.

3) Bagi penelitian berikutnya

Hasil penelitian ini dapat memberikan sedikit wawasan yang mebuktikan adanya korelasi Pelatihan Guru serta Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru.


(28)

F. Struktur Organisasi Tesis

BAB 1 dengan judul PENDAHULUAN, menguraikan latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis.

BAB II dengan judul KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN, akan membandingkan, mengontraskan, dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji dikaitkan dengan masalah yang sedang diteliti. Berdasarkan kajian tersebut, peneliti akan menjelaskan disertai alasan-alasannya. Telaah teoritis dimaksudkan untuk menampilkan bagaimana teori dan hasil penelitian terdahulu mengenai pelatihan guru,hubungan manusiawi dan kinerja mengajar guru di sekolah yang akan diterapkan pada penelitian kali ini. Kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian akan diidentifikasi dalam bab ini.

BAB III dengan judul METODE PENELITIAN, menguraikan dengan lebih rinci mengenai metode penelitian yang akan dipergunakan dalam penelitian ini. Bahasan mengenai lokasi dan populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumulan data, pendekatan yang akan digunakan, dan analisis data akan diolah secara mendalam bab ini.

BAB IV yang berjudul HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, memuat pengolahan dan analis data untuk menghasilkan temuan pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan prosedur penelitian kuantitatif dengan rencangan penelitian yang ada dalam Bab III.


(29)

Pada BAB V dengan judul KESIMPULAN DAN SARAN, peneliti akan

menyajikan penafsiran serta pemaknaan penelitian terhadap analisis hasil temuan mengenai Pengaruh Pelatihan Guru dan Hubungan Manusiawi terhadap Kinerja Mengajar Guru.

Implikasi serta saran yang disajikan dalam penelitian ini, akan diajukan kepada para pembuat kebijakan yang ada di berbagai instansi yang berkaitan, baik itu para pengawas di sekolah, kepala sekolah, guru, serta pihak-pihak lainnya, yang berperan sebagai pengguna dari hasil penelitian ini, dan kepada para peneliti lainnya yang berminat untuk melakukan penelitian dalam bidang yang sama.


(30)

METODE PENELITIAN

Bab ini memfokuskan pada pembahasan proses bagaimana masalah sebuah penelitian dieksplorasi dan dianalisis melalui pembahasan metode sampling, instrumen pengumpulan data, teknik statistik dalam menguji hipotesis studi penelitian ini.

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi di kota Bandung Jawa Barat:

1. Sekolah Menengah Pertama Kristen 1 BPK PENABUR, Jalan. H.O.S. Tjokroaminoto 157.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Jalan Dr. Setiabudhi No. 195. 3. Sekolah Menengah Pertama 2 Negeri Jalan. Sumatra No. 36.

1. Gambar umum lokasi penelitian

Lokasi yang kami ambil untuk sampel penelitian sesuai dengan tujuan yang ingin didapatkan yaitu sekolah swasta, sekolah negeri rintisan bertaraf internasional serta sekolah negeri standar nasional. Untuk sekolah swasta sampel yang diambil adalah sekolah BPK Penabur, untuk sekolah negeri rintisan standar internasional diambil SMPN 2 Bandung, sedangkan untuk sekolah negeri standar nasional mengambil SMP 12 Bandung.


(31)

i. SMP 1 BPK Penabur

a. Profil Sekolah

Tabel 3.1

Profil Sekolah BPK Penabur 1

Nama sekolah SMP 1 BPK Penabur 1

Alamat Jalan H.O.S Tjokroaminoto 157

Kecamatan Cicendo

Kota Bandung

Provinsi Jawa Barat

No Telp. (022) 6013181

Tahun Didirikan 1960

Tahun Beroperasi 1960

Status Tanah dan Bangunan

Hak Milik

Luas Tanah dan Bangunan 5.575 M

NSS/NPSN 20.2.02.50.03.022

Jejang Akreditasi A

No Rekening Sekolah -

Visi Sekolah Menjadi masyarakat ilmiah yang

meneladani kristus dan memiliki kualitas hidup

Misi Sekolah Menjadikan sekolah sebagai wadah

yang menyenangkan untuk setiap warga mengembangkan potensi diri secara optimal


(32)

Tabel 3.2

Keadaan Guru BPK Penabur 1

No Tingkat Pendidikan

Jumlah dan status Guru

JUMLAH

GT/PNS GTT/

L P L P

1 S3/S2 1 2 3

2 S1 8 14 9 22 52

4 D3/SARMUD 2 2 4

5 D2 0

6 D1 0

7 SMA/SEDERAJAT 1 1 1 3

Jumlah 11 15 12 25 63

ii. SMPN 2 Bandung

a. Profil Sekolah

Tabel 3.3

Profil Sekolah SMP Negeri 2 Bandung

Nama sekolah SMP Negeri 2 Bandung

Alamat Jalan Sumatra No. 36

Kecamatan - Sumur Bandung

Kota Bandung

Provinsi Jawa Barat

No Telp. (022) 4204155

Tahun Didirikan 1948

Tahun Beroperasi 1


(33)

NSS/NPSN 20.102.60.08.096

Jejang Akreditasi A RSBI

No Rekening Sekolah -

Visi Menjadi insan Indonesia yang cerdas dan

kompetitif secara internasional berkarakter pemimpin masa depan.

b. Kedaan Guru

Tabel 3.4

Keadaan Guru SMP Negeri 2 Bandung

No Tingkat Pendidikan

Jumlah dan status Guru

JUMLAH

GT/PNS GTT/

L P L P

1 S3/S2 7 6 0 0 13

2 S1 9 32 3 5 49

3 D3/SARMUD 0 0 0 0

4 Diploma 2 2

5 SMA/SEDERAJAT


(34)

a. Profil Sekolah

Tabel 3.5

Profil Sekolah SMP Negeri 12 Bandung

Nama sekolah SMP Negeri 12 Bandung

Alamat Jalan Dr. Setiabudhi No. 195.

Kelurahan Gegerkalong

Kecamatan Sukasari

Kota Bandung

Provinsi Jawa Barat

No Telp. (022) 2013974

Tahun Didirikan 1965

Tahun Beroperasi 1965

Status Tanah dan Bangunan

Hak Milik

Luas Tanah dan Bangunan

3920 M

NSS/NPSN 20.10.26.02.10.32/202/19330

Jejang Akreditasi SSN (sekolah standar nasional)

No Rekening Sekolah 0871-01-000583-50-8

Visi Sekolah 1. Menciptakan SMP Negeri 12 Kota

Bandung menjadi sekolah yang idola bagi masyarakat Kota Bandung

2. Menjadikan SMP Negeri 12

Bandung sekolah yang berkualitas dan unggul dalam prestasi

Misi Sekolah 1. Membekali siswa dengan


(35)

melanjutkan pada jenjang pendidikan menengah umum ataupun kejuaran.

b. Kedaan guru

Tabel 3.6

Keadaan Guru SMP Negeri 12 Bandung

No Tingkat Pendidikan PNS NonPNS JUMLAH

1 S3/S2 2 - 2

2 S1 46 - 46

3 D-4 -

4 D3/SARMUD 2 - 2

5 SMA/SEDERAJAT 2 - 2

Jumlah 52 - 52

1. Populasi Penelitian

Menurut Frankael dan Wallen (2006:92) populasi merupakan kelompok

yang menjadi perhatian, kelompok yang diinginkan penelitian untuk

mengeneralisasikan hasil penelitian. Menurut Sugiyono (dalam Ridwan, 2010:54), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

Jumlah Jenis Kelamin: L = 16 P = 36


(36)

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi semua guru SMPK 1 BPK PENABUR, SMP NEGERI 12 dan SMP NEGERI 12 PNS dan Non PNS sebanyak 179 sebagai berikut:

Tabel 3.7

Jumlah Populasi SMPK 1 BPK PENABUR, SMP NEGERI 2 dan SMP NEGERI 12

2. Sampel Penelitian

Sampling means selecting of given number of people from a defined population, as a representative of that population.” Borg and Gall (1979: 197). Pernyataan

tersebut berarti bahwa sampling berarti memilih sejumlah orang dari populasi yang ditentukan, sebagai perwakilan dari populasi tersebut. Lebih jauh lagi, Deming (1960:26) menyoroti beberapa keuntungan sampling yaitu:

• Peningkatan program statistik secara keseluruhan melalui klarifikasi maksud dan tujuan.

• Meningkatkan reliabilitas. Sampling memiliki kemungkinan wawancara

(pengujian) yang lebih baik, investigasi yang lebih menyeluruh akan informasi yang hilang, salah, atau yang mencurigakan, supervise yang lebih baik, dan pemrosesan yang lebih baik dengan cakupan yang lengkap.

• Persyaratan yang menyesuaikan, murni dapat dikuasai • Kecepatan (dan karena itu kegunaan data lebih besar)

• Biaya rendah (memungkinkan ekspansi program statistic, dan mempeluas kegunaannya)

• Mengurangi beban respons

No. Sekolah Jumlah

1 SMPK 1 BPK PENABUR 63

2 SMP NEGERI 2 64

3 SMP NEGERI 12 52


(37)

Purposif sampling akan digunakan untuk penelitian ini. Menurut Frankael dan wallen (2006) purposive sampling adalah; Nonrandom sample yang diseleksi karena pengetahuan sebelumnya menunjukkan sample itu dapat mewakili, atau karena mereka diseleksi memiliki informasi yang dibutuhkan. Menurut Frankael (2006:104), untuk studi korelasional, sejumlah minimal 50 partisipan perlu untuk menetapkan keadaan hubungan. Yang diseleksi untuk penelitian ini sebagai sampel penelitian adalah para guru yang sudah pernah mengikuti pelatihan in-service. Berdasarkan studi dokumentasi, semua guru di SMPK 1 PENABUR, SMP NEGERI 2 dan SMP NEGERI 12 sudah pernah ikut program pelatihan in-service tersebut.

b) Ukuran Sampel

Untuk meneliti profil para guru jumlah total guru di SMPK 1 PENABUR, SMP NEGERI 2 dan SMP NEGERI 12 menspesifikasikan jumlah guru untuk sampel studi. Menurut statistika, kata “sampel” digunakan untuk menggambarkan bagian dari populasi yang terpilih, Levin dan Rubin (1991:258). Menurut Sugiyono (dalam Riduwan, 2010:56), sampel merupakan bagian dari jumlah keseluruhan populasi. Jika subyek kurang dari 100, maka kita dapat mengambil semuanya sebagai sampel, sehingga tipe penelitian menjadi penelitian populasi. Kemudian jika subyeknya besar, kita dapat mengambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih dari populasi tersebut.


(38)

sebagai berikut.

n = .

Berdasarkan rumus diatas total jumlah sampel dikalkulasi sebagai berikut:

n =

.

=

,

=

,

=

,

= 64,16 64 responden

Dengan demikian peneliti takni dengan tingkat kepercayaan 90% bahwa sampel purposif berukuran 64,16 64 jadi sampel yang diambil sebesar 64. Oleh

sebab itu, jumlah sampel guru di SMPK 1 PENABUR, SMP NEGERI 2 DAN SMP NEGERI 12 (Sekolah Menengah Pertama) pegawai baik negeri(PNS) maupun Non PNS, adalah:

• SMPK 1 BPK PENABUR = 63/179 x 64 = 22,52 ≈ 22 responden

• SMP NEGERI 2 = 64/179 x 64 = 22,88 ≈ 23 responden • SMP NEGERI 12 = 52/179 x 64 = 18,59 ≈ 19 responden

Jumlah populasi dan sampel untuk penelitian ini diilustrasikan dalam tabulasi berikut:

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi = 179

d2 = Persentase yang ditentukan 10% degan tingkat kepercayaan 90%


(39)

B. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan penelitian dalam penelitian kuantitaif dan kualitatif. Creswell (2008:646). Untuk tujuan dalam penelitian ini, peneliti menerapkan desain penelitian korelasi pada sebuah kelompok tunggal dalam sebuah eksperimen contohnya Staf pengajar di SMPK 1 PENABUR, SMP NEGERI 2 dan SMP NEGERI 12 dalam tiga langkah akhir proses penelitian yaitu; (1) pengumpulan data, (2) analisi data, dan (3) penulisan laporannya.

Untuk tujuan penelitian ini, peneliti menerapkan sebuah studi penelitian korelasi dengan tujuan sebagai sebuah studi penjelasan untuk mengklarifikasikan pemahaman fenomena performa guru dengan mengidentifikasikan hubungan antara pelatihan guru, hubungan manusiawi dan kinerja mengajar guru.

No. School Gender Total

M F Population Sample 1

SMPK 1 BPK PENABUR 22 41 63 22

2 SMP NEGERI 2 21 43 64 23

3 SMP NEGERI 12 16 36 52 19

Total 179 64

Tabel 3.8


(40)

dengan Kinerja Mengajar Guru. Derajat pengaruh hanya dapat ditetapkan melalui analisis korelasi. Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang penilaian ini, Ketner, Smith & Parnell, 1997 dalam Creswell (2008:356) menjawab sebuah pertanyaan

“When do You Use Correlational Research?” Penulisi menjelaskan bahwa desain

ini bisa digunakan ketika mencari bagaimana menghubungkan dua atau lebih variabel untuk melihat jika ada pengaruh satu sama lain. Di samping itu, setelah menetapkan ukuran sampel, hasilnya juga membenarkan perlu sejumlah sampel untuk korelasi. Seperti yang diidentifikasikan Frankael dan Wallen (2008) bahwa; untuk studi korelasi, paling tidak perlu dipertimbangkan sejumlah 50 responden untuk menetapkan keberadaan suatu hubungan.

Untuk tujuan peneliti, peneliti menemukan definisi berikut yang sesuai untuk penjelasan lebih lanjut tentang desain studi korelasi. Creswell (2008:60) mendefinisikan desain studi korelasi sebagai;

(…) prosedur dalam penelitian kuantitatif dimana peneliti mengukur derajat asosiasi (atau hubungan) antara dua atau tiga variabel dengan menggunakan prosedur statistic analisi korelasi. Derajat asosiasi dinyatakan dalam suatu angka, yang mengindikasikan apakah dua variabel tersebut berhubungan satu sama lain atau satu variabel dapat memprediksikan variabel yang lain. Untuk menyelesaikan ini anda mempelajari suatu kelompok tunggal dari sekumpulan individu dari pada dua atau lebih kelompok dalam sebuah eksperimen.

Frankael dan Wallen (21006:335) lebih lanjut menguraikan apa yang dilakukan studi korelasi. Para penulis itu menyatakan:

Sebuah studi korelasi menguraikan derajat dua atau lebih variabel kuantitatif yang berhubungan, dan ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi. Ketika sebuah korelasi ditemukan ada antara dua variabel tersebut, ini berarti bahwa skor dalam rentang tertentu pada satu variabel berhubungan dengan skor dalam rentang tertentu variabel yang lain.


(41)

C. Metode Penelitian

Menurut Leedy dan Ormrod (2001:14); metodologi penelitian merupakan pendekatan umum yang digunakan penelitian untuk melaksanakan sebuah proyek penelitian. Studi mengungkapkan bahwa suatu metodologi penelitian kuantitatif muncul sekitar 1250 AD untuk memenuhi kebutuhan data kuantitatif. Metodologi Penelitian kuantitatif merupakan sebuah pendekatan ketika obyektivitas penting dalam sebuah cara bahwa data itu secara obyektif menggambarkan realitas. Selain itu, pendekatan penelitian kuantitatif dimulai dengan pernyataan masalah dan formulasi hipotesis dan pengumpulan datanumerik dengan menggunakan model matematika.

Penelitian kuantitatif merupakan tipe penelitian pendidikan dimana peneliti memutuskan apa yang akan dipelajari, mengajukan pertanyaan spesifik & spesifik; mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif dari partisipan, menganalisis angka-angaka tersebut dengan menggunakan statistik dan melakukan penyelidikan dengan tidak bias dan obyektif. (Creswell 2008:46).

Metode ini dapat dibenarkan untuk penelitian ini terutama karena karakteristiknya yang sesuai dengan tujuan peneliti- untuk menjelaskan pengaruh diantara variabel. Karakteristik metodologi kuantitatif diidentifikasikan dalam Creswell (2008:48) berikut:

• Sebuah penekanan pada pengumpulan data dan menganalisis informasi dalam bentuk angka.


(42)

jelas pada individual dan organisasi.

• Sebuah penekanan penekanan pada prosedur yang membandingkan

kelompok atau menghubungkan factor-faktor individu atau kelompok dalam eksperimen, studi korelasi, dan survey.

D. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu: Dua variabel bebas (independent variables) dan satu variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah Pelatihan Guru (X1) dan Hubungan Manusiawi (X2). Sedangkan

variabel terikat (dependent variable) sedangkan variabel terikat (dependent variabel) adalah Kinerja Mengajar Guru (Y).

Definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

Pelatihan Guru (X1). Pelatihan guru dalam penelitian ini akan dipusatkan

kepada teori-teori pembelajaran pelatihan dan pengembangan sangat penting dalam pelatihan guru terutama teori-teori yang punya implikasi atau pelaksanaan yang jelas seperti:

1. Adult Learning Theory/Andragogy. Andragogy didefinisikan sebagai seni serta

ilmu yang membantu orang-orang dewasa untuk belajar (Knowles & Holton, Razik & Swanson 2005 dalam Wang dan Ping (2009:133). Selain itu, Knowles, 1990 dalam Lawson ( 2006:2-3) juga memaparkan tentang Subjek Pemahaman bagaimana, dan mengapa seseorang itu belajar: asumsi berikut ini mendasari model andragogis pembelajaran yang saat ini sebut sebagai model


(43)

pengalaman masa lalu yang dialami oleh orang dewasa bersifat integral, (3) orang dewasa harus menyadari kebutuhan untuk belajar, (4) orang dewasa termotivasi oleh penerapan dunia nyata, (5) orang dewasa memerlukan beragam metode pelatihan.

2. Critical Action Research Approach; yang mencakup klasifikasi serta tanggapan

terhadap nilai-nilai bersama yang mendasari komitmen kelompok pembelajaran untuk menginformasikan setiap tindakan Carson 1990 dalam Wang dan King (2009:133). Penelitian tindakan kritis dalam konteks pekerjaan dan pembelajaran mencakup; (a) penyelidikan kerjasama kritis pribadi dengan kerjasama kritis oleh (b) para praktisi berfikir mendalam, (c) yang akuntabel dalam membuat hasil-hasil dari penyelidikan publik yang mereka lakukan, (d) melakukan evaluasi diri serta terikat dalam, (e) partisipasi pemecahan atau penyelesaian masalah serta perkembangan professional yang berlanjut.

3. Facilitation Theory; (ibid:134) teori ini mengadvokasi pembelajaran fasilitatif

dimana para peserta pelatihan mampu mengkontemplasi perspektif-perspektif baru tanpa merasa khawatir serta terancam oleh dorongan-dorongan eksternal. Teori ini mengidentifikasi sejumlah aspek seperti; seorang pendidik menciptakan sebuah lingkungan dimana para pelatih dapat mengkontemplasi perspektif-perspektif baru, para peserta pelatihan merasa nyaman dengan proses pembelajaran, lingkungan yang kooperatif dan positif, pembagian informasi, kreativitas, membahas serta mendiskusikan setiap perasaan dan membicarakan


(44)

pemimpin bertindak sebagai pendengar.

Hubungan Manusiawi (X2): Menurut Scott 1962 dalam Razik & Swanson

1995:237) Human Relations adalah: “… a process of effective motivation of

individu in a given situation to achieve a balanced objective that yields greater satisfaction and helps accomplish orgainization goals.” Pernyataan tersebut berarti

bahwa; sebuah proses motivasi individu yang cukup efektif dalam sebuah keadaan tertentu untuk mencapai tujuan yang seimbang yang menghasilkan kepuasan yang lebih besar serta membantu mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dengan dua konsep-konsep teoretis untuk penelitian ini yaitu:

1. Theory Y: In large part, human relations thinkers have adopted Mc Gregor’s

Theory Y viewpoint where human beings are viewed as full of potential. To develop human potential organization leaders need to provide workers with: 1) supportive climate, 2) more feedback, 3) training programs for professional growth, and 4) challenging opportunities. (Razik & Swanson 1995: 302).

2. Quality of Work Life ( QWL)

Quality of worklife refers to how effective the job environment meets the personal needs and values of employees. Quality of Work life consists of seven components; namely (1) Adequate and fair compensation, (2) safe and healthy working conditions, (3) opportunity for continued growth and security, (4) a feeling of belonging (5) employee rights, (6) work and life


(45)

Walton 1975 dalam Razik & Swanson (1995: 289)

Kinerja Mengajar Guru (Y): dalam penelitian ini kinerja adalah prestasi yang berdasarkan teacher domain (wilayah guru). Stronge & Tucker (2003:33) menyatakan bahwa kategori-kategori standar Kinerja Mengajar Guru mencakup beragam bidang tanggung jawab seperti sebagai Class Teacher Domain yaitu:

1. Instruction; proses yang berlanjut serta reflektif untuk memfasilitasi

pemerolehan kemampuan serta pemahaman terhadap ilmu pengetahuan.

2. Assessment; proses pengumpulan, pelaporan serta penggunaan beragam data

secara sistematis dengan cara yang jelas dan konsisten untuk menilai serta meningkatkan kinerja siswa.

3. Teaching environment; pengembangan serta penggunaan rutinitas serta prosedur yang efektif yang mendukung lingkungan kelas yang positif serta memajukan pembelajaran siswa.

4. Communication and Community Relations; komunikasi guru yang efektif di

dalam kelas serta antara kelas dengan orang lain.

5. Professionalism; memperlihatkan komitmen terhadap etika-etika professional

serta mengikuti setiap kebijakan dan aturan.

Sedangkan, Resource Teacher Domains yang dikategorisasikan dengan: (1)


(46)

memusatkan diri pada satu kategori domain yang yaitu Class teacher Domain.

Oleh sebab itu, standar-standar kinerja menjelaskan sejumlah tanggung jawab atau kewajiban -kewajiban kerja yang harus dilakukan oleh seorang guru. Berbagai indikator kinerja dipergunakan untuk dokumentasi pencapaian seorang guru, indikator-indikator tersebut biasanya berupa perilaku yang dapat diamati atau dapat didokumentasikan untuk menentukan tingkatan atau taraf yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam memenuhi standar kinerja yang diberlakuan.

Oleh sebab itu, berdasarkan definisi-definisi operasional dari variabel-variabel penelitian di atas, secara operasional Pelatihan Guru mengimplikasikan penerapan dari Andragogy, Critical Action Research , serta Facilitation sebagai pendekatan-pendekatan teoretis untuk mencapai proses pelatihan-pembelajaran guru yang efektif. Kedua, Hubungan Manusiawi, mengimplikasikan secara praktis dari Theory Y (Human nature) dan Quality of Work Life ( Morale). Yang terakhir, Kinerja Mengajar Guru, merupakan sebuah petunjuk terutama dari tingkat keefektifan guru di dalam kelas (Class Teacher Domains).


(47)

Data yang dihasilkan dari angket yang telah disebarkan, dihitung dengan mempergunakan teknik pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan mempergunakan Skala Likert dengan kisaran yang berlanjut mulai dari 1 hingga 5, dengan alternatif jawaban sebagai berikut:

Skala Likert merupakan instrumen yang melaporkan dimana seseorang merespon pada serangakaian pernyataan dengan mengindikasikan besarnya persetujuan yang dia berikan. Setiap pilihan diberikan dalam nilai numerik, dan jumlah skor diperkirakan untuk mengindikasikan sikap atau keyakinan dalam pertanyaan (Frankael dan Wallen 2006). Menurut Akdon (2010:118) Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pertanyaan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan deskripsi sebagai berikut:

Pertanyaan Positif Pertanyaan Negatif

Sangat Setuju 5 Sangat Setuju 1 Setuju 4 Setuju 2 Netral 3 Netral 3 Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 4

Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 5

5 = Sangat Tinggi 4 = Tinggi

3 = Cukup 2 = Rendah 1 = Sangat rendah


(48)

variabel yang digunakan, selanjutnya dimensi tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator. Variabel-variabel dan indikatornya adalah sebagai berikut:

Variabel pertama yaitu variabel (X1) : Pelatihan Guru, diwakili oleh 11 dimensi yang merujuk pada teori Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogy) dalam Lawson (2006:2); Critical Action Research Approach dalam Wang & King (2009:4) dan Facilitation Theory oleh Carl Rogers dalam Wang & King (2009: 134).

Andragogy memiliki dimensi diantaranya adalah (1) Kemandirian untuk

belajar, (2) Kebutuhan untuk belajar yang dapat dikenali, (3) Termotivasi oleh aplikasi di dunia nyata, dan (5) Cakupan metode pelatihan.

Critical Action Research Approach memiliki dimensi diantaranya adalah (1) Penyelidikan kolaborasi, (2) Praktek evaluasi mandiri, (3) Partisipasi dalam pemecahan masalah, (4) Pengembangan profesional berkesinambungan, dan (5) Akuntabilitas.

Facilitation Theory cukup menjadi dimensi karena jelas kegitan operational

dengan indikator misalnya diantaranya adalah (1) trainees’comfort with the

learning process, (2) cooperative and positive learning environment, (3) information sharing dan (4) facilitators’ creativity.

Variabel kedua yaitu variabel (X2): Hubungan Manusiawi ( Human Relations) diwakili oleh 11 dimensi yang merujuk pada teori diantaranya yaitu: Theory Y dalam Razik & Swanson (1995: 302) dan Quality of Work Life oleh (Greenberge & Glasser 1993; Walton, 1975) dalam Razik & Swanson (1995: 30).


(49)

Lebih (2) banyak Masukan, (3) Melakukan investasi dalam program pelatihan demi pertumbuhan sikap profesional, dan (4) Memberikan tugas yang menantang.

Quality of Work Life dimensi diantaranya adalah (1) sistem kompensasi adil

dan mencukupi, (2) Kondisi pekerjaan, (3) Kesempatan yang tersedia bagi keamanan dan pertumbuhan yang berkesinambungan, (4) A feeling of belonging, (5) Hak-Hak Karyawan, (6) Pekerjaan dan Harapan Hidup dan (7) Relevansi sosial kehidupan kerja.

Variabel ketiga yaitu variabel (Y): Kinerja Mengajar Guru diwakili oleh wilayah kelas guru dalam Stronge & Tucker 2003:33 sebagai dimensi yaitu: (1) Pengajaran (2) penilaian (3)Lingkungan Pembelajaran Komunikasi dan Relasi masyarakat dan (5) Profesionalisme.

Untuk jelasnya mengenai alat pengumpul data atau instrumen yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini, berikut akan dipaparkan kisi-kisi yang memuat bagian-bagian yang menjadi dasar dan kemudian dioperasionalkan ke dalam item-item pernyataan.

Tabel 3.9. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

a. Pelatihan Guru (variabel X1)

Variabel Dimensi Indikator Item

1 2 3 4

Pelatihan Guru (X1)

Konsep operasional pelatihan guru dikembangkan dari:

1. Kemandirian untuk

belajar • Perencanaan dan implementasi program terpusat pelajar (pemecahan masalah)

1 – 2

2. Peranan

pengalaman di masa lampau

• Program memperkenankan para

pelajar untuk mengeksploitasi pengalaman mereka di masa


(50)

Pembelajaran Orang Dewasa

( Andragogy) dalam (Lawson 2006:2)

3. Kebutuhan untuk belajar yang dapat dikenali

• Program mengindikasikan tujuan

yang jelas 5 – 6

4. Termotivasi oleh aplikasi di dunia nyata

• Pelatihan memberikan

pandungan pada aplikasi praktis muatan yang bersangkutan

7 – 8

5. Cakupan metode

pelatihan

• Program pelatihan meliputi aplikasi studi praktis akan muatannya

9 –10

2. Critical Action Research Approach

dalam

Wang & King (2009:4)

1. Penyelidikan

kolaborasi •

Penelitian partisipasi pelajar untuk infomasi, pemahaman, dan solusi bagi permasalahan

11– 12

2. Praktek evaluasi mandiri

• Para peserta pelatihan diberikan kesempatan untuk mengevaluasi perkembangan mereka sendiri

13-14

3. Partisipasi dalam pemecahan masalah

• Para peserta pelatihan terlibat secara aktif di dalam

menganalisis permasalahan yang ada, mengumpulkan informasi, dan sampai pada solusi yang mungkin dilakukan

15– 16

4. Pengembangan

profesional

berkesinambungan

• Mengidentifikasi kebutuhan peningkatan atau pengembangan pribasi, dan memberikan masukan pada proses perkembangan

17– 18

5. Akuntabilitas

•••• Para fasilitator melaksanakan tindak lanjut Individual kepada para pelajar 19- 20 3. Facilitation Theory Carl Rogers dalam

Wang & King (2009: 134)

6. Fasilitasi

• Para peserta pelatihan merasa nyaman dengan proses dan lingkungan Pembelajaran


(51)

Variabel Dimensi Indikator Item

1 2 3 4

Hubungan Manusiawi(X2) Konsep Operasional hubungan manusiawi dikembangkan dari: 1.Teori Y dalam Taher &Swanson (1995:302)

1. Iklim sosial-emosional •

Mendukung dan

mengakui para karyawan

1 – 2

2. Lebih banyak Masukan

• Interaksi harian guna memberikan komentar terhadap kinerja para karyawan entah berupa koreksi atau pujian

3 – 4

3. Melakukan investasi

dalam program pelatihan • Investasi yang konsisten dalam pengembangan professional

5 – 6

4. Memberikan tugas yang menantang

• Para peserta diberikan kesempatan untuk menunjukkan kreatifitas mereka

7 – 8

2. Kualitas Kehidupan Kerja

Greenberg & Glaser, 1993;Walton, 1975

dalam

Taher & Swanson 1995:30

5. Kompensasi yang

mencukupi dan adil

• Keberadaan Sistem

kompensasi yang terprogram

9 – 10

6. Kondisi pekerjaan yang nyaman dan sehat

• Tempat kerja merupakan

lingkungan yang aman dan nyaman

11 – 14

7. Kesempatan yang

tersedia bagi keamanan dan pertumbuhan yang berkesinambungan

• Terdapat program

pengembangan professional yang berkelanjutan

15– 16

8. Perasaan memiliki (A feeling of belonging)

• Para karyawan merasa

sama dengan nilai dan visi organisasi


(52)

9. Hak-Hak Karyawan • Kebijakan dan tindakan yang mencerminkan hak-hak para pekerja

19 – 20

10. Pekerjaan dan Harapan Hidup

• Kebijakan di tempat kerja dan kegiatan tidak secara negarif

mempengaruhi kehidupan pribadi pekerja

21 – 22

11. Relevansi sosial kehidupan kerja

• Pekerjaan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap harga diri pekerja yang bersangkutan

23 – 24

c. Kinerja Mengajar Guru (variabel Y)

Variabel Dimensi Indikator Item

1 2 3 4

Kinerja Mengajar Guru (Y) Konsep operasional Kinerja Mengajar Guru dikembangkan dari:

1. Class Teacher Domains Stronge & Tucker

2003:33

1. Pengajaran • Merencanakan dan

mengimplementasikan berbagai aktifitas yang konsisten dengan tujuan instruksional

1 – 3

2. Penilaian • Melaksanakan evaluasi

formatif dan memberikan masukan

4 – 6

3. Lingkungan

pembelajaran •

Para guru menciptakan Lingkungan pembelajaran yang aman, terorganisir, dan produktif

7 – 9

4. Komunikasi dan

relasi dengan masyarakat

• Guru yang bersangkutan

berusaha untuk

berkomunikasi secara efektif dengan para siswa dan orang tua

10 – 12

5. Profesionalisme • Komitmen terhadap etika

dan pertumbuhan profesional


(53)

Dengan demikian jenis instrumen yang digunakan adalah kuesioner bentuk (self report) dimana responden memberikan jawaban yang mampu mewakili data yang diinginkan, jumlah pertanyaan tetap setiap sampel akan disetujui setelah di hitungan reliabilitas dan validitas. Pola sebagai intrumen penelitian dalam kuesioner tersebut dikembangkan dalam bentuk Skala Likert yang dimodifikasi dengan dilengkapi 5 alternatif respon/ jawaban. 5 : Sangat tepat, 4 : Tepat, 3 : Cukup tepat, 2 : Tidak tepat, dan 1 : Sangat tidak tepat . atau 5: Selalu, 4: Sering, 3: Kadang-kadang, 2: Jarang, 1: Tidak pernah, atau 5: Sangat setuju, 4: Setuju, 3: Cukup Setuju, 2: Tidak setuju, 1: Sangat tidak setuju. Untuk lebih jelasnya kuesioner untuk setiap sampel penelitian terlampir.

Tabel 3.10

Jumlah Pertanyaan tiap variabel

Variabel Jumlah Pertanyaan

Pelatihan Guru ( X1) 29

Hubungan Manusiawi ( X2) 24

Kinerja Mengajar Guru (Y) 15

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Prosedur penelitian diterapkan untuk membantu para peneliti memberikan hasil maksimal dengan melakukan langkah yang tepat dan menghindari kesalahan yang mungkin terjadi di samping mencapai validitas dan reliabilitas.

Mula-mula, dilakukan persiapan, yaitu (1) latar belakang penelitian,(2) perumusan masalah, (3) hipotesis penelitian, dan (4) dasar teori yang digunakan,


(54)

melakukan model inventarisasi dalam membuat kuesioner sementara, kemudian (8) membenarkan inventarisasi itu dengan bimbingan para pengajar; setelah dinyatakan tepat, kemudian (9) dieksperimenkan pada tiga sekolah mengenah pertama yaitu: SMPK 1 PENABUR, SMP NEGERI 2 DAN SMP NEGERI 12 di Bandung. Setelah itu, data tersebut akan diproses, dianalisis semua item yang ada dengan isntrumen uji validitas dan reliabilitas dengan Prosedur Split-Half.

Frankael & Wallen (2006) mendefinisiklan prosedur Split-Half sebagai sebuah metode untuk mengestimasikan reliabilitas konsitensi internal dari sebuah instrument; ini diperoleh dengan memberikan sebuah instrument satu kali tetapi memberikan skor dua kali untuk tiap dua “half-test” yang ekivalen. Kemudian semua skor ini dikorelasikan.

Jika semua butir sudah dianggap valid dan reliabel, maka tidak perlu dilakukan koreksi, kemudian butir yang sudah dianggap valid dan reliabel tersebut dihimpun dan diujikan atau disebarkan dalam penelitian yang sebenarnya, yakni di SMPK 1 BPK PENABUR SMP NEGERI 2) dan SMP NEGERI 12. Hasilnya kemudian ditabulasi, yang akan menghasilkan data yang berbentuk data interval (Skala Likert). Selanjutnya data interval langsung diuji dengan mempergunakan korelasi sederhana atau dimaknai (ditasfirkan sesuai dengan analisis). Akhirnya data tersebut akan disimpulkan, diimplementasikan dan direkomendasikan. Uji coba validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden yang memiliki kesamaaan karakteristik dengan sampel yang diteliti. Sehingga ada beberapa


(55)

lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.12 sampai dengan tabel 3.14.

1. Pengujian Validitas

Validitas adalah tingkatan dimana setiap instumen pengukur mengukur apa yang ingin diukur. Carmilles & Zeller (1979:17). Selain itu, Manickam (2001:222) menyatakan bahwa; Validitas intrinsic memberikan bukti yang obyektif dan kuantitatif bahwa pengujian itu mengukur apa yang harus diukur. Untuk menguji validitas dengan instrumen tertentu, peneliti bermaksud menerapkan langkah-langkah berikut:

Langkah 1

Untuk menguji validitas secara keseluruhan, adalah dengan

mengkorelasikan setiap skor dengan menerapkan Pearson Product Moment. Koefisien Pearson Product – Moment (Pearson r) adalah sebuah indeks dari korelasi yang tepat ketika data merepresentasikan skala interval atau rasio; ini bertanggungjawab untuk tiap skor dan menghasilkan koefisien antara 0,00 dan juga

1,00 (Frankael dan Wallen 2006).

∑ ∑ . ∑

.∑ ∑ . .∑ ∑

Keterangan:

r= koefisien korelasi X1= Total skor item

Y1= Total skor

N = Total responden


(56)

Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus:

Langkah 3

Menetapkan distribusi table t dimana tingkat signifikansi alpha = 0,1 dan derajat bebas (df atau dk) = (n-2).

• Tingkat signifikansi uji alpha merupakan sebuah nilai ambang untuk menilai apakah sebuah uji statistik adalah secara statstik signifikan. ini dipilih oleh peneliti. Alpha merepresentasikan sebuah probabilitas yang diterima pada kesalahan Tipe I pada uji statistik. Karena alpha berkorespondensi dengan sebuah probabilitas, dapat berkisar dari 0 sampai 1. pada prakteknya, 0,01 0,05 dan 0,1 merupakan nilai alpha yang paling umum digunakan, yang merepresentasikan kesempatan 1%, 5% dan 10% terjadinya kesalahan Tipe I (contoh menolak hipotesis null ketika ini pada kenyataannya benar).

Diambil dari Encyclopedia of Survey Research Methods oleh Lavrakas accessed 12/14/2011 • Jumlah bagian independen informasi yang masuk dalam estimasi sebuah parameter disebut derajat bebas (degree of freedom=df). Umumnya, derajat bebas estimasi untuk sebuah parameter sama dengan jumlah skor independen yang masuk dalam estimasi dikurangi jumlah parameter yang digunakan sebagai langkah intermediate dalam estimasi parameter itu sendiri (yang dalam sampel variance, adalah satu , karena mean sampel hanya langkag internediate). Secara matematis, derajat bebas adalah dimensi dari domain sebuah vector rsndom, atau pada intinya jumlah komponen yang “bebas (free)”: berapa banyak komponen yang diperlukan untuk diketahui sebelum vector tersebut sepenuhnya ditentukan.

Diambil dari Wikipedia, sebuah Ensiklopedi Bebas online. 14/12/2011 http://en.wikipedia.org/wiki/Degrees_of_freedom_(statistics) Keterangan:

t = skor uji t

r = Koefisien korelasi dari r

n = Jumlah responden


(57)

Langkah 4

Membuat keputusan dengan membandigkan t hitung dengan t tabel

Kaidah keputusan : Jika t hitung > t tabel berarti valid sebaliknya

t hitung < t tabel berarti tidak valid

Jika instrument valid, maka ini terlihat dari kriteria interpretasi pada indeks korelasi (r). Menurut Frankael dan Wallen (2006), Koefisien korelasi adalah angka decimal antara 0,00 dan 1,00 yang mengindikasikan derajat dimana dua variabel kuantitatif terhubungkan. Skala ini dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Tabel 3.11

Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (r)

Interval Koefisien Tingkat Pengaruh

0,80 – 1,000 Sangat Tinggi

0,60 – 0,799 Tinggi

0,40 – 1,599 Cukup Tinggi

0,20 – 1,399 Rendah

0,00 – 1,199 Sangat Rendah

Sumber: Akdon (2008:188).

Untuk konstrukt validitas instrumen, uji coba instrumen hanya sekali saja dilakukan kepada 30 responden, ditabulasikan dan dianalisis korelasi dengan skor korelasi product moment. Menurut Franakel dan Wallen (2006:157), reliability

refers to the consistency of the scores obtained-how consistent they are for each individual from one administration of an instrument to another and from one set of items to another.


(1)

mereka sebelumnya dan bahkan di dalam meningkatkan perencanaan bagi pelajaran. Metode ceramah merupakan metode yang baik namun bukan merupakan metode yang terbaik untuk diterapkan pada para pelajar yang berusia muda; metode ini harus dihindari kapan saja hal itu memungkinkan.

• Apabila belum tersedia, para kepala sekolah harus berusaha untuk membangun sistem manajemen pengetahuan yang akan mendorong pembagian pengetahuan di seluruh komunitas guru di sekolah. Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Economy) yang sekarang ini yang dijelaskan dalam OECD (1996) menuntukan kapasitas dan proses managemen pengetahuan bagi guru sebagai sumber daya manusia.

• Sebagai tambahan, para guru harus mendorong program-progam yang memajukan keahlian komunikasi dan relasi dengan orang tua dan komunitas yang bermakna, sehingga tanggung performa siswa terletak pada guru maupun pada orang tua. Bisa jadi ada program pelatihan yang direncanakan untuk mengembangkan keahlian komunikasi guru dengan para orang tua sehubungan dengan perkembangan siswa. • Kaya pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sangat baik, namun hal ini

tidaklah cukup bagi pemutakhiran pengetahuan dan pemahaman konsep yang luas. Peneliti merekomendasikan perpustakaan guru sebagai suatu investasi terhadap pengembangan pengetahuan guru di samping pengalaman yang sudah mereka dapatkan.

• Para guru memerlukan interaksi dan pengakuan reguler dari kepala sekolah, kepala sekolah harus berusaha untuk menciptakan suatu lingkungan sosial yang ramah dengan para guru dan tidak membebankan semua tanggung jawab pada wakil kepala sekolah. Menurut studi oleh Hawthrone dalam Razik dan Swanson (1995) produktivitas karyawan berhubungan dengan interaksi social dan psikologis.


(2)

• Para kepala sekolah harus menjawab tantangan menciptakan suatu lingkungan yang di dalamnya para guru mampu mengembangkan perasaan memiliki. Kerja tim merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam proses manajemen sumber daya apapun, utamanya di dalam pendidikan di mana sistem sekolah tidak lagi dapat beroperasi sebagai suatu sistem individualistik namun lebih sebagai organisasi sosial. Keuntungan dan pembayaran karyawan memang berkontribusi bagi kepuasan guru, namun perasaan memiliki memainkan suatu peranan yang vital di dalam motivasi individual terhadap pencapaian sasaran bersama yang mengarah pada hasil yang positif. Para guru perlu diakui dan diapresiasi sehingga sistem penghargaan internal menarik performa yang lebih besar.

• Para kepala sekolah harus mencoba dan mendorong partisipasi guru didalam pengambilan keputusan utamanya yang berhubungan dengan kurikulum dan manajemen kelas. Pendapat para guru harus dinilai karena para guru berinteraksi dengan para pelajar di atas suatu basis regular dan pera guru sangat sadar akan kebutuhan para pelajar. Hal ini berdasarkan pada konsep Management By Objectives/

MBO dalam Herman dan Rodman (1973) yang mepromosikan partisipasi dalam

pengambilan keputusan.

• Para kepala sekolah harus melaksanakan pengembangan kebijakan keadilan sosial sehubungan dengan masing-masing guru individu tanpa memperhatikan gender, agama, rasa, dan orientasi lainnya. Kebijakan semacam ini harus dipatuhi oleh seluruh karyawan pendidikan termasuk kepala sekolah. Pendidikan tidak dapat memiliki isu ketidakadilan meskipun salah satu sarana untuk melawan ketidakadilan sosial di luar komunitas adalah pendidikan itu sendiri.

• Managemen guru sebagai sumberdaya manusai sebagai seni dan ilmu dalam juang untuk perencanaan pendidikan, pemantauan pelaksanaan dan evaluasi. Tantangan


(3)

untuk mencapai mutu kinerja diharapkan dari guru bukan mimpi semalam yang menjadi nyata tetapi lebih dari suatu proses secara efektif yang sudah direncanakan dan dilaksanakan secara profesional bertahap.

• Seorang administrator pendidikan sebagai inovator harus bertujuan membangun rasa ingintahu untuk pengembangan guru profesional. Melalui perencanaan yang tepat dan implementasi, pengaruh in-service training, program pelatihan dapat jauh-mencapai dalam perbaikan performansi guru.

• Pada tingkat sekolah, tahap pemeliharaan dari program pelatihan harus diberikan pertimbangan intens fasilitasi tetap untuk memenuhi keilmuannya. Kedua, pemantauan harus dilakukan secara teratur untuk mengidentifikasi area yang perlu penekanan lebih lanjut. Guru dapat diberikan kesempatan untuk langsung menyajikan kebutuhan mereka sebagai individu guru yang dapat diringkas dan berubah menjadi tujuan pelatihan.

• Perpustakaan Guru sangat penting untuk referensi buku atau literature bagi guru. Mengetahui bahwa sekolah juga menjadi organisasi belajar bagi guru juga, selain bentuk pembelajaran bagi program pengalaman pelatihan harus diperkuat dengan buku referensi setalah pelatihan dan pemgembangan pengetahuan guru sendiri.

• Kualitas lingkungan perlu diperhatikan, terutama sosial-emosional, lingkungan sekolah psikologis adalah sama pentingnya dengan fisik, dan lingkungan akademik. Definisi Greenberg, Glaser Razik dan Swanson (1995:289) mengidentifikasi pentingya kefektifan lingkungan krja bagi kebutuhan individual dan nilai karyawan. Dalam kebanyakan kasus guru mencintai profesi mereka, itu adalah kondisi di sekolah yang guru memastikan harga toilet diri untuk menjadi guru. Selain itu, perlu ada program untuk mengurangi stres perkerjaan (occupational stress) bagi guru, supaya perkerjaan guru tidak berbahaya bagi kehidupan mereka.


(4)

2. Bagi Para Pemberi Pelatihan Guru

• Adanya saluran untuk memperkenalkan pembagian informasi selama sesi pelatihan sehingga para guru yang kurang berpengalaman dapat belajar dari para guru yang lebih berpengalaman. Paling tidak di dalam setiap sesi pelatihan harus ada waktu yang dialokasikan bagi satu aktifitas yang menilai pengalaman sebelumnya para guru sehubungan dengan muatan pelatihan. Diskusi kelompok dan dialog terbuka yang lebih lama harus dipertimbangkan sehingga sesi pelatihan tidak dikontrol oleh para pemberi pelatihan itu sendiri melainkan lebih merupakan suatu aktifitas kolaboratif bersama.

• Para guru harus mencoba untuk bekerja sama dengan kepala sekolah sehubungan dengan peningkatan performa mereka. Mengingat sebagian besar kepala sekolah memiliki jadwal yang sibuk, kerja sama ini bisa jadi tergantung pada inisiatif guru untuk mengadakan pertemuan dengan kepala sekolah. Pentingnya perlindungan sosial agar pekerjakaan menjadi produktif. Hal ini diidentifikasi oleh International Labour

Organization dan dicatatan oleh Hart (2005:23). Interaksi semacam ini membantu

kepala sekolah untuk memahami secara mendalam kebutuhan performa individual guru yang bersangkutan dan juga kebutuhan lainnya sehubungan dengan performa guru yang bersangkutan di dalam kelas.

• Penuliti setuju bahwah semua program penelitian harus bertujuan untuk pemecah masalah sebagai tujuan tertama yang berbasis analisis kebutuhan guru di sekolah. Oleh kearena itu para pelatih harus memperhatikan kepentingan kemandirian guru untuk belajar.


(5)

• Studi kasus harus didorong selama sesi pelatihan guna mengembangkan teknik analisis dan pemecahan masalah yang lebih dalam mengingat metode ini berfokus pada analisis orang per orang, kelompok, dan fenomena di dalam proses pengajaran dan pembelajaran.

• Program pelatihan harus disesuaikan untuk tidak hanya fokus pada pengetahuan dan pengembangan keterampilan tetapi juga mempertimbangkan solusi sosial dan studi kasus emosional yang berlaku. Hal ini membutuhkan kreativitas instruktur di

in-service training pengembangan program. Setelah diketahui bahwa sampai dengan

domain psychometer, afektif dan kognitif ditransformasikan bahwa kita dapat memulai untuk mendefinisikan belajar.

3. Bagi Para Guru

• Para guru harus mempertimbangkan evaluasi formatif sebagaimana halnya dengan evaluasi sumatif. Pengabaian evaluasi formatif menghambat praktek formatif yang melibatkan semua pelajar.

• Pembelajaran berbasis pertanyaan atau penelitian harus didorong sehingga pembelajaran tidak hanya merupakan hal teoretis namun juga menjadi hal praktis. • Para guru harus mencoba untuk mempraktekkan perencanaan dan implementasi

pembelajaran yang lebih kolaboratif daripada perencanaan dan implementasi pembelajaran individual, sehingga terdapat pembagian informasi dan kerja tim yang akan membentuk wadah bagi Kinerja Mengajar Guru dan pembelajaran satu sama lain.

• Peranan dan tanggung jawab guru seperti atribut personal, manajemen dan organisasi kelas, perencanaan instruksi, implementasi instruksi (misalnya: penyampaian


(6)

instruksi), pengawasan atau monitoring kemajuan dan potensi para siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda mengingat guru sebagai seorang individu juga harus mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas kinerja mereka sendiri melalui antusiasme bagi pengembangan profesional berkesinambungan.

4. Penelitian selanjutnya

• Untuk penelitian lebih lanjut penelitian ini adalah kontribusi terhadap pengembangan pengetahuan peneliti tentang ilmu administrasi pendidikan terutama dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Research and Development (R & D) tidak dapat disimpulkan dengan apa yang benar dan apa yang salah, melainkan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi saat ini. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya fondasi-fondasi untuk pengembangan model baru yang bisa digunakan untuk niat mengikuti perjuangan “Pengembangan Kinerja Mengajar Guru.”


Dokumen yang terkait

PERSEPSI GURU TENTANG POLA MANAGERIAL KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH Persepsi Guru Tentang Pola Managerial Kepala Sekolah Dan Motivasi Guru Terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kecamatan Kebakkramat Tah

0 4 17

PENGARUH KETERSEDIAAN SARANA MENGAJAR DAN PELATIHAN GURU TERHADAP KINERJA Pengaruh Ketersediaan Sarana Mengajar dan Pelatihan Guru Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 1 Sragen.

0 3 10

PENGARUH IKLIM SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KOTA BANDUNG.

0 7 57

PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMK SMIP YPPT BANDUNG.

0 3 53

PENGARUH PEMANFAATAN FASILITAS PEMBELAJARAN DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MUTU LULUSAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) SE – KOTA BANDUNG.

1 5 66

PENGARUH KOMPENSASI DAN DISIPLIN KERJATERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SWASTA TERAKREDITASI A DI KOTA BANDUNG.

1 3 60

PENGARUH KINERJA MENGAJAR GURU DAN PEMANFAATAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP MUTU LAYANAN AKADEMIK PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-BANDUNG UTARA.

0 2 78

KONTRIBUSI KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI SE-KABUPATEN PURWAKARTA.

0 0 63

PENGARUH KEPEMIMPINAN INSTRUKSIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-BANDUNG UTARA.

0 3 79

PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI : Survey Terhadap Persepsi Guru di Kota Bandung.

0 16 93