113 dalam penyediaan fasilitas sanitasi. Menurut Candra, motivasi-motivasi individu yang
terakumulasi dan dikelola dalam suatu organisasi ataupun kelembagaan masyarakat dapat menjadi sumber kekuatan utama bagi upaya pemenuhan kebutuhan bersama.
4.1.11 Persepsi tentang Kelembagaan Sanitasi
Secara umum, mayoritas responden setuju dengan pernyataan bahwa pengelola
berbasis agama mempengaruhi kepercayaan masyarakat. TABEL IV.43
PERSEPSI RESPONDEN TENTANG PENGELOLA BERBASIS AGAMA
Persepsi Responden Terhadap Pernyataan : Pengelola Berbasis Agama Mempengaruhi Kepercayaan Masyarakat
Pengguna Fasilitas Sanitasi Jumlah
Jiwa Persen
Setuju 85
85.0 Tidak setuju
15 15.0
Total 100
100.0
Sumber : Analisis Penyusun, 2006
Secara umum, mayoritas responden setuju dengan pernyataan bahwa pengelola
berbasis perangkat desa mempengaruhi kepercayaan masyarakat. TABEL IV.44
PERSEPSI RESPONDEN TENTANG PENGELOLA BERBASIS PERANGKAT DESA
Persepsi Responden tentang kelembagaan perangkat desa Jumlah
Jiwa Persen
Setuju 83
83.0 Tidak setuju
17 17.0
Total 100
100.0
Sumber : Analisis Penyusun, 2006
Terdapat jawaban responden yang hampir berimbang, terhadap pernyataan bahwa pengelola berbasis ras etnis tertentu mempengaruhi kepercayaan masyarakat pengguna
fasilitas sanitasi. Ada 51 responden yang menjawab setuju, sedangkan 49 responden
menjawab tidak setuju.
114
TABEL IV.45 PERSEPSI RESPONDEN TENTANG PENGELOLA BERBASIS ETNIS
Persepsi Responden Terhadap Pernyataan : Pengelola Berbasis Ras Etnis Tertentu Mempengaruhi
Kepercayaan Masyarakat Pengguna Fasilitas Sanitasi Jumlah
Jiwa Persen
Setuju 51
51.0 Tidak setuju
49 49.0
Total 100
100.0
Sumber : Analisis Penyusun, 2006
Berdasarkan informasi yang ada pada Tabel IV.43 dan IV.44 dapat diinterpretasikan bahwa faktor agama dan perangkat desa selaku dalam pengelolaan
sanimas di wilayah studi sangat penting di dalam mempengaruhi keberhasilan program. Kedua faktor tersebut merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi
masyarakat tentang sanitasi. Untuk itu berbagai aktivitas keagamaan dan pelibatan tokoh-tokoh agama sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan
program. Perangkat desa merupakan subordinat pemerintah pada level terendah yang relatif mudah diakses oleh masyarakat sampai level bawah. Untuk itu masyarakat relatif
masih percaya karena mereka umumnya merasa dekat dengan pemerintah di tingkat desa. Masyarakat umumnya tahu, siapa kepala desa, perangkat desa, sampai ketua rt
dan rw karena sehari-hari para tokoh tersebut bergaul dengan mereka. Untuk itu, pelibatan pemerintah pada level terendah masih diperlukan di dalam mendorong
keberhasilan program sanimas. Kemudian menyangkut faktor ras, dapat dijelaskan bahwa dalam masyarakat yang memiliki latar belakang etnis yang majemuk,
sebagaimana yang ada di wilayah studi memang sangat tidak menguntungkan untuk memandang ras etnis sebagai dasar pergaulan, karena hal itu justru akan merugikan
kehidupan seseorang. Setiap individu dari ras tertentu datang dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing dimana dalam pergaulan sosial di wilayah studi,
keunggulan dan kelemahan tersebut saling melengkapi untuk membentuk harmoni
115 tatanan sosial. Contohnya: orang padang identik dengan kepiawaiannya berdagang,
sedangkan orang Jawa piawai dalam mengolah lahan atau bercocok tanam. Di sinilah berlaku teori bahwa setiap individu memandang individu lainnya sebagai objek yang
tampil sesuai dengan kemanfaatannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Paul A. Bell. Kemudian dilihat dari Teori pertukaran sosial, dapat dijelaskan masalah untung
rugi yang didapatkan oleh setiap individu dalam interaksi sosial dengan sesamanya. Mereka memiliki persepsi bahwa bekerja sama lebih menguntungkan daripada fanatik
dengan rasnya masing-masing. Memang ada ras etnis tertentu yang sangat dominan baik jumlah dan atau kualitasnya. Karakter masyarakat di wilayah studi memang didominasi
oleh ras etnis sumatra, namun dalam banyak hal, mereka telah belajar kepada rasetnis yang berasal dari luar sumatra. Meskipun ciri etnisitas masih nampak pada beberapa hal,
namun tidak mengganggu akulturasi budaya dan pergaulan hidup masyarakat di wilayah studi.
Secara umum, mayoritas responden setuju dengan lembaga pengelola sanitasi eksisting. Saat ini, pengelola sanitasi adalah pengurus rt setempat yang berkoordinasi
dengan lembaga kelurahan. Persepsi masyarakat untuk setuju dengan pengelola eksisting, untuk kasus wilayah studi dilatarbelakangi oleh persepsi mereka tentang siapa penyedia
fasilitas sanitasi, dimana mereka kebanyakan memiliki persepsi pemerintah lah yang bertugas menyediakan prasarana dan sarana publik. Masyarakat cenderung bergantung
kepada pemerintah lewat pengurus sanimas ini. Salah satu contoh, misalnya ada kerusakan kran sanitasi atau kran saluran air, mereka langsung lapor kepada pengelola
karena menurut persepsi mereka masyarakat di wilayah studi masalah penyediaan
sarana publik merupakan tugas pemerintah.
116
TABEL IV.46 INFORMASI APAKAH RESPONDEN SETUJU
DENGAN LEMBAGA PENGELOLA EKSISTING
Informasi Apakah Responden Setuju Dengan Lembaga Pengelola Eksisting Jumlah
Jiwa Persen
Setuju 84
84.0 Tidak setuju
16 16.0
Total 100
100.0
Sumber : Analisis Penyusun, 2006
4.2 Analisis Preferensi Responden 4.2.1 Preferensi Terhadap Penyedia Fasilitas Sanitasi