Bab keempat, merupakan pembahasan mengenai kewajiban suami terhadap istri dikalangan jamaah tabligh serta peran suami sebagai kepala
keluarga ketika sedang khuruj fii sabilillah dan analisis penulis. Bab kelima, merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini,
terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.
15
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
DALAM RUMAH TANGGA A.
Prinsip-Prinsip dalam Perkawinan
Pernikahan dapat menjaga kehormatan diri sendiri dan pasangan agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan. Juga berfungsi untuk
menjaga komunitas manusia dari kepunahan, dengan terus melahirkan dan mempunyai keturunan. Demikian juga, pernikahan berguna untuk menjaga
kesinambungan garis keturunan, menciptakan keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat, dan menciptakan sikap bahu-membahu diantara sesama.
Sebagaimana telah diketahui bahwasanya pernikahan merupakan bentuk bahu- membahu antara suami-istri untuk mengemban beban kehidupan. Juga
merupakan sebuah akad kasih sayang dan tolong-menolong diantara golongan, dan penguat hubungan antar keluarga. Dengan pernikahan itulah berbagai
kemaslahatan masyarakat dapat diraih dengan sempurna
16
. Keluarga adalah unit sosial dasar, dan perkawinan adalah lembaga Islam
yang fundamental. Perkawinan dan pembentukkan keluarga adalah tanggung jawab serius dan tunduk kepada peraturan yang spesifik. Oleh karena itu maka
perencanaannya adalah layak
17
.
16
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2011, h. 40.
17
Abdurrahim Umran, Islam KB, Jakarta: Lentera, 1997, h. 11.
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari al-Quran dan al- Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 mengandung 7 asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut
18
: 1.
Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-
masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan
kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang.
3. Asas monogami terbuka.
Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja.
4. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwaraganya dapat
melangsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga
tidak berpikir kepada perceraian. 5.
Asas mempersulit terjadinya perceraian. 6.
Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.
18
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 Cet. Pertama, h. 7.
Oleh karena
itu, segala
sesuatu dalam
keluarga dapat
dimusyawarahkan dan diputuskan bersama oleh suami istri. 7.
Asas pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan
perkawinan. Beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu diperhatikan
agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia melaksanakan tugasnya mengabdi kepada Tuhan. Diantara prinsip-prinsip perkawinan adalah
memenuhi dan melaksanakan perintah agama, kerelaan dan persetujuan dan suami sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga.
19
B. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Istri
Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI diartikan sebagai kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu
20
. Sedangkan, kewajiban diartikan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan
21
. Hak- hak suami terhadap istrinya yang diwajibkan oleh Islam memungkinkan
perempuan melaksanakan tanggung jawabnya yang pokok dalam rumah dan masyarakat. Memberi kemampuan bagi laki-laki untuk membangun rumahnya
dan keluarganya
22
.
19
Abdurrahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 32.
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 474.
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1553.
22
Ali Yusuf, Fiqh Keluarga pedoman berkeluarga dalam Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, h. 144.