Efektifitas Penambahan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dan Indeks Lequesne Pada Pasien Osteoartritis Lutut Yang Diberi Natrium Diklofenak

(1)

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN GLUKOSAMIN HCL-KONDROITIN SULFAT TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI DAN INDEKS

LEQUESNE PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT YANG DIBERI NATRIUM DIKLOFENAK

PENELITIAN UJI KLINIS DI BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS H ADAM MALIK MEDAN

JANUARI 2009 – JUNI 2009

TESIS

OLEH

KURNIAKIN WALRISMAN SAHATA GIRSANG

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H ADAM MALIK / RSUD DR PIRNGADI

MEDAN 2009


(2)

(3)

DEWAN PENILAI

1. Prof. Dr. OK. Moehad Sjah, SpPD-KR 2. Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH 3. Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD-SpJP (K) 4. Dr. Bethin Marpaung, SpPD-KGEH 5. Dr. Salli Rosefi Nst, SpPD-KGH 6. Dr. Leonardo B. Dairi, Sp-PD-KGEH


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati terlebih dahulu penulis mengucapkan segala puji bagi kebesaran Allah SWT yang telah memberi kekuatan & rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis/ karya ilmiah akhir ini dengan judul: Efektifitas Penambahan Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri dan Indeks Lequesne pada Pasien Osteoartritis Lutut yang diberi Natrium Diklofenak”, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli dibidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini maka penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan hormat serta penghargaan yang setinggi – tingginya kepada :

1. Dr. Sally Roseffi Nasution SpPD - KGH. Selaku Kepala Departemen dan Dr Refli Hasan SpPD-SpJP Sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH sebagai Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dan Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam atas segala perhatian dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan. 3. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr.


(5)

pendidikan: Prof. Dr. OK. Moehad Sjah, SpPD-KR, Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. Habibah Hanum Nasution, SpPD-Kpsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. Dr. M Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD-SpJP(K),SpPD-KKV, Dr. Bethin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr. Sri M Sutadi SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr Alwinsyah Abidin, SpPD, Dr Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr Umar Zein KPTI-DTM&H-MHA, Dr Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr EN Keliat SpPD-KP, Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr Leonardo B Dairi SpPD-KGEH yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

4. Dr Armon Rahimi, SpPD, Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Mardianto, SpPD, Dr Zuhrial SpPD, Dr Dasril Efendi SpPD, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik SpPD, Dr Zainal Safri SpPD, Dr Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Safril, SpPD, Dr Dairion Gatot SpPD, Dr Jerahim Tarigan SpPD, Dr Endang Sembiring SpPD, Dr Abraham SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Savita Handayani SpPD, Dr. Deske Muhadi SpPD, Dr Franciscus Ginting SpPD sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.


(6)

5. Direktur RSUD. Dr. Pimgadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, Direktur RS PTP Tembakau Deli Medan yang telah memberi kemudahan dan keizinan dalam menggunakan fasilitas / sarana Rumah Sakit dalam menjalani pendidikan.

6. Direktur RS Sri Pamela Tebing Tinggi , Dr. Indra Lubisdan konsultan bagian Penyakit Dalam Dr Nazrin B Sitompul yang telah memberi kesempatan kepada penulis selama ditugaskan sebagai konsultan di bagian Penyakit Dalam di RS Sri Pamela dalam rangka pendidikan ini.

7. Para Sejawat PPDS Interna, perawat serta paramedis lainnya dan seluruh karyawan /karyawati dilingkungan SMF / Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan / RSUP H. Adam Malik Medan / RS Sri Pamela atas kerjasama yang baik selama ini.

8. Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

9. Pada kesempatan ini pula izinkan saya mengucapkan terimakah kepada Rektor USU dan Dekan Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan ini.

10. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada Prof Dr. OK. Moehad Sjah SpPD-KR sebagai Kepala Divisi Reumatologi Ilmu Penyakit Dalam yang


(7)

sekaligus sebagai pembimbing tesis, yang senantiasa tidak henti-hentinya memberi semagat dan memberi kemudahan seluas-luasnya selama penulis mengikuti pendidikan dan dalam melaksanakan penelitian ini sampai selesai dan juga penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan semoga kiranya Allah SWT memberikan kesehatan dan membalas kebaikan beliau serta keluarga dengan surga-Nya. Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan semoga tuhan memberkati kepada Dr. Blondina Marpaung SpPD-KR yang telah meluangkan waktu dalam kesibukannya, memberikan pengarahan dan memotivasi penulis, dan Dr. Deske Muhadi SpPD yang banyak memotivasi penulis untuk mengikuti pendidikan di bagian penyakit dalam dan membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini sampai selesai.

11. Kepada Drs Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini.

Rasa hormat dan terimakasih yang setinggi – tingginya dan setulusnya penulis tujukan kepada papa H. M. Amin Girsang dan mama Hj. Sumentharia Sinaga yang saya kasihi, yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik dan menyekolahkan penulis, banyak berkorban serta memberikan dorongan secara moril dan materil demi kemajuan penulis. Semoga ini dapat memberikan kebahagian dan kepuasan batin bagi


(8)

kedua orang tua saya, Kiranya Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi papa dan mama yang tercinta.

Kepada Ayah mertua H. Zainal Bahri Saragih dan Ibu mertua Hj. Mandiah Sinaga (Alm) yang telah memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini, saya ucapkan terimakasih yang setulusnya, kiranya Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kedua mertua saya.

Khusus untuk istriku tercinta Sri Kunbestari Fitriani Saragih, sulit rasanya memilih kata – kata yang tepat untuk menyampaikan rasa terimakasih atas kesabaran, keikhlasan, dukungan, dorongan dan segala pengorbanan yang telah diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat memberikan kebahagian dan kesejahteraan bagi kita dan semoga Allah SWT selalu meridhoi rumah tangga kita. Demikian juga kepada buah hatiku yang kusayangi Azifah Syifa Girsang, Fadilah Salma Girsang dan Nadirah Sihran Girsang, semoga apa yang kita jalani bersama selama ini menjadi pendorong untuk mencapai cita – cita yang lebih baik lagi.

Kepada Abang, Kakak dan Adikku dan seluruh anggota keluarga yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Akhimya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besamya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat


(9)

ganda dari Allah SWT yang maha pengasih, maha pemurah dan maha penyayang. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Juli 2009. Penulis,


(10)

D A F T A R I S I

Halaman

Kata pengantar ... i

Daftar isi ... vii

Daftar tabel dan gambar ... xi

Daftar singkatan ... xii

Abstrak ... xiv

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoartritis ... 5

2.1.1. Patologi dan Patogenesis OA ... 5

2.1.2. Faktor Resiko OA ... 8

2.1.3. Manifestasi Klinis ... 10

2.1.4. Diagnosis ... 11

2.2. Nyeri Rematik ... 13

2.2.1. Mekanisme Nyeri ... 13

2.2.2. Pengukuran Nyeri ... 14

2.2.2.1. Visual Analogue Scale ... 15

2.3. Glukosamin Hcl dan Kondroitin Sulfat ... 15

2.3.1. Glukosamin Hcl ... 15

2.3.1.1. Biokimia ... 16

2.3.1.2. Efek Kesehatan ... 17

2.3.1.3. Penggunaan ... 17


(11)

2.3.2. Kondroitin Sulfat ... 18

2.3.2.1. Fungsi ... 19

2.3.2.2. Struktural ... 19

2.3.2.3. Regulasi ... 19

2.3.2.4. Penggunaan Medis ... 20

2.3.2.5. Farmakologi ... 20

2.3.2.6. Sumber ... 21

2.4. Pengobatan OA dengan Glukosamin dan Kondroitin Sulfat ... 21

2.5. Evaluasi Efek teraumatik OA Lutut... 25

BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang... 27

3.2. Perumusan Masalah ... 30

3.3. Hipotesa ... 30

3.4. Tujuan Penelitian ... 31

3.5. Manfaat Penelitian ... ... 31

3.6. Kerangka Konsepsional ... 31

3.7. Bahan dan Cara 3.7.1. Desain Penelitian ... 31

3.7.2. Definisi operasional ………...………. 32

3.7.2.1. Osteoartritis lutut ………...… 32

3.7.2.2. Intensitas Nyeri ………..….. 32

3.7.2.3. Indeks Lequesne ………...…...………. 33

3.7.2.4. Kellgreen Lawrence .………..…………. 34


(12)

3.7.2.6. Lama Sakit ... 35

3.7.2.7. Berat Badan ... 35

3.7.2.8. Tinggi Badan ... 35

3.7.2.9. Indeks Massa Tubuh ... 35

3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian …….……….………. 36

3.7.4. Populasi Terjangkau ……….….………. 36

3.7.5. Kriteria Inklusi ………..………... 36

3.7.6. Kriteria Eksklusi ………..……… 36

3.7.7. Populasi dan Sampel ……..……… 37

3.7.8. Cara Penelitian ... 37

3.7.9. Analisa Data ... 38

3.7.10. Kerangka Operasional ... 39

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 40

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian ... 40

4.1.2. Efek Terapi Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat terhadap nilai VAS ... 42

4.1.3. Efek Terapi Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat terhadap nilai Indeks Lequesne... 43

4.1.4. Efek Terapi Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat terhadap nilai VAS selama 3 bulan ... 44

4.1.5. Efek Terapi Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat terhadap nilai Indeks Lequesne selama 3 bulan... 45


(13)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. K e s i m p u l a n ... 50

5.2. S a r a n ... 50

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN 1. Master Tabel ... 57

2. Persetujuan Komite Etik ... 59

3. Lembaran Penjelasan Kepada Subyek Penelitian ... 60

4. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan ... 61

5. Form Data Peserta Penelitian... 62


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman T a b e l 1 : Data Karakteristik Sampel Studi Masing-Masing

Kelompok...41

T a b e l 2 : Perbandingan VAS Perlakuan dan kontrol dari minggu ke 2– 12...42

T a b e l 3 : Perbandingan LQ Perlakuan dan Kontrol dari minggu ke 2-12...43

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Rumus Bangun Glukosamin ...16

Gambar 2 : Rumus Bangun Kondroitin Sulfat ...18

Gambar 3 : Rata-rata Nilai VAS Placebo selama 3 bulan...44

Gambar 4 : Rata-rata Nilai VAS Perlakuan selama 3 bulan...44

Gambar 5 : Rata-rata Nilai LQ Placebo selama 3 bulan...45


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ACR : American College of Rheumatology

ARA : American Rheumatology Association

CM : Centi Meter

DMOADs : Disease modifying Osteoartritis Drugs ECM : Extracellular matrix

EULAR : European League Against Rheumatism

FK : Fakultas Kedokteran

GAG : Glikosaminoglikan

GMP : Good Manufacturing Process GNP : Gross National Product

IMT : Indeks Massa Tubuh

KG : Kilo Gram

LED : Laju Endap Darah

LQ : Indeks Lequesne

MMPs : Matriks Metalo Proteinases

mRNA : mesanger Ribo Nucleat Acid

NO : Nitric Oxide

NSAIDs : Non Steroid Anti Inflamation Drugs

OA : Osteoartritis

OA-SYSADOA : OsteoartritisSymptomatic Slow acting drugs for osteoarthritis


(16)

SYSADOA : Symptomatic Slow Acting Drugs for Osteoarthritis

RF : Reumatoid Faktor

TIMPs : Tissue Inhibitor Proteinases

USU : Unuversitas Sumatra Utara

VAS : Visual Analogue Scale

WHO : Word Health Organitation


(17)

Abstrak

Efektivitas Penambahan Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri dan Indeks Lequesne pada Pasien Osteoartritis

Lutut yang diberi Natrium Diklofenak

Kurniakin WSG, OK Moehad sjah

Divisi Reumatologi, Departemen Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H Adam Malik , Medan

Latar Belakang:

Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat merupakan salah satu Disease Modifying Osteoartritis Drug (DMOD) dilaporkan efektif dalam menatalaksana osteoartritis lutut berdasarkan beberapa penelitian terakhir. Efektivitas obat ini dalam menurunkan intensitas nyeri dan perbaikan klinis masih diperdebatkan.

Tujuan:

Untuk mengetahui efektifitas pemberian Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat dalam menurunkan intensitas nyeri dan indeks Lequesne (klinis) pada pasien osteoartritis sendi lutut.

Metode :

32 pasien osteoartritis lutut dengan grade 2-3 dilakukan secara uji klinis dengan penilaian intensitas nyeri (Visual Analoque Scale) dan progresifitas penyakit (indeks lequesne) pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol sebelum dan sesudah pemberian Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat dengan dosis 1500/1200 mg selama 12 minggu. Setiap 2 minggu dimonitor efek samping obat dan dievaluasi intensitas nyeri dan indeks lequesne.

Hasil :

Didapatkan 32 pasien yang dibagi dalam dua kelompok, 16 pasien kelompok Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat (GKS) dan 16 pasien kelompok placebo. Satu pasien dari kelompok GKS dan satu pasien dari kelompok placebo drop out. Terdapat perbedaan bermakna dalam penurunan intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok placebo pada minggu ke dua sampai minggu ke dua belas pengobatan (4,34 ± 1,404 vs 6,11 ± 1,576 ; p=0,02; 1,99 ± 1,93 vs 5,76 ± 1,51; p=0,001; 1,25 ± 1,74 vs 5,68 ± 1,46; p=0,001; 0,47 ± 0,79 vs 5,52 ± 1,47; p=0,001; 0,11 ± 0,45 vs 5,46 ± 1,517, p=0,001; 0,11±0,45 vs 5,46 ±1,52; p=0,001) dan terdapat juga perbedaan bermakna dalam penurunan indeks lequesne antara kelompok perlakuan dan kelompok placebo pada minggu ke empat sampai minggu ke dua belas pengobatan (3,56 ± 1,896 vs 8,75 ± 4,420; p=0,001; 2,00 ± 1,731 vs 8,38 ± 4,241; p=0,001; 1,56 ± 1,315 vs 8,38 ± 4,241; p=0,001; 1,25 ± 1,438 vs 8,38 ± 4,241; p=0,001; 1,25 ±1,438 vs 8,38 ±4,241; p=0,001)

Kesimpulan :

Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat efektif dalam menurunkan intensitas nyeri dan indeks lequesne pada pasien osteoartritis lutut.

Kata kunci : Osteoartritis lutut, VAS, Indeks Lequesne, Glukosamin HCL-kondroitin Sulfat


(18)

Abstract

Effectivity Glucosamine HCL- Chondroitin Sulfate in Reduced Intensity of Pain and Lequesne Index in Osteoarthtitis Genu With Sodium Diclovenac

Kurniakin WSG, OK Moehad Sjah

Rheumatology division, Internal Department Faculty of Medicine University of Sumatera Utara-H.Adam Malik Hospital

Medan.

Background:

Glucosamine HCL-Chondroitin Sulfate is Modifying osteoarthritis drug rises was reported efective in treatment osteoarthritis genu according to study. Effectivity of this drugs in reduced intencity of pain and recover symptoms was debated.

Aim :

To know effectivity glucosamine HCL-Chondroitin Sulfate in reduced intensity of pain and Lequesne index in osteoarthritis genu patient.

Method:

Thirty two osteoarthritis genu patients with grade 2-3 do the clinical trial with measure intensity of pain (visual analoque scale) and Lequesne index in case and control before and after gives glucosamine HCL-Chondroitin sulfate with doses 1500/1200 mg with duration 12 weeks. Every 2 weeks side effect of drugs monitored and evaluated tolerated of pain and Lequesne index.

Results:

Thirty two patients divided in two groups, 16 patients glucosamine HCL-Chondroitin sulfate group and 16 patients in placebo group. We found significant different in reduced intensity of pain between case group and placebo group in second week until twelveth week treatment (4,34 ± 1,404 vs 6,11 ± 1,576 ; p=0,02; 1,99 ± 1,93 vs 5,76 ± 1,51; p=0,001; 1,25 ± 1,74 vs 5,68 ± 1,46; p=0,001; 0,47 ± 0,79 vs 5,52 ± 1,47; p=0,001; 0,11 ± 0,45 vs 5,46 ± 1,517, p=0,001; 0,11±0,45 vs 5,46 ±1,52; p=0,001) and we found significant different in decreased lequesne index between case group and placebo group in fourth week until twelveth treatment.

Conclusions :

Glucosamine Hcl-Chondroitin sulfate effective in reduced intensity of pain and lequesne index in osteoarthritis genu.

Keywords : Osteoarthritis genu, VAS, Lequesne Index, Glucosamin Hcl-Chondroitin Sulfate


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Osteoartritis sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit sendi sinovial terbanyak dijumpai dalam masyarakat, baik di Indonesia atau belahan dunia lainnya, selain karena prevalensinya yang meningkat juga karena masih banyaknya penderita osteoartritis yang belum mendapatkan pengobatan yang memadai. Data dari WHO memperkirakan 10% dari penduduk berusia lebih dari 60 tahun terserang penyakit ini, sedangkan pada penduduk Amerika Serikat berumur 25 sampai 75 tahun diperkirakan 12,1% mempunyai tanda dan gejala klinik OA.1

Di Indonesia OA merupakan penyakit rematik yang paling banyak dijumpai. Di kabupaten Malang dan Kotamadya Malang ditemukan prevalensi sebesar 10,0% dan 13,5%.2 Sedangkan di poliklinik Sub bagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan pada 43,82% dari seluruh penderita baru penyakit rematik yang berobat antara tahun 1991-1994.3

Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita tetapi juga keluarga dan lingkungannya dan diperkirakan biaya nasional untuk semua artritis sebesar 1% dari GNP (Gross National Product). Di Australia biaya medik yang dikeluarkan adalah sebesar USS 2.700/orang/tahun.4

Sendi penyangga berat tubuh seperti panggul dan lutut merupakan sendi tersering terkena OA. Nyeri sendi berfluktuasi disertai pembengkakan sendi, efusi, berkurangnya lingkup gerak sendi dan


(20)

kekakuan sendi merupakan manifestasi penyakit ini. Mereka yang terkena OA jenis ini hanya sebagian kecil (seperlima) yang mencari pengobatan.5,6

Osteoartritis seringkali dianggap sebagai penyakit usia lanjut dan kerusakan sendi diakibatkan akibat proses menua. Oleh karenanya, proses degenerasi sendi dianggap sebagai satu-satunya patologi yang mendasarinya. Muncullah hipotesis wear and tear atau penggunaan yang lama dan berlebihan menimbulkan keausan yang diikuti respon perbaikan. Respon perbaikan tulang terlihat sebagai pembentukan osteofit. Namun seiring dengan adanya berbagai bukti lain akan keterkaitan proses inflamasi pada sinovium (sinovitis), maka patologi OA tidak hanya didasarkan atas proses degeneratif semata, namun kombinasi diantaranya yang terjadi bersamaan.7 Bukti inflamasi lebih nyata pada flare up OA.8 Secara molekular, inflamasi dimulai oleh rangsangan, baik akibat trauma maupun benda asing, yang akan merangsang makrofag menghasilkan berbagai sitokin yang akan merangsang produksi dan migrasi sel darah putih lainnya ke tempat inflamasi. Adanya respon inflamasi memicu rangkaian enzimatik yang berakhir dengan kerusakan rawan sendi sebagai target kerusakan pada patogenesis OA. 7,8

Dimana sitokin yang dikeluarkan oleh khondrosit dan mengakibatkan kerusakan matriks rawan sendi atau oleh sel lain dalam struktur sendi seperti sinoviosit, makrofag dan fibroblast. Keunikan patogenesis OA adalah percepatan proses degenerasi yang lebih besar dibandingkan proses anaboliknya. Perlambatan sintesis faktor anabolik seperti kolagen tipe II dan agrecan menyebabkan ketidakseimbangan


(21)

pada ECM (extra cellular matrix). Oleh karenanya manifestasi klinis OA tidak hanya berupa nyeri, namun juga kekakuan sendi, gangguan pergerakan , krepitus dan efusi sendi. 6,7

Penatalaksanaan OA saat ini lebih banyak ditujukan dalam mengatasi rasa nyeri serta inflamasi dan perbaikan fungsi sendi yang terkena (symptoms modification). Sementara structure modification lebih sulit dicapai. Bila mengacu pada perubahan paradigma patogenesis OA, maka sudah selayaknya diperhatikan bahwa OA melibatkan faktor biomekanik dan biologik yang mengakibatkan rusaknya rawan sendi.9 Berbagai modalitas penatalaksanaan OA dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu non farkologik, farkologik (analgetik, NSAIDs, intra-artikuler steroid, berbagai rubefacients, symptomatic slow acting drugs in OA-SYSADOA) dan pembedahan.10

Obat tersering yang diberikan dan bertujuan mengatasi rasa nyeri adalah kelompok NSAIDs. Keterbatasan pemakaian NSAIDs tidak terlepas dari efek samping terhadap sistim gastrointestinal, kardiovaskular dan dampak buruk terhadap rawan sendi. Disamping itu NSAIDs tidak mampu mengubah perjalanan alamiah penyakit OA. Sedangkan penggunaan injeksi intraartikular memerlukan keterampilan dalam injeksi. 11

Berdasarkan keterangan diatas, sudah selayaknya dipahami mekanisme kerusakan rawan sendi sebagai landasan baru dalam pendekatan panatalaksanaan OA, dimana disease modifying OA drugs (DMOAD) merupakan obat yang ditujukan untuk mencegah,


(22)

memperlambat, menghambat atau bahkan merestorasi kerusakan yang terjadi pada rawan sendi. Terminologi DMOAD bermula dari khondroprotektor. Obat dalam kelompok ini seyogyanya memiliki dua efek penting yaitu symptoms modifying effect dan structure modifying effect.12

Penelitian terhadap glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat pada OA telah banyak dilakukan dan efek perbaikan simptomatik dan struktural didapatkan .13


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.OSTEOARTRITIS

Osteoartritis didefinisikan sebagai penyakit yang diakibatkan kejadian biologik dan mekanik yang menyebabkan gangguan keseimbangan antara proses degradasi dan sintesis dari kondrosit, matriks ekstraseluler tulang rawan sendi dan tulang subkondral.1

2.1.1. Patologi dan patogenesis OA

Rawan sendi normal terdiri dari tulang rawan (kondrosit) dan matriks tulang rawan. Matrik tulang rawan dibentuk oleh proteoglikan dan serabut kologen. Proteoglikan tersusun atas inti protein dengan glikosaminoglikan yang melekat pada inti protein tersebut. Glikosamiglikan yang banyak menyusun matrik tulang rawan adalah kondroitin sulfat dan keratan sulfat. Proteoglikan akan membentuk agregat bersama dengan asam hialuronat dan agregat ini mempunyai kemampuan untuk mengisap air sampai 50 kali volumenya, sehingga dapat mengembang dan berfungsi sebagai bantalan. Kolagen yang menyusun matrik tulang rawan terutama terdiri dari kolagen tipe II, IX dan XII. Kolagen ini tidak elastis dan berfungsi untuk menahan agar proteoglikan tidak berkembang berlebihan. 14-16

Kondrosit adalah sel rawan sendi yang terbenam didalam matrik rawan sendi. Fungsi kondrosit adalah untuk mensintesis matrik rawan sendi, termasuk kolagen, proteoglikan dan berbagai proteinase. 15


(24)

Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan pada rawan sendi, glikosaminoglikan menjadi memendek, sehingga kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi berkurang. Akibatnya, fungsi rawan sendi sebagai bantalan terhadap beban pada sendi akan berkurang. Selain itu jaringan kolagen juga menjadi patah-patah yang mengakibatkan timbulnya fisur pada rawan sendi. 14,15

Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskukular. Nutrisi untuk rawan sendi diperoleh dari cairan sendi dengan cara difusi. Beban yang hilang timbul pada rawan sendi sangat baik untuk peredaran nutrisi dan pembuangan hasil metabolisme dari rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan gagal memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Perubahan kualitas matrik tersebut termasuk produksi kolagen tipeI, III,VI dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. 14,15

Gangguan keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks termasuk peningkatan produksi berbagai proteinase yang akan merusak kolagen dan proteoglikan dan penurunan sintesis inhibitor proteinase yaitu tissue inhibitor proteinases (TIMPs). Sintesis kondrosit abnormal ini disebabkan oleh berbagai sitokin, mediator lipid (prostaglandin), radikal bebas (NO, H202) dan konstituen matriks itu sendiri yaitu fragmen fibronektin. Kondrosit yang teraktifasi ini memiliki kemampuan untuk mensintesis berbagai proteinase dan mediator proinflamasi. 14,15


(25)

Proteinase yang banyak perperan pada kerusakan rawan sendi adalah matriks metalo proteinases (MMPs), yang sampai saat ini telah ditemukan minimal 18. Kerja MMPs akan dikontrol oleh TIMPs. Keseimbangan antara MMPs dan TIMPs sangat penting untuk menghindari kerusakan rawan sendi. MMPs merupakan salah satu kelas enzim yang termasuk metaloproteinase. 14,15

MMPs diproduksi oleh kondrosit kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen, plasminogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktivator plasminogen. 14,15

Enzim lain yang turut merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, proteinase haspartat dan proteinase sistein yang disimpan didalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat didalam rawan sendi tetapi glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan. 14,15

Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis, terutama setelah terjadi sinovitis. Sinovisit yang mengalami peradangan akan menghasilkan MMPs dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan kedalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga ikut berperan, dimana osteoblas akan merangsang dan menghasilkan enzim proteolitik. 14,15


(26)

Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit untuk menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin yang terpenting adalah IL-1 yang juga berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan XI dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang bersifat buruk. 14-16

Oksidanitrat (NO) diketahui berperan pada penghambatan sintesis glikosida minoglikan dan kolagen dan merangsang sintesis mRNA, MMP dan protein yang berperan pada kematian kondrosit, tetapi NO juga memiliki efek anabolik dan antikatabolik. 14-16

2.1.2. Faktor resiko Osteoatritis

Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor resiko tersebut untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Secara garis besar faktor resiko untuk timbulnya OA adalah seperti dibawah ini, yaitu:17,18

a. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja, perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbada dengan perubahan pada OA.


(27)

b. Jenis kelamin

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki dan wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih sering pada wanita dari pada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesa OA. c. Suku bangsa

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa.

d. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi interfalang distal terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cendrung mempunyai 3 kali lebih sering, dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa OA tersebut.

e. Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya OA baik pada wanita atau pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain. Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang berperan, diduga terdapat faktor metabolik yang berperan.


(28)

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan peningkatan resiko OA tertentu. Beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA.

g. Kelainan pertumbuhan

Kelainan kogenital dan pertumbuhan telah dikaitkan dengan timbulnya OA pada usia muda.

h. Faktor lain

Tingginya kepadatan tulang dapat meningkatkan resiko timbulnya OA, karena tulang yang lebih padat tak mampu membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Merokok menjadi faktor yang melindungi untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya belum jelas.

2.1.3. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang palin sering ialah nyeri sendi yang mengganggu aktivitas. Awitan penyakit samar-samar, perjalanan penyakit lambat. Nyeri sendi bervariasi dari ringan sampai berat, bertambah pada aktivitas dan membaik jika istirahat. Terdapat kaku sendi pagi hari yang biasanya kurang dari 30 menit. Sendi yang sering terkena ialah sendi lutut, pinggul, kaki dan vertebra lumbosakral. Biasanya unilateral tanpa manifestasi sistemik. Pada pemeriksaan jasmani didapatkan pembesaran tulang yang mengakibatkan nyeri pada tepi sendi dan tempat perlekatan


(29)

kapsul sendi serta tendo periartikular. Gerakan sendi terbatas dan mungkin juga ditemukan instabilitas sendi dan locking pada waktu sendi digerakkan. Krepitasi yang dirasakan pada gerakan pasif merupakan akibat iregularitas rawan sendi yang berhadapan. Tanda ini terdapat pada lebih dari 90% pasien lutut. Lebih dari 50% pasien OA lutut menunjukkan malaligment sendi. Kadang terdapat tanda peradangan lokal berupa panas dan pembengkakan jaringan lunak akibat efusi sendi.17-20

2.1.4. Diagnosis

Diagnosis OA biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyaki dan pemeriksaan jasmani. Pemeriksaan laboratorium rutin hasilnya normal. Pemeriksan penunjang yang dapat membantu ialah pemeriksaan radiologis. Kelainan radiologis yang tampak berupa osteofit pada tepi sendi, penyempitan celah sendi yang asimetris, sklerosis subkondral, kista subkhondral dan perubahan bentuk sendi. Untuk penyeragaman diagnosis dipergunakan beberapa kriteria, yaitu: 17-20

a. Klinis:

1. nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria dibawah ini: 2. krepitus saat gerakan aktif

3. kaku sendi < 30 menit 4. umur > 50 tahun

5. pembesaran tulang sendi lutut 6. nyeri tekan tepi tulang


(30)

diagnosis OA jika: Bila ditemukan nyeri sendi serta osteofit dari gambaran radiologik dan 3 dari kriteria 2-7. Sensitivitas 95% dan spesifitas 69%.

b. Klinis dan radiologis:

1.nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini: 2.kaku sendi < 30 menit

3.umur > 50 tahun

4.krepitus pada gerakan sendi aktif

Diagnosis OA jika didapatkan butir 1 disertai osteofit pada gambaran radiologik disertai kriteria 2,3 atau 4. Paling sedikit satu kriteria 2-4 harus ditemuka.

Sensitivitas 91% dan spesifitas 86%. c. Klinis dan laboratoris:

1.nyeri sendi di tambah adanya 5 dari kriteria dibawah ini: 2.usia > 50 tahun

3.kaku sendi < 30 menit 4.krepitus

5.nyeri tekan tepi tulang 6.pembesaran tulang

7.tidak teraba hangat pada sendi terkena 8.LED < 40 mm/jam

9.RF < 1:40


(31)

Diagnosis OA ditegakkan bila ditemukan nyeri sendi lutut diserrtai 5 dari kriteria 2-10.

Sensitivitas 92% dan spesifitas 75%. 2.2. Nyeri rematik

2.2.1. Mekanisme nyeri

Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu: transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.21

Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noxious tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medula spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan sarap pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat proses


(32)

modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medula spinalis. Proses terakhr adalah persepsi, dimana pesan nyeri di relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan.21

2.2.2. Pengukuran nyeri

Pengukuran nyeri seyogyanya dilakukan seobyektif mungkin dan dapat menggunakan beberapa metode pengukuran dan terbanyak adalah dengan kwesioner serta observasi pola prilaku terkait dengan rasa nyeri. Katagori pengukuran nyeri beragam sekali namun yang termudah yaitu, pengukuran nyeri dengan skala kategorikal, numerikal dan pendekatan multidimensional. Masing-masing pendekatan pengukuran nyeri ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing serta tingkat obyektifitas-subyektifitas berbeda-beda dan area yang menjadi tujuan pengukuran apakah sensorik saja, apakah mencakup afektif serta adakah sifat evaluatif dari instrumen dimaksud.21,22

Pengukuran nyeri dapat merupakan pengukuran satu dimensional saja atau pengukuran berdimensi ganda. Pada pengukuran satu dimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek nyeri saja, misalnya berapa berat rasa nyeri menggunakan pain rating scale yang dapat berupa pengukuran kategorikal atau numerikal misalnya visula analogue scale (VAS). 21,22


(33)

VAS adalah instrumen pengukuran nyeri yang paling banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterapkan terhadap berbagai jenis nyeri. Metode pengukuran ini sebagaimana yang dikembangkan oleh Stevenson dan kawan-kawan dari pusat penanganan nyeri kanker di Wisconsin. Terdiri dari satu garis lurus sepanjang 10 cm. Garis paling kiri menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sekali, sedangkan garis paling kanan menandakan rasa nyeri yang paling buruk. Kepada pasien dimintakan untuk memberikan garis tegak lurus yang menandakan derajat beratnya nyeri yang dirasakannya. Instrumen VAS ini tidak menggambarkan jenis rasa nyeri yang dialami pasien.21,22

Pengukuran dengan VAS pada nilai di bawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan; nilai 4-7 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas7 dianggap sebagai nyeri hebat.21

2.3. Glukosamin HCL dan kondroitin sulfat 2.3.1. Glukosamin HCL

Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan prekursor penting dalam sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glukosamin ditemukan sebagai komponen utama dari rangka luar krustasea, artropoda, dan cendawan. Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai (gambar-1).23,24

Dalam industri, glukosamin diproduksi dengan cara hidrolisis rangka luar krustasea. Glukosamin umumnya digunakan untuk meringankan gejala osteoartritis walaupun efek terapisnya sendiri masih diperdebatkan.


(34)

Gambar-1. Rumus Bangun Glukosamin 2.3.1.1. Biokimia

Glukosamin pertama kali diidentifikasi oleh Dr. Georg Ledderhose pada tahun 1876, tapi struktur stereokimia tidak sepenuhnya diketahui sampai ditemukan oleh Walter Haworth pada tahun 1939.23,24

D-Glukosamin dibuat secara alami dalam bentuk glukosamin-6-fosfat, dan merupakan prekursor biokimia dari semua gula yang mengandung nitrogen.23 Glucosamine-6-phosphate dibuat dari fructose-6-phosphate dan glutamine sebagai fase awal dari jalur biosintesis hexosamine.24

Produk akhir dari lintasan ini adalah UDP-N-asetilglukosamin (UDP-GlcNAc), yang kemudian digunakan untuk membentuk glikosaminoglikan, proteoglikan, dan glikolipid.

Pembentukan glukosamin-6-fosfat merupakan tahap awal untuk menyintesis produk ini. Glukosamin merupakan komponen penting dalam meregulasi produksi senyawa tersebut. Walaupun demikian, bagaimana lintasan biosintesis heksoamin diregulasi dan bagaimana hal ini dapat berpengaruh terhadap penyakit manusia masih belum terlalu jelas 25

2.3.1.2. Efek Kesehatan

Konsumsi glukosamin secara oral biasanya digunakan untuk mengurangi gejala osteoartritis. Sebagai prekursor dari glikoaminoglikan


(35)

yang menyusun jaringan kartilago sendi, suplementasi glukosamin diharapkan mampu membangun kembali jaringan kartilago dan mengurangi resiko osteoartritis, walaupun efektivitasnya masih diperdebatkan.26,27

2.3.1.3. Penggunaan

Glukosamin dapat diperoleh dari suplemen makanan. Dosis garam glukosamin (dalam bentuk glukosamin sulfat atau glukosamin hidroklorida) yang biasa dikonsumsi adalah sebesar 1,500 mg per hari.Umumnya, glukosamin yang umum dijual merupakan glukosamin dalam bentuk glukosamine sulfat dan glukosamin hidroklorida.26 Glukosamin umumnya dijual bersama kombinasi dengan suplemen lain seperti kondroitin sulfat. 2.3.1.4. Keamanan

Berbagai studi klinis telah membuktikan bahwa glukosamin aman untuk dikonsumsi. Walaupun demikian, isu alergi masih sering mengikuti konsumsi glukosamin ini karena umumnya glukosamin diperoleh dari cangkang kerang dan semacamnya (walaupun pada kenyataanya, bahan alergen penyebab alergi ada di dalam daging kerang, bukan pada cangkangnya).28 Sumber alternatif lain adalah penggunaan cendawan pada fermentasi jagung. Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa konsumsi berlebih glukosamin berkontribusi pada diabetes. 25tapi beberapa referensi lain menyangkal.29-31 Terlepas dari isu tersebut, sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa asupan glukosamin sesuai dosis yang dianjurkan tidak berpengaruh terhadap intolerasi glukosa dan resistensi insulin sebagaimana yang dikhawatirkan pasien diabetes.32-35


(36)

2.3.2. Kondroitin Sulfat

Kondroitin yang lebih dikenal dengan nama Kondroitin sulfat adalah glikosaminoglikan (GAG) tersulfatisasi yang tersusun atas rantai gula bercabang (N-asetilgalaktosamin dan asam glukuronat). Ia biasanya ditemukan menempel pada protein sebagai bagian dari senyawa proteoglikan. Rantai kondrotin dapat memiliki lebih dari 100 gula individual yang dapat tersulfatisasi di setiap bagian variable (gambar-2). Kondroitin sulfat merupakan komponen struktural penting penyusun jaringan kartilago dan berperan dalam meningkatkan ketahanannya terhadap tekanan. Bersama dengan glukosamin, kondroitin sulfat digunakan secara luas sebagai suplemen makanan untuk mencegah osteoartritis.36,37

Gambar-2. Struktur kimia Kondroitin Sulfat 2.3.2.1. Fungsi

Fungsi dari kondroitin sangat tergantung pada sifat proteoglikan yang ditempelinya. Fungsi dari senyawa ini dapat dibedakan secara struktural atau regulatoral. walaupun demikian, tidak tertutup kemungkikan bahwa beberapa proteoglikan dapat memiliki kedua fungsi tersebut sekaligus.36,37


(37)

2.3.2.2. Struktural

Kondroitin sulfat merupakan komponen mayor dari matriks ekstraselular dan penting dalam mempertahankan kesatuan dari jaringan. Fungsi ini merupakan karakteristik khusus dari proteoglikan agregat besar seperti aggrekan, versikan, brevikan, dan neurokan. Sebagai bagian aggrekan, kondroitin sulfat adalah komponen mayor penyusun kartilago. Kondrotin sulfat yang bermuatan dapat menimbulkan gaya elektrostatik yang mampu meningkatkan tahanan kartilago terhadap tekanan. Kekurangan kondroitin sulfat dari jaringan kartilago merupakan penyebab mayor dariosteoartritis. 36,37

2.3.2.3. Regulasi

Di dalam matriks ektraseluler, kondroitin sulfat dapat berinteraksi dengan protein karena muatan negatifnya. Interaksi ini penting untuk meregulasi jalur lalulintas aktivitas seluler. Di dalam jaringan saraf, kondroitin sulfat meregulasi pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf dan respons sistem saraf terhadap cedera. 36,37

2.3.2.4. Penggunaan Medis

Kondroitin merupakan bahan yang umumnya dapat ditemukan di dalam suplemen makanan. Ia juga biasa digunakan sebagai obat alternatif untuk mengatasi osteoartritis dan juga diterima sebagai obat gejala aksi-lambat untuk penyakit serupa di Europa dan negara lain. 38


(38)

2.3.2.5. Farmakologi

Dosis oral dari kondroitin untuk digunakan di dalam uji klinis manusia adalah 800–1,200 mg per hari. Kebanyakan kondroitin dibuat dari jaringan kartilago sapi dan babi (trakea sapi dan telinga serta hidung babi). Beberapa sumber lain seperti kartilago hiu, ikan dan unggas juga digunakan. Dikarenakan kondroitin bukanlah substansi yang seragam dan secara alami muncul dalam berbagai variasi dan bentuk, komposisi pasti dari setiap suplemen dapat berbeda. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan-perusahaan pembuat suplemen membuat produknya dengan memenuhi Proses Manufaktor yang Baik (good manufacturing Process/GMP) untuk makanan manusia, bukan dengan standar pembuatan bagi industri farmasi sehingga produk yang dihasilkan juga tidak memenuhi standar farmasi. Belum ada efek yang signifikan dari overdosis kondroitin untuk pemakaian jangka panjang.39 European League Against Rheumatism (EULAR) mengonfirmasi kondrotin sulfat sebagai salah satu obat teraman untuk mengatsi osteoartritis.40

2.3.2.6. Sumber Kondroitin

Saat ini, belum ada sumber alami yang signifikan bagi kondroitin sulfat mengingat banyaknya variasi bentuknya. Sumber kondroitin yang signifikan dapat diperoleh dari suplemen makanan.

2.4. Pengobatan OA dengan glukosamin dan kondroitin sulfat Penatalaksanaan OA yang baik hingga saat ini belum memuaskan. Disease modifying Anti-Osteoarthritis Drugs (DMOADs) yang ditujukan


(39)

setidaknya untuk memperlambat proses patologi pada OA sampai saat ini belum ditemukan. Belum ditemukan satu obatpun yang secara pasti dan meyakinkan, yang dapat mempengaruhi kondrosit dalam memacu proses sintesis rawan sendi sehingga kerusakan benar-benar diperbaiki dan bukan proses remodeling yang justru dapat dianggap sebagai kegagalan respon perbaikan sendi terhadap kerusakan rawan sendi. 14-16

Kondroprotektor sebagai modifying drugs untuk OA dibagi 2 yaitu symptom modifying drugs dan structure modifying drugs. Kondroprotektor yang sebenarnya adalah DMOADs , dan menurut Lequesne diartikan sebagai simptom dan structure modifying drugs dan ditujukan tidak hanya perlindungan terhadap rawan sendi namun lebih jauh lagi dalam pencengahan, penghentian, perlambatan proses patologi OA dan penyembuhan atau mengembalikan lesi rawan sendi. Dalam hal ini yang dimaksud sebagai kondroprotektor tidak lain adalah symptom modifying drugs atau sering dikenal sebagai symptomatic slow acting drugs for osteoarthritis (SYSADOA) karena belum ada obat yang memenuhi kriteria sebagai DMOADs. 14-16

Kelompok nutraceutical baik glukosamin, kondroitin sulfat atau lainnya banyak dikembangkan dengan maksud mengurangi pemakaian NSAID terutama mengatasi efek samping. Banyak tulisan yag menulis tentang hal ini seperti Das AM, Kalbhen DA, MCAlindon TE, dll, dan telah banyak publikasi dari tahun 1980 sampai saat ini yang membicarakan manfaat klinis kondroprotektor ini. 14,41,42 Reginster dkk membuktikan untuk pertama kalinya bahwa glukosamin pada pemberian jangka 3 tahun


(40)

mampu mempengaruhi struktur rawan sendi yaitu dengan didapatkannya pengurangan penyempitan celah sendi secara radiologis dan efektifitas simptomatik dibuktikan melalui pengukuran WOMAC. 14,43

Uebelhart D dkk dalam penelitianya membuktikan bahwa kondroitin sulfat dapat mempengaruhi perjalanan alamiah OA pada manusia melalui pembuktikan hambatan progresif OA secara radiologik. 14,44

Lee BF dalam penelitianya mendapatkan bahwa kondroitin sulfat memberikan efek mengatasi rasa nyeri yang lebih baik dibandingkan placebo dalam waktu pemberian 6 bulan tanpa adanya perbedaan efek dosis. 14,45

Bourgeois P dkk dalam penelitianya mendapatkan bahwa pemberian kondroitin sulfat 1200 mg sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 bulan efektifitasnya terhadap parameter nyeri (VAS/ Visual Analogue Scale) dan indeks Lequesne’s tidak berbeda bermakna. 14,46

Kondroitin sulfat memiliki efek anti inflamasi dengan mekanisme yang belum jelas, ia tidak menghambat isoform COX atau enzim proteolitik, tetapi melalui hambatan in vitro pembentukan superoksida dan enzim lisosoma pada hepar. 14,47

Mc Carty MF dkk menjelaskan mekanisme glukosamin sulfat dapat memperbaiki rawan sendi dengan meningkatkan produksi HA oleh sinovium seolah-olah seperti efek menyerupai hormon yang dipicu oleh ikatan glukosamin sulfat terhadap protein membran sinovium. 14,47


(41)

Ganu dkk membuktikan bahwa N-glycosylation akan menurunkan kadar MMPs, nitric oxide, dan prostaglandi E2. 47

Kombinasi glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat sering ditemukan dalam berbagai sediaan nutraceutical yang beredar dipasaran. 14-16

Karel Pavelha dkk pada penelitan selama 3 tahun secara acak, placebo kontrol, double-blind study, pemberian 1500 mg glukosamin sulfat sekali sehari pada 202 penderita OA lutut (diagnosa berdasarkan kriteria ACR) dengan menilai celah sendi secara radiografi, dan menilai gejala dengan indeks Lequesne mendapatkan pengurangan progresifitas dan gejala nyeri dan keterbatasan fungsi sendi pun terjadi perbaikan secara bermakna dibandingkan dengan pemberian placebo. Mereka mengatakan bahwa pengobatan jangka panjang dengan glukosamin sulfat akan mengurangi atau memperlambat progresifitas OA lutut mungkin karena terjadi modifikasi penyakit. 48

Bernard Mazieres dkk meneliti efikasi dan keamanan pemberian kondroitin sulfat 1 gram perhari dibandingkan pemberian placebo, dengan metode double blind randomized parallel group study selama pengobatan 3 bulan diikuti dengan 3 bulan periode post treatment pada penderita OA femorotibial. Penilaian dengan memakai indeks Lequesne, nyeri waktu aktifitas dan waktu istirahat, dan daily living pada 130 kasus (63 dengan kondroitin sulfat dan 67 dengan placebo). Didapatkan hasil efikasi dan tolarensi yang baik dibandingkan plasebo setelah 3 bulan pengobatan dan bertahan sampai 1 bulan. 49


(42)

Florent Richy dkk meneliti struktur dan efek simtomatik pemberian glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat minimal 2 minggu secara oral pada OA lutut. Dengan metode komprehensive meta-analysis, terhadap efek penyempitan celah sendi dan indeks Lequesne, VAS, mobility, keamanan dan respon pengobatan. Dengan mengumpulkan semua penelitian, clinical trial dan penelitian yang dilakukan atau dipublikasikan sejak Januari 1980 sampai Maret 2002. Didapatkan hasil yang sangat bermakna pada pemberian glukosamin sulfat untuk semua hasil, dan pemberian kondroitin sulfat sangat efektif dengan penilaian indeks Lequesne, VAS, dan mobility dan kedua preparat tersebut sangat aman dipakai. 42

Secara umum dapat dikatakan bahwa glukosamin adalah zat pembentuk proteoglikan dan dibutuhkan untuk sintesis glukosaminoglikan, dan sumber nutrisi untuk sintesis glikosaminoglikan dan proteoglikan dan merupakan stimulan bagi kondrosit dan sebagai pemacu kondrosit dalam produksi kolagen dan proteoglikan lebih banyak serta sebagai pengatur metabolisme kartilage. 14-16,42,43,47,48

Secara umum dapat dikatan bahwa kondroitin adalah pembentuk matriks proteoglikan suatu zat yang menunjukkan efikasi dalam memperbaiki gejala OA dan merupakan zat anti inflamasi dan zat yang dapat memperbaiki integritas dan elastisitas dari kartilage. Juga dapat mempertahankan kesehatan cairan sinovial dan membantu menghambat enzim yang melisis kartilage. 14,42,44-47,49

Kombinasi glukosamin-kondroitin akan menstimulir kondrosit dalam meningkatkan sintesis proteoglikan dan glikosaminoglikan dan akan


(43)

memperbaiki integritas rawan sendi dan mempertahankan kesehatan cairan sinovial, dan kombinasi ini sebagai substrat primer biosintesis proteoglikan dan akan mencegah kerusakan dini pada rawan sendi dan berperan juga dalam keseimbangan sintesis dan degradasi rawan sendi.14-16,42-49

Penelitian tentang penggunaan kombinasi glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat pada pasien osteoartritis sendi lutut yang dilaporkan di Medan sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan kombinasi glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat pada pengobatan osteoartritis.

2.5. Evaluasi efek terapeutik OA Lutut

Untuk mengetahui perkembangan klinis pada penelitian ini menggunakan:17,20

• VAS: Penilaian nyeri dengan mengukur jarak dari titik nol ke garis yang dicentangkan.

• Indeks Lequesne: mengukur berat ringannya OA sendi lutut dari pengamatan pasien dengan menjumlah nilai dari nyeri, jarak maksimium yang dapat ditempuh dengan berjalan dan aktivitas sehari-hari.


(44)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang

Salah satu penyakit sendi sinovial terbanyak dijumpai dalam masyarakat, baik di Indonesia atau belahan dunia lainnya, adalah osteoartritis (OA). WHO memperkirakan 10% dari penduduk berusia lebih dari 60 tahun terserang penyakit ini, sedangkan pada penduduk Amerika Serikat berumur 25 sampai 75 tahun diperkirakan 12,1% mempunyai tanda dan gejala klinik OA.1

Di Indonesia OA merupakan penyakit rematik yang paling banyak dijumpai. Di kabupaten Malang dan Kotamadya Malang ditemukan prevalensi sebesar 10,0% dan 13,5%.2 Sedangkan di poliklinik Sub bagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan pada 43,82% dari seluruh penderita baru penyakit rematik yang berobat antara tahun 1991-1994.3

Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita tetapi juga keluarga dan lingkungannya.4

Sendi penyangga berat tubuh seperti panggul dan lutut merupakan sendi tersering terkena OA. Nyeri sendi berfluktuasi disertai pembengkakan sendi, efusi, berkurangnya lingkup gerak sendi dan kekakuan sendi merupakan manifestasi penyakit ini. Mereka yang terkena OA jenis ini hanya sebagian kecil (seperlima) yang mencari pengobatan.5,6

Osteoartritis seringkali dianggap sebagai penyakit usia lanjut dan kerusakan sendi diakibatkan akibat proses menua. Oleh karenanya, proses degenerasi sendi dianggap sebagai satu-satunya patologi yang


(45)

mendasarinya. Muncullah hipotesis wear and tear atau penggunaan yang lama dan berlebihan menimbulkan keausan yang diikuti respon perbaikan. Respon perbaikan tulang terlihat sebagai pembentukan osteofit. Namun seiring dengan adanya berbagai bukti lain akan keterkaitan proses inflamasi pada sinovium (sinovitis), maka patologi OA tidak hanya didasarkan atas proses degeneratif semata, namun kombinasi diantaranya yang terjadi bersamaan.7 Bukti inflamasi lebih nyata pada flare up OA.8 Secara molekular, inflamasi dimulai oleh rangsangan, baik akibat trauma maupun benda asing, yang akan merangsang makrofag menghasilkan berbagai sitokin yang akan merangsang produksi dan migrasi sel darah putih lainnya ke tempat inflamasi. Adanya respon inflamasi memicu rangkaian enzimatik yang berakhir dengan kerusakan rawan sendi sebagai target kerusakan pada patogenesis OA. 7,8

Dimana sitokin yang dikeluarkan oleh khondrosit dan mengakibatkan kerusakan matriks rawan sendi atau oleh sel lain dalam struktur sendi seperti sinoviosit, makrofag dan fibroblast. Keunikan patogenesis OA adalah percepatan proses degenerasi yang lebih besar dibandingkan proses anaboliknya. Perlambatan sintesis faktor anabolik seperti kolagen tipe II dan agrecan menyebabkan ketidakseimbangan pada ECM (extra cellular matrix). Oleh karenanya manifestasi klinis OA tidak hanya berupa nyeri, namun juga kekakuan sendi, gangguan pergerakan , krepitus dan efusi sendi. 6,7

Penatalaksanaan OA saat ini lebih banyak ditujukan dalam mengatasi rasa nyeri serta inflamasi dan perbaikan fungsi sendi yang


(46)

terkena (symptoms modification). Sementara structure modification lebih sulit dicapai. Bila mengacu pada perubahan paradigma patogenesis OA, maka sudah selayaknya diperhatikan bahwa OA melibatkan faktor biomekanik dan biologik yang mengakibatkan rusaknya rawan sendi.9 Berbagai modalitas penatalaksanaan OA dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu non farkologik, farkologik (analgetik, NSAIDs, intra-artikuler steroid, berbagai rubefacients, symptomatic slow acting drugs in OA-SYSADOA) dan pembedahan.10

Obat tersering yang diberikan dan bertujuan mengatasi rasa nyeri adalah kelompok NSAIDs. Keterbatasan pemakaian NSAIDs tidak terlepas dari efek samping terhadap sistim gastrointestinal, kardiovaskular dan dampak buruk terhadap rawan sendi. Disamping itu NSAIDs tidak mampu mengubah perjalanan alamiah penyakit OA. Sedangkan penggunaan injeksi intraartikular memerlukan keterampilan dalam injeksi.11

Berdasarkan keterangan diatas, sudah selayaknya dipahami mekanisme kerusakan rawan sendi sebagai landasan baru dalam pendekatan panatalaksanaan OA, dimana disease modifying OA drugs (DMOA) merupakan obat yang ditujukan untuk mencegah, memperlambat, menghambat atau bahkan merestorasi kerusakan yang terjadi pada rawan sendi. Terminologi DMOA bermula dari khondroprotektor. Obat dalam kelompok ini seyogyanya memiliki dua efek penting yaitu symptoms modifying effect dan structure modifying effect.12


(47)

Berbagai penelitian lain terhadap glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat pada OA telah dilakukan. Efek perbaikan simptomatik dan struktural diperlihatkan oleh kombinasi glukosamin sulfat dan chondroitin sulfat telah diteliti Florent Richy dkk .13

Penelitian tentang penggunaan kombinasi glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat pada pasien osteoartritis sendi lutut yang dilaporkan di Medan sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan kombinasi glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat sebagai pengobatan osteoartritis.

3.2. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan penurunan intensitas nyeri dan indeks Lequesne pada pasien osteoartritis sendi lutut setelah penambahan 12 minggu Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat dibandingkan dengan kontrol (pasien osteoartritis sendi lutut dengan Natrium diklofenak 2x50mg dan Ranitidin 2x150 mg dengan placebo).

3.3. Hipotesa

Terdapat perbedaan rerata penurunan intensitas nyeri dan indeks Lequesne pada pasien osteoartritis sendi lutut dengan penambahan 12 minggu Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat dibandingkan dengan kontrol.

3,4. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui efektifitas penambahan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat dalam menurunkan intensitas nyeri dan indeks


(48)

Lequesne pada pasien osteoartritis sendi lutut yang diberi natrium diklofenak.

3.5. Manfaat penelitian

Dengan mengetahui penurunan intensitas nyeri dan indeks Lequesne pada pasien osteoartritis sendi lutut yang menggunakan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat sehingga dapat menjadi salah satu modalitas terapi dalam pengobatan osteoartritis sendi lutut. 3.6. Kerangka Konsepsional

OSTEOARTRITIS LUTUT KRITERIA INKLUSI

DAN EKSKLUSI

OA LUTUT GRADE 2 DAN 3 YANG MEMENUHI KRITERIA

PEMERIKSAAN VAS DAN INDEKS LEQUESNE

GLUKOSAMIN&KONDROITIN SULFAT KELOMPOK KONTROL PEMERIKSAAN VAS DAN INDEKS LEQUESNE

( DIBANDINGKAN) 3.7. BAHAN DAN CARA

3.7.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara uji klinis acak sederhana tersamar ganda dengan perlakuan ulang (pre dan post test design).


(49)

3.7.2. Definisi Operasional 3.7.2.1.Osteoartritis Lutut

Osteoartritis lutut ialah osteoartritits sendi lutut yang memenuhi kriteria dari ”Criteria for classification of idiopathic OA of the knee” dari American College of Rheumatology (ACR).

Klinis dan radiologis:

1. Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari3 kriteria dibawah ini: 2. Kaku sendi < 30 menit

3. Umur > 50 tahun

4. Krepitus pada gerakan sendi aktif

Diagnosis OA jika didapatkan butir 1 disertai osteofit pada gambaran radiologik disertai kriteria 2,3 atau 4. Paling sedikit satu kriteria 2-4 harus ditemukan.

Sensitivitas 91% dan spesifitas 86% 3.7.2.2. Intensitas Nyeri

Intensita nyeri dengan Visual Analogue Scale (VAS), dengan membuat garis lurus sepanjang 10 cm dan berikan tanda 0 pada ujung kiri garis dan 10 pada ujung kanan garis. Berikan penjelasan pada titik nol menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sekali dan sebaliknya pada titik 10 dan dintruksikan pada pasien untuk membuat tanda ( I ) yang memotong rentang garis dengan skala 1-10 cm. Ukurlah dari titik 0 kearah tanda garis tersebut.

Penilaiannya: a. VAS <4 : nyeri ringan b. VAS 4-7: nyeri sedang


(50)

c. VAS >7 : nyeri berat 3.7.2.3. Indeks Lequesne

Indeks Lequesne, nilai tersebut dijumlahkan dan dinyatakan sebagai:

- Nilai 1-4 : ringan - Nilai 5-7 : sedang - Nilai 8-10 :berat


(51)

- Nilai >14 : ekstrim berat 3.7.2.4. Kellgreen Lawrence

Derajat osteoartritis lutut dinyatakan menurut skala derajat Radiologis dari Kellgreen Lawrence, yaitu:

0= normal

1= kemungkinan osteofit

2= osteofit nyata dan kemungkinan penyempitan celah sendi 3= osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi

nyata, sedikit skerosis dan kemungkinan deformitas 4= osteofit besar, penyempitan celah sendi besar, sklerosis

berat dan deformitas nyata.

Pemeriksaan radiologik sendi lutut Anterior-Posterior dilakukan dengan posisi weigt bearing (berdiri pada posisi menopang berat badan) dan lateral dengan fleksi 45º. Bila derajat radiologik salah satu sendi lutut lebih tinggi dari yang lain maka pasien dimasukkan kedalam kelompok yang lebih tinggi. Pemeriksaan dilakukan di Bagian Radiologi

3.7.2.5. Umur

Umur: dihitung saat pemeriksaan, menurut Kartu Tanda Penduduk, apabila>6 bulan dibulatkan keatas dan apabila <6 bulan dibulatkan kebawah.


(52)

3.7.2.6. Lama sakit

Lama sakit: dalam bulan, dihitung sejak peserta penelitian merasa sakit di daerah lutut baik dalam keadaan istirahat maupun aktivitas sampai diperiksa peneliti.

3.7.2.7. Berat badan

Berat badan: dalam kilogram (kg) diukur menggunakan timbangan model ZT 120, peserta penelitian ditimbang tanpa alas kaki.

3.7.2.8. Tinggi badan

Tinggi badan: dalam centimeter (cm) diukur menggunakan timbangan model ZT 120, peserta penelitian berdiri tegak tanpa alas kaki.

3.7.2.9. Indeks masa tubuh

Indeks masa tubuh (IMT): dalam kg/m2 dihitung menggunakan rumus:

Berat badan (kg)/ Tinggi Badan (m2 )

Katagori berat badan didasarkan hasil IMT dengan ketentuan dari Centers for Disease Control and Preventions United States Department of Health and Human Services, sebagai berikut:

1. IMT <20 kg/ m2 = BB Kurang 2. IMT >20-<25 kg/ m2 = BB Normal 3. IMT >25-<30 kg/ m2 = BB Lebih 4. IMT >30 kg/ m2 = BB Obese


(53)

3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2008 - Juni 2009 di Poliklinik Reumatologi, serta Poliklinik Pria dan Wanita Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi. 3.7.4. Populasi Terjangkau

Penderita OA sendi lutut yang berobat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi.

3.7.5. Kriteria yang diikutkan dalam penelitian a. Usia diatas 18 tahun

b. Penderita OA lutut berdasarkan kriteria ARA pada tahun 2006.

c. Grade 1-3 berdasarkan klasifikasi Kellgren/Lawrence. d. Bersedia mengikuti penelitian

3.7.6. Kriteria yang dikeluarkan dari penelitian a. Memakan dan memakai obat rematik b. Variasi perubahan berat badan signifikan c. Penderita penyakit serius

d. Menderita penyakit kaganasan, penyakit ginjal menahun, hipertiroidisme Diabetes Melitus, hipertensi dan kardiovaskuler selama periode tahun 2008-2009.

e. Mempunyai penyakit artritis lain selain osteoartritis

f. Gambaran radiografi OA lutut grade 4 tahun 2008-2009 dengan klasifikasi Kellgren/Lawrence


(54)

h. Riwayat mendapat terapi injeksi kortikosteroid intra artikuler < 12 minggu

3.7.7. Populasi dan Sampel

Perkiraan besar sampel Besar sampel dengan memakai rumus :64 2 (Z α + Z )S

n =

X1 – X2

Dimana :

Zα = nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,96 Z = nilai normal berdasarkan = 0,05 dan Z = 1,64 S = Simpangan Baku gabungan = 16

X1-X2 = 15

2 2

Jadi besar sampel dan kontrol masing-masing 15 orang 3.7.8 . Cara Penelitian

a) Penelitian ini mendapat persetujuan oleh komite etik penelitian bidang kesehatan FK USU dan dilakukan skrining untuk kriteria yang dimasukkan dan yang dikeluarkan, kemudian subyek penelitian diminta untuk menandatangani persetujuan tertulis (informed consent), setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan, termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran tinggi badan dan berat badan, radiografi lutut, nilai VAS, Indeks Lequesne dan pemeriksaan laboratorium rutin yang meliputi fungsi hati, kadar gula darah, ureum, kreatinin, darah perifer lengkap dan CRP.

(1,96+1,64)(16) (15) n =

3,6 x 16 15


(55)

Data hasil pemeriksaan dicantumkan didalam kuesioner penelitian.

b) Pada subyek mendapat Natrium Diklofenak 50 mg dan Ranitidin 150 mg dalam dua dosis dan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat 1500/1200 mg/hari selama 3 bulan dan kontrol tidak mendapat Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat

c) Evaluasi pemakaian tablet menggunakan sistim pill count yaitu pasien diberi tablet untuk 2 minggu dan evaluasinya dengan cara menghitung tablet yang tersisa.

d) Setelah 12 minggu pemakaian tablet, dilakukan pemeriksaan terhadap subyek dan kontrol meliputi nilai VAS, Indeks Lequesne dan laboratorium ulang fungsi hati, kadar gula darah, ureum, kreatinin, darah perifer lengkap dan CRP.

e) Selama penelitian dilakukan pengamatan terhadap efek samping yang dicatat didalam kuesioner.

3.7.9. Analisa Data

Penentuan normalisasi dari distribusi data ditentukan dengan Kolmogorov - Smirnov, untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat digunakan uji Chi Square. Untuk melihat hubungan karakteristik penderita yang meliputi umur, indeks massa tubuh, dengan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat digunakan uji t tidak berpasangan67

Untuk membandingkan penurunan gambaran radiografi berdasarkan Kellgren/Lawrence, CRP, LED, VAS 1-7 dan LQ1-7 sebelum dan sesudah pemberian Glukosamin HCL-Kondroitin


(56)

Sulfat dengan menggunakan uji t berpasangan bila data terdistribusi normal dan uji wilcoxon bila data tidak terdistribusi normal., dikatakan bermakna bila p <0,05. Analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program SPSS versi 11,5.67

3.7.10. Kerangka Operasional

SUBJEK PENELITIAN :

Penderita OA lutut Dengan Glukosamin

HCL-Kondroitin Sulfat

- ANAMNESA

- PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN VAS DAN INDEKS LEQUESNE

- KRITERIA INKLUSI

- KRITERIA EKSKLUSI

PEMERIKSAAN VAS DAN INDEKS LEQUESNE

PENDERITA OA LUTUT

KONTROL :

Penderita OA lutut tanpa Glukosamin


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai Juni 2009 di poliklinik Reumatologi, serta Poliklinik Pria dan Wanita Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi. Ada 34 orang yang memenuhi kriteria diikutkan dalam penelitian, dari 34 orang kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok terdiri dari 17 pasien osteoartritis sendi lutut dengan pemberian 12 minggu Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat dan 17 pasien osteoartritis sendi lutut tanpa pemberian Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat.

Satu orang peserta perlakuan mengundurkan diri pada hari kedua setelah mendapat terapi. Alasan pengunduran diri adalah gejala nyeri ulu hati dan mual – mual yang dialami sehingga tidak ingin melanjutkan penelitian. Dan satu orang peserta kontrol mengundurkan diri setelah hari ketiga mendapat terapi. Alasan pengunduran diri adalah nyeri ulu hati dan gatal diseluruh badan. Pada akhir penelitian, subjek berjumlah 16 orang dari kelompok perlakuan dan 16 orang dari kelompok kontrol. Karakteristik data masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 1.


(58)

Tabel 1. Data karakteristik sampel studi masing – masing kelompok Osteoartritis sendi lutut

Variabel OA lutut dengan

Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat

Mean ± SD

OA lutut tanpa Glukosamin

HCL-Kondroitin Sulfat Mean ± SD

P Jenis kelamin Pria Wanita Umur (Tahun) IMT (Kg/m2) Berat Badan (Kg) LED Awal (mm/jam) VAS Awal (cm) LQ Awal

3 (18,75%) 13 (81,25%) 64,34 ± 8,84 26,74 ± 5,516 64,66± 13,10 42,69 ± 19,91 8,31 ± 1,42 15,88 ± 2,94

1 (6,25%) 15 (93,75%) 59,44 ± 9,324 28,45 ± 5,008 69,44 ± 10,23 39,44 ± 9,42 7,40 ± 1,76 12,88 ± 5,14

0,137 0,373 0,259 0,065 0,81 0,072

Keterangan : IMT = Indeks massa tubuh; LED = Laju Endap Darah; VAS = Visual

Analogue Scale; LQ = Indeks Lequesne (signifikan p<0,05)

Pada tabel 1 diperlihatkan data dasar seluruh penderita Osteoartritis sendi lutut yang ikut penelitian. Peserta kelompok perlakuan dengan jenis kelamin laki 3 orang (18,75%) dan 13 orang perempuan (81,25%). Peserta kelompok placebo dengan jenis kelamin laki 1 orang (6,25%)dan 15 orang perempuan (93,75%).

Rentang umur subjek yang ikut dalam penelitian adalah 42-82 tahun dengan usia rerata pada kelompok OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat 64,34 ± 8,84 tahun dan pada kelompok OA lutut tanpa glukosamin 59,44 ± 9,32 tahun, dengan uji t berpasangan tidak dijumpai perbedaan umur yang bermakna pada masing-masing kelompok dengan p=0,137.

Rerata indeks massa tubuh antara kelompok OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat 26,74 ± 5,52 kg/m2 dengan kelompok OA lutut tanpa glukosamin HCL-kondroitin sulfat 28,45 ± 5,01 kg/m2 , tidak berbeda bermakna secara statistik dengan uji t berpasangan dengan p=0,373.


(59)

Rerata Laju Endap Darah awal antara kelompok OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat 42,69 ± 19,91 kg/m2 dengan kelompok OA lutut tanpa glukosamin HCL-kondroitin sulfat 39,44 ± 9,42 kg/m2 , tidak berbeda bermakna secara statistik dengan uji t berpasangan dengan p=0,065.

Rerata Visual Analogue Scale awal antara kelompok OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat 8,31 ± 1,42 kg/m2 dengan kelompok OA lutut tanpa glukosamin HCL-kondroitin sulfat 7,38 ± 1,76 kg/m2 , tidak berbeda bermakna secara statistik dengan uji t berpasangan dengan p=0,81.

Rerata Indeks Lequesne awal antara kelompok OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat 15,88 ± 2,94 kg/m2 dengan kelompok OA lutut tanpa glukosamin HCL-kondroitin sulfat 12,88 ± 5,14 kg/m2 , tidak berbeda bermakna secara statistik dengan uji t berpasangan dengan p=0,072.

4.1.2. Efek Terapi Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat terhadap nilai VAS

Tabel 2. Perbandingan VAS Perlakuan dan kontrol dari minggu ke 2-12

Perbedaan nilai VAS (antara

minggu)

OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat

OA lutut tanpa glukosamin HCL-kondroitin sulfat P Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8 Minggu ke-10 Minggu ke-12

4,19 ± 1,404 1,88 ± 1,930 1,25 ± 1,737 0,50 ± 0,792 0,13 ± 0,450 0,13 ± 0,450

6,06 ± 1,576 5,75 ± 1,508 5,69 ± 1,458 5,56 ± 1,473 5,50 ± 1,517 5,50 ± 1,517

0,02 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001


(60)

Perubahan parameter VAS selama 2-12 minggu terapi Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat dibandingkan placebo ditunjukkan pada tabel 2. Hal menarik dari penelitian ini terjadi penurunan nilai rerata VAS antara perlakuan dengan placebo minggu ke-2 (4,19 ± 1,404 vs 6,06 ± 1,576 ; p=0,02), minggu ke-4 (1,88 ± 1,93 vs 5,75 ± 1,51; p=0,001), minggu ke-6 (1,25 ± 1,74 vs 5,69 ± 1,46; p=0,001), minggu ke-8 (0,50 ± 0,79 vs 5,56 ± 1,47; p=0,001), minggu ke-10 (0,13 ± 0,45 vs 5,50 ± 1,517, p=0,001) dan minggu ke-12 (0,13±0,45 vs 5,50 ±1,52; p=0,001) dan secara statistik dengan uji t berpasangan perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,001. 4.1.3. Efek Terapi Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat terhadap nilai

Indeks Lequesne

Tabel 3. Perbandingan LQ Perlakuan dan kontrol dari minggu ke 2-12

Perbedaan nilai VAS (antara

minggu)

OA lutut dengan glukosamin HCL-kondroitin sulfat

OA lutut tanpa glukosamin HCL-kondroitin sulfat P Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8 Minggu ke-10 Minggu ke-12

7,94 ± 2,768 3,56 ± 1,896 2,00 ±1,731 1,56 ± 1,315 1,25 ± 1,438 1,25 ± 1,438

9,69 ± 4,658 8,75 ± 4,420 8,38 ± 4,241 8,38 ± 4,241 8,38 ± 4,241 8,38 ± 4,241

0,206 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001

Keterangan : signifikan p<0,05 ; LQ = Indeks Lequesne

Efek terapi Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat dibandingkan placebo terhadap perubahan parameter LQ selama 2-12 minggu ditunjukkan pada tabel 3. Pada penelitian ini terjadi penurunan nilai rerata LQ antara perlakuan dengan placebo minggu ke-2 (7,94 ± 2,768 vs 9,69 ± 4,658) walaupun tidak bermakna secara statistik dimana nilai p=0,206, tetapi pada minggu ke-4 (3,56 ± 1,896 vs 8,75 ± 4,420; p=0,001), minggu ke-6 (2,00 ± 1,731 vs 8,38 ± 4,241; p=0,001), minggu ke-8 (1,56 ± 1,315 vs 8,38 ± 4,241; p=0,001), minggu ke-10 (1,25 ± 1,438 vs 8,38 ± 4,241;


(61)

p=0,001) dan minggu ke-12 (1,25 ±1,438 vs 8,38 ±4,241; p=0,001) secara statistik dengan uji t berpasangan perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,001.

4.1.4. Efek Terapi Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat terhadap nilai VAS selama 3 bulan

Gambar 3. Rata-rata nilai VAS placebo selama 3bulan

KLP2 Minggu ke-12 Minggu ke-10 Minggu ke-8 Minggu ke-6 Minggu ke-4 Minggu ke-2 Minggu awal Me a n o f Vi su a l a n a lo q sca le (p la ce b o ) 8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0

Gambar 4. Rata-rata nilai VAS perlakuan selama 3bulan

KLP2 Minggu ke-12 Minggu ke-10 Minggu ke-8 Minggu ke-6 Minggu ke-4 Minggu ke-2 Minggu awal Me a n o f Vi su a l a n a lo q sca le (p e rl a ku a n ) 10 8 6 4 2 0


(62)

Gambar 3 dan 4 menunjukkan pada followup minggu 2,4,6,8,10 dan 12 terlihat nilai rerata VAS menurun dan lebih rendah pada kelompok yang mendapatkan Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat dibandingkan kelompok tanpa Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat.

4.1.5. Efek Terapi Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat terhadap nilai LQ selama 3 bulan

Gambar 5. Rata-rata nilai LQ placebo selama 3bulan

KLP2 Minggu ke-12 Minggu ke-10 Minggu ke-8 Minggu ke-6 Minggu ke-4 Minggu ke-2 Minggu awal Me a n o f In d e ks L e q u e sn e (p la ce b o ) 11.5 11.0 10.5 10.0 9.5 9.0 8.5 8.0

Gambar 6. Rata-rata nilai LQ perlakuan selama 3bulan

KLP2 Minggu ke-12 Minggu ke-10 Minggu ke-8 Minggu ke-6 Minggu ke-4 Minggu ke-2 Minggu awal M e a n o f In d e k s L e q u e s n e (p e rl a k u a n ) 20 10 0


(63)

Pada gambar 5 dan 6 menunjukkan pada followup minggu 2,4,6,8,10 dan 12 terlihat nilai rerata indeks lequesne makin menurun dan pada minggu ke 4,6,8,10,12 lebih rendah pada kelompok yang mendapatkan Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat dibandingkan kelompok tanpa Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat.

4.2. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini antara kelompok osteoatritis lutut dengan Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat dan osteoatritis lutut tanpa Glukosamin HCL-Kondroitin sulfat hampir tidak ada perbedaan dalam hal karakteristik demografi, umur, berat badan, indeks massa tubuh, laju endap darah awal, visual analoque scale awal dan indeks lequesne awal. Tetapi pada penelitian ini umur subjek yang ikut dalam penelitian adalah 42-82 tahun dengan usia rerata pada kelompok OA lutut dengan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat 64,34 ± 8,84 tahun dan pada kelompok OA lutut tanpa Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat 59,44 ± 9,32 tahun, hal ini sesuai dengan teori dimana salah satu kriteria diagnosis osteoartritis lutut adalah usia lebih dari 50 tahun dan umur merupakan faktor resiko osteoartritis lutut.a,b,c,d

Pada penelitian ini lebih banyak didapatkan penderita orteoartritis pada jenis kelamin wanita (13 orang pada kelompok perlakuan dan 15 orang pada kelompok placebo) dibandingkan laki (3 orang pada kelompok prilaku dan 1 orang pada kelompok placebo). Hal ini sesuai teori bahwa jenis kelamin (wanita) merukan salah satu faktor resiko osteoartritis.a,b Pada penelitian ini juga didapatkan rerata indeks masa tubuh yang tinggi


(64)

(pada perlakuan 26,74 ± 5,516 dan placebo 28,45 ± 5,008) pada penelitian ini, hal ini sesuai dengan teori dimana berat badan merupakan salah satu faktor resiko osteoartritis lutut.a,b

Pada penelitian ini didapatkan pengaruh yang bermakna pemberian Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat pada OA lutut terhadap berkurangnya nyeri atau VAS, yang sudah terlihat sejak minggu ke dua (p=0,02 dan p=0,001). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang oleh Florent Richy dkk yang meneliti struktur dan efek simtomatik pemberian glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat minimal 2 minggu secara oral pada OA lutut. Dengan metode komprehensive meta-analysis, terhadap VAS dan respon pengobatan. Dengan mengumpulkan semua penelitian dan clinical trial yang dilakukan atau dipublikasikan sejak Januari 1980 sampai Maret 2002. Didapatkan hasil yang sangat bermakna pada penilaian VAS dan kedua preparat tersebut sangat aman dipakai. 18 Demikian juga Lee BF yang mendapatkan bahwa kondroitin sulfat memberikan efek mengatasi rasa nyeri yang lebih baik dibandingkan placebo dalam waktu pemberian 6 bulan, 14,21 Bourgeois P dkk mendapatkan bahwa pemberian kondroitin sulfat 1200 mg sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 bulan efektifitasnya terhadap parameter nyeri (VAS/ Visual Analogue Scale)tidak berbeda bermakna 14,22 dan Karel Pavelha dkk pada penelitan selama 3 tahun secara acak, placebo kontrol, double-blind study, pemberian 1500 mg glukosamin sulfat sekali sehari pada 202 penderita OA lutut mendapatkan pengurangan progresifitas dan gejala nyeri dan


(65)

keterbatasan fungsi sendi pun terjadi perbaikan secara bermakna dibandingkan dengan pemberian placebo.24

Pada penelitian ini juga didapatkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan rerata indeks lequesne atau perbaikan klinis pada OA lutut yang mendapat Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat dibandingkan OA lutut tanpa Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat, yang bermakna secara signifikan mulai minggu ke empat (p=0,001). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Florent Richy dkk yang meneliti struktur dan efek simtomatik pemberian glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat minimal 2 minggu secara oral pada OA lutut. Dengan metode komprehensive meta-analysis, terhadap efek indeks Lequesne. Dengan mengumpulkan semua penelitian, clinical trial dan penelitian yang dilakukan atau dipublikasikan sejak Januari 1980 sampai Maret 2002. Didapatkan hasil yang sangat bermakna.18 Demikian juga Bourgeois P dkk dalam penelitianya mendapatkan bahwa pemberian kondroitin sulfat 1200 mg sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 bulan efektifitasnya terhadap indeks Lequesne’s tidak berbeda bermakna, 14,22 Bernard Mazieres dkk meneliti efikasi dan keamanan pemberian kondroitin sulfat 1 gram perhari dibandingkan pemberian placebo, dengan metode double blind randomized parallel group study selama pengobatan 3 bulan diikuti dengan 3 bulan periode post treatment pada penderita OA femorotibial. Menilai indeks Lequesne pada 130 kasus (63 dengan kondroitin sulfat dan 67 dengan placebo). Didapatkan hasil efikasi dan tolarensi yang baik dibandingkan plasebo setelah 3 bulan pengobatan dan bertahan sampai 1


(66)

bulan 25 dan Karel Pavelha dkk pada penelitan selama 3 tahun secara acak, placebo kontrol, double-blind study, pemberian 1500 mg glukosamin sulfat sekali sehari pada 202 penderita OA lutut dengan menilai indeks Lequesne mendapatkan pengurangan progresifitas dan gejala nyeri dan keterbatasan fungsi sendi pun terjadi perbaikan secara bermakna dibandingkan dengan pemberian placebo.24


(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. K E S I M P U L A N

5.1.1. Pada penelitian ini dihasilkan bahwa penambahan terapi Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat 500/400 mg 3 kali sehari efektif menurunkan nyeri penderia osteoartritis sendi lutut mulai minggu ke dua sampai minggu ke dua belas terapi dibandingkan tanpa penambahan Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat.

5.1.2. Parameter rerata indeks lequesne atau klinis mengalami perbaikan secara bermakna mulai minggu ke empat pada penderita osteoartritis lutut setelah penambahan terapi Glukosamun Hcl-Kondroitin Sulfat 500/400 mg 3 kali sehari dibandingkan tanpa penambahan glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat.

5.1.3. Pada penelitian ini tidak dijumpai efek samping yang bermakna.

5.2. S A R A N

Glukosamin Hcl-Kondroitin Sulfat sebagai obat yang memperbaiki gejala osteoartritis lutut sangat potensial. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih besar dan jangka waktu yang lebih lama untuk mendapatkan efikasi sebenarnya dari Glukosamin


(68)

Hcl-Kondroitin Sulfat sebagai obat yang memperbaiki struktur tulang rawan dan simtom.


(69)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sharma L. Epidemiology of osteoarthritis. In.:Moskowitz RW, Howell DS. Altman RD, Bucwalter JA, Goldberg VM. Eds. Osteoarthritis, 3rd ed. Philadelphia: WB

Saunders Company. 2001:3-27

2. Kalim H. Pengembangan Rheumatologi dalam menjawab tantangan masalah kesehatan pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJT II). Pidato Pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang ilmupenyakit dalam di FK Universitas Brawidjaja. Malang: FK Unibraw:1994.

3. Nasution AR. Peran dan pengembangan reumatologi dalam penanggulangan penyakit musculoskeletal di Indonesia. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Penyakit Dalam di FKUI. Jakarta:1995.

4. Gabriel SE, Crowson CS, Ofallon MW. Costs of osteoarthritis : Estimates from a geographically defined population. JReum 1995;22:23-5.

5. Jordan KM, Ardn NK, Doherty M, et al. EULAR recommendation 2003: an evidence based approach to the management of knee osteoarthritis; reprt of a Task Force of the Standing Committee for International Clinical Including Therapeutics Trials (ESCISIT). Ann Rheum Dis 2003;62:1145-1155.

6. Rintelen B, Neuman K, Lebb BF. A Meta-analysis of controlled clinical studies with Diacerin in the treatment of osteoarthritis. Arch Intern Med. 2006;166:1899-1906. 7. Soeroso J. Patogenesis osteoarthritis: Proses degeneratif atau inflamatif ? Dalam:

Setiyohadi B, Kasjmir YI, eds, Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta: Ikatan Reumatologi Indonesia Cabang Jakarta. 2002: hal. 110-13.

8. Gineyts E, Mo J A, Ko A, Hendriksen D B, et al. Effect of ibuproven on molecular markers of cartilage and synovium turnover in patiens with knee osteoarthritis. Ann Reum Dis 2004;63:857-861.

9. Creamer P, Sharif M, George E, et al. Intra-articular hyaluronic acid in osteoarthritis of the knee: an investigation into mechanism of action. Osteoarthritits cartilage.


(1)

KARYA ILMIAH

1. Kurniakin , TC Sukendar . HIV-Associated Nephropathy. Laporan kasus. The 9th National Congress of InaSN & Annual Meeting of Nephrology 2005. Bali, 24-27 November 2005.

2. Kurniakin, Yosia Ginting, Umar Zein. Profil Pasien HIV/AIDS di bagian Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Tahun 2005. Kongres Nasional PAPDI XIII. Palembang 6 – 9 Juli 2006.

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Simposium The 2nd New Trend in Cardiovascular

Management. “The Integration of Cardiovascular Management”. Medan, 5-6 Desember 2003.

2. Peserta DHF Course. Medan, 3 Maret 2004.

3. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2004. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 4-6 Maret 2004.

4. Peserta Simposium Putting Patients First : A New Paradigm in Treatment of Erectile Dysfunction. Medan, 14 Maret 2004.

5. Peserta Simposium Pathophysiology and Clinical Management of Pain. Medan, 18 Maret 2004.

6. Peserta Simposium Psikosomatik dan Gangguan Jantung. Medan, 17 April 2004.

7. Peserta KONAS VI, KONKER VI PERSADIA. Medan, 20-23 April 2003.

8. Peserta Seminar TB 2004 dalam rangka memperingati hari TB sedunia 2004. Medan, 24-25 April 2004.


(2)

9. Peserta Launching Symposium New Dimension in Management of Hypertension and Metabolic Syndrome. Medan, 15 Mei 2004.

10. Peserta Simposium Rational Approach in Management of Hypertension. Medan, 19 Juni 2004.

11. Peserta Simposium Mild Cognitive Impairment Practical Guideline and Treatment Strategies. Medan, 26 Juni 2004.

12. Peserta Simposium NSAID Gastropathy. Medan, 03 Juli 2004.

13. Peserta Simposium LANTUS. Upaya mencapai kontrol glikemik optimal pada pasien DM tipe 2. Medan, 10 Juli 2004.

14. Peserta Simposium Infection Update 2004. “Strategi Pengenalan Infeksi Menuju Indonesia Sehat 2010”. Medan, 24 Juli 2004.

15. Peserta Simposium Management of Diabetic Dyslipidemia. Medan, 28 Agustus 2004.

16. Panita dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update 2004. Medan, 17-18 September 2004.

17. Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan ke VI Ilmu Penyakit Dalam. “Awareness of Emerging and Reemerging Infectious Diseases”. Medan, 3-5 Maret 2005.

18. Peserta Simposium Agent For Liver Disease For Improvement Of Liver Function. Medan, 16 Juni 2005.

19. Peserta Symposium Infection Update II 2005 Mengenal dan Menata Penyakit Infeksi Secara Rasional. Medan, 13 Agustus 2005.

20. Peserta dan pembicara pada The 9th National Congress Of InaSN & Annual Meeting Of Nephrology 2005. Denpasar, 24 November 2005.


(3)

21. Peserta Simposium Antitrombotik. Medan 18 Maret 2006

22. Peserta First Symposium with the Theme: On Critical Care & emergency Medicine. Medan, 20-22 May 2005

23. Peserta Simposium The 3rd New Trend Cardiovascular Management. Medan, 6 Juni 2005.

24. Panitia dan Peserta Forum ilmiah Pertama endokrin dan Diabetes regional Sumatera 2005. Medan, 30-31 Juli 2005.

25. Panitia dan Peserta Workshop USG. Gastroentero-Hepatologi Update III. Medan, 5 Agustus 2005.

26. Panitia dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan,

27. Peserta Simposium Current Obstacles and the Road ahead For Pain Management. Medan, 25 Maret 2006.

28. Peserta Symposium The New Broad Approach in Treating Depression and Neuropathic Pain. Medan, 15 April 2006.

29. Peserta 11th National Congress of Indonesian Heart Association and 15th Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Assosiation with theme Better Understanding in the Management of Cardiovascular Diseases. Medan, April 19-22, 2006.

30. Peserta dan Pembicara 13th National Congress of the Indonesian Society of Internal Medicine (KOPAPDI XIII). Palembang, July 6th – 9th, 2006.

31. Peserta Simposium Thyroid Up Date dalam Rangka Ulang Tahun FK USU ke -54. Medan, 26 Agustus 2006.


(4)

32. Panitia dan Peserta Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 8-9 September 2006.

33. Peserta Symposium Integrated Clinical Management of Patients at High Risk of Vascular Events. Medan, 25 November 2006.

34. Peserta Simposium The Scientific Evidence to Date: Reduction of Events in Cardiovascular Diseases. Medan 9 Desember 2006.

35. Peserta DHF Course II. Medan, 24 Pebruari 2007.

36. Peserta Workshop Shock and DVT. Medan, 7 Maret 2007.

37. Peserta Pertemuan ilmiah Tahunan VIII 2007 Departemen ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 8-10 maret 2007.

38. Panitia dan Peserta Workshop ECG in Daily Practice. Medan, 14 April 2007.

39. Peserta Road Show PAPDI 2007 dengan symposium which Anti Hypertension’s giving SMART Solution for Asian? . Medan, 14 April 2007.

40. Peserta Simposium era Baru Pengunaan Probiotic. Medan, 28 April 2007.

41. Peserta Simposium Trombosis-hemostasis Regional Pertama dengan tema: Meningkatkan Peran Trombosis-Hemostasis Dalam Multi Disiplin Ilmu Kedokteran. Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia. Medan, 1-2 Mei 2007

42. Peserta Simposium Diabetes, The Vitamin & Mineral Antioxidans Connection. Medan, 26 Mei 2007.


(5)

43. Peserta Simposium Current Issues in the Management of Gastritis and Gastropathy. Medan 9 Juni 2007.

44. Peserta The 4th New Trend in Cardiovascular Management. Medan, June, 15-16th 2007.

45. Peserta PAPDI Road Show 2008 Eli Lilly Training For Excellence. Medan, 26 Januari 2008

46. Peserta Workshop Update in Insulin Treatment. Medan, 12 April 2008

47. Peserta Workshop Hemostasis & Thrombosis Dan Penatalaksanaan Demam Dengue. Medan, 14 April 2008.

48. Peserta Workshop How to Choose an Appropriate OAD. Medan, 15 April 2008.

49. Peserta dan Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara New Era In Therapeutic Options. Medan, 17-19 April 2008.

50. Peserta Pelatihan Ultrasonografi Tahap Pertama, Perhimpunan Ultrasonik Kedokteran Indonesia. Jakarta, 7-11 Juli 2008.

51. Peserta Symposium of Venous Thromboembolism. Medan, 26 Juli 2008.

52. Peserta Festschrift Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan 10 November 2008

53. Peserta Thoracic and Cardiovascular Surgery Symposium. Medan 28-29 November 2008

54 Peserta Roadshow Nutrisi Klinik PB PAPDI. Medan 21-22 Februari 2009


(6)

55. Peserta Simposium Landmark Trial in The Management of Hypertension & Diabetes. Medan 7 Maret 2009

56. Peserta Symposium Enercore. Medan 17 Maret 2009

57. Peserta Symposium Managing Chronic Non-Malignant Pain. Medan 21 Maret 2009

58. Peserta Workshop Update from Clinical to Application in Internal Medicine. Medan 20-22 April 2009


Dokumen yang terkait

Efektifitas Teknik Effleurage Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan kala I

19 227 60

Studi Efek Penambahan Natrium Sulfat (Na2so4 25%) Terhadap Viskositas Larutan Pencuci Piring (dishwashing liquid)

7 96 59

PERBEDAAN PENAMBAHAN DICLOFENAC TOPIKAL PADA INTERVENSI INFRA RED RADIATION DAN AKTIF EXCERCISE TERHADAP PENGURANGAN NYERI OSTEOARTRITIS LUTUT.

0 1 12

PENGARUH HOLD RELAXED DAN TENS TERHADAP PENURUNAN NYERI AKTIVITAS BERJALAN PENGARUH HOLD RELAXED DAN TENS TERHADAP PENURUNAN NYERI AKTIVITAS BERJALAN PADA PENDERITA OSTEOARTRITIS LUTUT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 14

PENDAHULUAN PENGARUH HOLD RELAXED DAN TENS TERHADAP PENURUNAN NYERI AKTIVITAS BERJALAN PADA PENDERITA OSTEOARTRITIS LUTUT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 6

PENGARUH HOLD RELAXED DAN TENS TERHADAP PENURUNAN NYERI AKTIVITAS BERJALAN PADA PENGARUH HOLD RELAXED DAN TENS TERHADAP PENURUNAN NYERI AKTIVITAS BERJALAN PADA PENDERITA OSTEOARTRITIS LUTUT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

0 1 10

Penambahan Auto Static Stretching Hamstring Pada Intervensi Ultrasound, Tens Dan Isometric Quadricep Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Osteoarthritis Lutut Grade 3.

0 0 1

HUBUNGAN ANTARA NYERI DAN FLEKSIBILITAS S ENDI LUTUT, DENGAN KECEPATAN BERJALAN PAS IEN PADA PENDERITA OS TEOARTRITIS LUTUT

0 0 66

HUBUNGAN ANTARA NYERI DAN FLEKSIBILITAS SENDI LUTUT, DENGAN KECEPATAN BERJALAN PASIEN PADA PENDERITA OSTEOARTRITIS LUTUT

0 0 47

BERBAGAI KELUHAN FISIK YANG DIALAMI PASIEN OSTEOARTRITIS AKIBAT TERAPI NATRIUM DIKLOFENAK DIBANDINGKAN KURKUMINOID EKSTRAK RIMPANG KUNYIT

0 0 9