26 Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat empat “tepat” yang perlu dipenuhi
dalam hal efektivitas implementasi yaitu :
1 Apakah kebijakan tersebut sudah tepat yang dinilai dari sejauhmana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang
hendak dipecahkan. Apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Apakah kebijakan dibuat oleh
lembaga yang mempunyai kewenangan yang sesuai dengan karakter kebijakannya.
2 Tepat pelaksananya. Ada tiga pelaksana yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat swasta dan implementasi yang diswastakan.
3 Tepat target. Berkenaan dengan tiga hal yaitu : 1 apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan?, 2 apakah tidak ada tumpang
tindih dengan intervensi lain, atau 3 apakah tidak bertentangan dengan kebijakan lain?.
4 Tepat lingkungan. Terdapat dua lingkungan yang mempengaruhi yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan yang
pertama yaitu interaksi antara perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait.
Menurut Edward III dalam Nugroho 2003, menyatakan agar implementasi kebijakan dapat efektif maka harus ada komunikasi, ketersediaan sumberdaya
untuk melaksanakan, sikap dan tanggap dari para pihak yang terlibat dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. Implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
2.5. Evaluasi Program di Sektor Perikanan
Kebijakan pemerintah diimplementasikan ke dalam bentuk program kegiatan yang terkait langsung dengan tujuan yang ingin dicapai. Pendekatan yang
dipakai untuk melihat efektivitas program tersebut menurut Gysen 2002 diacu Suseno 2004 yaitu dengan mengelompokkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait
dengan efektivitas suatu kebijakan dalam tiga kategori yaitu: 1 Pertanyaan yang berbentuk deskriptif. Pertanyaan ini berkenaan dengan apa
yang terjadi;
27 2 Pertanyaan yang terkait dengan asal muasal. Pada kategori ini, pertanyaannya
tidak hanya terkait dengan apa yang terjadi, tetapi juga berusaha untuk memahami latar belakang terjadinya, perubahan-perubahan yang muncul dan
lain-lain sebagai akibat dari munculnya suatu kebijakan; Pertanyaan dapat berbentuk normatif.
3 Pertanyaan dalam kategori ini berkutat di sekitar kepuasan terhadap suatu kebijakan, seperti apakah implementasi kebijakan memberikan hasil yang
memuaskan. Penyusunan suatu program menurut Mazmanian dan Sabatier 1983 diacu
Wibawa et al 1994 hendaklah mengacu pada tiga langkah mencakup: 1 mengidentifikasi masalah yang harus diintervensi; 2 menegaskan tujuan yang
hendak dicapai; dan 3 merancang struktur proses implementasi. Tahapan program berikutnya adalah implementasi. Pada tahap
implementasi tersebut, langkah-langkah yang akan dilakukan harus di buat secara rinci. Menurut Casley dan Kumar 1987 diacu Wibawa et al 1994, langkah-
langkah tersebut meliputi : 1 Mengidentifikasi masalah;
2 menentukan faktor penyebab masalah; 3 Mengkaji hambatan dalam pembuatan keputusan;
4 Mengembangkan solusi alternatiif; dan 5 Memperkirakan solusi yang paling layak.
Finsterbusch and Moatz 1980 diacu Wibawa et al. 1994 mengatakan bahwa riset evaluasi berguna untuk memperbaiki program, riset ini tidak hanya
mengukur hasil melainkan juga karakteristik program dan lingkungannya. Menurut Dunn 2000, evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai
seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu
dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah. Selanjutnya Dunn 2000 juga menyatakan tiga pendekatan Evaluasi terbagi menjadi tiga tipe kriteria yaitu
efektivitas, efisiensi dan kecukupan. Perbedaan antar ketiga pendekatan tersebut dijelaskan melalui pertanyaan dan ilustrasi yang disajikan pada Tabel 1 berikut:
28 Tabel 1. Kriteria Evaluasi Kebijakan Publik
Tipe Kriteria Pertanyaan
Illustrasi Efektivitas
Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai
Unit Pelayanan Efisiensi Seberapa
banyak usaha
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan
Unit biaya, manfaat bersih, rasio cost benefit
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian
hasil yang diinginkan memecahkan masalah
Biaya tetap efektivitas tetap Pemerataan
Apakah biaya manfaat didistribusikan dengan
merata kepada kelompok- kelompok yang berbeda
Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor Hicks, Kriteria
rawis
Responsivitas Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai
kelompok-kelompok tertentu
Konsistensi dengan survei warga negara
Ketepatan Apakah hasil tujuan yang
diinginkan benar-benar berguna atau bernilai
Program publik harus merata dan efisien
Sumber : Dunn, 1994
Salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menangani isu tangkap berlebih di WPP Laut Jawa adalah dengan mencanangkan rasionalisasi
perikanan. Menurut Fauzi 2005, rasionalisasi didefinisikan sebagai usaha mengurangi ekses effort dan mengukuhkan hak pemilikan sebagian partial
property right. Rasionalisasi dilakukan dengan membatasi kapal limited entry
dan memberlakukan pajak. Pengukuhan hak pemilikan sebagian dilakukan dengan memberlakukan sistem kuota dan hak pengelolaan terbatas limited term right.
Kebijakan yang umum lainnya dalam rangka rasionalisasi menurut Adrianto 2003 dapat dilakukan melalui transformasi nelayan. Kebijakan ini pada intinya
bertujuan untuk memindahkan transform mata pencaharian nelayan baik secara vertikal misalnya dari nelayan menjadi pembudidaya ikan, pedagang perikanan
29 atau pengolah ikan, jadi masih tetap dalam koridor sistem perikanan, atau
dilakukan secara horisontal yaitu mengalihkan profesi nelayan menjadi kegiatan lain di luar sistem perikanan.
Secara teoritis, transformasi vertikal lebih dipilih sebagai salah satu alternatif kebijakan mengingat bahwa karakteristik komunitas perikanan pada
umumnya bersifat artisanal sehingga tidak jarang kegiatan perikanan merupakan satu-satunya pilihan hidup bagi masyarakat nelayan. Perubahan mata pencaharian
nelayan yang masih masuk dalam sistem perikanan, diharapkan tidak banyak terjadi gejolak sosial ekonomi yang timbul. Sama dengan dalam konteks relokasi
nelayan, faktor hak-hak sosial ekonomi masyarakat nelayan yang ditransformasi harus diperhatikan sehingga keberlanjutan masyarakat ini tetap dapat dijaga.
Adrianto, 2003
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan September 2006 hingga Februari 2007. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa
Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada daerah yang melaksanakan program rasionalisasi perikanan tangkap laut di Indramayu yaitu di Desa Karangsong dan
Desa Eretan Wetan, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah berbagai data dan informasi yang diperoleh langsung di Desa Karangsong
dan Desa Eretan Wetan. Data primer adalah berbagai data dan informasi yang diperoleh langsung dari informan maupun responden di lapangan yang merupakan
stakeholders yang terkait dengan program rasionalisasi perikanan di Kabupaten
Indramayu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang diacu dari
Singarimbun 1989. Pengambilan responden dilakukan secara sengaja purposive sampling method yang meliputi seluruh pihak terkait stakeholders .
Data sekunder didapatkan dari laporan dan penelitian terdahulu yang terkait dengan isu pembangunan berkelanjutan khususnya pada wilayah pengelolaan
perikanan yang sudah dalam kondisi tangkap berlebih over exploitation. Data sekunder didapat dari sejumlah dinas dan instansi pemerintah setempat seperti
Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Pusat Statistik BPS, Bank Rakyat Indonesia, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah maupun instansi- instansi penelitian.
Secara rinci, data berdasarkan jenis dan sumber datanya yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2 berikut: