I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak nabati bermanfaat luas dan memiliki keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya. Kelapa
sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber pendapatan non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi
minyak sawit sebagai bahan baku pada pembuatan minyak goreng sawit telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal
perkebunan kelapa sawit. Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit yang luas. Pada tahun 2004 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai
5,4 juta Ha dengan produksi CPO crude palm oil sebesar 12,11 juta ton BPS, 2004, dimana sebagian besar dari CPO tersebut digunakan sebagai
bahan baku pada pembuatan minyak goreng sawit.
Perkembangan industri minyak goreng sawit selama dasawarsa terakhir cukup menggembirakan seiring dengan beralihnya pola konsumsi
masyarakat, yakni dari minyak goreng kelapa ke minyak goreng sawit. Ini tercermin dari pertumbuhan volume produksi CPO dan minyak goreng sawit.
Perkembangan produksi CPO dunia mengalami peningkatan hingga tahun 2005 mencapai 30 juta ton. Sekitar 80 persen produksi CPO dunia ini
diekspor ke beberapa negara pengimpor CPO. Perkembangan produksi CPO dunia dapat dilihat pada Lampiran 1. Di lain pihak, pada tahun 2005 volume
produksi CPO Indonesia meningkat mencapai 13,62 juta ton. Peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan volume produksi minyak goreng sawit
yang cukup signifikan dalam waktu tujuh tahun dari tahun 1998 sebesar 2,07 juta ton menjadi 5,39 juta ton
Anonim
c
, 2006.
Proses bleaching pada industri pemurnian minyak goreng sawit merupakan suatu tahap proses pemucatan untuk menghilangkan zat-zat warna
pada minyak goreng sawit yang tidak disukai oleh konsumen. Proses pemucatan secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan komponen-
komponen aktif yang terkandung dalam minyak sawit seperti ß-karoten. Sebagai sumber provitamin A yang tinggi, ß-karoten sangat potensial
digunakan sebagai antioksidan yang murah dan efektif. Ini mengingat kandungan karotenoid yang cukup tinggi dalam olein sawit kasar sebesar
680-760 ppm Choo, 1994. Untuk itu perlu dilakukan proses pemisahan komponen-komponen aktif dalam minyak sawit seperti ß-karoten di industri
pemurnian minyak goreng sawit untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit. Selain itu, industri dapat mengurangi penggunaan bleaching earth
sehingga diharapkan akan memberikan keuntungan bagi industri pemurnian minyak goreng sawit.
Pemisahan ß-karoten dilakukan secara adsorpsi dan desorpsi. Pada proses adsorpsi digunakan atapulgit sebagai adsorben. Atapulgit merupakan
adsorben yang unggul dan selektif dibandingkan adsorben lain Lansbarkis, 2000. Desorpsi adalah peristiwa pelepasan kembali bahan yang telah diserap
oleh adsorben. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses desorpsi antara lain suhu, jenis eluen, lama proses dan jenis adsorben yang digunakan. Banyaknya
karoten yang terkonsentrasi dan dapat diperoleh kembali tergantung dari kondisi proses, baik lamanya proses, suhu, maupun jenis adsorben yang
digunakan Latip et al., 2001, serta jenis eluen yang digunakan Adnan, 1997. Selain itu, keberhasilan proses desorpsi tergantung pada metode
adsorpsi yang digunakan untuk proses pemisahan Chu et al., 2004. Pada proses pelepasan kembali ß-karoten dari atapulgit dilakukan percobaan
dengan perlakuan suhu berbeda dan digunakan isopropanol sebagai eluen. Penggunaan isopropanol perlu dilakukan untuk menggantikan heksan
yang umumnya digunakan dalam proses ekstraksi karoten yang dinilai kurang aman jika dikonsumsi dan banyak dihindari oleh industri.
Isopropanol merupakan jenis eluen semi polar yang dapat dikonsumsi dan dinilai
berpotensi mendesorpsi -karoten olein sawit kasar dari atapulgit. Kemampuan isopropanol melarutkan CPO cukup baik Baharin et al., 1998.
Pada penelitian ini heksan digunakan sebagai eluen pembanding. Kinetika desorpsi dan kondisi kesetimbangan sangat penting dalam memahami
karakteristik pelepasan ß-karoten dari atapulgit, kemungkinan mendapatkan kembali ß-karoten akan tercapai. Penelitian yang membahas kinetika desorpsi
dan kondisi kesetimbangan proses desorpsi diperlukan sebagai dasar untuk penggandaan skala dalam perancangan rekayasa proses industri.
Kinetika desorpsi ditunjukkan oleh nilai konstanta laju pelepasan k
des
Wankasi et al., 2005. Nilai k
des
dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan pengadukan. Peningkatan nilai k
des
seiring dengan meningkatnya suhu dan kecepatan pengadukan Chu et al., 2004. Energi aktivasi adalah energi yang
dibutuhkan oleh molekul untuk bereaksi. Parameter kinetika k
des
dan energi aktivasi menunjukkan kinerja eluen yang digunakan dalam proses desorpsi.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama tercapainya kondisi kesetimbangan desorpsi isotermal
β-karoten dari atapulgit dengan
menggunakan isopropanol dan heksan sebagai pembanding. Selain itu juga untuk menentukan nilai parameter kinetika desorpsi isotermal
β-karoten dari atapulgit dengan menggunakan isopropanol dan heksan sebagai pembanding,
yaitu konstanta laju desorpsi k
des
dan energi aktivasi E
a
.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Sawit Kasar Crude Palm Oil