Analisa Kepatuhan Pembayaran Dan Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

(1)

PROPOSAL RISET

ANALISA KEPATUHAN PEMBAYARAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR

Oleh:

Nama : Vicky Fran Siallagan

NIM : 122600001

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena atas pertolongan dan penyertaan-Nya, Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun tujuan penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “ANALISA KEPATUHAN PEMBAYARAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR”.

Dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini penulis mengalami banyak kesulitan, namun banyak bantuan berupa moral maupun materil yang penulis terima, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr.Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Patar Hutabarat selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan telah memberikan pengarahan kepada penulis selama proses penyusunan Tugas Akhir.


(3)

ii

4. Kepada seluruh dosen dan pegawai Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada kedua orang tua atas kasih sayang yang sangat luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Kepada kakak Vinny Alvionita Siallagan yang sudah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Kepada teman – teman di Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, atas dukungan dan kerjasama dalam menyusun Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari proposal ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penulisan yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Semoga proposal ini dapat memberikan nilai-nilai yang positif bagi para pembaca.

Medan, 8 Juli 2015

Penulis

Vicky Fran Siallagan


(4)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang PKLM ... 1

B.Tujuan dan Manfaat ... 3

C.Uraian Teoriti ... 6

D.Ruang Lingkup PKLM ... 9

E. Metode PKLM ... 10

F. Metode Pengumpulan Data ... 12

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A.Sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur ... 13

B.Visi Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur ... 15

C.Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur ... 17


(5)

iv

BAB III GAMBARAN DATA SPT MASA PPh PASAL 21

A.Teori Perpajakan Secara Umum ... 29

1. Sistem Pemungutan Pajak ... 29

2. Asas Pemungutan Pajak ... 30

3. Tarif Pajak ... 31

B.Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 ... 31

1. Ketentuan Umun ... 32

2. Jangka Waktu Pelaporan dan Sanksi ... 32

3. Saat Mulai Digunakan ... 33

4. Bukti Potong Pegawai Tetap ... 34

5. Nomor Induk Kependudukan dan Passport ... 35

6. Daftar Setoran Pajak ... 35

7. Daftar Biaya Usaha ... 36

C.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ... 36

1. Ketentuan ... 36

2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 43


(6)

v

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA

A.Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 47

1. Wajib Pajak Terdaftar dan Wajib PPh Pasal 21 ... 47

2. Bayar dan Lapor SPT PPh Pasal 21 Pada Tahun Pajak 2012 ... 50

3. Bayar dan Lapor SPT PPh Pasal 21 Pada Tahun Pajak 2013 ... 52

4. Bayar dan Lapor SPT PPh Pasal 21 Pada Tahun Pajak 2014 ... 54

5. Target dan Realiasasi Penerimaan PPh Pasal 21 KPP Pratama Medan Timur ... 56

B.Kendala - Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63


(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Bila dilihat sekilas ke belakang, perkembangan perekonomian di Negara Indonesia tidak stabil, atau mengalami maju mundur. Banyak upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk memajukan perekonomian dangan mendukung pelaksanaan Pembangunan Nasional, seperti terdapat pada APBN yang berasal Dalaam Negeri dan Luar Negeri.

Pengaruh yang bisa kita rasakan adalah tingginya tingkat persaingan dalam mencari pekerjaan. Tentunya hal ini mendorong kita untuk semakin berupaya keras lagi dalam mendapatkan pekerjaan di tengah persaingan yang ketat.

Seperti yang sudah kita ketahui dan dipelajari di awal semester, Pajak merupakan iuran wajib yang bayar oleh wajib pajak kepada negara berdasarkan undang - undang yang dapat dipaksakan, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pembangunan di segala bidang. Adapun diantaranya penyediaan fasilitas - fasilitas umum yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.


(8)

Di Indonesia salah satu sistem yang digunakan untuk memungut pajak ialah sistem self-assessment, dimana dalam sistem self-assessment wajib pajak diberikan wewenang untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri terutang pajaknya.

Dalam sistem ini wajib pajak diwajibkan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan setelah dibayar sebagaimana ditentukan dalam perundang - undangan perpajakan yakni dengan surat pemberitahuan (SPT) sebagai medianya. Adapun fungsi surat pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

Jenis - jenis surat pemberitahuan (SPT) ada beberapa macam, salah satu diantaranya adalah SPT Masa PPh pasal 21. SPT ini merupakan bentuk kerja sama antara wajib pajak dengan Dirjen Pajak untuk menentukan besarnya jumlah pajak terutang.

Adapun yang dimaksud dengan mengisi SPT adalah mengisi formulir SPT secara benar, jelas, lengkap dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan mengenai perhitungan jumlah pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan Perundang - undangan perpajakan. Pengisian SPT yang tidak benar yang berakibat timbulnya kerugian bagi negara akan dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 38 dan Pasal 39 dalam undang - undang perpajakan.


(9)

3

Namun pada kenyataannya sampai sekarang ini, masih banyak Wajib Pajak yang belum memahami tentang tata cara pengisian SPT, dan juga masih banyak Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT dengan benar sesuai dengan peraturan perundang - undangan perpajakan yang diakibatkan karena kurangnya informasi yang di peroleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran dan pelaporan SPT khususnya SPT masa PPh Pasal 21 perlu dimaksimalkan lagi.

Dari yang telah diuraikan diatas, bahwa masih banyak Wajib Pajak yang belum memahami tentang pelaksanaan pengisian dan penyampaian SPT PPh Pasal 21, sehingga mempengaruhi tingakt kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar dan melapor pajaknya. Maka penulis tertarik untuk memilih judul Tugas Akhir yaitu:

“ANALISA KEPATUHAN PEMBAYARAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR”

B. Tujuan dan manfaat PKLM

1. Tujuan PKLM

Di dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri adqa beberapa tujuan yang ingin di dapat. Adapun tujuan tersebut adalah :

a. Untuk mencari pengalaman kerja sebelum memasiki dunia kerja yang sesungguhnya.


(10)

b. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi yang benar sesuai dengan peraturan perundang - undangan perpajakan.

c. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi ke Kantor Pelayanan Pajak.

2. Manfaat PKLM 2.1. Bagi Penulis

a. Sebagai sarana memperoleh kemudahan untuk memahami/mempelajari mengenai prosedur - prosedur kerja dan menekuni pekerjaan yang ditetapkan dalam perusahaan.

b. Sebagai sarana mempersiapkan dan meningkatkan kemampuan diri sebelum menghadapi dunia kerja.

c. Sebagai sarana perbandingan antara ilmu dan keterampilan yang di terima selama diperkuliahan dengan kenyataan yang diperoleh dalam lingkungan kerja.

2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Mandiri Medan Timur

a. Dapat digunakan sebagai bahan refrensi, saran dan masukan sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak.

b. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.


(11)

5

c. Sebagai sarana meningkatkan hubungan baik dan kerjasama dengan pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

2.3. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan USU a. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Program studi

Diploma III Administrasi Perpajakan dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur.

b. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintah yang bersangkutan dalam memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

c. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

d. Dapat meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta memantapkan pengetahuan dan keterampilan mehasiswa dalam menetapkan ilmu khususnya di bidang perpajakan.

e. Membuka interaksi antara dosen dengan instansi yang bersangkutan dalam memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang di terima mahasiswa melalui penelitian.


(12)

C. Uraian Teoritis

1. Definisi dan Ciri-Ciri Pajak

Menurut Rochmat Soemitro pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra – prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Adriani pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yanng terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi-kembali yang langsung dapat ditunjuk,dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Dari definisi pajak tersebut maka disimpulkan bahwa secara umum dan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Nomor: 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari beragam pengertian pajak diatas maka pajak memiliki ciri- ciri sebagai berikut :

a. Iuran atau kontribusi wajib rakyat kepada negara

b. Dipungut oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang dan memaksa c. Tanpa jasa timbal atau kontra-prestasi langsung yang dapat ditunjuk d. Digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran umum pemerintahan; e. Penggunaan iuran pajak untuk kemakmuran rakyat.


(13)

7

2. Fungsi Pajak

Mardiasmo (2008) menjelaskan bahwa ada 2 fungsi pajak yaitu: a. Fungsi Penerimaan atau Budgeter

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran negara.

b. Fungsi Mengatur atau Regulerend

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh:

i. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

ii. Pajak yang tinggi untuk barang- barang mewah untuk mengurangi gaya hidup yang konsumtif.

iii. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% utuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

3. Penggolongan Pajak

Penggolongan pajak dibedakan atas dua jenis yaitu:

a. Berdasarkan Wewenang Pemungutannya terdiri atas dua jenis yaitu :

i. Pajak Negara (Pusat) adalah pajak yang wewenang pemungutannyadimiliki oleh Pemerintah Pusat. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea


(14)

Materai (BM), Pajak Pertambahan nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

ii. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Contohnya adalah Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Hiburan, Pajak Restoran dan Pajak Galian Golongan C. b. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan terdiri atas dua jenis yaitu:

i. Pajak Langsung yang dibagi menurut pengertian secara:

Administrasi : berkohir (surat ketetapan pajak) dan dikenakan secara berkala berulang pada waktu tertentu misalnya setiap tahun. Ekonomis : beban pajak harus ditanggung sendiri dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

ii. Pajak Tidak Langsung, yang dapat dibagi menurut pengertian secara:

Administrasi: tanpa berdasarkan kohir (surat ketetapan pajak) dan dikenakan hanya bila terjadi hal atau peristiwa yang terkena pajak Ekonomis : beban pajak dapat dilimpahkan kepada orang lain . Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM)


(15)

9

c. Berdasarkan Sasaran

Penggolongan pajak berdasarkan Sasaran dibedakan atas dua yaitu:

i. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi Wajib Pajak, seperti Pajak Penghasilan

ii. Pajak Objektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama pada objek (benda peristiwa, perbuatan, atau keadilan) yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak, seperti PPN dan PPnBM.

Di Indonesia Undang-undang Perpajakan terdiri atas dua jenis yaitu:

1. Undang-undang Pajak Formal seperti : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Pengadilan Pajak (UU PP), dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(UU PPSP).

2. Undang-undang pajak Material misalnya: Pajak Penghasilan (UU PPh), Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPn BM), serta Bea materai (UU BM).

D. Ruang Lingkup PKLM

Praktik kerja lapangan ini dilakukan dilakukan di KPP Pratama Medan Timur. Dalam PKL ini penulis ingin memfokuskan kegiatan Praktik Kerja Lapangan tentang analisa kepatuhan pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.


(16)

Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah :

1. Proses pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

2. Kendala – kendala dalam proses pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

3. Perealisasian dalam meningkatkan kepatuhan pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

E. Metode PKLM

Adapun sumber - sumber data yang diperlukan penulis untuk mendukung pembuatan laporan ini adalah:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari pengajuan judul, persetujuan judul, pembuatan peroposal, seminar proposal, penunjukan dosen pembimbing, hingga pada konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Penulis melakukan dari buku - buku ilmiah atau sumber bacaan lainnya yang berhubungan dengan Analisa Kepatuhan Pembayaran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.


(17)

11

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang ada pada instansi yang bersangkutan mengenai objek yang hendak diteliti dengan maksud untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan. 4. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dapat dibagi dua, yaitu: a. Data Primer

Yaitu dengan malakukan wawancara dan observasi langsung terhadap fiskus di KPP Medan Timur serta mengadakan pengamatan terhadap objek yang hendak diteliti dengan maksud untuk mendapatkan data informasi yang dibutuhkan.

b. Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder dengan menggunakan penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca, melihat dan mencari buku - buku bacaan yang berhubungan dengan masalah yang dirumuskan.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Penulis menganalisis dan mengevaluasi data mengenai pelaksanaan prosedur untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan masa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21.


(18)

F. Metode Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan sumber - sumber data di atas adalah sebagai berikut:

1. Metode Wawancara (Interview)

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan langsung terhadap pegawai yang dianggap dapat memberi masukan dan informasi yang diberikan bagi penyusunan laporan ini.

2. Metode Observasi

Yaitu engan melalukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data yang diperlukan untuk pembahasan masalah.

3. Metode Dokumentasi

Dalam metode ini penulis meminta doikumen yang berhubungan dengan objek PKLM.


(19)

13 BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

A. Sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

Kantor pelayanan pajak dimulai pada masa penjajahan belanda, dan masa itu kantor pelayanan pajak masih disebut Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan negara Republik Indonesia berubah nama menjadi kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi kantor Inspeksi Pajak dengan Induk Organisasinya adalah Direktorat Jendral Pajak.

Di Sumatera Utara sendiri pada tahun 1976 berdiri 3 (tiga) kantor inspeksi pajak, yaitu :

1.Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan. 2.Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara. 3.Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Pada tahun 1978 Kantor Pajak Medan Selatan dipecah menjadi 2 (dua), yaitu Kantor Pajak Medan Selatan dan Kantor pajak medan Kisaran. Untuk memudahkan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan


(20)

dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikannyalah Kantor Inspeksi Medan Timur.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pajak kepada masyarakat. Maka dibuatlah perubahan secara menyeluruh pada Direktora Jendral Pajak yang keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989.

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993, maka pada tanggal 1 Januari 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. Kantor ini merupakan pecahan dari 3 (tiga) Kantor Pelayanan Pajak, yaitu :

1.Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2.Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3.Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak di kota Medan berubah menjadi 4 (empat) wilayah kerja, yaitu :

1.Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2.Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3.Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4.Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Berdasarkan Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat


(21)

15

Jendral Pajak” maka Kantor Pelayanan Pajak di Kota medan menjadi enam wilayah kerja, yaitu :

1.Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2.Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3.Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota 4.Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia 5.Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan 6.Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Setelah adanya moderenisasi perpajakan tahun 2008, struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak sebelumnya, yaitu berdasarkan jenis pajak berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang struktur organisasinya berdasarkan fungsi jabatan. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur mulai beroprasi pada tanggal 27 Mei 2008, berdasarkan keputusan Direkorat Jendral Pajak Nomor 95/PJ.01/2008 tanggal 19 Mei 2008.

(Sumber: Dokumen Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur)

B. Visi Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

Keberhasilan program moderenisasi di lingkungan Direktorat Jendral Pajak khususnya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, tidak hanya membawa paradigma dan perubahan prilaku pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Tetapi lebih jauh juga dapat dampak positif terhadap pembangunan dan kualitas kesehatan di negri ini.


(22)

Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jendral Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan. Adapun visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut :

Visi Direktorat Jendral Pajak

“Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan moderen yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan propesionalisme yang tinggi”.

Misi Direktorat Jendral Pajak

”menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang – undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem Administrasi Perpajakan yang efektif dan efisien”.

Visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

“Menjadi kantor pelayanan pajak terbaik tingkat nasional dalam menunjang penerimaan negara melalui pelayanan prima”.

Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

“Mencapai kinerja yang optimal melalui pelayanan, penyuluhan dan pengawasan berdasarkan ketentuan perpajakan”.


(23)

17

C. Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi meggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara satu dengan yang lainnya dan bagaimana hubungan aktifitas dan fungsi dibatasi.

Struktur organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur adalah sebagai berikut :

1.Sub bagian umum dan Kepatuhan Internal 2.Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3.Seksi Pelayanan

4.Seksi Pemeriksaan 5.Seksi Penagihan

6.Seksi Ekstensifikasi Perpajakan dan Penyuluhan Perpajakan 7.Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

8.Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9.Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10.Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV


(24)

Adapun wilayah kerja di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur antara lain:

1. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

Kelurahan Pulo Brayan Darat I dan II Kelurahan Sidodadi. 2. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II

Kelurahan Sei Kera Hilir I dan II, Kelurahan Sidorame Barat I dan II, Kelurahan

Pahlawan, Kelurahan Sei Kera Hulu, Kelurahan Padau Hilir dan Kelurahan Tegal Rejo.

3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

Kelurahan Bandar Selamat, Kelurahan Bantan, Kelurahan Bantan Timur, Kelurahan Indri Kasih, Kelurahan Sidorejo, Kelurahan Sidorejo Hilir dan Kelurahan Printis.

4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV

Kelurahan Durian, Kelurahan Gaharu, Kelurahan Glugur Darat I dan II, Kelurahan Gang Buntu dan Kelurahan Pulo Brayan Bengkel.


(25)

19

Tabel 2.1 Jumlah Pegawai KPP Pratama Medan Timur

No. Unit

Jumlah Pegawai (Orang)

1 Sub Bagian Umum 7

2 Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 10

3 Seksi Pelayanan 14

4 Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 15

5 Seksi Penagihan 4

6 Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 6

7 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 7

8 Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8 9 Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8 10 Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 8

Jumlah 87 Orang


(26)

D. Uraian Tugas dan Fungsi 1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

Adapun tugasnya sebagai berikut:

a. Penatausahaan surat masuk dan keluar

b. Menyusun tanggapan/ tindak lanjut terhadap surat hasil pemeriksaan/ laporan hasil pemeriksaan dari Ditjen Kemenkeu/BPK/ Unit Fungsional Pemeriksaan lainnya.

c. Menyusun tanggapan terhadap surat pengaduan anggota masyaraakat melalui pos maaupun secara langsung.


(27)

21

d. Menyusun laporan berkala KPP, meliputi Laporan Ketertiban pegawai, Laporan Penggunaan Anggaran, Laporan Pemakaian Barang-barang milik negara dan lain sebagaainya.

e. Meneliti pelanggaran disiplin pegawai yang terjadi sessuai dengan peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010.

f. Pengadministrasian hak-hak pegawai antaraa lain hak cuti, asuransi kesehatan, pengangkatan pegawai, pengajuan pengsiun dan sebagainya.

g. Pengadministrasian gaji pegawai.

h. Pemeliharaan aset-aset negara serta pengadaaan barang-barang kebutuhan kantor.

i. Pengelolaan dan penggunaan anggaran, serta mengelola sistem akuntansi instansi.

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Melakukan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja. Adapun tugasnya sebagaai berikut:

a. Menyusun rencana penerimaan pajak berdassaarkan ekonomi dan keuangan.


(28)

b. Menatausahaan penerimaan pajak.

c. Membuat laporan monitoring penerimaan pajak dan extra effort.

d. Perbaikan komputer dan aplikasi komputer. e. Penatausahaan alat keterangan.

f. Penatausahaan surat-surat masuk pada seksi pengolaan data dan informasi.

g. Pengaturan jaringan komputer keseluruh pegawai serta pengawasan terhadap penggunaan jaringan komputer.

4. Seksi Pelayanan

Melaksaanakan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun tugasnya sebagai berikut.

a. Menatausahakan surat-surat permohonan dari wajib pajak dan surat-surat lainnya pada tempat pelayanan terpadu (TPT)

b. Menatausahakan surat-surat masuk untuk seksi pelayanan. c. Penatausaahakan arsip/berkas perpajakan.

d. Menyelesaikan registrasi wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak serta permohonan NPWP.

e. Menyelesaikan permohonan penghapusan NPWP dan pengukuhan PKP.


(29)

23

f. Menerbitkan surat keputusan pembetulan produk hukum. g. Pemberitahuan wajib pajak keluar/ pindah masuk.

h. Menatausahakan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN atau SPT masa PPh pemotong dan pemungut yang telah diterima kembali dalam rangka pengawasan kepatuhan wajib pajak. i. Menyelesaikan permohonan perpanjangan jangka waktu

penyampaian SPT Tahunan PPh.

j. Melayani peminjaman/ pengiriman berkas dari/ ke KPP lain. k. Melaksanakan pemenuhan permintaan konfirmasi dan

klarifikasi.

l. Mencetak surat teguran sehubungan dengan SPT Tahunan PPh, SPT masa PPh, SPT masa PPN, yang tidak di sampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

m. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak(STP).

n. Melaksanakan penyuluhan perpajakan.

o. Melaksanakan pelayanan kebutuhan informasi perpajakan yang dibutuhkan oleh wajib pajak


(30)

5. Seksi Penagihan

Pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan. Adapun tugasnya sebagai berikut:

a. Menatausahakan surat masuk ke seksi penagihan.

b. Melakukan pengawasan terhadap tunggakan dan angsuran/pelunasan pajak.

c. Menerbitkan dan menyampaikan surat teguran kepadaa wajib pajak.

d. Menerbitkan dan melaksanakan surat paksa.

e. Menerbitkan SPMP (surat perintah melakukan penyitaan) dan melaksanakan penyitaan.

f. Menerbitkan surat permintaan pemblokiran rekening wajib pajak kepada pimpinan bank.

g. Melakukan proses lelang atas harta kekayaan penunggakan pajak yang telah disita.

h. Melakukan penelitian administratif dan penelitian setempat terhadap piutang pajak yang diperkirakan tidak dapat ditagih/tidak mungkin ditagih lagi.

i. Melakukan penelitian atas usulan penghapusan piutang pajak. j. Menjawab konfirmasi data tunggakan wajib pajak.


(31)

25

6. Seksi Pemeriksaan

Pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya. Adapun tugasnya sebagai berikut:

a. Menatausahakan surat masuk ke seksi pemeriksaan dan kepatuhan internal.

b. Mengusulkan wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan. c. Menerbikan surat perintah pemeriksaan (SP2), surat pemberitahuan

(SPT) pemeriksaan pajak dan surat pemanggilan pemeriksaan pajak.

d. Menatausahakan laporan hasil pemeriksaan (LPH) dan nota perhitungan (Nothit).

e. Mengusulkan dilakukannya penyidikan pajak. f. Membuat laporan tentang wajib pajak patuh. g. Pengawasan / kepatuhan internal.

7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan subjek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapu tugasnya sebagai berikut:


(32)

a. Menatausahakan surat yang masuk ke seksi ekstensifikasi perpajakan.

b. Menerbitkan surat himbauan ber-NPWP.

c. Mencari data dari pihak ketiga dalam rangka pembentukan data perpajakan.

d. Mencari data potensi perpajakan dalam pembuatan monografi fiska.

e. Pembuatan daftar biaya komponen bangunan (DBKB). 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Melaksanakan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu).

a. Melakukan pengawasan penerbitan surat teguran kepada wajib pajak yang belum menyampaikan surat pemberitahuan (SPT). b. Melaksanakan peneliatian dan analisa kepatuhan material wajib

pajak.

c. Melakukan penghapusan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.


(33)

27

d. Pengusulan wajib pajak / PKP fiktif. e. Pengusulan wajib pajak patuh.

f. Melakukan penelitian untuk mengusulkan penerbitan Surat Keterangan Fiskal (SKF).

g. Pemberian izin penggunaan mesin teraan materai.

h. Melakukan bimbingan dan memberikan konsultasi teknis kepada wajib pajak.

i. Mengirimkan himbauan perbaikan surat pemberitahuan (SPT). j. Melakukan kunjungan kerja ke lokasi wajib pajak dalam rangka

pengawasan dan wajib pajak.

k. Melaksanakan rekonsiliasi data wajib pajak (data maching). l. Membuat surat keterangan bebas (SKB).

9. Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksaan Pajak

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi ,sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi.Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal

a. melakukan pemeriksaan sederhana lapangan atau pemeriksaan lengkap.


(34)

c. Membuat nota perhitungan (Nothit) pajak, daftar kesimpulan hasil pemeriksaan (DKHP) dan alat keterangan (Alket).


(35)

29 BAB III

GAMBARAN DATA SPT MASA PPh PASAL 21

A. TEORI PERPAJAKAN SECARA UMUM

1. Sistem Pemungutan Pajak

Ada tiga (3) Sistem Pemungutan Pajak yang berlaku yaitu:

1. Assesment System

Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus b. Wajib Pajak bersifat pasif

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus

2. Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri pajak terutang.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang


(36)

3. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak terutang Wajib Pajak ada pada pihak ketiga bukan pihak fiskus ataupun Wajib Pajak sendiri.

2. Asas Pemungutan Pajak

Dalam Pemungutan Pajak dikenal beberapa asas yaitu:

a. Asas Domisili, yaitu bahwa wajib pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada di wilayah suatu negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak.

b. Asas Sumber, yaitu bahwa pembebanan pajak oleh negara hanya terhadap objek pajak yang bersumber atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas Kebangsaan, yaitu bahwa status kewarganegaran seseorang menentukan pembebanan pajak terhadapnya. Perlakuan perpajakan antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki perbedaan.


(37)

31

3. Tarif Pajak

Penentuan besarnya pajak didasarkan pada tarif yang telah ditetapkan dengan peraturan perpajakan. Secara umum dikenal ada empat (4) jenis tarif perpajakan yaitu:

a. Tarif Proporsional atau dikenal dengan tarif sebanding atau sepadan yaitu tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak. Contohnya adalah PPN

b. Tarif Progresif yaitu tarif berupa persentase yang meningkat apabila jumlah yang dikenai pajak juga meningkat. Contohnya adalah PPh

c. Tarif Degresif yaitu beupa persentase yang semakin kecil apabila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

d. Tarif Tetap yaitu berupa jumlah yang tetap (sama) untuk berapun jumlah yang dikenai pajak. Contohnya adalah bea materai.

B. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PPh PASAL 21

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 18 April 2013, Dirjen Pajak menggulirkan regulasi terbaru mengenai SPT Masa PPh Pasal 21/26 dengan menerbitkan PER-14/PJ/2013. Seperti dinyatakan dalam peraturan tersebut, SPT baru ini mulai diberlakukan per tanggal 1 Januari 2014.


(38)

1. Ketentuan Umum

Sebagaimana telah diketahui, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh, para pemberi kerja, dana pensiun, bendahara pemerintah, badan yang membayar honorarium dan sejenisnya serta para penyelenggara kegiatan, ditugaskan untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21. Pemotongan PPh Pasal 21 ini wajib mereka lakukan terhadap imbalan (penghasilan) yang mereka bayarkan (atau terutang) kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Sedangkan bila si WP orang pribadi penerima penghasilan tersebut berstatus sebagai WP luar negeri, maka jenis PPh yang harus dipotong adalah PPh Pasal 26.

PPh Pasal 21/26 yang telah dipotong tersebut selanjutnya harus disetorkan ke kas negara sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini jika terjadi keterlambatan setor, para subjek pemotong PPh Pasal 21/26 tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan.

2. Jangka Waktu Pelaporan dan Sanksi

Selanjutnya tugas terakhir para subjek pemotong PPh Pasal 21/26 adalah melaporkan pelaksanaan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21/26 tersebut kepada KPP tempat subjek pemotong PPh tersebut terdaftar. Pelaporan tersebut menggunakan media yang dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 (lebih sering disebut dengan SPT Masa PPh Pasal 21/26).


(39)

33

SPT Masa PPh Pasal 21/26 tersebut wajib disampaikan (baca: dilaporkan) kepada KPP tempat subjek pemotong PPh terdaftar NPWP, paling lambat pada tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak (bulan) terutangnya PPh Pasal 21/26. Dalam hal ini jika terjadi keterlambatan pelaporan, subjek pemotong PPh dapat dikenai sanksi administrasi denda sebesar Rp 100.000,- untuk setiap SPT Masa PPh yang terlambat dilaporkan.

3. Saat Mulai Digunakan

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang berlaku mulai 1 Januari 2014, yang ditetapkan oleh PER-14/PJ/2014 ini, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Apabila PPh Pasal 21/26 yang terutang untuk Masa Pajak (bulan) Desember 2013 dilaporkan pada tanggal 20 Januari 2014 atau tanggal-tanggal sebelumnya (sesuai dengan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh), maka formulir SPT yang harus digunakan adalah formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang lama (yang dipakai saat ini, sesuai dengan PER-32/PJ/2009);

2. Apabila PPh Pasal 21/26 yang terutang untuk Masa Pajak (bulan) Desember 2013 dilaporkan setelah tanggal 20 Januari 2014 (yang berarti ada keterlambatan pelaporan SPT), maka formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang harus digunakan adalah formulir SPT Masa PPh Pasal 21 yang terbaru ini (yang ditetapkan oleh PER-14/PJ/2013).


(40)

Begitu pun jika seandainya WP pemotong PPh Pasal 21/26 melakukan pembetulan terhadap SPT PPh Pasal 21 Masa Pajak (bulan) Januari hingga Nopember 2013, dan pembetulan SPT itu dilakukan pada bulan Januari 2014, maka formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang harus digunakan sebagai SPT pembetulan adalah formulir terbaru yang ditetapkan oleh PER-14/PJ/2013 ini. Tetapi jika pembetulan terhadap SPT-SPT tersebut dilakukan sebelum 1 Januari 2014, maka formulir SPT yang harus digunakan adalah formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang lama (yang diatur oleh PER-32/PJ/2009 yang saat ini sedang digunakan).

4. Bukti Potong Pegawai Tetap

Di SPT Masa PPh Pasal 21/26 terbaru tersebut, ada lampiran baru berkode Formulir 1721-I. Ini adalah formulir lampiran SPT berupa Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap.

Formulir ini harus dilampirkan pada setiap Masa Pajak (bulan). Tetapi bukan berarti WP pemotong PPh harus membuat Bukti Potong PPh Pasal 21 (Formulir 1721-A1/A2) setiap bulan (Masa Pajak). Sebab seperti yang dijelaskan dalam petunjuk pengisiannya, kolom Nomor dan Tanggal Bukti Potong serta kolom Masa Perolehan Penghasilan, tidak perlu diisi.

Pengisian ketiga kolom tersebut dilakukan hanya pada lampiran di bulan Desember yaitu pada saat dilakukan penghitungan ulang setahun. Ya, Formulir 1721-I ini, khusus pada bulan (Masa Pajak) Desember harus dibuat dalam 2 (dua)


(41)

35

set, di mana set yang pertama berisi penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap khusus untuk bulan Desember dan set yang kedua berisi penghitungan ulang selama satu tahun. Dan pada set yang ke-2 inilah ketiga kolom tersebut diisi.

5. Nomor Induk Kependudukan dan Passport

Hal lain yang ditambahkan pada SPT Masa PPh Pasal 21/26 terbaru ini, adalah adanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) maupun Nomor Passpor yang harus diisikan pada Bukti Pemotongan PPh Pasal 21. Baik Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap (Formulir 1721-A1/A2) maupun pada Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final dan Tidak Final. Artinya, kita sebagai pemotong PPh Pasal 21, mulai 1 Januari 2014 nanti harus meminta pegawai atau non-pegawai untuk menyerahkan fotokopi KTP atau fotokopi passport untuk melengkapi pembuatan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26.

6. Daftar Setoran Pajak

Formulir lainnya yang juga terbilang baru dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 terbaru tersebut adalah Formulir 1721-IV. Ini adalah formulir yang bersisi daftar Surat Setoran Pajak (SSP) atau pun bukti Pemindahbukuan (Pbk) yang telah disetorkan oleh WP pemotong PPh Pasal 21.


(42)

7. Daftar Biaya Usaha

Khusus bagi pemotong PPh Pasal 21/26 yang menurut ketentuan pajak tidak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh, mereka diwajibkan untuk melampirkan Formulir 1721-V yang merupakan daftar biaya usaha selama setahun. Formulir ini wajib dilampirkan khusus pada bulan (Masa Pajak) Desember.

C. PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak penghasilan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

1.Ketentuan

a. Pemotong PPh Pasal 21

Pemotong pajak yang memotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT Asabri.


(43)

37

4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.

5. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

6. Penyelenggara kegiatan.

b. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 1. Pegawai tetap.

2. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor / direct selling dan kegiatan sejenis.

3. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

4. Penerima honorarium. 5. Penerima upah.

6. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).


(44)

c. Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

a. Bukan warga negara Indonesia dan

b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh

Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

d. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar


(45)

39

pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang merupakan calon pegawai;

4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;

5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri atas:

a. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)


(46)

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c. Olahragawan;

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial;

g. Agen iklan;

h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat; i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; j. Peserta perlombaan;

k. Petugas penjaja barang dagangan; l. Petugas dinas luar asuransi;

m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;

6. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.


(47)

41

7. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda/duda atau anak-anaknya.

e. Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit);

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;


(48)

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh). Ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008.

f. Ketentuan Lainnya

1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.

2. Pemotong PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir.

3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.


(49)

43

4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

a. Tarif dan Penerapannya

1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:

a. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

b. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan); dikurangi PTKP.


(50)

c. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.

d. Distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis: penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP per bulan. 2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan,

komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.

3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.

4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang


(51)

45

dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:

a. 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 (dikecualikan dari pemotongan pajak).

b. 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000.

c. 10% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000.

d. 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000.

e. 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000.

6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali


(52)

yang dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke bawah, anggota TNI/Polri berpangkat Peltu atau Aiptu ke bawah.

3. Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 21 a. Cara penyetoran PPh pasal 21

1. Penyetoran PPh pasal 21 dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak.

2. Penyetoran PPh pasal 21 menggunakan SSP disetor ke bank persepsi, kantor pos terdekat.

3. PPh pasal 21 disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

4. Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran jatuh tempo pada hari libur maka pembayaran atau penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.

b. Cara pelaporan PPh pasal 21

1. Pelaporan PPh pasal 21 dilakukan dengan menggunakan SPT masa PPh pasal 21.

2. Pelaporan PPh pasal 21 menggunakan SPT masa PPh pasal 21 dilaporkan ke KPP Pratama setempat.

3. SPT masa PPh pasal 21 dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

4. Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja sebelumnya.


(53)

47 BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PPh Pasal 21

Untuk mengukur tingkat kepatuhan Wajib Pajak Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, penulis menganalisa tingkat kepatuhan Wajib Pajak Pajak Penghasilan pasal 21 dalam kaitannya dengan SPT Masa PPh pasal 21.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Wajib Pajak PPh Pasal 21 mempunyai kewajiban untuk menyetor atau membayar kebajiban pajaknya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dan melapor SPT masa PPh pasal 21 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Berikut merupakan data yang di peroleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur pada tahun berjalan 2012-2014

Tabel 1

Wajib Pajak Terdaftar dan Wajib PPh Pasal 21

Tahun Pajak

Wajib Pajak Terdaftar Wajib PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

2012 88.527 9.006 642 343 9.006 642

2013 93.027 9.125 595 332 9.125 595


(54)

Adapun persentasi jumlah Wajib Pajak PPh Pasal 21 dari Wajib Pajak yang terdaftar adalah :

- Tahun 2012

OP : (343/88.527) x 100% = 0,387% Badan : (9.006/9.006) x 100% = 100% Pemungut : (642/642) x 100% = 100% - Tahun 2013

OP : (332/93.027) x 100% = 0,356% Badan : (9.125/9.125) x 100% = 100% Pemungut : (595/595) x 100% = 100% - Tahun 2014

OP : (307/98.026) x 100% = 0,313% Badan : (9.693/9.693) x 100% = 100% Pemungut : (620/620) x 100% = 100%

Dari tabel 1 tersebut, kita dapat melihat daftar Wajib Pajak yang terdaftar dan yang Wajib PPh Pasal 21 dari sektor Orang Pribadi, Badan dan juga Pemungut. Kita dapat melihat bahwa Wajib Pajak yang Wajib PPh Pasal 21 di sektor Orang Pribadi dari tiga tahun berjalan mengalami penurunan di setiap tahunnya. Tercatat di tahun 2012 jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi sebanyak 343 Wajib Pajak, namun di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 11 Wajib Pajak menjadi 332 Wajib Pajak, dan pada tahun 2014 juga mengalami penurunan sebanyak 25 Wajib Pajak menjadi 307 Wajib Pajak. Dengan menurunnya jumlah


(55)

49

Wajib Pajak Orang Pribadi, berarti menunjukkan jumlah pemotong pajak ataupun pemberi kerja semakin berkurang, yang artinya beberapa perusahaan yang dipimpin oleh si pemotong pajak tidak lagi beroperasi. Namun Wajib Pajak yang Wajib PPh Pasal 21 pada sektor Badan justru mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir, tercatat Wajib PPh Pasal 21 pada tahun 2012 sebanyak 9.006 Wajib Pajak lalu meningkat di tahun 2013 menjadi 9.125 Wajib Pajak dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 9.693 Wajib Pajak.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi naik – turunnya Wajib Pajak dalam 3 tahun terakhir. Pada sektor Orang Pribadi. Berbeda dengan sektor OP, jumlah Wajib Pajak PPh Pasal 21 pada sektor Badan justru mengalami pertumbuhan di setiap tahunnya. Tingkat aktifitas yang tinggi dan dibarengi dengan kebutuhan yang tinggi pula tentu akan meningkatkan peluang usaha. Hal tersebut tentu menyebabkan bertambahnya suatu badan usaha dan juga semakin berkembangnya badan usaha yang telah ada. Tentu hal ini juga akan mempengaruhi Wajib Pajak PPh Pasal 21 pada sektor Badan.

Data yang akan di analisa selanjutnya adalah data mengenai pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 21 dalam tahun berjalan 2012 sampai 2014.


(56)

Tabel 2

Bayar dan Lapor SPT PPh Pasal 21 Pada Tahun Pajak 2012

Bulan

Bayar PPh Pasal 21 Lapor SPT PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

N KB LB N KB LB N KB LB

Januari

129 500 35 166 129 - 1.792 500 2 - 24 -

Februari

79 475 42 211 79 - 1.812 475 1 - 24 -

Maret

68 487 52 222 68 - 1.801 487 2 - 23 -

April

61 495 57 233 61 - 1.795 495 3 - 20 -

Mei

65 490 54 230 65 - 1.814 490 4 - 21 -

Juni

60 498 65 236 60 - 1.814 498 4 - 20 -

Juli

60 509 67 223 60 - 1.815 509 2 - 21 -

Agustus

70 503 60 220 70 - 1.832 503 2 - 20 -

September

55 504 64 238 55 - 1.829 504 1 - 20 -

Oktober

60 515 61 227 60 - 1.823 515 2 - 20 -

November

75 529 63 210 75 - 1.813 529 2 - 19 -

Desember

93 604 74 191 93 - 1.720 604 3 - 18 -

Rata – rata Wajib Pajak yang bayar dan lapor PPh Pasal 21 pada tahun 2012

Bayar PPh Pasal 21 Lapor SPT PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

N KB LB N KB LB N KB LB


(57)

51

Keterangan :

Pada Tabel 2 (Tahun 2012) dapat disimpulkan informasi sebagai berikut:

a. Pada kolom Bayar PPh Pasal 21 pembayaran PPh Pasal 21 paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Desember sebanyak 604 Wajib Pajak, sedangkan pembayaran PPh Pasal 21 paling sedikit yaitu sektor Pemungut pada bulan Januari sebanyak 35 Wajib Pajak.

b. Pada kolom Lapor SPT PPh Pasal 21 :

b.1 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Nihil paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Agustus sebanyak 1832 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Nihil pada sektor Pemungut tidak ada sama sekali.

b.2 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Kurang Bayar paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Desember sebanyak 604 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Kurang Bayar paling sedikit yaitu sektor Pemungut pada bulan Desember sebanyak 18 Wajib Pajak.

c. Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Mei dan Juni sebanyak 4 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar pada sektor Orang Pribadi dan Pemungut tidak ada sama sekali.


(58)

Tabel 3

Bayar dan Lapor SPT PPh Pasal 21 Pada Tahun Pajak 2013

Bulan

Bayar PPh Pasal 21 Lapor SPT PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

N KB LB N KB LB N KB LB

Januari

67 497 39 224 67 - 1.847 497 12 - 21 -

Februari

48 484 44 240 48 - 1.871 484 8 - 20 -

Maret

49 492 58 237 49 - 1.856 492 3 - 19 -

April

53 499 60 231 53 - 1.852 499 3 - 18 -

Mei

50 508 66 237 50 - 1.839 508 2 - 17 -

Juni

46 505 61 237 46 - 1.827 505 3 - 15 -

Juli

49 521 63 236 49 - 1.810 521 2 - 15 -

Agustus

50 524 53 232 50 - 1.816 524 3 - 16 -

September

53 529 61 218 53 - 1.811 529 1 - 11 -

Oktober

48 517 58 231 48 - 1.808 517 1 - 11 -

November

46 533 55 232 46 - 1.779 533 1 - 12 -

Desember

69 605 71 209 69 - 1.628 605 8 - 7 -

Rata – rata Wajib Pajak yang bayar dan lapor PPh Pasal 21 pada tahun 2013

Bayar PPh Pasal 21 Lapor SPT PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

N KB LB N KB LB N KB LB


(59)

53

Keterangan :

Pada Tabel 3 (Tahun 2013) dapat disimpulkan informasi sebagai berikut :

a. Pada kolom Bayar PPh Pasal 21 pembayaran PPh Pasal 21 paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Desember sebanyak 605 Wajib Pajak, sedangkan pembayaran PPh Pasal 21 paling sedikit yaitu sektor Pemungut pada bulan Januari sebanyak 39 Wajib Pajak.

b. Pada kolom Lapor SPT PPh Pasal 21 :

b.1 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Nihil paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Februari sebanyak 1871 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Nihil pada sektor Pemungut tidak ada sama sekali.

b.2 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Kurang Bayar paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Desember sebanyak 605 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Kurang Bayar paling sedikit yaitu sektor Pemungut pada bulan Desember sebanyak 7 Wajib Pajak.

b.3 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Januari sebanyak 12 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar pada sektor Orang Pribadi dan Pemungut tidak ada sama sekali.


(60)

Tabel 4

Bayar dan Lapor SPT PPh Pasal 21 Pada Tahun Pajak 2014

Bulan

Bayar PPh Pasal 21 Lapor SPT PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

N KB LB N KB LB N KB LB

Januari

78 590 40 198 78 - 1.669 590 4 - 10 -

Februari

39 576 39 237 39 - 1.706 576 2 - 9 -

Maret

46 593 52 224 46 - 1.683 593 4 - 11 -

April

38 595 56 229 38 - 1.697 595 5 - 10 -

Mei

51 593 59 210 51 - 1.666 593 3 - 9 -

Juni

49 603 61 206 49 - 1.669 603 3 - 9 -

Juli

47 608 61 206 47 - 1.663 608 4 - 10 -

Agustus

45 602 64 217 45 - 1.684 602 1 - 11 -

September

47 624 63 208 47 - 1.683 624 5 - 10 -

Oktober

49 600 61 207 49 - 1.710 600 9 - 9 -

November

54 602 62 202 54 - 1.712 602 6 - 8 -

Desember

86 657 71 171 86 - 1.643 657 6 - 10 -

Rata – rata Wajib Pajak yang bayar dan lapor PPh Pasal 21 pada tahun 2014

Bayar PPh Pasal 21 Lapor SPT PPh Pasal 21

OP Badan Pemungut OP Badan Pemungut

N KB LB N KB LB N KB LB


(61)

55

Keterangan :

Pada Tabel 4 (Tahun 2014) dapat disimpulkan informasi sebagai berikut :

a. Pada kolom Bayar PPh Pasal 21 pembayaran PPh Pasal 21 paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Desember sebanyak 657 Wajib Pajak, sedangkan pembayaran PPh Pasal 21 paling sedikit yaitu sektor Pemungut pada bulan Februari sebanyak 39 Wajib Pajak.

b. Pada kolom Lapor SPT PPh Pasal 21 :

b.1 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Nihil paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan November sebanyak 1712 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Nihil pada sektor Pemungut tidak ada sama sekali.

b.2 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Kurang Bayar paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Desember sebanyak 605 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Kurang Bayar paling sedikit yaitu sektor Pemungut pada bulan November sebanyak 8 Wajib Pajak.

b.3 Pelaporan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar paling banyak yaitu sektor Badan pada bulan Oktober sebanyak 9 Wajib Pajak, sedangkan pelaporan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar pada sektor Orang Pribadi dan Pemungut tidak ada sama sekali.


(62)

Tabel 5

Target dan Realiasasi Penerimaan PPh Pasal 21 KPP Pratama Medan Timur

Tahun Target Realisasi

2012 Rp. 76.828.400.000 Rp. 116.036.483.982 2013 Rp. 115.537.293.000 Rp. 110.357.309.908 2014 Rp. 123.389.762.000 Rp. 116.039.345.475

Keterangan :

Pada Tabel 5 disajikan informasi mengenai target dan realisasi penerimaan PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Medan Timur dengan analisis sebagai berikut :

a. Realisasi penerimaan terbesar yaitu pada tahun 2014 sebesar Rp. 116.039.345.475, sedangkan yang terkecil yaitu pada tahun 2013 sebesar Rp. 110.357.309.908.

b. Realisasi penerimaan yang mencapai target yaitu pada tahun 2012, dengan target sebesar Rp. 76.828.400.000, dan realisasi sebesar Rp. 116.036.483.982.

c. Pada tahun 2013 target penerimaan naik sebesar Rp. 38.708.893.000 yaitu sekitar 50% dari tahun sebelumnya, sedangkan realisasi penerimaan turun sebesar Rp. 5.679.174.074 yaitu sekitar 4,9% dari tahun sebelumnya.


(63)

57

d. Pada tahun 2014 target penerimaan naik sebesar Rp. 123.389.762.000 yaitu sekitar 6,8% dari tahun sebelumnya, dan realisasi penerimaan naik sebesar Rp. 5.682.035.567 yaitu sekitar 5,1% dari tahun sebelumnya.

e. Selisih antara target dan penerimaan sebagai berikut :

- Tahun 2012 : Rp. 39.208.083.982, defiasi 51.03% terhadap target (melebihi target).

- Tahun 2013 : Rp. - 5.179.983.092, defiasi - 4,48% terhadap target (tidak mencapai target).

- Tahun 2014 : Rp. - 5.179.983.092, defiasi - 5,95% terhadap target (tidak mencapai target).

Adapun hal – hal yang menjadi penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak pada adalah :

- Faktor kepatuhan Wajib Pajak itu sendiri, Wajib Pajak yang sudah memiliki NPWP harus memperbaiki catatan pembayaran yang sudah dilakukan dalam 5 tahun terakhir, sementara bagi Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, harus dilakukan ekstensifikasi Wajib Pajak oleh pemerintah dengan tujuan untuk menyasar Wajib Pajak yang belum membayar sama sekali.

- Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) di KPP Pratama Medan Timur, jika dibandingkan Pegawai Pajak dengan Wajib Pajak di KPP Pratama Medan Timur terutama di seksi Account Representative atau yang lebih dikenal dengan seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon), jumlah pegawai pajak di seksi AR sebanyak 31 pegawai sedangkan jumlah Wajib


(64)

Pajak terdaftar pada tahun 2014 sebanyak 98.026, itu artinya satu orang Pegawai Pajak harus melayani setidaknya 3100 Wajib Pajak. Dengan menambah lagi jumlah Pegawai Pajak tentu akan sangat membantu mengoptimalkan penerimaan pajak di tahun – tahun berikutnya.

- Masalah infrastruktur TI atau lebih dikenal dengan Sumber Daya Teknologi. Dibutuhkannya infrastruktur TI yang lebih besar dan lebih tajam dalam menjangkau Wajib Pajak.


(65)

59

Rekapitulasi jumlah Wajib Pajak disajikan dalam tabel berikut :

No Tahun Bulan

Total Bayar PPh

Pasal 21

Lapor SPT PPh Pasal 21

Nihil KB LB

1

2012

Januari 664 1.958 653 2

2 Februari 596 2.023 578 1

3 Maret 607 2.023 578 2

4 April 613 2.028 576 3

5 Mei 609 2.044 576 4

6 Juni 623 2.050 578 4

7 Juli 636 2.038 590 2

8 Agustus 633 2.052 593 2

9 September 623 2.067 579 1

10 Oktober 636 2.050 595 2

11 November 667 2.023 623 2

12 Desember 771 1.911 715 3

13

2013

Januari 603 2.071 585 12

14 Februari 576 2.111 552 8

15 Maret 599 2.093 560 3

16 April 612 2.083 570 3

17 Mei 624 2.076 575 2

18 Juni 612 2.064 566 3

19 Juli 633 2.046 585 2

20 Agustus 627 2.048 590 3

21 September 643 2.029 593 1

22 Oktober 623 2.039 576 1

23 November 634 2.011 591 1

24 Desember 745 1.837 581 8

25

2014

Januari 708 1.867 678 4

26 Februari 654 1.943 624 2

27 Maret 691 1.907 650 4

28 April 689 1.926 643 5

29 Mei 703 1.876 653 3

30 Juni 713 1.875 661 3

31 Juli 716 1.869 665 4

32 Agustus 711 1.901 658 1

33 September 734 1.891 681 5

34 Oktober 710 1.917 658 9

35 November 718 1.914 664 6


(66)

Dari rekapitulasi di atas, kita dapat melihat total lapor SPT PPh Pasal 21 sangat mendominasi di 3 tahun terakhir, dan juga total Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 21 tidak sama jumlahnya dengan total KB dan LB. Total Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 21 lebih besar dari total KB dan LB, itu artinya ada Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 21 namun tidak melapor pajaknya. Ada beberapa hal yang menyebabkan Wajib Pajak tidak melapor pajaknya, ada yang beralasan tidak sempat atau sibuk sehingga tidak melapor pajak hingga batas yang telah ditentukan. Ada juga yang menunggu di hari – hari terakhir pelaporan namun akhirnya lupa melapor pajaknya.

B. Kendala - Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21

a. Kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai pembayaran dan pelaporan SPT PPh Pasal 21.

Dengan kurangnya pemahaman tersebut maka akan berpengaruh secara langsung terhadap pembayaran pajak dan juga penerimaan pendapatan negara. Adapun hal – hal yang menyebabkan kurangnya pemahaman Wajib Pajak tersebut adalah :

- Wajib Pajak yang kurang mendapat penyuluhan tentang PPh Pasal 21. - Kurang antusias Wajib Pajak dalam mencari tahu dan mempelajari


(67)

61

b. Adanya perubahan format dan sistem dalam pelaporan SPT, yaitu kewajiban menggunakan e-SPT PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Badan yang memiliki pegawai tetap sebanyak 20 keatas. Sistem e-SPT ini telah berlaku sejak 1 Januari 2014 sesuai dengan Per-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013. Adapun hal-hal yang menyebabkan e-SPT menjadi kendala dalam pelunasan PPh Pasal 21 adalah :

- Sistem e-SPT yang masih baru dan masih asing bagi Wajib Pajak. - Penyuluhan mengenai e-SPT masih belum optimal.

- Kesibukan Wajib Pajak yang tinggi sehingga menyebabkan tidak memiliki waktu untuk mempelajari e-SPT secara mandiri.

- Karena Wajib Pajak harus mengisi sendiri e-SPT namun belum terbiasa sehingga mengalami kesulitan dalam pengisian e-SPT.


(68)

62 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data - data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan oleh penulis, maka disimpulkan hal - hal sebagai berikut :

a. Sistem self-assessment yang di anut Indonesia dalam salah satu pelunasan pajak sangat bergantung pada Wajib Pajak itu sendiri sebagai penghitung, pembayar sekaligus pelapor, maka sangat dibutuhkan kesadaran akan Wajib Pajak dalam melunasi hutang pajaknya.

b. Fluktuasi jumlah pembayaran dan pelaporan dari bulan ke bulan selama 3 tahun berjalan menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan yang belum konsisten pada Wajib Pajak.

c. Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 yang belum mencapai target menunjukkan bahwa masih perlu untuk mengoptimalkan kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri terutama di sektor Badan.

d. Kendala – kendala dalam Pembayaran dan Pelaporan SPT masa PPh Pasal 21 adalah kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai pembayaran dan pelaporan SPT PPh Pasal 21, dan juga Adanya perubahan format dan sistem dalam pelaporan SPT yaitu kewajiban menggunakan e-SPT PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Badan yang memiliki pegawai tetap sebanyak 20 keatas.


(69)

63

B. Saran

Terhadap kesimpulan diatas dan kendala – kendala yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya, maka penulis menyampaikan saran – saran sebagai berikut:

a. Untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak perlu dioptimalkan kegiatan penyuluhan terhadap Wajib Pajak, dan perlu dipastikan penyuluhan didapatkan secara merata dan jelas.

b. Perlu dilakukan pendekatan maupun sharing season untuk Wajib Pajak yang belum mengerti dan peningkatan dalam segi publikasi baik melalui iklan, spanduk dan juga brosur.

c. Terkait sistem e-SPT perlu dilakukan pelatihan secara merata dan jelas melihat sistem ini masih baru dan perlu dilakukan monitoring untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Wajib Pajak terhadap e-SPT serta dilakukan pendekatan personal baik kepada perusahaan maupun pegawai mengingat sistem ini cenderung sulit, agar sistem e-SPT ini cepat dimengerti dan menjadi budaya sehingga tidak asing lagi bagi Wajib Pajak.

d. Diperlukannya sanksi yang tegas dan jelas bagi Wajib Pajak yang tidak melakukan kewajibannya.

e. Perlunya dilakukan pendataan objek – objek PPh Pasal 21 secara lebih rinci untuk memaksimalkan pendapatan PPh Pasal 21.


(70)

vi

DAFTAR PUSTAKA

Budileksmana,Antariksa,2010,PPh Pasal 21, CV. Andi Offset,Jakarta

Marsyahrul,Tony,2008,Pajak Penghasilan Potongan dan Pungutan, Grasindo,Jakarta

Muljono,Djoko,2010,Panduan Brevet pajak – Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum,

CV. Andi Offset,Yogyakarta

Muljono,Djoko,2010,Panduan Brevet Pajak – Pajak Penghasila, CV. Andi Offset,Yogyakarta

Muljono,Djoko,2010,Panduan Brevet Pajak – Pajak Penghasila, CV. Andi Offset,Yogyakarta

Muljono,Djoko,2011,Siapa Bilang Lapor Pajak Memusingkan?, CV. Andi Offset,Yogyakarta

Resmi,Siti,2011,Perpajakan Teori dan Kasus, PT Salemba Empat,Jakarta

Supramono,dan Theresia Woro Damayanti,2010,Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan penghitingan,CV. Andi Offset,Jakarta

http://ilmubisnis.co.id/menghitung-pph-pasal-21-pegawai-tetap-ilmubisnis-co-id/

http://amrizalbay.blogspot.com/2014/01/contoh-cara-terbaru-menghitung-pajak.html


(1)

59

Rekapitulasi jumlah Wajib Pajak disajikan dalam tabel berikut :

No Tahun Bulan

Total Bayar PPh

Pasal 21

Lapor SPT PPh Pasal 21

Nihil KB LB

1

2012

Januari 664 1.958 653 2

2 Februari 596 2.023 578 1

3 Maret 607 2.023 578 2

4 April 613 2.028 576 3

5 Mei 609 2.044 576 4

6 Juni 623 2.050 578 4

7 Juli 636 2.038 590 2

8 Agustus 633 2.052 593 2

9 September 623 2.067 579 1

10 Oktober 636 2.050 595 2

11 November 667 2.023 623 2

12 Desember 771 1.911 715 3

13

2013

Januari 603 2.071 585 12

14 Februari 576 2.111 552 8

15 Maret 599 2.093 560 3

16 April 612 2.083 570 3

17 Mei 624 2.076 575 2

18 Juni 612 2.064 566 3

19 Juli 633 2.046 585 2

20 Agustus 627 2.048 590 3

21 September 643 2.029 593 1

22 Oktober 623 2.039 576 1

23 November 634 2.011 591 1

24 Desember 745 1.837 581 8

25

2014

Januari 708 1.867 678 4

26 Februari 654 1.943 624 2

27 Maret 691 1.907 650 4

28 April 689 1.926 643 5

29 Mei 703 1.876 653 3

30 Juni 713 1.875 661 3

31 Juli 716 1.869 665 4

32 Agustus 711 1.901 658 1

33 September 734 1.891 681 5

34 Oktober 710 1.917 658 9

35 November 718 1.914 664 6


(2)

Dari rekapitulasi di atas, kita dapat melihat total lapor SPT PPh Pasal 21 sangat mendominasi di 3 tahun terakhir, dan juga total Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 21 tidak sama jumlahnya dengan total KB dan LB. Total Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 21 lebih besar dari total KB dan LB, itu artinya ada Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 21 namun tidak melapor pajaknya. Ada beberapa hal yang menyebabkan Wajib Pajak tidak melapor pajaknya, ada yang beralasan tidak sempat atau sibuk sehingga tidak melapor pajak hingga batas yang telah ditentukan. Ada juga yang menunggu di hari – hari terakhir pelaporan namun akhirnya lupa melapor pajaknya.

B. Kendala - Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21

a. Kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai pembayaran dan pelaporan SPT PPh Pasal 21.

Dengan kurangnya pemahaman tersebut maka akan berpengaruh secara langsung terhadap pembayaran pajak dan juga penerimaan pendapatan negara. Adapun hal – hal yang menyebabkan kurangnya pemahaman Wajib Pajak tersebut adalah :

- Wajib Pajak yang kurang mendapat penyuluhan tentang PPh Pasal 21. - Kurang antusias Wajib Pajak dalam mencari tahu dan mempelajari


(3)

61

b. Adanya perubahan format dan sistem dalam pelaporan SPT, yaitu kewajiban menggunakan e-SPT PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Badan yang memiliki pegawai tetap sebanyak 20 keatas. Sistem e-SPT ini telah berlaku sejak 1 Januari 2014 sesuai dengan Per-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013. Adapun hal-hal yang menyebabkan e-SPT menjadi kendala dalam pelunasan PPh Pasal 21 adalah :

- Sistem e-SPT yang masih baru dan masih asing bagi Wajib Pajak. - Penyuluhan mengenai e-SPT masih belum optimal.

- Kesibukan Wajib Pajak yang tinggi sehingga menyebabkan tidak memiliki waktu untuk mempelajari e-SPT secara mandiri.

- Karena Wajib Pajak harus mengisi sendiri e-SPT namun belum terbiasa sehingga mengalami kesulitan dalam pengisian e-SPT.


(4)

62 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data - data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan oleh penulis, maka disimpulkan hal - hal sebagai berikut :

a. Sistem self-assessment yang di anut Indonesia dalam salah satu pelunasan pajak sangat bergantung pada Wajib Pajak itu sendiri sebagai penghitung, pembayar sekaligus pelapor, maka sangat dibutuhkan kesadaran akan Wajib Pajak dalam melunasi hutang pajaknya.

b. Fluktuasi jumlah pembayaran dan pelaporan dari bulan ke bulan selama 3 tahun berjalan menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan yang belum konsisten pada Wajib Pajak.

c. Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 yang belum mencapai target menunjukkan bahwa masih perlu untuk mengoptimalkan kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri terutama di sektor Badan.

d. Kendala – kendala dalam Pembayaran dan Pelaporan SPT masa PPh Pasal 21 adalah kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai pembayaran dan pelaporan SPT PPh Pasal 21, dan juga Adanya perubahan format dan sistem dalam pelaporan SPT yaitu kewajiban menggunakan e-SPT PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Badan yang memiliki pegawai tetap sebanyak 20 keatas.


(5)

63

B. Saran

Terhadap kesimpulan diatas dan kendala – kendala yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya, maka penulis menyampaikan saran – saran sebagai berikut:

a. Untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak perlu dioptimalkan kegiatan penyuluhan terhadap Wajib Pajak, dan perlu dipastikan penyuluhan didapatkan secara merata dan jelas.

b. Perlu dilakukan pendekatan maupun sharing season untuk Wajib Pajak yang belum mengerti dan peningkatan dalam segi publikasi baik melalui iklan, spanduk dan juga brosur.

c. Terkait sistem e-SPT perlu dilakukan pelatihan secara merata dan jelas melihat sistem ini masih baru dan perlu dilakukan monitoring untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Wajib Pajak terhadap e-SPT serta dilakukan pendekatan personal baik kepada perusahaan maupun pegawai mengingat sistem ini cenderung sulit, agar sistem e-SPT ini cepat dimengerti dan menjadi budaya sehingga tidak asing lagi bagi Wajib Pajak.

d. Diperlukannya sanksi yang tegas dan jelas bagi Wajib Pajak yang tidak melakukan kewajibannya.

e. Perlunya dilakukan pendataan objek – objek PPh Pasal 21 secara lebih rinci untuk memaksimalkan pendapatan PPh Pasal 21.


(6)

vi

DAFTAR PUSTAKA

Budileksmana,Antariksa,2010,PPh Pasal 21, CV. Andi Offset,Jakarta

Marsyahrul,Tony,2008,Pajak Penghasilan Potongan dan Pungutan, Grasindo,Jakarta

Muljono,Djoko,2010,Panduan Brevet pajak – Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum,

CV. Andi Offset,Yogyakarta

Muljono,Djoko,2010,Panduan Brevet Pajak – Pajak Penghasila, CV. Andi Offset,Yogyakarta

Muljono,Djoko,2010,Panduan Brevet Pajak – Pajak Penghasila, CV. Andi Offset,Yogyakarta

Muljono,Djoko,2011,Siapa Bilang Lapor Pajak Memusingkan?, CV. Andi Offset,Yogyakarta

Resmi,Siti,2011,Perpajakan Teori dan Kasus, PT Salemba Empat,Jakarta

Supramono,dan Theresia Woro Damayanti,2010,Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan penghitingan,CV. Andi Offset,Jakarta

http://ilmubisnis.co.id/menghitung-pph-pasal-21-pegawai-tetap-ilmubisnis-co-id/

http://amrizalbay.blogspot.com/2014/01/contoh-cara-terbaru-menghitung-pajak.html