paternal juga dihubungkan dengan penyakit Autistik. 4 dari 7 studi telah menemukan hubungan faktor resiko usia paternal dengan penyakit Autistik.King,2009.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukaan diatas, saya ingin meneliti umur maternal dan paternal sebagai faktor resiko penyebab Autistik pada anak di Kota
Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan masalah penelitian sebagai berikut: Adakah pengaruh usia maternal dan
paternal dengan penyakit Autistik yang diderita oleh anaknya? 1.2
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengamati hubungan usia maternal dan paternal sewaktu
mengandung dan melahirkan anak dengan jumlah kelahiran anak penyandang autis.
1.3.2 Tujuan Khusus Memperoleh data faktor resiko antara umur maternal dan paternal dengan
timbulnya penyakit Autistik pada anak.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk akademik tentang resiko terjadinya penyakit Autistik pada anak yang disebabkan oleh umur
maternal dan paternal sewaktu mengandung dan melahirkan anak tersebut.
1.4.2 Manfaat bagi Ilmiah
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan sebagai bahan penelitian sekunder bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang faktor resiko terjadinya penyakit Autistik tersebut.
1.4.4 Manfaat bagi Penelitian
Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk menambah wawasan di bidang penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 tahun
Pada tahun pertama kehidupan ditandai dengan pertumbuhan fisik, maturasi, kemampuan yang semakin terasah, dan reorganisasi psikologis. Parameter
pertumbuhan fisik adalah berat badan, tinggi badan, dan ukuran lingkar kepala. Pada usia 0-2 bulan, bayi mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Perkembangan fisik
bayi baru lahir dapat menurun 10 dibawah berat badan lahir dalam satu minggu pertama sebagai hasil pengeluaran cairan ekstravaskular dan intake yang terbatas.
Pertambahan berat badan bayi dalam satu bulan pertama sebanyak 30 gr. Pergerakan tangan dan kaki sangat besar dan tidak terkontrol. Senyum dapat terjadi secara
involunter. Perkembangan kognitif bayi usia 0-2 bulan dapat membedakan pola, warna, dan konsonan. Mereka dapat mengetahui ekspresi wajah senyuman. Untuk
perkembangan emosional bayi usia 0-2 bulan tergantung dari dampak lingkungan sekitarnya. Bayi hanya dapat menangis apabila tidak merasa nyaman dan lapar.
Normalnya bayi menangis paling puncaknya pada usia 6 minggu, bayi normal yang sehat dapat menangis selama 3 jam hari, lalu menurun 1 jam atau berkurang sampai
3 bulan Nelson, 2007. Bayi usia 6-12 bulan dapat mencapai posisi duduk, meningkatnya mobilitas, dan
kemampuan-kemampuan baru untuk mengeksplorasi dunia disekitarnya. Perkembangan fisik ditandai dengan penambahan berat badan tiga kali lipat, panjang
badan bertambah 50, lingkar kepala bertambah 10 cm. Kemampuan duduk dicapai pada usia 6-7 bulan. Beberapa bayi sudah dapat berjalan pada usia 1 tahun.
Pertumbuhan gigi di sentral mandibular sudah tumbuh. Perkembangan kognitif bayi usia 6 bulan suka memasukkan benda apa saja yang dipegangnya ke mulut.
Perkembangan emosional terdapat korespondensi respon objektif di sosial dan perkembangan komunikatif. Terdapat “stranger anxiety”. Bayi usia 7 bulan dapat
mengenal komunikasi nonverbal, ekspresi emosional, mengenal vocal tone dan
Universitas Sumatera Utara
ekspresi wajah. Sekitar usia 9 bulan dapat membagi emosi dengan yang lain, misalnya membagi mainan yang dibelikan orang tua dengan anak lainnya Nelson,
2007. Anak usia 2-5 tahun dapat menguasai beberapa bahasa yang penting menurutnya
dan dapat bergaul di lingkungan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan pertambahan berat badan empat kali. Perkembangan organ seksual sesuai dengan
perkembangan somatik. Perkembangan bahasa muncul secara cepat diantara 2 sampai 5 tahun. Bahasa berhubungan dengan perkembangan kognitif dan emosional.
Keterlambatan bahasa diindikasikan anak tersebut mengalami retardasi mental, penyakit autis, atau mengalami penganiayaan. Anak-anak yang mengalami
keterlambatan berbahasa menunjukkan resiko tinggi mengalami tantrum Nelson,2007.
2.2. Gangguan Autisitik 2.2.1.Definisi