Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN DI DESA KWALA PESILAM

KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

YULIA SAFITRI 127032281/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


(2)

HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN DI DESA KWALA PESILAM

KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YULIA SAFITRI 127032281/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN DI DESA KWALA PESILAM

KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Yulia Safitri

Nomor Induk Mahasiswa : 127032281

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si) Anggota Anggota

Dekan


(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 9 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawani Y Aritonang, M.Si

Anggota : 1. Dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

2. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S 3. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(5)

SURAT PERNYATAAN

HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN DI DESA KWALA PESILAM

KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2015

Yulia Safitri


(6)

ABSTRAK

Pemberian MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Pemberian makanan tambahan pada usia dini terutama makanan padat justru menyebabkan banyak infeks, kenaikan berat badan, alergi pada salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan. Salah satu penyakit infeksi akibat MP-ASI dini adalah diare. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk menganalisis hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014.

Jenis penelitian yang digunakan observasional dengan menggunakan desain

case control yaitu mengkaji hubungan antara efek tertentu dengan faktor resiko tertentu. Populasi adalah s seluruh bayi 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di Desa Kwala Pesilam. Sampel berjumlah 40 bayi yang diare dan 40 bayi tidak diare.. Analisa data dengan Chi Square

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan porsi MP-ASI (p=0,022) dengan OR 2,914, Konsistensi MP-ASI (p=0,014) dengan OR 3,115 dan cara pemberian MP-ASI (p=0,003) dengan OR 4,210 dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014.

Perlunya pemantauan kejadian diare secara berkala yang dilakukan petugas kesehatan, sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi 0-6 bulan dapat selalu diikuti dan dapat dilakukan perencanaan untuk menurunkan angka kejadian diare pada bayi. Perlunya penyuluhan terhadap ibu melalui puskesmas dan posyandu tentang kejadian diare pada bayi, khususnya mengenai porsi pemberian MP-ASI, jenis pemberian MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI.


(7)

ABSTRACT

Giving MP - ASI is a transition process from intake of milk based solely toward the semi- solid food. Supplementary feeding at an early age , especially solid foods actually cause many an infection, weight gain, allergic to one of the nutrients contained in the food. One of infectious diseases as a result of early complementary feeding is diarrhea. This study aimed to analyze the relationship between the provision of early complementary feeding with diarrhea in infants 0-6 months in the village of Padang District Kwala Pesilam tramp Langkat 2014 .

This type of research using the observational case-control design that examines the relationship between a specific effect with certain risk factors . S entire population is 0-6 month baby with diarrhea within the last three months in the Village Kwala Pesilam . The sample of 40 infants with diarrhea and 40 infant diarrhea .. Data analysis with Chi Square

The results showed that there is a portion of complementary feeding ( p = 0.022 ) with OR 2.914 , type complementary feeding ( p = 0.014 ) with OR 3.115 and manner complementary feeding ( p = 0.003 ) with OR 4.210 with the incidence of diarrhea in infants aged 0-6 month in the village of Padang District Kwala Pesilam tramp Langkat 2014 .

The need for regular monitoring of the incidence of diarrhea conducted health workers , so that the growth and development of infants 0-6 months can be followed and may be planning to reduce the incidence of diarrhea in infant . The need for outreach to mothers through health centers and neighborhood health center on the incidence of diarrhea in infants, especially regarding the portion of the provision of complementary feeding, type of giving complementary feeding and complementary feeding mode of administration.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa

Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan dr.

Yusniwarti Yusad, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S dan Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala Desa Kwala Pesilam dan perangkat desa serta bidan desa yang telah berkenan memberikan izin dan membantu peneliti untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami Daytamoni Fatli dan ananda Fathiya Azzahra yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rebo da Ibunda Alm. Sofia yang telah memberikan kasih sayang, pertolongan dan doa selama ini.


(10)

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, penulis ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2015 Penulis

Yulia Safitri 127032281/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yulia Safitri, lahir pada tanggal 1 Juli 1985 di Tandam Hilir I, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan dari pasangan Ayahanda Rebo dan Ibunda Slm. Sofia .

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar di SDN 101757 Tandam Hilir I pada tahun 1991-1997, Sekolah Menengah Pertama SMP N 3 Stabat pada tahun 1997-2000, Sekolah Menengah Atas di SMA N 5 Binjai pada tahun 2000-2003, Sekolah D-III Kebidanan pada tahun 2003-2006, kemudian melanjutka DIV Kebidanan di Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan RI Medan pada tahun 2007-2009.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2015.

Pada tahun 2009 penulis bekerja sebagai staf pengajar di STIKes Flora Medan hingga sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 9

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Keputihan ... 11

2.1.1 Pengertian Keputihan ... 11

2.1.2 Etiologi ... 11

2.1.3 Diagnosis ... 15

2.1.4 Pencegahan ... 16

2.2 Pengertian Remaja ... 16

2.2.1 Tingkatan Remaja ... 18

2.2.2 Perkembangan Fisik Remaja Puteri ... 19

2.2.3 Organ Reproduksi Wanita ... 21

2.3 Vulva Hygiene ... 25

2.3.1 Pengertian Vulva Hygiene ... 25

2.3.2 Manfaat Vulva Hygiene ... 26

2.3.3 Cara Pelaksanaan Vulva Hygiene ... 26

2.4 Pengetahuan ... 29

2.4.1 Pengertian Pengetahuan ... 29

2.4.2 Tingkat Pengetahuan ... 30

2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan ... 32

2.5 Sikap ... 33

2.5.1 Pengertian Sikap ... 33


(13)

2.5.3 Ciri-Ciri Sikap ... 34

2.5 4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap ... 34

2.6 Tindakan ... 36

2.6.1 Pengertian Tindakan ... 36

2.6.2 Tingkatan Tindakan ... 36

2.7 Faktor-faktor yang memengaruhi Tindakan Vulva Hygiene ... 37

2.8 Landasan Teori ... 38

2.9 Kerangka Konsep ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Data Primer ... 44

3.4.2. Data Sekunder ... 44

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

3.5.1 Uji Validitas ... 45

3.5.2 Reliabilitas ... 45

3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 48

3.6.1 Variabel Terikat ... 48

3.6.2 Variabel Bebas ... 48

3.6.3 Defenisi Operasional ... 48

3.7 Metode Pengukuran Data ... 49

3.7.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen ... 49

3.7.2 Metode Pengukuran Variabel Independen... 49

3.8 Metode Analisis Data ... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.2 Karakteristik Siswi SMAN 1 Tiga Panah Kabupaten Karo ... 53

4.3 Analisis Univariat ... 54

4.3.1. Pengetahuan Siswi tentang Vulva Hygiene ... 54

4.3.2. Sikap Siswi tentang Vulva Hygiene ... 58

4.3.3. Tindakan Vulva Hygiene ... 62

4.3.4. Keputihan Patologis ... 64

4.4. Analisis Bivariat ... 65

4.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan Patologis .... 65


(14)

4.5 Analisis Multivariat ... 68

4.5.1. Pengaruh Pengetahuan dan Tidakan Vulva Hygiene terhadap Keputihan Patologis ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 45

5.1 Hubungan Porsi Pemberian MP-ASI Dengan Kejadian Diare Pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat ... 45

5.2 Hubungan Konsistensi Pemberian MP-ASI Dengan Kejadian Diare Pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat ... 50

5.3 Hubungan Cara Pemberian MP-ASI Dengan Kejadian Diare Pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat ... 53

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Karakteristik Ibu dan Bayi yang Memiliki bayi 0-6 Bulan ... 45

3.2 Karakteristik Bayi 0-6 Bulan Yang diberi MP ASI ... 47

3.4 Distribusi Frekuensi, Porsi, Jenis , Cara MP ASI ... 47

4.1 Hubungan Frekuensi MP ASI Dengan Diare ... 49

4.2 Hubungan Porsi MP ASI Dengan Diare ... 50

4.3 Hubungan Jenis MP ASI Dengan Diare ... 50


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Teori Teori Lowrance Green (Notoadmodjo, 2003) ... 33 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 34 2.3 Skema Rancangan Case Control ... 35


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penellitian ... 69

2. Master Data ... 73

3. Hasil Output SPSS ... 77

4. Surat Izin Penelitian... 85


(18)

ABSTRAK

Pemberian MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Pemberian makanan tambahan pada usia dini terutama makanan padat justru menyebabkan banyak infeks, kenaikan berat badan, alergi pada salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan. Salah satu penyakit infeksi akibat MP-ASI dini adalah diare. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk menganalisis hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014.

Jenis penelitian yang digunakan observasional dengan menggunakan desain

case control yaitu mengkaji hubungan antara efek tertentu dengan faktor resiko tertentu. Populasi adalah s seluruh bayi 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di Desa Kwala Pesilam. Sampel berjumlah 40 bayi yang diare dan 40 bayi tidak diare.. Analisa data dengan Chi Square

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan porsi MP-ASI (p=0,022) dengan OR 2,914, Konsistensi MP-ASI (p=0,014) dengan OR 3,115 dan cara pemberian MP-ASI (p=0,003) dengan OR 4,210 dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014.

Perlunya pemantauan kejadian diare secara berkala yang dilakukan petugas kesehatan, sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi 0-6 bulan dapat selalu diikuti dan dapat dilakukan perencanaan untuk menurunkan angka kejadian diare pada bayi. Perlunya penyuluhan terhadap ibu melalui puskesmas dan posyandu tentang kejadian diare pada bayi, khususnya mengenai porsi pemberian MP-ASI, jenis pemberian MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI.


(19)

ABSTRACT

Giving MP - ASI is a transition process from intake of milk based solely toward the semi- solid food. Supplementary feeding at an early age , especially solid foods actually cause many an infection, weight gain, allergic to one of the nutrients contained in the food. One of infectious diseases as a result of early complementary feeding is diarrhea. This study aimed to analyze the relationship between the provision of early complementary feeding with diarrhea in infants 0-6 months in the village of Padang District Kwala Pesilam tramp Langkat 2014 .

This type of research using the observational case-control design that examines the relationship between a specific effect with certain risk factors . S entire population is 0-6 month baby with diarrhea within the last three months in the Village Kwala Pesilam . The sample of 40 infants with diarrhea and 40 infant diarrhea .. Data analysis with Chi Square

The results showed that there is a portion of complementary feeding ( p = 0.022 ) with OR 2.914 , type complementary feeding ( p = 0.014 ) with OR 3.115 and manner complementary feeding ( p = 0.003 ) with OR 4.210 with the incidence of diarrhea in infants aged 0-6 month in the village of Padang District Kwala Pesilam tramp Langkat 2014 .

The need for regular monitoring of the incidence of diarrhea conducted health workers , so that the growth and development of infants 0-6 months can be followed and may be planning to reduce the incidence of diarrhea in infant . The need for outreach to mothers through health centers and neighborhood health center on the incidence of diarrhea in infants, especially regarding the portion of the provision of complementary feeding, type of giving complementary feeding and complementary feeding mode of administration.


(20)

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di Negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), masalah ini pula yang menyebabkan pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal.

Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita menjadi 2/3 dalam kurun waktu 2015. Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).

United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization


(21)

Setelah itu anak harus diberi makanan padat dan semi padat sebagai makanan tambahan ASIsesudah anak berumur 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif pasal 5 berbunyi “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya” (Kemenkes RI, 2013).

Laporan Dinas Kesehatan Provinsi di Indonesia tahun 2013, cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan sebesar 54,3% dari jumlah total bayi usia 0-6 bulan, atau secara absolut sebesar 1.348.532 bayi atau bayi 0-6 bulan yang tidak ASI eksklusif sebayak 1.134.952 bayi. Terdapat 19 provinsi yang mempunyai persentase ASI eksklusif di atas angka nasional (54,3%), dimana persentase tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat (79,7%) dan terendah di Maluku (25,2%). Perlu dilakukan upaya agar provinsi yang masih di bawah angka nasional agar dapat meningkatkan cakupan ASI eksklusif (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa pemberian awal Air Susu Ibu (ASI) sudah umum di Indonesia yaitu sebesar 96% anak dibawah umur 2 tahun pernah diberi ASI dan 42% anak berumur di bawah 6 bulan mendapat ASI ekslusif.

Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan gizinya. Ketika bayi memasuki usia enam bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung dalam ASI


(22)

perlu mulai diberi MP ASI agar kebutuhan gizi bayi atau anak terpenuhi. Dalam pemberian MP ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian MP ASI, frekuensi dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara pemberian MP ASI pada tahap awal. Pemberian MP ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi (Depkes RI, 2012).

Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak selain pertumbuhan fisik. Jika dalam masa ini perhatian kurang memadai, maka akan terganggu pertumbuhan karena beberapa faktor seperti adanya penyakit infeksi. Penyakit-penyakit infeksi yang biasa dialami balita adalah diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Dampak yang ditimbulkan berakibat kepada kesehatan dan tumbuh kembang. Penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada anak yaitu sebesar 20,1 persen. Diperkirakan satu dari lima anak balita meninggal akibat penyakit diare (Adriani & Wirjatmadi, 2012; UNICEF, 2013).

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya, balita dikatakan diare bila sudah lebih dari tiga kali sehari buang air besar, dampak yang ditimbulkan dari penyakit tersebut bukan hanya bagi kesehatan balita semata, melainkan juga bagi proses tumbuh kembang balita (Yongki, 2012).


(23)

Pada tahun 2012, dari 559.011 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 216.175 atau 38,67%, sehingga angka kesakitan (IR) diare per 1.000 penduduk mencapai 16,36%. Capaian ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 yaitu 19,35% dan 2010 yaitu 18,73%. Pencapaian IR ini jauh di bawah target program yaitu 220 per 1.000 penduduk. Rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata (underreportingcases) (DinKes Sumatera Utara, 2012).

Dari 33 kabupaten/kota yang ada, penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di 3 (tiga) Kabupaten yang melebihi perkiraan kasus yaitu Samosir (118,33%), Nias Utara (117,66%) dan Karo (112,73). Penemuan dan penanganan kasus diare terendah di Kabupaten Sergei yaitu 0,52% dan Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu 7,61%.

Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2009 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan karena perilaku hidup tidak sehat dimana bayi yang belum berumur 6 bulan sudah mendapat MP-ASI dini (Piogama, 2011).


(24)

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor yang dapat menyebabkan diare seperti umur penderita, status gizi, susunan makanan, adanya infeksi, serta faktor adat dan kebiasaan. Faktor risiko terjadinya diare terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor pejamu (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Faktor pejamu (internal) yang menyebabkan kejadian diare yaitu bakteri, virus, dan organisme parasit. Faktor eksternal yang mempengaruhi kejadian diare antara lain pola makan dan higiene sanitasi perorangan. Pola makan pada balita meliputi pola pemberian makanan terutama makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dan pola menyusui pada saat bayi (WHO, 2013; Todar & Kenneth, 2008).

Praktek pengasuhan makanan yang memadai sangat penting bagi tumbuh kembang anak dan daya tahan anak terhadap serangan penyakit seperi diare. Disamping itu dalam menyelenggarakan makanan balita ibu memiliki peran yang sangat besar yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi balita. Balita yang menderita gizi kurang mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menderita penyakit infeksi. Salah satu cara pemenuhan gizi dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada saat bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan pendamping apapun sampai usia enam bulan. Balita yang tidak diberi ASI beresiko untuk menderita diare lebih tinggi daripada bayi yang diberi ASI secara penuh (Depkes RI, 2012).

Kejadian diare ada kaitannya dengan praktek pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini, MP-ASI yang terlalu dini kurang dari


(25)

usia enam bulan, selain belum dibutuhkan juga memungkinkan bayi mendapat infeksi saluran pencernaan lebih besar akibat cara pemberian yang kurang bersih dan belum sempurnanya organ pencernaan bayi baik secara anatomis maupun secara fisiologis. Penyebab diare lainnya adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor, bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukkan tangan/apapun ke dalam mulut karena virus ini dapat bertahan hidup di permukaan udara selama beberapa hari (Prawirohartono, 1997).

Di Medan penyakit diare pada bayi dan balita mulai muncul dan menjadi ancaman. Pasalnya, di RSUD Dr Pirngadi Medan (RSPM) penyakit ini masih menjadi kasus dengan penderita cukup banyak. Dalam setiap harinya dijumpai lima bayi yang menderita diare akibat pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Di Kota Medan, sepanjang tahun 2011, tercatat 42.050 kasus diare pada bayi dan balita, di mana pasiennya sempat mendapat perawatan di 39 Puskesmas atau di RSU dr Pirngadi Medan (Andi, 2012).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 25 bayi di Desa Kwala Pesilam terdapat 25 bayi yang mendapat MP-ASI dini dan 17 bayi pernah mengalami penyakit diare. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin meneliti tentang Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada bayi 0-6 bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014.


(26)

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah adalah “Bagaimana Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai informasi kepada petugas kesehatan mengenai pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan status gizi dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan serta sebagai pertimbangan dalam menetapkan kebijakan kesehatan yang terkait dengan upaya perbaikan gizi masyarakat.

1.5.2. Sebagai masukan pada ibu-ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi setelah berusia 6 bulan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).

MP-ASI merupakan peralihan asupan yang semata berbasis susu menuju kerusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6 bulan. Sebelum sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat menguraikan sisa yang dihasilkan oleh makanan padat makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Depkes,2000).

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6 – 24 bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI


(28)

melainkan untuk melengkapi ASI. Jadi, makanan pendamping ASI harus tetap diberikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Yesrina, 2000).

Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus - menerus. (Yesrina, 2000). Dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI (WHO, 2003). Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi adalah umur 6 bulan.

Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang. Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Sedangkan pengertian makanan itu sendiri adalah merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh (Irianto dan Waluyo, 2004).

Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet.” Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan


(29)

dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan. makanan yang dimaksud adalah berupa asupan yang dapat memenuhi kebutuhan akan zat gizi dalam tubuh.Menurut Irianto dan Waluyo (2004) dalam pemberian makanan pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat, diantaranya :

a. Berada dalam derajat kematangan

b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak

c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan

d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness)

e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan

Selain melihat kriteria diatas, menurut Depkes RI (2007) menyatakan bahwa pemberian makanan pendamping ASI hendaknya melihat juga usia pemberian makanan pendamping ASI pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang diberikan sudah pada usia yang tepat atau tidak.


(30)

2.1.1. Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) usia pada saat pertama kali pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah setelah anak berusia enam bulan, dengan tujuan agar anak tidak mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri. Berdasarkan usia anak, dapat diketegorikan menjadi:

A. Pada usia enam sampai sembilan bulan

1) Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan takaran yang cukup

2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali dengan porsi kecil

3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan makanan B. Pada usia lebih dari sembilan sampai 12 bulan

1) Memberikan makanan lunak dalam tiga kali sehari dengan takaran yang cukup

2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali

3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan makanan C. Pada usia lebih dari 12 sampai 24 bulan

1) Memberikan makanan keluarga tiga kali sehari 2) Memberikan makanan selingan dua kali sehari

3) Memberikan beraneka ragam bahan makanan setiap hari.

2.1.2. Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan tiga kali sehari. Pemberian makanan pendamping


(31)

ASI dalam frekuensi yang berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya diare. Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak. Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan akan mengakibatkan alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bias mengakibatkan kelebihan berat badan (obesitas).

2.1.3. Porsi Pemberian Makanan Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan, dalam pemberian porsi yang tepat adalah sebagai berikut:

a. Pada usia enam bulan, beri enam sendok makan b. Pada usia tujuh bulan, beri tujuh sendok makan c. Pada usia delapan bulan, beri delapan sendok makan d. Pada usia sembilan bulan, beri sembilan sendok makan

e. Pada usia 10 bulan, diberi 10 sendok makan, dan usia selanjutnya porsi pemberiannya menyesuaikan dengan usia anak

2.1.4. Konsistensi Makanan Pendamping ASI

Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan proses pengenalan terlebih dahulu mengenai jenis makanan yang tidak menyebabkan alergi, umumnya yang mengandung kadar protein paling rendah seperti serealia (beras merah atau


(32)

kacang hijau, labu, zucchini. Kemudian memperkenalkan makanan buah seperti alpukat, pisang, apel dan pir.

Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacangkacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia anak adalah sebagai berikut:

1) Makanan Lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia enam sampai Sembilan bulan. Contoh dari makanan lumat itu sendiri antara lain berupa bubur susu, bubur sumsum, pisang saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.

2) Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau teksturnya agak kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak usia sembilan sampai 12 bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.

3) Makanan Padat

Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat berusia 12-24 bulan. Contoh makanan padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan.


(33)

2.1.5. Cara Pemberian Makanan Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut :

a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi atau anak.

b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau anak.

c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.

d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.

e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.

f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.


(34)

2.2.Faktor yang Memengaruhi Pemberian MP-ASI Dini

Menurut Lawrence (1994) dan ( jelliffe & Jelliffe, 1978:219) dalam Dahlia Simanjuntak (2002) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku menyusui dan pemberian MP-ASI pada waktu dini adalah faktor :

1. Biologi

Berdasarkan studi tentang pemberian makanan bayi (Ebrahim, 1986 & Winikoff, 1998 & Suharyono, 1994 dalam Dahlia Simanjuntak (2002)), faktor biologi yang berpengaruh pada keberhasilan menyusui dan pemberian MP-ASI adalah usia ibu, paritas, pemakaian kontrasepsi serta kesehatan bayi dan ibu. Usia ibu dan paritas berpengaruh pada kelangsungan hidup anak usia satu tahun ke bawah (Moesly & Chen, 1984:32). Pada umumnya kemampuan untuk menyusui pada perempuan yang lebih muda lebih baik dari yang lebih tua. Salah satu faktor penyebab mungkin semacam disuse atrophy (Ebrahim, 1986).

Pada penelitian Winikoff et al di Semarang ditemukan bahwa ibu yang berusia < 20 tahun dan 35 tahun ke atas, lebih banyak yang sudah memberikan susu botol kepada bayinya di usia 4 bulan dibandingkan dengan ibu berusia 20 tahun sampai 34 tahun (Winikoff et al, 198 : 184). Ibu yang menyusui anak kedua dan selanjutnya cenderung lebih baik dibanding ibu yang mempunyai anak pertama. Ini menunjukkan bahwa untuk menyusui juga diperlukan trial runs (latihan) sebelum dicapai kemampuan yang optimal. Ibu dengan paritas lebih tinggi lebih sedikit memperkenalkan botol pada waktu dini dibandingkan ibu dengan paritas rendah.


(35)

2. Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang mempengaruhi kegagalan menyusui (pemberian makanan selain ASI) pada usia dini di negara berkembang terutama di daerah perkotaan antara lain adalah :

a. Pengaruh langsung budaya barat b. Urbanisasi

c. Sikap terhadap payudara d. Pengaruh Iklan

e. Pengaruh petugas kesehatan f. Tingkat pendidikan ibu

g. Pekerjaan ibu (Jeliffe & Jellife, 1978 : 221).

Laukaran et al menambahkan perilaku makan sebelumnya, pengetahuan dan sikap terhadap makanan bayi berperan dalam praktek pemberian makanan pada bayi. Selain faktor di atas, waktu pemberian ASI pertama kali juga turut mempengaruhi keberhasilan menyusui (Roesli, 2001 :47).

2.3.Syarat Pemberian Makanan Pendamping ASI

Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik, yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan, makanan bayi sebaiknya mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan Pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi


(36)

tambahan lainnya (Nadesul, 2007). Menurut Muchtadi (2004) hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan pada bayi adalah sebagai berikut :

a. Makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi.

b. Makanan tambahan harus kepada bayi yang telah berumur 6 bulan sebanyak 4-6 kali/hari.

c. Sebelum berumur 2 tahun bayi belum dapat mengkonsumsi makanan orang dewasa.

d. Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik ditinjau dari nilai gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.

e. Makanan harus diolah dari bahan makanan yang bersih dan aman. Harus dijaga keamanan terhadap kontaminasi dari organ biologi berbahaya seperti kuman, virus, parasit dan zat kimia, racun yang berbahaya, mulai dari persiapan bahan makanan, pengolahan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penyajian.

f. Bahan lainnya dapat ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi dan rasa makanan asal tidak mengandung zat berbahaya, misalnya gula, garam, cokelat dan lainnya.

g. Fortifikasi makanan adalah penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan makanan atau makanan sehingga mencapai kadar yang dapat meningkatkan status gizi . Pada MP-ASI yang penting adalah penambahan zat gizi mikro seperti


(37)

zat besi, yodium ke dalam biskuit, cookies, roti, garam dan makanan suplemen. Kendala penambahan zat gizi mikro ke dalam makanan adalah perubahan cita rasa dan warna, perubahan tekstur dan lain lain, sehingga memerlukan suatu aplikasi teknologi yang memadai agar dapat mencapai tujuannya. MP-ASI yang dibuat di rumah tangga ( MP-ASI tradisional ) pada umumnya kurang memenuhi kebutuhan zat gizi terutama micronutrien seperti Fe, Zn, apalagi pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah yang gambarannya dapat dilihat sebagai berikut ini: untuk memenuhi kebutuhan zat besi bayi 6 – 12 bulan ( 6,8 mg ) dibutuhkan 108 gr hati ayam (4 pasang ) atau 550 gr telur atau 500 gr ikan atau 450 gr daging sapi atau 350 gr kacang kacangan sehingga sulit untuk dapat diberikan dari dapur ibu (Sunawang, 2000).

Pendapat lain, pembuatan MP-ASI di tingkat rumah tangga masih cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila dilakukan pengaturan pada sumber makanan bergizi yang sesuai dengan bahan makanan lokasi yang tersedia baik variasi dan jumlah yang dibutuhkan masing-masing anak. Hal ini dapat terlihat dengan mengatur komposisi jumlah dan jenis makanan untuk makan pagi, makan siang dan makan sore di samping pemberian ASI yang terus dilanjutkan sampai minimal anak berusia 2 tahun seperti berikut ini:

Makan pagi dengan semangkuk kecil bubur havermout, makan siang dengan sepiring sedang ( 3 sendok makan ) nasi, 1 sendok kacang merah, dan setengah butir jeruk, dan makan malam dengan sepiring sedang ( 3 sendok makan ) nasi, 1 sendok


(38)

hampir terpenuhi, demikian pula dengan kebutuhan protein, vitamin A maupun zat besi.

Berdasarkan uraian diatas, makanan tambahan bayi sebaiknya memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

2. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang cocok.

3. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik. 4. Harganya relatif murah

5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. 6. Bersifat padat gizi.

7. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi (Murianingsih dan Sulastri, 2003)

2.4.Masalah-masalah dalam Pemberian MP-ASI

Masalah dalam pemberian MP-ASI pada bayi adalah meliputi pemberian makanan prelaktal (makanan sebelum ASI keluar). Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi dan menggangu keberhasilan menyusui serta kebiasaan membuang kolostrum padahal kolostrum mengandung zat-zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi yang tinggi. Oleh karena itu kolostrum jangan dibuang. Selain itu pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi


(39)

berumur 6 bulan) dapat menurunkan konsumsi ASI dan meningkatkan terjadinya gangguan pencernaan/diare, dengan memberikan MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI berkurang yang berakibat menurunnya produksi ASI. Hal ini dapat mengakibatkan anak menderita kurang gizi, seharusnya ASI diberikan dahulu baru MP-ASI. Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena kurangnya pemahaman tentang manajemen laktasi pada ibu bekerja. Ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada saat menyediakan dan memberikan makanan pada anak. Masih banyak ibu yang menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan matang tanpa tutup makanan / tudung saji dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari pengasuh anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya penyakit infeksi seperti diare ( mencret) dan lain-lain (Depkes, 2009).

2.5.Pemberian Makanan Pendamping ASI Terlalu Dini

Proses dimana bayi secara perlahan-lahan mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Dikenal juga dengan sebutan proses penyapihan. Penyapihan adalah masa berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Telah diketahui bahwa terdapat resiko infeksi yang lebih tinggi, terutama penyakit diare, selama proses ini dibandingkan dengan masa sebelumnya dalam kehidupan bayi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan konsumsi ASI yang bersih dan mengandung faktor anti infeksi, menjadi


(40)

makanan yang sering kali disiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak higienis. (Muchtadi, 2004).

Hasil penelitian Kasnodihardjo (1996) menemukan bahwa alasan ibu memberikan MP ASI kepada bayi secara dini adalah adanya anggapan bahwa ASI saja tidak cukup ntuk menunjang pertumbuhan. Mereka khawatir bayi menjadi lapar bila tidak diberi makanan tambahan.

Menurut WHO (2005) memberi makanan tambahan terlalu cepat berbahaya karena:

a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan pada saat ini, dan makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Jika makanan diberikan, maka anak akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksinya lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

b) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat.

c) Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI. d) Makanan yang diberikan sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena

mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini membuat lambung penuh, tetapi memberi nutrisi lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi

e) Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui. Bayi memiliki fungsi organ yang belum sempurna. Jika kemudian bayi dapat


(41)

beradaptasi dengan pola makan yang tidak diperlukan, seperti pemberian makanan tambahan yang terlalu dini, bukan berarti pemberiannya dibenarkan.

Terbukti, ada banyak kerugian jika pemberian makanan tambahan diberikan terlalu dini sebagai berikut:

1) Resiko Jangka Pendek

Pemberian makanan selain ASI akan mengurangi keinginan bayi untuk menyusu sehingga frekuensi dan kekuatan bayi menyusu berkurang akibat produksi ASI berkurang. Disamping itu, pemberian makanan lain merupakan kerugian bagi bayi karena pasti nilai gizinya lebih rendah dari ASI. Pemberian sereal atau sayur-mayur akan mengahambat penyerapan zat besi dalam ASI, juga dapat meningkatkan diare jika kurang bersih dalam penyediaan maupun pemberiannya.

2) Resiko Jangka Panjang

Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan tidak tepat mengakibatkan kebiasaan makan menjadi kurang baik dan menyebabkan gangguan kesehatan, antara lain obesitas, hipertensi, arterosklerosis dan alergi makanan (Huliana, 2003).

2.6. Dampak Pemberian Makanan Tambahan Dini

1. Bayi lebih sering menderita diare karena pembentukan zat anti oleh susu bayi yang belum sempurna.


(42)

3. Terjadi malnutrisi/gangguan pertumbuhan anak karena zat essensial yang diberikan secara berlebihan untuk jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan penimbunan zat gizi tersebut sehingga menimbulkan keadaan obesitas dan dapat merupakan racun bagi tubuh.

4. Produksi ASI menurun. Karena bayi sudah kenyang dengan makanan tambahan tadi, maka frekuensi menyusu menjadi lebih jarang, akibatnya dapat menurunkan produksi ASI dan bayi kekurangan zat – zat yang dibutuhkan sebelum usia 4 bulan atau 6 bulan yang tidak dapat diberikan oleh makanan lain.

5. Tingginya solute load dari makanan tambahan yang diberikan, sehingga dapat

menimbulkan hiperosmolaritas yang meningkatkan beban ginjal

6. Menurunkan daya tahan tubuh bayi karena bayi kekurangan protein yang sangat dibutuhkan selama masa pertumbuhan.

7. Terjadi obstruksi usus karena usus bayi belum mampu melakukan gerak peristaltik secara sempurna (Narendra, 2002)

2.7. Diare

2.7.1. Pengertian

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama


(43)

pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari (Departemen Kesehatan RI, 2011).

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir darah/lendir saja (Ngastiyah,2005, p.224).

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari (Aziz, 2005, p.101).

2.7.2. Klasifikasi

a. Klasifikasi diare menurut terjadinya, yaitu : 1) Diare Akut

Diare akut adalah kumpulan gejala diare berupa defekasi dengan tinja cair atau lunak dengan atau tanpa darah atau lendir dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari dan berlangsung kurang dari 14 hari dan frekuensi kurang dari 4 kali per hari.

2) Diare Kronik

Diare kronik adalah diare yang berlanjut 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare


(44)

b. Klasifikasi diare menurut derajat dehidrasi

Diare dibagi menjadi diare tanpa dehidrasi dan diare dengan dehidrasi ringan-sedang dan diare dengan dehidrasi berat (Ngastiyah, 2005, p.234).

2.7.3. Frekuensi Diare

Frekuensi diare adalah banyaknya/berapa kali kejadian diare yang dialami dalam kurun waktu tertentu. Menurut WHO (1999), dikatakan diare bila keluarnya tinja yang lunak atau cair dengan frekuensi 3x atau lebih per hari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.

Menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.

Frekuensi buang air besar yang lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah atau hanya lendir saja (FK UI 1997)

2.7.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Diare pada Bayi

a. Pada garis besarnya kejadian diare dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: 1) Pemberian ASI

Pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai berusia 6 bulan akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti kekebalan dari


(45)

ASI, maka bayi ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Roesli,2005, p.3).

2) Status Gizi

Diare dapat menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi (Purnawati,2005).

3) Laktosa Intoleran

Laktosa hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis menjadi monosakarida oleh enzim laktose, namun dalam keadaan tertentu aktivitas laktosa menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga pencernaan laktosa terganggu dan laktosa pun tidak dapat dicerna. Laktosa yang tidak dapat dicerna tersebut akan masuk ke usus besar dan di dalam usus besar ini akan difermentasi oleh mikro flora usus sehingga dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas. Adanya beberapa gas ini menyebabkan diare.

b. Beberapa faktor penyebab diare, diantaranya : 1) Faktor Infeksi

(a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi:


(46)

(2) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxackie, Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.

(3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strogyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)

(b) Infeksi parenteral ialah infeksi dari luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsillitis / tonsilofaringitis, bronkopneumoni, ensefalitisdan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak berusia dibawah 2 tahun (Ngastiyah, 2005, p.224).

Proses ini diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektronik. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolik akan meningkat (Aziz, 2005, p.101).

2) Faktor Malabsorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.


(47)

b) Malabsobsi protein : Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

3) Faktor Makanan

Faktor makanan yang dapat menyebabkan diare diantara adalah makanan basi, beracun, makanan yang merangsang, alergi terhadap makanan. Apabila terdapat toksin yang tidak mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan.

4) Faktor Psikologi, Rasa Takut dan Cemas

Faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan (Aziz, 2005, p.102).

2.7.5. Pencegahan Penyakit Diare

Menurut Wahyudi (2009) ada beberapa cara untuk pencegahan penyakit diare, diantaranya :

a. Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif sampai umur 6 bulan. Pemberian ASI mempunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya. Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah resiko kematiannya jika dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. Dalam 6 bulan pertama kehidupan risiko mendapat diare yang dibutuhkan perawatan di


(48)

daripada bayi yang mendapat ASI penuh. Hal ini disebabkan karena ASI tidak membutuhkan botol, dot, dan air yang mudah terkontaminasi dengan bakteri yang mungkin menyebabkan diare. ASI juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare, yang tidak terdapat pada susu sapi dan formula. Saat usia bayi mencapai 6 bulan, bayi harus menerima buah-buahan dan makanan lain untuk memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat, tetapi ASI harus tetap terus diberikan paling tidak sampai umur 24 bulan. b. Hindarkan penggunaan susu botol. Sering kali para ibu membuat susu yang

tidak langsung habis sekali minum, sehingga memungkinkan tumbuhnya bakteri. Dot yang jatuh langsung diberikan bayi tanpa di cuci. Botol juga harus dicuci dan di rebus untuk mencegah pertumbuhan kuman.

c. Penyimpangan dan penyiapan makanan pendamping ASI dengan baik, untuk mengurangi paparan dan perkembangan bakteri.

d. Penggunaan air bersih untuk minum. Pasokan air yang cukup, bisa membantu membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan, mencuci peralatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi.

e. Mencuci tangan (sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan).

f. Membuang tinja, termasuk tinja bayi secara benar. Tinja merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Keadaan ini terjadi baik pada yang diare maupun yang terinfeksi tanpa gejala. Oleh karena itu pembuangan tinja anak merupakan aspek penting pencegahan diare.


(49)

2.8. Kerangka Teori

= Diteliti = Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: L. Green, 1993 dalam Notoatmodjo 2003. Modifikasi

Faktor predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Pendidikan 3. Umur ibu 4. Pengalaman 5. Lingkungan

Pendorong :

1. Dukungan keluarga 2. Tenaga kesehatan 3. Tokoh Masyarakat

Pendukung :

1. Sarana dan prasarana kesehatan

2. Jarak pelayanan kesehatan

Pemberian MP ASI Dini : 1. Frekuensi pemberian

MP-ASI

2. Porsi Pemberian MP-ASI

3. Konsistensi MP-ASI 4. Cara Pemberian

MP-ASI

Kejadian Diare pada

Bayi 0-6 bulan


(50)

2.9. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pemberian MP-ASI Dini : 1. Frekuensi pemberian MP-ASI 2. Porsi Pemberian MP-ASI 3. Konsistensi MP-ASI 4. Cara Pemberian MP-ASI

Karakteristik Keluarga;

- Pengetahuan Ibu - Pendapatan - Pekerjaan - Pendidikan

Dukungan Petugas Kesehatan

Kejadian Diare pada Bayi 0 – 6 Bulan


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan menggunakan desain case control yaitu mengkaji hubungan antara pemberian MP- ASI dini dengan kejadian diare. Tujuan dari design penelitian case control adalah untuk mencari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi terjadinya penyakit ( cause-effect relation ship). Untuk menghindari terjadinya bias dalam penelitian dibentuk kelompok kontrol dimana responden yang tidak menderita diikutsertakan guna membandingkan status keterpaparan dengan kelompok kasus.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat. Penelitian ini di rencanakan mulai bulan Desember 2013 sampai dengan Desember 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini sebagai populasi kasus adalah seluruh bayi 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di Desa Kwala Pesilam dan tercatat di wilayah kerja Pusekesmas Padang Tualang sebanyak 40 bayi. Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah seluruh bayi 0-6 bulan yang tidak terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di Desa Kwala Pesilam dan


(52)

3.3.2. Sampel

a. Sampel kasus adalah bayi umur 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir dan yang sudah mendapatkan MP-ASI sebelum usia enam bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat sebanyak 40 orang (berdasarkan laporan Puskesmas Padang Tualang) .

b. Sampel kontrol adalah bayi 0 - 6 bulan yang tidak terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir dan yang sudah mendapatkan MP-ASI sebelum usia enam bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.

3.3.3 Tehnik Pengambilan Sampel

Jumlah sampel kasus sebanyak 40 bayi umur 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat. Jumlah perbandingan sampel kasus dengan sampel kontrol 1:1 karena keterbatasan jumlah penderita diare terbatas sehingga jumlah sampel 40 bayi 0-6 bulan dengan terlebih dahulu dilakukan matching umur. Pengambilan sampel kontrol dengan menggunakan purposive samplin, yaitu dengan kriteria sebagai berikut yaitu usia bayi 0-6 bulan, sudah mendapatkan MP-ASI dini dan tidak diare dalam kurun waktu 3 bulan.

3.3.4 Jumlah Sampel

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini akan menguji hipotesis tentang

Odds Ratio (OR), maka besar sampel dalam penelitian ini di tentukan dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel menurut Lemeshow et al (1997) dalam Riwidikdo (2009) , sebagai berikut :


(53)

(54)

Jadi jumlah sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 40 bayi umur 0-6 bulan kelompok kasus dan 40 bayi pada kelompok kontrol pada kelompok kontrol (1:1)

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner kepada ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir maupun yang tidak terkena diare di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penelitian diperoleh dari catatan rekam medik Puskesmas Padang Tualang mengenai ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang terkena diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di Desa Kwala Pesilam.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel terikat (dependent variable) yaitu pemberian MP-ASI meliputi frekuensi, porsi, jenis dan cara pemberian MP-ASI.

Variable bebas (independent variable) yaitu kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan.


(55)

3.5.2 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran

1. Kejadian Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi buang air besar cair atau keluar lendir dengan rekuensi lebih dari tiga kali sehari dalam kurun waktu tiga bulan terakhir yang dialami oleh bayi yang terpilih sebagai sampel.

0 = Diare 1= Tidak diare

2. Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI adalah jumlah makanan pendamping ASI yang diberikan pada anak usia 0 - 6 bulan dalam sehari.

0 = Sering (> 1 kali sehari) 1 = Jarang (1 kali sehari)

3. Porsi pemberian makanan pendamping ASI adalah jumlah takaran dalam pemberian makanan pendamping ASI yang diberikan pada anak usia 0-6 bulan.

0 = Banyak (> 1 sendok) 1 = Sedikit (1 sendok)

4. Konsistensi makanan pendamping ASI adalah macam-macam bahan makanan pendamping ASI yang akan diberikan pada anak usia 0-6 bulan berdasarkan penggolongannya.

0 = Tidak Lumat ( nasi, alpukat, pisang )

2= Lumat ( nasi tim, bubur bayi, nasi tepung )

5. Cara pemberian makanan pendamping ASI adalah tata cara dalam memberikan makanan pendamping ASI yang sudah diolah pada anak usia 0-6 bulan.


(56)

0 = Tidak baik (Skor < 6) 1 = Baik (Skor 6)

Adapun ketentuan Depkes RI (2007), pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut:

1. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi atau anak.

2. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberi kan kepada bayi atau anak.

3. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.

4. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.

5. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.

6. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.


(57)

3.6. Metode Analisis Data

Setelah tahapan pengelolaan data selesai, maka dilanjutkan dengan analisis data. Analisis data yang dipergunakan pada penelitian ini ada 2, yaitu: (Sugiono, 2006) :

3.6.1 Analisis Univariat

Analisis ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari masing – masing dan variable independen yaitu pengetahuan ibu, pendidikan, pekerjaan, paritas, sosial ekonomi.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat merupakan analisis tabel silang dua variable, yaitu variable independen dan variable dependen sesuai dengan kerangka konsep. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang diamati, bila kedua variable itu tidak ada perbedaan berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variable independen dengan variable dependen. Uji statistik yang digunakan adalah Kai-kuadrat (Chi-square), dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%. Bila nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna, kemudian dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR), nilai OR merupakan estimasi risiko terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya variable independen. Estimasi

Confidence Interval (CI) OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasi Odds Ratio adalah sebagai berikut :

OR = 1, artinya tidak ada hubungan


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Kwala Pesilam terdapat di Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat luas wilayahnya 1765 ha/m2 yang terdiri dari 155 ha/m2 daerah pemukiman, 127 ha/m2 daerah persawahan, 1294 ha/m2 daerah perkebunan dan sisanya luas prasarana umum lainnya adapun batas-batas wilayanya yaitu:

Sebelah Utara : Desa Serapuh ABC Sebelah Selatan : Desa Besilam

Sebelah Timur : Desa Padang Tualang Sebelah Barat : Desa Buluh Telang

4.2. Karakteristik Ibu dan Bayi

Ibu dalam penelitian berjumlah 80 orang terdiri dari 40 orang yang bayinya mengalami diare dan 40 orang yang bayinya tidak mengalami diare. Karakteristik ibu pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1. Karakteristik Ibu yang Memiliki Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014

Karakteristik Kasus Kontrol

n % n %

Umur

<20 tahun 3 7.5 4 10.0

20-35 tahun 35 87.5 33 82.5

>35 tahun 2 5.0 3 7.5

Ibu Rumah Tangga 12 30.0 10 25.0

Petani 10 25.0 16 40.0

Buruh 3 7.5 3 7.5

Pedangang/Wiraswasta 10 25.0 7 17.5


(59)

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Karakteristik Kasus Kontrol

n % n %

Pendidikan

SD 12 30.0 10 25.0

SMP 10 25.0 10 25.0

SMA 13 32.5 14 35.0

PT/ Akademi 5 12.5 6 15.0

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa proporsi kelompok umur ibu yang bayinya mengalami diare dan ibu yang bayinya tidak mengalami diare tidak jauh berbeda yaitu umur 20 - 35 tahun sebanyak 35 orang (87,5%) dan 33 orang (82,5%), proporsi pekerjaan yaitu pada kelompok ibu yang bayinya diare bekerja sebagai petani sebanyak 10 orang (25,0%) pada kelompok ibu yang bayinya tidak diare bekerja sebagai petani 16 orang (40,0%). Sebagian besar ibu yang bayinya diare maupun ibu yang bayinya tidak diare tamat SMA/ sederajat yaitu 13 orang (32,5%) pada ibu yang bayinya diare dan 14 orang (35,0%) pada ibu yang bayinya tidak diare.

Bayi dalam penelitian berjumlah 80 orang terdiri dari 40 orang yang bayinybayi mengalami diare dan 40 bayi tidak diare. Karakteristik bayi pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Bayi 0-6 Bulan yang Diberi Makanan Pendamping ASI di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat

Tahun 2014

Karakteristik Kasus Kontrol

n % n %

Umur Bayi

1 Bulan 3 7,5 3 7,5

2 Bulan 6 15,0 8 20,0

3 Bulan 17 42,5 13 32,5

4 Bulan 12 30,0 13 32,5


(60)

Tabel 4.2 (Lanjutan)

Karakteristik Kasus Kontrol

n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 18 45,0 13 32,5

Perempuan 22 55,0 27 67,5

Berdasarkan tabel terlihat bahwa mayoritas proporsi pada bayi yang mengalami diare dan yang tidak mengalami diare berumur 3 bulan masing-masing 42,5% dan 32,5%. Mayoritas bayi yang diare maupun yang tidak diare berjenis kelamin perempuan masing-masing 55,5% dan 67,5%.

4.3. Variabel Frekuensi MP-ASI, Porsi MP-ASI, Jenis MP-ASI, dan Cara MP-ASI

Distribusi variabel frekuensi MP-ASI, porsi MP-ASI, jenis MP-ASI, dan cara MP-ASI secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi MP-ASI, Porsi MP-ASI, Jenis MP-ASI, dan Cara MP-ASI

Variabel Kasus Kontrol

n % n %

Frekuensi Makanan Pendamping ASI

Sering 30 75,0 26 65,0

Jarang 10 25,0 14 35,0

Porsi Makanan Pendamping ASI

Banyak 29 72,5 19 47,5

Sedikit 11 27,5 21 52,5

Jenis Makanan Pendamping ASI

Tidak Lumat 24 60,0 13 32,5

Lumat 16 40,0 27 67,5

Cara Makanan Pendamping ASI

Tidak Baik 31 77,5 18 45,0


(61)

Pada tabel terlihat bahwa proporsi bayi yang diberikan frekuensi MP-ASI tidak tepat lebih banyak pada kelompok bayi yang mengalami diare yaitu sebanyak 30 orang (75,0%) dan pada bayi yang tidak diare yang diberikan frekuensi MP-ASI sering sebanyak 26 orang (65,0%). bayi yang diare dan bayi yang tidak diare tentang pemberian porsi MP-ASI yaitu lebih banyak yang sering pada kelompok bayi yang diare sebanyak 29 orang (72,5%) dan sebanyak 19 orang (47,5%) pada bayi yang tidak diare. Proporsi jenis MP-ASI antara bayi yang diare dan tidak diare yaitu pada bayi yang diare lebih banyak yang tidak lumat sebanyak 24 orang (60,0%) dan pada bayi tidak diare sebanyak 13 orang (32,5%). Proporsi cara MP-ASI yang tidak baik lebih banyak pada kelompok bayi yang diare sebanyak 31 orang (77,5%) dan pada bayi yang tidak diare hanya sebanyak 18 orang (45,0%).

4.4 Analisis Bivariat

4.4.1 Hubungan Frekuensi MP-ASI dengan Diare

Pada Tabel 4.3 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 1,615 dengan 95%CI=0,614-4,247 dan nilai p=0,166 artinya tidak ada hubungan frekuensi MP-ASI dengan diare. Bayi yang menderita diare 1,615 kali perkiraan kemungkinannya dengan seringnya pemberian frekuensi MP-ASI dibanding dengan bayi yang tidak menderita diare.

Tabel 4.4 Hubungan Frekuensi MP-ASI dengan Diare

Frekuensi MP-ASI

Kelompok

p OR

(95% Cl) χ

2

Kasus Kontrol

n % n %

Sering 30 75,0 26 65,0

0,329

1,615

(0,614-4,247) 0,952


(62)

4.4.2 Hubungan Porsi MP-ASI dengan Diare

Pada Tabel 4.5 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 2,914 dengan 95%CI=1,149-7,393 dan nilai p=0,022 artinya ada hubungan porsi MP-ASI dengan dengan diare. Bayi yang menderita diare 2,810 kali perkiraan kemungkinannya dengan banyaknya pemberian porsi MP-ASI dibanding dengan bayi yang tidak menderita diare.

Tabel 4.5 Hubungan Porsi MP-ASI dengan Diare

Porsi MP-ASI

Kelompok

p OR

(95% Cl) χ

2

Kasus Kontrol

n % n %

Banyak 29 72,5 19 47,5

0,022

2,914

(1,149-7,393) 5,208

Sedikit 11 27,5 21 52,5

Jumlah 40 100,0 40 100,0

4.4.3 Hubungan Jenis MP-ASI dengan Diare

Pada Tabel 4.6 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 3,115 dengan 95%CI=1,247-7,781 dan nilai p=0,014 artinya ada hubungan jenis MP-ASI dengan dengan diare. Bayi yang menderita diare 3,115 kali perkiraan kemungkinannya dengan jenis MP-ASI tidak lumat dibanding dengan bayi yang tidak menderita diare.

Tabel 4.6 Hubungan Jenis MP-ASI dengan Diare

Jenis MP-ASI

Kelompok

p OR

(95% Cl) χ

2

Kasus Kontrol

n % n %

Tidak Lumat 24 60,0 13 32,5

0,014

3,115

(1,247-7,781) 6,084

Lumat 16 40,0 27 67,5


(63)

4.4.4 Hubungan Cara MP-ASI dengan Diare

Pada Tabel 4.7 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 3,222 dengan 95%CI=1,268-8,188 dan nilai p=0,012 artinya ada hubungan cara MP-ASI dengan dengan diare. Bayi yang menderita diare 3,222 kali perkiraan kemungkinannya dengan cara MP-ASI tidak baik dibanding dengan bayi yang tidak menderita diare.

Tabel 4.7 Hubungan Cara MP-ASI dengan Diare

Cara MP-ASI

Kelompok

p OR

(95% Cl) χ

2

Kasus Kontrol

n % n %

Tidak Baik 31 77,5 18 45,0

0,003

4,210

(1,598-11,093) 8,901

Baik 9 22,5 22 55,0


(1)

Kelompok Kontrol

Karakteristik Responden

Frequency Table

umurkat

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

<20 tahun

4

10.0

10.0

10.0

20-35 tahun

33

82.5

82.5

92.5

>35 tahun

3

7.5

7.5

100.0

Total

40

100.0

100.0

pendidikan

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Tamat SD

10

25.0

25.0

25.0

Tamat SMP

10

25.0

25.0

50.0

Tamat SMA

14

35.0

35.0

85.0

PT/Akademi

6

15.0

15.0

100.0

Total

40

100.0

100.0

pekerjaan

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Ibu Rumah Tangga

10

25.0

25.0

25.0

Petani

16

40.0

40.0

65.0

Buruh

3

7.5

7.5

72.5

Pedangang/Wiraswasta

7

17.5

17.5

90.0

PNS

4

10.0

10.0

100.0

Total

40

100.0

100.0

Jenis Kelamin Bayi

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

Laki-laki

13

32.5

32.5

32.5

Perempuan

27

67.5

67.5

100.0


(2)

Frequency Table

Umur bayi

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

1

3

7.5

7.5

7.5

2

8

20.0

20.0

27.5

3

13

32.5

32.5

60.0

4

13

32.5

32.5

92.5

5

3

7.5

7.5

100.0

Total

40

100.0

100.0

frekuensi MP ASI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sering 26 65.0 65.0 65.0

Jarang 14 35.0 35.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Porsi MP ASI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Banyak 19 47.5 47.5 47.5

Sedikit 21 52.5 52.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Jenis MP ASI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak lumat 13 32.5 32.5 32.5

Lumat 27 67.5 67.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Cara MP ASI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak baik 18 45.0 45.0 45.0

Baik 22 55.0 55.0 100.0


(3)

Langkah 2 : Analisis Bivariat

Crosstab

Kejadian Diare

Total Diare Tidak diare

frekuensi MP ASI Sering Count 30 26 56

% within frekuensi MP ASI 53.6% 46.4% 100.0% % within Kejadian Diare 75.0% 65.0% 70.0%

% of Total 37.5% 32.5% 70.0%

Jarang Count 10 14 24

% within frekuensi MP ASI 41.7% 58.3% 100.0% % within Kejadian Diare 25.0% 35.0% 30.0%

% of Total 12.5% 17.5% 30.0%

Total Count 40 40 80

% within frekuensi MP ASI 50.0% 50.0% 100.0% % within Kejadian Diare 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .952a 1 .329

Continuity Correctionb .536 1 .464

Likelihood Ratio .956 1 .328

Fisher's Exact Test .465 .232

Linear-by-Linear Association .940 1 .332 N of Valid Casesb 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for frekuensi MP ASI

(Sering / Jarang) 1.615 .614 4.247 For cohort Kejadian Diare = Diare 1.286 .755 2.190 For cohort Kejadian Diare = Tidak

diare .796 .513 1.236


(4)

Porsi MP ASI * Kejadian Diare

Crosstab

Kejadian Diare

Total Diare Tidak diare

Porsi MP ASI Banyak Count 29 19 48

% within Porsi MP ASI 60.4% 39.6% 100.0% % within Kejadian Diare 72.5% 47.5% 60.0%

% of Total 36.2% 23.8% 60.0%

Sedikit Count 11 21 32

% within Porsi MP ASI 34.4% 65.6% 100.0% % within Kejadian Diare 27.5% 52.5% 40.0%

% of Total 13.8% 26.2% 40.0%

Total Count 40 40 80

% within Porsi MP ASI 50.0% 50.0% 100.0% % within Kejadian Diare 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 5.208a 1 .022

Continuity Correctionb 4.219 1 .040

Likelihood Ratio 5.277 1 .022

Fisher's Exact Test .039 .020

Linear-by-Linear Association 5.143 1 .023 N of Valid Casesb 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Porsi MP ASI

(Banyak / Sedikit) 2.914 1.149 7.393 For cohort Kejadian Diare = Diare 1.758 1.034 2.988 For cohort Kejadian Diare = Tidak

diare .603 .392 .927


(5)

Jenis MP ASI * Kejadian Diare

Crosstab

Kejadian Diare

Total Diare Tidak diare

Jenis MP ASI Tidak lumat Count 24 13 37

% within Jenis MP ASI 64.9% 35.1% 100.0% % within Kejadian Diare 60.0% 32.5% 46.2%

% of Total 30.0% 16.2% 46.2%

Lumat Count 16 27 43

% within Jenis MP ASI 37.2% 62.8% 100.0% % within Kejadian Diare 40.0% 67.5% 53.8%

% of Total 20.0% 33.8% 53.8%

Total Count 40 40 80

% within Jenis MP ASI 50.0% 50.0% 100.0% % within Kejadian Diare 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 6.084a 1 .014

Continuity Correctionb 5.028 1 .025

Likelihood Ratio 6.166 1 .013

Fisher's Exact Test .024 .012

Linear-by-Linear Association 6.008 1 .014 N of Valid Casesb

80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Jenis MP ASI

(Tidak lumat / Lumat) 3.115 1.247 7.781 For cohort Kejadian Diare = Diare 1.743 1.106 2.748 For cohort Kejadian Diare = Tidak

diare .560 .341 .918


(6)

Cara MP ASI * Kejadian Diare

Crosstab

Kejadian Diare

Total Diare Tidak diare

Cara MP ASI Tidak baik Count 29 18 47

% within Cara MP ASI 61.7% 38.3% 100.0% % within Kejadian Diare 72.5% 45.0% 58.8%

% of Total 36.2% 22.5% 58.8%

Baik Count 11 22 33

% within Cara MP ASI 33.3% 66.7% 100.0% % within Kejadian Diare 27.5% 55.0% 41.2%

% of Total 13.8% 27.5% 41.2%

Total Count 40 40 80

% within Cara MP ASI 50.0% 50.0% 100.0% % within Kejadian Diare 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 6.241a 1 .012

Continuity Correctionb 5.158 1 .023

Likelihood Ratio 6.336 1 .012

Fisher's Exact Test .022 .011

Linear-by-Linear Association 6.163 1 .013 N of Valid Casesb

80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,50. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Cara MP ASI (Tidak

baik / Baik) 3.222 1.268 8.188

For cohort Kejadian Diare = Diare 1.851 1.087 3.153 For cohort Kejadian Diare = Tidak

diare .574 .372 .888


Dokumen yang terkait

Hubungan Pemberian Mp-Asi Dini Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sindar Raya Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun Tahun 2012

6 72 105

Hubungan ASI Ekslusif dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Tahun 2013

1 44 66

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KABUPATEN MERAUKE

0 4 72

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA BAYI USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Pemberian MP-ASI DINI Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Bayi Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja PUSKESMAS Kartasura, Sukoharjo.

0 1 18

Lampiran 1 PENELITIAN HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MPASI) DINI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA KWALA PESILAM KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN DI DESA KWALA PESILAM KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014 TESIS

0 0 17

DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN

0 0 7

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MP-ASI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

0 0 14