Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Penyakit Atopik pada Anak Usia 6 – 7 Tahun di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ROMANA ANDELIA SIREGAR
Tempat/ Tanggal lahir : Padangsidimpuan, 25 Mei 1993 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Jamin Ginting Komplek Pamen G23 Medan Riwayat Pendidikan : 1. 1998 - 1999 : TK Aisyiyah Padangsidimpuan
2. 1999 – 2005 : SD Negeri 200107 Padangsidimpuan 3.2005 – 2008 : SMP Negeri 3 Padangsidimpuan 4.2008 – 2011 : SMA Negeri 1 Padangsidimpuan 5.2011– sekarang : Fakultas Kedokteran USU
Riwayat Pelatihan :- Seminar dan Workshop BLS & Traumatology, TBM FK USU 2012
- Pekan Ilmiah Mahasiswa, SCORE 2012
- Seminar dan Talk Show Islamic Medicine 3, PHBI FK USU 2012
- Workshop Radiographic Interpretation in Disease of The Chest , PEMA FK USU 2013
- Seminar dan Workshop Basic Medical Emergency for Volunters, MER-C 2013
(2)
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN
Assalamu’laikum Wr.Wb. Salam sejahtera buat kita semua.
Saya Romana Andelia Siregar, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Penyakit Atopik pada Anak Usia 6 – 7 Tahun di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik pada anak.
Untuk memperoleh keterangan diatas, suatu alat penelitian yaitu kuesioner akan digunakan. Kuesioner ISAAC yang diberikan terdiri dari 21 pertanyaan, kuesioner usia awal pemberian makanan padat terdiri dari 3 pertanyaan. Identitas responden akan dirahasiakan dan data penelitian hanya digunakan untuk keperluan penelitian serta tidak dipublikasi dalam bentuk apapun.
Partisipasi responden dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari siapapun. Seandaianya orang tua menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak ada sanksi apapun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan orang tua yang terpilih menjadi sukarelawan pada penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan ikut dalam penelitian yang telah disiapkan. Jika masih terdapat hal – hal yang kurang jelas sehubungan dengan penelitian ini, dapat menghubungi saya Romana Andelia Siregar ( HP : 085297114056).
Atas partisipasinya, saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
(3)
Lampiran 3
Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan
( Informed Consent )
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Saya telah mendapatkan penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul “Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Penyakit Atopik pada Anak Usia 6 – 7 Tahun di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan” dan dengan ini menyetujui untuk menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dalam kuesioner yang tertera untuk disertakan ke dalam penelitian.
Demikianlah, surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Padangsidimpuan, 2014
(4)
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN
A. Angket Penyakit Atopik pada Anak
Nama Sekolah : Identitas anak
Tanggal :
Nama :
Umur : tahun Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : [ ] Laki – laki [ ] Perempuan
Beri tanda pada kotak yang bapak/ibu anggap benar.
1. Pernahkah anak bapak/ibu menderita kemerahan yang gatal di kulit, hilang timbul dalam jangka waktu 6 bulan ? Ya [ ] Tidak [ ] KUESIONER ISAAC DERMATITIS ATOPIK
BILA MENJAWAB “TIDAK” LANGSUNG KE NOMOR 7
2. Pernahkah anak bapak/ibu menderita kemerahan yang gatal di kulit dalam 12
bulan terakhir ? Ya [ ] Tidak [ ]
(5)
3. Apakah kulit kemerahan dan gatal tersebut timbul pada salah satu atau beberapa tempat tersebut ini : Lipatan siku, lipatan lutut, di depan pergelangan kaki, di bawah bokong atau sekitar leher, telinga atau mata ?
Ya [ ] Tidak [ ] 4. Pada umur berapakah kulit merah dan gatal tersebut pertama kali timbul?
Kurang dari 2 tahun [ ] Antara 2 – 4 tahun [ ] Lebih dari 4 tahun [ ]
5. Apakah kemerahan dan gatal pada kulit tersebut pernah sembuh / hilang seluruhnya dalam 12 bulan terakhir ini ? Ya [ ] Tidak [ ] 6. Dalam 12 bulan terakhir berapa kalikah rata – rata anak bapak/ibu tidak dapat
tidur malam karena gangguan gatal tersebut ? Tidak pernah dalam 12 bulan terakhir [ ] Kurang dari 1 malam per minggu [ ] 1 malam atau lebih per minggu [ ]
7. Pernahkah anak bapak/ibu menderita alergi kulit Ya [ ] Tidak [ ]
SEMUA PERTANYAAN BERIKUT ADALAH MENGENAI MASALAH YANG TERJADI KETIKA ANAK BAPAK/IBU TIDAK SEDANG SAKIT PILEK / FLU.
KUESIONER ISAAC RINITIS ALERGI
1. Pernahkah anak bapak/ibu memiliki masalah dengan bersin, hidung berair atau hidung tersumbat saat TIDAK sedang sakit pilek / flu ?
Ya [ ] Tidak [ ]
(6)
2. Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah anak bapak/ibu memiliki masalah dengan bersin, hidung berair, atau hidung tersumbat saat TIDAK sedang sakit pilek / flu ?
Ya [ ] Tidak [ ]
BILA MENJAWAB “TIDAK” LANGSUNG KE NOMOR 6
3. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah masalah bersin, hidung berair atau hidung tersumbat tadi disertai dengan mata berair dan gatal ?
Ya [ ] Tidak [ ]
4. Dalam 12 bulan terakhir, kapan masalah bersin, hidung berair atau hidung tersumbat terjadi ? ( Silakan beri tanda kapan saja terjadi )
Januari [ ] Mei [ ] September [ ] Februari [ ] Juni [ ] Oktober [ ] Maret [ ] Juli [ ] November [ ] April [ ] Agustus [ ] Desember [ ]
5. Dalam 12 terakhir, apakah masalah bersin, hidung berair atau hidung tersumbat mengganggu kegiatan harian anak bapak/ibu ?
Ya [ ] Tidak [ ]
6. Pernahkah anak bapak/ibu mengalami alergi hidung ? Ya [ ] Tidak [ ]
KUESINOER ISAAC ASMA
1. Pernahkah anak bapak/ibu mengalami sesak nafas sampai terdengar mengi atau nafas berbunyi “ngik” ?
Ya [ ] Tidak [ ]
BILA MENJAWAB “TIDAK” LANGSUNG KE NOMOR 6
2. Pernahkah anak bapak/ibu mengalami sesak nafas samapai terdengar mengi atau nafas berbunyi “ngik” dalam 12 bulan terakhir ?
(7)
BILA MENJAWAB “TIDAK” LANGSUNG KE NOMOR 6
3. Berapa kalikah anak bapak/ibu mendapat serangan mengi tersebut dalam 12 bulan terakhir ?
Tidak ada [ ] 4 sampai 12 kali [ ] 1 sampai 3 kali [ ] Lebih dari 12 kali [ ]
4. Dalam 12 bulan terakhir berapa kalikah rata – rata tidur malam anak bapak/ibu terganggu karena mengi ?
Tidak pernah terbangun karena mengi [ ] Kurang dari 1 malam per minggu [ ] 1 malam atau lebih per minggu [ ]
5. Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah anak bapak/ibu mengalami mengi cukup parah sampai sulit bicara hanya satu atau dua kata ?
Ya [ ] Tidak [ ]
6. Apakah anak bapak/ibu pernah menderita asma ? Ya [ ] Tidak [ ] 7. Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah anak bapak/ibu terasa sesak di dada
selama atau setelah berolahraga? Ya [ ] Tidak [ ]
8. Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah anak bapak/ibu menderita batuk kering pada malam hari selain batuk yang berhubungan dengan pilek / flu ?
(8)
B. Angket Usia Awal Makanan Padat
Identitias Orang tua
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Jumlah Anak :
Jumlah pendapatan keluarga/bulan a. Lebih kecil dari Rp. 750.000 b. Rp. 750.000 – Rp. 1.500.000 c. Lebih besar dari Rp. 1.500.000
“MAKANAN PADAT ADALAH MAKANAN YANG BERBENTUK PADAT
/ TIDAK DAPAT DIMINUM, CONTOHNYA : Nasi, Biskuit, Pisang,
Pepaya, Ikan, Daging, dll.”
1. Apakah ibu memberikan makanan padat pada bayi ibu saat berumur kurang dari 6 bulan?
a. Ya b. Tidak
Jika Jawaban No. 1 Ya, Mengapa ibu memberikan makanan padat kepada anak ibu kurang dari 6 bulan?
a. Karena anak ibu selalu menangis
b. Supaya anak ibu cepat besar atau menjadi lebih gemuk c. Karena ibu merasa anak ibu sudah cukup besar
d. dll……….. (Jika bukan termasuk jawaban diatas)
(9)
2. Pada usia berapa pertama kalinya ibu memberikan makanan padat pada anak ibu?
a. Kurang dari 6 bulan ( Tuliskan usianya ……..bulan) b. Lebih dari 6 bulan ( Tuliskan usianya ……..bulan)
Contoh makanan padat yang pertama kali ibu berikan pada anak ibu adalah - Nasi
- Biskuit ( MILNA) - Ikan, Telur, Daging - Pisang, Pepaya, Alpukat
- dll……….. (Jika bukan termasuk makanan diatas) 3. Apakah ada keluarga yang memiliki gejala alergi seperti gejala dibawah ini :
- kemerahan yang terasa gatal pada pipi, leher atau lipatan kulit siku atau antara paha dan betis
- pilek, hidung berair, tersumbat dan gatal di hidung atau mata yang terjadi terutama pada saat malam atau pagi hari
- batuk / sesak dengan suara nafas yang berbunyi (mengi) yang muncul ketika hujan, terhirup debu, dan lain-lain pada keluarga?
a. YA b.Tidak
Jika Ya, hubungan keluarga tersebut dengan anak bapak/ibu adalah 1. Ayah 2. Ibu 3. Saudara Kandung
(10)
Lampiran 5 Data Induk Responden
Nama Usia Jenis Kelamin
Dermatitis Atopik
Rinitis
Alergi Asma
Riwayat Atopik pada Keluarga Usia Makanan Padat Jenis Makanan Padat Alasan Orang tua Memberikan Makanan Padat < 6
bulan A1 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A2 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A3 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Kentang . A4 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A5 6 Perempuan Ya Ya Tidak Saudara
Kandung
< 6
Bulan Nasi
Karena Selalu Menangis A6 7 Laki-laki Tidak Ya Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A7 7 Perempuan Ya Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A8 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A9 7 Laki-laki Tidak Tidak Ya Ibu < 6
Bulan Biskuit
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A10 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A11 7 Laki-laki Ya Tidak Tidak Ayah > 6
Bulan Biskuit . A12 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Ayah > 6
Bulan Nasi .
A13 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A14 7 Laki-laki Ya Ya Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis
(11)
A17 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A18 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A19 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A20 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A21 7 Laki-laki Ya Tidak Tidak Ayah < 6
Bulan Pisang Asi Kurang A22 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Ayah > 6
Bulan Biskuit . A23 6 Laki-laki Tidak Ya Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A24 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A25 7 Perempuan Ya Tidak Tidak Saudara Kandung
> 6
Bulan Nasi .
A26 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Kentang . A27 7 Perempuan Tidak Ya Tidak Ayah < 6
Bulan Nasi
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A28 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A29 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Telur .
A30 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Ikan .
A31 7 Perempuan Tidak Ya Tidak Saudara Kandung
< 6
Bulan Pisang
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A32 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit .
A33 7 Perempuan Ya Ya Ya Ayah < 6
Bulan Nasi
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A34 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Nasi
Karena Selalu Menangis A35 7 Laki-laki Ya Tidak Tidak Ibu > 6
Bulan Nasi .
A36 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
(12)
A37 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A38 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A39 7 Laki-laki Ya Tidak Tidak Ibu < 6
Bulan Nasi
Karena Selalu Menangis A40 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit Asi Kurang A41 7 Perempuan Ya Tidak Tidak Ayah < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A42 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Pisang . A43 7 Laki-laki Ya Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A44 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A45 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Kentang . A46 7 Laki-laki Tidak Ya Ya Saudara
Kandung
> 6
Bulan Biskuit . A47 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A48 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A49 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Kentang . A50 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A51 6 Perempuan Ya Tidak Ya Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A52 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A53 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Pisang
Karena Selalu Menangis A54 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A55 6 Laki-laki Ya Tidak Tidak Tidak Ada < 6
(13)
A56 6 Perempuan Ya Tidak Tidak Saudara Kandung
> 6
Bulan Telur .
A57 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A58 6 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A59 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Kentang . A60 6 Laki-laki Tidak Ya Tidak Ayah < 6
Bulan Nasi
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A61 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Pisang . A62 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Sering Sakit A63 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Telur Asi Kurang A64 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A65 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A66 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Kentang . A67 6 Perempuan Tidak Ya Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A68 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Pisang
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A69 6 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Pisang
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A70 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A71 7 Perempuan Tidak Ya Tidak Saudara
Kandung
< 6
Bulan Kentang
Karena Selalu Menangis A72 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Ikan Asi Kurang A73 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Ayah > 6
Bulan Biskuit . A74 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A75 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
(14)
A76 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Karena Selalu Menangis A77 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Ikan .
A78 6 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Pisang
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A79 6 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A80 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A81 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Biskuit . A82 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A83 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Ikan .
A84 7 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Nasi .
A85 7 Laki-laki Ya Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Biskuit Asi Kurang A86 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Tidak Ada < 6
Bulan Nasi
Supaya Cepat Besar
/ Gemuk A87 7 Laki-laki Tidak Tidak Tidak Ayah < 6
Bulan Ikan
Karena Sering Sakit A88 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
Bulan Pisang . A89 6 Perempuan Tidak Tidak Tidak Tidak Ada > 6
(15)
Lampiran 6
HASIL ANALISIS DATA UMUR RESPONDEN
Frequenc
y Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 6 33 37.1 37.1 37.1
7 56 62.9 62.9 100.0
Total 89 100.0 100.0
JENIS KELAMIN RESPONDEN
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulativ e Percent Valid Laki-laki 40 44.9 44.9 44.9
Perempuan 49 55.1 55.1 100.0
Total 89 100.0 100.0
DERMATITIS ATOPIK
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 17 19.1 19.1 19.1
Tidak 72 80.9 80.9 100.0
Total 89 100.0 100.0
RINITIS ALERGI
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 11 12.4 12.4 12.4
Tidak 78 87.6 87.6 100.0
Total 89 100.0 100.0
ASMA
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 4 4.5 4.5 4.5
(16)
JENIS MAKANAN PADAT
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Nasi 25 28.1 28.1 28.1
Kentang 7 7.9 7.9 36.0
Biskuit 37 41.6 41.6 77.5
Telur 3 3.4 3.4 80.9
Ikan 6 6.7 6.7 87.6
Pisang 11 12.4 12.4 100.0
Total 89 100.0 100.0
ALASAN PEMBERIAN MAKANAN PADAT
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Karena Selalu
Menangis 14 15.7 38.9 38.9
Supaya Cepat Besar /
Gemuk 13 14.6 36.1 75.0
Asi Kurang 7 7.9 19.4 94.4
Karena Sering Sakit 2 2.2 5.6 100.0
Total 36 40.4 100.0
Missin g
System
53 59.6
Total 89 100.0
USIA MAKANAN PADAT
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid Terlalu
dini 36 40.4 40.4 40.4
Tepat 53 59.6 59.6 100.0
(17)
RIWAYAT PENYAKIT ATOPIK PADA KELUARGA
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid Tidak
Ada 70 78.7 78.7 78.7
ada 19 21.3 21.3 100.0
Total 89 100.0 100.0
HUBUNGAN USIA AWAL PEMBERIAN MAKANAN PADAT DENGAN DERMATITIS ATOPIK
Crosstab
Dermatitis Atopik Total
Ya Tidak Ya
usia makanan padat kelompok
Terlalu dini
Count 11 25 36
% within Dermatitis
Atopik 64.7% 34.7% 40.4%
Tepat Count 6 47 53
% within Dermatitis
Atopik 35.3% 65.3% 59.6%
Total Count 17 72 89
% within Dermatitis
Atopik 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson
Chi-Square 5.133(b) 1 .023
Continuity
Correction(a) 3.964 1 .046
Likelihood Ratio 5.056 1 .025
Fisher's Exact
Test .030 .024
Linear-by-Linear
Association 5.075 1 .024
N of Valid Cases 89
(18)
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.88.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper Lower Odds Ratio for
usia makanan padat kelompok (Terlalu dini / Tepat)
3.447 1.140 10.424
For cohort Dermatitis Atopik
= Ya
2.699 1.097 6.640 For cohort
Dermatitis Atopik = Tidak
.783 .618 .993 N of Valid Cases 89
HUBUNGAN USIA AWAL PEMBERIAN MAKANAN PADAT DENGAN RINITIS ALERGI
Crosstab
Rinitis Alergi Total
Ya Tidak Ya
usia makanan padat kelompok
Terlalu dini
Count 9 27 36
% within Rinitis
Alergi 81.8% 34.6% 40.4%
Tepat Count 2 51 53
% within Rinitis
Alergi 18.2% 65.4% 59.6%
Total Count 11 78 89
% within Rinitis
(19)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson
Chi-Square 8.917(b) 1 .003
Continuity
Correction(a) 7.065 1 .008
Likelihood Ratio 9.057 1 .003
Fisher's Exact
Test .006 .004
Linear-by-Linear
Association 8.817 1 .003
N of Valid Cases 89
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.45. Risk Estimate Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower Odds Ratio for
usia makanan padat kelompok (Terlalu dini / Tepat)
8.500 1.713 42.169
For cohort Rinitis Alergi = Ya
6.625 1.519 28.887 For cohort
Rinitis Alergi = Tidak
.779 .641 .948 N of Valid Cases 89
(20)
HUBUNGAN USIA AWAL PEMEBERIAN MAKANAN PADAT DENGAN ASMA
Crosstab
Asma Total
Ya Tidak Ya
usia makanan padat kelompok
Terlalu dini
Count 3 33 36
% within
Asma 75.0% 38.8% 40.4%
Tepat Count 1 52 53
% within
Asma 25.0% 61.2% 59.6%
Total Count 4 85 89
% within
Asma 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson
Chi-Square 2.076(b) 1 .150
Continuity
Correction(a) .845 1 .358
Likelihood Ratio 2.062 1 .151
Fisher's Exact
Test .299 .179
Linear-by-Linear
Association 2.052 1 .152
N of Valid Cases 89
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.62. Risk Estimate Value 95% Confidence Interval
(21)
Odds Ratio for usia makanan padat kelompok (Terlalu dini / Tepat)
4.727 .472 47.379 For cohort Asma =
Ya 4.417 .478 40.797
For cohort Asma =
Tidak .934 .841 1.038
(22)
DAFTAR PUSTAKA
Ardhie, A. M., 2004. Dermatitis dan Peran Steroid dalam Penanganannya. DEXA Media , 17 (4) : 157-163. Available from : http://www.unhas.ac.id
Baratawidjaja, K. G., & Rengganis, I., 2010. Imunologi Dasar ed. sembilan : 300-310. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
[accessed 30 Mei 2014 ].
Barlianto, W., Kusuma, HMS. C., & Putu HM, N. L., 2009. Penundaan Makanan Padat Mengurangi Risiko Timbulnya Atopi pada Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, XXV :111-114. Available from : http://jkb.ub.ac.id
Bellows, L., A. Clark, & R. Moore, 2013. Introducing Solid Foods to Infants. Colorado State University. Available from :
[Accessed 25 Maret 2014].
http://www.ext.colostate.edu
Berke, R., Singh, A., & Guralnick, M., 2012. Atopic Dermatitis. American Family Physician : 35-42. Available from :
[Acessed 05 Desember 2014].
http://www.aafp.org/afp/2012/0701/p35-s1.html. [Accessed 13 April 2014].
Clayton, H. B., Li, R., Perrine, C. G., & Scanlon, K. S., 2013. Prevalence and Reasons for Introducing Infants Early to Solid Foods : Variations by Milk Feeding Type. American Academy of Pediatrics : 1108- 1114. Available from :http://pediatrics.aappublications.org/content/131/4/e1108.full.html
Gerez, IF., Lee, BW., Van, Bever, HP., Shek, LP., 2010. Allergies in Asia : Differences in Prevalence and Management Compared with Western Populations. MEDLINE.{abstrak}.[Accessed 05 November 2014].
. [Accessed 25 April 2014].
(23)
Global Initiative For Asthma (GINA), 2012. Global Strategy For Asthma Management And Prevention. Available from : http://www.ginaasthma.org
Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
.
Edisi ke-11 : 471. Jakarta : EGC.[Accessed 31 Mei 2014].
Harsono, G., Munasir, Z., Siregar, S. P., Suyoko, H. D., Kumiati, M., Evalina, R., et al., 2007. Faktor yang diduga menjadi resiko pada anak dengan rintis alergi di RSU DR.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Kedokteran Brawijaya , XXIII : 116-120. Available from : http://jkb.ub.ac.id
Inoue, M., & Binns, C. W., 2014. Introducing Solid Foods to Infants in the Asia
Pacific Region. Nutrients : 276-288. Available from : [Accessed 15 April
2014].
http://www.mdpi.com/journal/nutrients.
International Study of Asthma ang Allergies in Childhood (ISAAC), 2000. Phase Three Manual. Available from :
[ Accessed 26 Maret 2014].
http://isaac.auckland.ac.nz
Joseph, C. L., Ownby, D. R., Havstad, S. L., Woodcroft, K. J., Weglenka, G., MacKechnie, H., et al., 2011. Early complementary feeding and risk of food sensitization in a birth cohort. J Allergy Clin Immunol : 1203-1209. Available from :
[Accessed 25 Maret 2014].
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2011.02.018.
Leo, S., Dean, J., & Chan, E. S., 2012. What are the beliefs of pediatricians and dietitians regarding complementary food introduction to prevent allergy? Allergy, Asthma & Clinical Immunology : 1-7. Available from :
[ Accessed 26 Maret 2014].
(24)
Leung, D. Y., 2007. Allergy and the imunologic basis of atopic disease. In: R. M. Kliegman, R. E. Behrman, B. F. Stanton, & H. B. Jenson, Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-18. 935-937. Philadelphia: Elsevier.
Maryunani, A., 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: TIM. Matondang, C. S., Munasir, Z., & Sumadiono., 2010. Aspek Imnunologi Air Susu
Ibu. In: A. A. Akib, z. Munasir, & N. Kurniati, Alergi Imunologi Anak, Edisi ke-2 : 193. Jakarta: IDAI.
Milgrom, H., & Leung, D. Y., 2007. Allergic rhinitis. In : R. M. Kliegman, R. E. Behrman, B. F. Stanton, & H. B. Jenson, Nelson texbook of pediatrics. Edisi ke-18. 949-950. Philadelphia: Elsevier.
Moed, H., Wijk, R. G., Hendriks, R. W., & Wouden, J. C., 2013. Evaluation of Clinical and Immunological Responses : A2-years Follow-up Study in Children with Allergic Rhinitis due to House Dust Mite. Mediators of Inflammation : 1-8. Available from : http://dx.doi.org/10.1155/2013/345217.
Munasir, Z., & Rakun, M. W., 2010. Rinitis alergi. In : A. A. Akib, Z. Munasir, & N. Kurniati, Alergi Imunologi Anak. Edisi ke-2 : 245-248. Jakarta: IDAI. [Accessed 7 April 2014].
Shamssain H., dan Samsian, N., 1991. Prevalence and Severity of Asthma, Rhinitis and Atopi eczema. Dalam: Nency, Y,M. 2005. Prevalensi Dan Faktor RisikoAlergi Pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang : 9.
Nwaru, B. I., Takkinen, H.-M., Niemela, O., Kaila, M., Erkkola, M., Ahonen, S., et al., 2013. Timing of infant feeding in relation to childhood asthma and allergic diseases. J Allergy Clin Immunol : 78-86. Available from : http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2012.10.028
Pawankar, R., Bunnag, C., Khaltaev, N., & Bousquet, J., 2012. Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma in Asia Pacific and ARIA update 2008. WAO
(25)
Journal : 212-217. Available from : http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc3488935.
Przyrembel, H., 2012. Timing of Introduction of Complementary Food : Short- and Long-Term Health Consequences. Ann Nutr Metab : 8-20. Available from :
[Accessed 31 Mei 2014].
http://www.karger.com/anm.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Available from :
[Accessed 9 April 2014].
http://depkes.go.id
Santosa, H., 2010. Asma bronkial. In : A. A. Akib, Z. Munasir, & N. Kurniati, Alergi Imunologi Anak. Edisi ke-2 : 252-258. Jakarta: IDAI.
[Accessed 31 Mei 2014].
Santosa, H., 2010. Dermatitis Atopik. In : A. A. Akib, Z. Munasir, & N. Kurniati, Alergi Imunologi Anak. Edisi ke-2 : 234-239. Jakarta: IDAI.
Sariachvili, M., Droste, J., Dom, S., Wieringa, M., Hagendorens, M., Stevens, W., et al., 2010. Early exposure to Solid Foods and The Development of Eczema in Children up to 4 years of age. Pediatric Allergy and Immunology : 74-81. Available from : http:// dx.DOI.org/10.1111/j.1399-3038.2009.00899.x
Sastroamoro, S. & Ismael, S., 2008. Dasar - dasar Metode Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung seto.
[Accessed 26 Maret 2014].
Sastroamoro, S. & Ismael, S., 2013. Dasar - dasar Metode Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta : Sagung seto.
Sicherer, S. H., & Sampson, H. A., 2012. Food Allergy. J Allergy Clin Immunol , 125(2):116-125.Available from : http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2009.08.028
Small, P., & Kim, H., 2011. Allergic rhinitis. Allergy, Asthma & Clinical Immnulogy:1-8.Available from :
. [Accessed 30 Mei 2014].
(26)
Soedibyo, S., & Winda, F., 2007. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu pada Bayi yang Berkunjung ke Unit Pediatri Rawat Jalan. Sari Pediatri : 270-275. Availaible from : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-4-3.pdf
Stone, K. D., 2003. Atopic Diseases of Childhood. Current Opinion in Pediatrics : 495-511. Available from :
[ Accessed 26 Maret 2014].
http://nysapp.org
Subowo., 2010. Imunologi klinik. Edisi ke-2 : 34, 53-54. Bandung: Sagung seto. [ Accessed 7 April 2014].
Sumadiono., 2010. Imunologi Mukosa. In : A. A. Akib, Z. Munasir, & N. Kurniati, Alergi Imunologi Anak. Edisi ke-2 : 101-102. Jakarta: IDAI.
Tarini, B. A., Carroll, A. E., Sox, C. M., & Crhistakis, D. A., 2006. Systemic Reviews of the Relationship Between Early Introduction of Solid Foods to Infants and the Development of Allergic Disease. Arch Pediatr Adolesc Med. : 502-507. Available from : http://www.archpediatrics.com
The British Dietetic Association (BDA), 2013. Complementary Feeding : Introduction of Solid Food to an Infants Diet. Available from :
[Accessed 25 Maret 2014].
http://www.bda.uk.com
Tom, W. L., 2012. Atopic Dermatitis: Recent Findings and Insights. Pediatrics Annals : 1-5. Available from :
[Accessed 08 Desember 2014].
http://www.PediatricSuperSite.com
Weinberg, E. G., 2010. The Allergic March. CME : 64-68. Available from : . [Accessed 27 Maret 2014].
http://ajol.info/index.php//cme/article/43705
Wong, G. W.K., Ting, F.L, Fanny, W.S, & Ko, 2013. Changing Prevalence of Allergic Disease in The Asia-Pacific Region. Allergy Asthma Immunol Res. Available from :
[Accessed 22 April 2014].
http://dx.doi.org/10.4168/aair.2013 [Accessed 08 Desember 2014].
(27)
World Health Organization (WHO), 2002. Prevention of Allergy and Allergic Asthma. Available from : http://who.int/iris/handle/10665/6836
Zheng, T., Yu, J., Oh, M. H., & Zhu, Z., 2011. The Atopic March: Progression from Atopic Dermatitis to Allergic Rhinitis and Asthma. Allergy Asthma Immunol Res. : 67-68. Available from :
[Accessed 31 Mei 2014].
http://e-aair.org.
Zulfikar, T., Yunus, F., & Wiyono, W. H., 2011. Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Hubungan dengan faktor yang Mempengaruhi Asma Pada Siswa SLTP di Daerah Padat Penduduk Jakarta Barat Tahun 2008. J Respir Indo , 31 : 181-190.
[Accessed 22 April 2014].
(28)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah :
Variabel Independen Varibel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka konsep
3.2. Identifikasi Variabel 3.2.1. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia awal pemberian makanan padat pada anak.
3.2.2. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penyakit atopik pada anak. 3.3. Defenisi Operasional
1. Usia awal pemberian makanan padat adalah usia anak mendapatkan makanan padat pertama kalinya. Cara pengukurannya dengan menggunakan metode angket yaitu berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan responden pada instrumen kuesioner usia awal pemberian makanan padat. Hasil
Usia Awal Pemberian Makanan Padat
(29)
pengukurannya akan dikategorikan menjadi kurang dari 6 bulan dan lebih dari 6 bulan. Skala pengukurannya adalah ordinal.
2. Makanan padat adalah makanan yang tidak dapat diminum atau makanan yang dikonsumsi sehari-hari seperti nasi, sayuran, buah-buahan, daging, keju, telur, ikan, kacang, coklat.
3. Penyakit atopik adalah kecenderungan seseorang menghasilkan immunoglobulin E (IgE) terhadap paparan alergen karena adanya predisposisi genetik. Pada penelitian ini yang termasuk penyakit atopik adalah dermatitis atopik, rinitis alergi, dan asma. Cara Pengukuran untuk menegakkan diagnosis ini adalah dengan metode angket yaitu berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan responden pada instrumen kuesioner ISAAC. Hasil pengukurannya adalah positif jika memiliki penyakit atopik dan negatif jika tidak memiliki penyakit atopik. Skala pengukurannya adalah skala nominal.
3.4. Hipotesa
Ada hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik pada anak.
(30)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain studi cross sectional untuk mengetahui hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan penyakit atopik pada anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 200107 (10) kota Padangsidimpuan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi
Peneliti melakukan penelitian di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan. 4.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli-Agutus 2014. 4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi terjangkau adalah seluruh anak sekolah yang berusia 6 – 7 tahun di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan tahun ajaran 2014-2015.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini menggunakan metode total sampling dimana peneliti mengambil seluruh anggota populasi menjadi sampel penelitian yaitu seluruh anak sekolah yang berusia 6 – 7 tahun di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan tahun ajaran 2014-2015.
(31)
4.3.3. Kriteria Sampel
4.3.3.1. Kriteria Inklusi
• Anak sekolah yang berusia 6 – 7 tahun di Sekolah Dasar (SD) Negeri 200107 Kota Padangsidimpuan.
• Orang tua dari anak tersebut yang bersedia mengisi kuesioner. 4.3.3.2. Kriteria Eksklusi
• Kuesioner yang diisi tidak lengkap.
4.4.Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner. Kuesioner ISAAC yang sudah distandarisasi diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Uji validitas kuesioner usia awal pemberian makanan dilakukan dengan mengunakan uji korelasi pearson (moment product correlation). Dan uji reliabilitas (alpha Cronbach) pada program SPSS (Statistical Package for the Social Science). Berikut hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner :
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Variabel Nomor Pertanyaan
Total Pearson Correlation
Status Alpha Status
Usia Awal Pemberian Makanan
Padat
1 2 3
0.646 0.637 0.613
Valid Valid Valid
0.746 Reliabel Reliabel Reliabel
(32)
4.5. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan saving. Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi menanyakan kembali kesediaan responden untuk melengkapi data. Coding berarti memberi kode pada variabel penelitian berdasarkan kategori secara manual sebelum diolah dengan komputer yaitu usia awal pemberian makanan padat diketegorikan menjadi kurang dari 6 bulan dan lebih dari 6 bulan sedangkan penyakit atopik dikategorikan menjadi Ya dan TIdak. Setelah itu, data akan dimasukkan (entry) ke program Statistic Package for Social Science (SPSS). Pada tahapan selanjutnya, cleaning, semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa kembali guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Data yang telah benar-benar tepat akan disimpan (saving) dan siap dianalisis.
4.6. Analisa Data
Proses menganalisa data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu, analisa univariat dan analisa bivariat.
• Analisa univariat
Teknik ini digunakan untuk menganalisa variabel penelitian secara sendiri sendiri. Semua data usia awal pemberian makanan padat dan kejadian penyakit atopik yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
• Analisa bivariat
Analisa data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik akan di analisa menggunakan uji Chi Square.
(33)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan menggunakan teknik angket dengan alat ukur kuesioner. Hasil kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga hasil penelitian dapat disimpulkan dalam paparan dibawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 200107 Kota Padangsidimpuan yang berlokasi di Jalan Dr. Sutomo No. 25 Padangsidimpuan, Kecamatan Padangsidimpuan Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah anak sekolah yang berusia 6 – 7 tahun di SD N 200107 Padangsidimpuan. Sebanyak 104 kuesioner yang diberikan kepada siswa/siswi, 102 kuesioner kembali ke peneliti dan 13 kuesioner tidak dapat dianalisis karena pengisiannya tidak lengkap. Responden yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 89 orang. Distribusi frekuensi responden meliputi keragaman karakteristik umur dan jenis kelamin.
(34)
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%) Jenis Kelamin
Laki-laki 40 44,9
Perempuan 49 55,1
Total 89 100,0
Umur
6 tahun 33 37,1
7 tahun 56 62,9
Total 89 100,0
Berdasarkan tabel 5.1. diperoleh bahwa responden dalam penelitian ini yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 40 orang (44,9%) dan perempuan sebanyak 49 orang (55,1%). Kemudian responden yang terbanyak berumur 7 tahun yaitu sebanyak 56 orang (62,9%) diikuti umur 6 tahun sebanyak 33 orang (37,1%).
5.1.3. Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Usia awal pemberian makanan padat adalah variabel independen dalam penelitian ini yang dibagi menjadi dua kategori yaitu < 6 bulan dan > 6 bulan.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Frekuensi (n) Persen (%)
< 6 Bulan 36 40,4
> 6 Bulan 53 59,6
(35)
Berdasarkan tabel 5.2. didapatkan responden yang mendapatkan makanan padat pada usia > 6 bulan yaitu sebanyak 53 orang (59,6%) lebih banyak dibandingkan yang mendapatkan makanan padat pada usia < 6 bulan yaitu sebanyak 36 orang (40,4%).
5.1.3.1..Alasan Pemberian Makanan Padat terlalu Dini
Terdapat 36 orang tua yang memberikan makanan padat kepada anaknya pada usia < 6 bulan. Alasan orang tua memberikan makanan padat pada usia < 6 bulan kepada anaknya sangat beragam.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Alasan Pemberian Makanan Padat Terlalu Dini
Alasan Pemberian Makanan Padat < 6 Bulan
Frekuensi (n) Persen (%)
Karena selalu menangis 14 15,7
Supaya cepat besar/ Gemuk 13 14,6
ASI kurang 7 7,9
Karena sering sakit 2 2,2
Total 36 40,4
Berdasarkan tabel 5.3. diperoleh alasan orang tua memberikan makanan padat < 6 bulan yaitu karena anak selalu menangis sebanyak 14 orang (15,7%), supaya anak cepat besar/gemuk sebanyak 13 orang (14,6%), ASI kurang sebanyak 7 orang (7,9%) dan karena anak sering sakit sebanyak 2 orang (2,2%).
(36)
5.1.3.2. Jenis Makanan Padat
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Makanan Padat
Jenis Makanan Padat Frekuensi (n) Persen (%)
Nasi 25 28,1
Kentang 7 7,9
Biskuit 37 41,6
Telur 3 3,4
Ikan 6 6,7
Pisang 11 12,4
Total 89 100,0
Berdasarkan tabel 5.4. jenis makanan padat yang paling banyak diberikan pada awal pemberian makanan padat adalah biskuit yaitu sebanyak 37 orang (41,6%) kemudian nasi sebanyak 25 orang (28,1%), pisang sebanyak 11 orang (12,4%), kentang sebanyak 7 orang (7,9%), ikan sebanyak 6 orang (6,7%) dan telur sebanyak 3 orang (3,4%).
5.1.4. Penyakit Atopik
Penyakit atopik sebagai variabel dependen dalam penelitian ini terdiri atas dermatitis atopik, rinitis alergi, dan asma. Dari Kuesioner ISAAC yang telah disebarkan kepada 89 responden, didapatkan gambaran mengenai penyakit atopik yang disajikan dalam tabel 5.5.
(37)
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penyakit Atopik
Penyakit Atopik Frekuensi (n) Persen (%) Dermatitis Atopik
Ya 17 19,1
Tidak 72 80,9
Total 89 100,0
Rinitis Alergi
Ya 11 12,4
Tidak 78 87,6
Total 89 100,0
Asma
Ya 4 4,5
Tidak 85 95,5
Total 89 100,0
Berdasarkan tabel 5.5. diperoleh bahwa jenis penyakit atopik yang paling banyak terjadi pada responden adalah dermatitis atopik. Responden yang memiliki riwayat dermatitis atopik yaitu sebanyak 17 orang (19,1%) dan yang tidak memiliki riwayat dermatitis atopik sebanyak 72 orang (80,9%). Sedangkan responden yang memiliki riwayat rinitis alergi yaitu sebanyak 11 orang (12,4%) dan yang tidak memiliki riwayat rinitis alergi sebanyak 78 orang (87,6%) kemudian responden yang memiliki riwayat asma sebanyak 4 orang (4,5%) dan yang tidak memiliki riwayat asma sebanyak 85 orang (95,5%).
(38)
5.1.4.1. Riwayat Atopik pada Keluarga
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Atopik pada Keluarga
Riwayat Atopik pada Keluarga
Frekuensi (n) Persen (%)
Ayah 10 11,2
Ibu 3 3,4
Saudara Kandung 6 6,7
Tidak Ada 70 78,7
Total 89 100,0
Berdasarkan tabel 5.6. diperoleh bahwa responden yang memiliki riwayat atopik pada keluarga yaitu ayah sebanyak 10 orang (11,2%), ibu sebanyak 3 orang (3,4%), saudara kandung sebanyak 6 orang (6,7%) dan yang tidak mempunyai riwayat atopik pada keluaraga sebanyak 70 orang.
5.1.5. Hasil Analisi Data
Pengujian terhadap hipotesis untuk menyatakan ada tidaknya hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS yang menganalisis secara bersama-sama variabel independen dan variabel dependen. Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengisan kuesioner oleh 89 responden dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square.
(39)
Tabel 5.7. Hasil Uji Chi Square mengenai Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Dermatitis Atopik Usia Awal Pemberian
Makanan Padat
Dermatitis Atopik n(%)
p IK 95% RP
< 6 bulan 11 (64.7%)
0.023 1.140-10.424 3.447 > 6 bulan 6 (35.3%)
Berdasarkan tabel 5.7. diperoleh bahwa hasil uji Chi square hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian dermatitis atopik pada tabel terlihat nilai p=0.023. Hal ini berarti ada hubungan yang cukup signifikan antara usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian dermatitis atopik pada anak. Kemudian dari hasil analisis diperoleh RP > 1, hal ini berarti pemberian makanan padat < 6 bulan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit dermatitis atopik pada anak
Tabel 5.8. Hasil Uji Chi Square mengenai Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Rinitis Alergi
Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Rinitis Alergi n(%)
p IK 95% RP
< 6 bulan 9 (81.8%)
0.006 1.713-42.169 8.500 > 6 bulan 2 (18.2%)
Berdasarkan tabel 5.8. dipeoleh bahwa hasil uji Chi square hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian rinitis alergi dengan nilai p=0.006 dan RP > 1. Hal ini berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara usia awal pemberian makanan padat dengan rinitis alergi pada anak dan pemberian makanan padat pada usia < 6 bulan merupakan faktor risiko untuk terjadinya rinitis alergi pada anak.
(40)
Tabel 5.9. Hasil Uji Chi Square mengenai Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Asma
Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Asma n(%) p IK 95% RP
< 6 bulan 3 (75.0%)
0.299 0.472-47.379 4.727 > 6 bulan 12 (25.0%)
Berdasarkan tabel 5.9. diperoleh bahwa hasil uji Chi square hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian asma pada anak didapatkan tidak signifikan karena nilai p=0.299. Kemudian RP = 1 maka pemberian makanan padat pada usia < 6 bulan tidak mempengaruhi terjadinya penyakit asma pada anak.
(41)
5.2. Pembahasan
5.2.1. Usia Awal Pemberian Makanan Padat
Usia awal pemberian makanan padat bervariasi dibeberapa negara karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu durasi menyusui, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, faktor budaya dan faktor kepercayaan. Di negara Asia Pasifik pemberian makanan padat lebih dini dibandingkan dengan rekomendasi usia awal pemberian makanan padat oleh WHO yaitu pemberian makanan padat dimulai pada usia 6 bulan . Di negara Jepang rata – rata usia awal pemberian makanan padat pada bayi adalah 5,5 bulan, di Vietnam dari 1 minggu post partum hingga usia 4 bulan, dan di Australia usia 4 sampai 4,5 bulan (Inoue dan Binns, 2014). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Clayton et al (2013), sekitar 40,4% ibu telah memberikan makanan padat pada bayinya sebelum usia 4 bulan. Sedangkan di Indonesia sekitar 40 % pemberian makanan padat dimulai pada usia 4-6 bulan (Soedibyo & Winda, 2007).
Di Indonesia hal ini sesuai dengan PP Nomor 33 Tahun 2012 mengenai ASI eksklusif yaitu bayi yang sejak dilahirkan hingga usia 6 bulan harus diberikan ASI tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Tetapi rekomendasi usia awal pemberian makanan padat dari organisasi internasional berbeda dengan rekomendasi oleh WHO seperti The nutrition commite of the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and nutrition (ESPGHAN) tidak merekomendasikan pemberian makanan padat sebelum usia 17 minggu dan tidak lebih dari 26 minggu begitu juga menurut American of Pediatrics (AAP) pemberian makanan padat harus dimulai pada usia 4 – 6 bulan.
Pada penelitian ini jenis makanan padat yang paling banyak diberikan pada awal pemberian makanan padat adalah biskuit yaitu sebanyak 37 orang (41,6%) kemudian nasi sebanyak 25 orang (28,1%), pisang sebanyak 11 orang (12,4%), kentang sebanyak 7 orang (7,9%), ikan sebanyak 6 orang (6,7%) dan telur sebanyak 3 orang (3,4%).
(42)
Menurut WHO, menentukan waktu pemberian makanan padat yang tepat pada bayi sangatlah penting. Tetapi kualitas dan kuantitas makanan padat yang diberikan juga merupakan hal penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Sejak usia 6 bulan jumlah mikronutrien seperti zat besi pada ASI berkurang. Jumlah energi makanan padat yang dibutuhkan bayi berusia 6-8 bulan adalah 269 kkal per hari (1125,5 KJ). Kemudian bayi yang berusia 6-8 bulan harus makan setidaknya 2-3 kali per hari. Beberapa negara di Asia Pasifik bubur beras dan sereal beras merupakan jenis makanan padat yang pertama diberikan. Tetapi bubur beras memiliki jumlah energi dan mikronutrien seperti besi, zinc dan kalsium yang rendah (Inoue dan Binns, 2014). Sedangkan sereal beras sudah ditambahkan vitamin B1, B2, B3, C, folat, besi dan zinc. Sehingga sereal beras merupakan jenis makanan padat yang bagus untuk pertama kali diberikan pada bayi. Selain sereal beras yang harus diberikan adalah sayur-sayuran seperti kentang dan wortel, kemudian buah-buahan seperti pisang, apel, dan semangka (tanpa biji) dan makanan berprotein seperti tahu, ayam, daging juga dapat diberikan pada bayi usia 6 bulan. Sedangkan ikan dan telur dapat diberikan setelah berusia 9 bulan. Semua makanan tersebut harus dalam bentuk lunak. (Bellows et al. 2013).
5.2.2. Penyakit Atopik
Penyakit atopik di pengaruhi oleh berbagai hal seperti faktor imunologi, faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor makanan. Pada penelitian ini faktor yang dinilai adalah faktor makanan yaitu usia awal pemberian makanan padat.
Kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada umumnya digunakan untuk menentukan prevalensi penyakit atopik seperti dermatitis atopik, rinitis alergi dan asma pada anak di berbagai negara di seluruh dunia dan juga memberikan data mengenai faktor genetik, faktor lingkungan, gaya hidup, dan perawatan medis sebagai faktor pencetus terjadinya penyakit atopik (ISAAC, 2000). Kuesioner ISAAC telah diuji coba di 156 pusat di 56 negara di dunia. Pengunaan kuesioner ISAAC dianggap memadai, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenkins dkk menyatakan kuesioner
(43)
ISAAC terhadap kejadian asma didapatkan sensitifitas 85% dan spesifitas 91% (Shamssain et al dalam Nency, Y.M, 2005).
Pada penelitian ini berdasarkan kuesioner ISAAC didapatkan prevalensi anak yang memiliki riwayat dermatitis atopik 19,1%, riwayat rinitis alergi 12,4% dan riwayat asma 4,5%.
Prevalensi penyakit atopik meningkat di Asia. Beberapa kemungkinan disebabkan oleh status ekonomi, tingkat urbanisasi, kejadian infeksi, pelayanan kesehatan dan faktor genetik (Gerez et al, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Celic et al tahun 1997 dan 2005 menyatakan prevalensi kejadian asma, rinitis alergi, dan asma meningkat secara signifikan yaitu 9,7% - 11,8%, 5,4%-10,2% dan 3%-10,1%. Prevalensi penyakit atopik lebih tinggi di negara barat dibandingkan di negara Asia. Tetapi beberapa penelitian yang terbaru menyatakan prevalensi penyakit atopik meningkat di Asia. Beberapa kemungkinan disebabkan oleh status ekonomi, tingkat urbanisasi, kejadian infeksi, pelayanan kesehatan dan faktor genetik (Gerez et al, 2010). Prevalensi asma tertinggi di Jepang (23.0%), Singapura (15.5%), dan Taiwan (14.4%). Sedangkan prevalensi yang terendah di Indonesia (4.8%), Chiang Mai (6.1%), Hong Kong (7.9%), Alor Setar (9.8%), dan Seoul (9.9%). Sedangkan prevalensi di rinitis alergi di Cina, Malaysia, Pilipina, Singapura, Taiwan dan Vietnam hampir sama yaitu 8,7%. Sedangkan di Australia 13.2 % dan Hong Kong 4.2% (Wong et al, 2013).
5.2.3. Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Penyakit Atopik
Hasil penelitian mengenai waktu mulai pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik masih beragam. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik yaitu dermatitis atopik (p = 0.023) dan rinitis alergi (p = 0.006). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan pada penyakit asma (p = 0.299). Anak yang mendapatkan makanan padat pada usia < 6 bulan mempunyai risiko 3
(44)
10.424) dan 8 kali lebih besar untuk terjadinya rinitis alergi (RP=8.500 ; IK 95% 1.713 – 42.169) dibandingkan anak yang mendapatkan makanan pada usia > 6 bulan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Barlianto et al. (2009) menyatakan bahwa pemberian makanan padat usia 4 – 6 bulan meningkatkan risiko atopik dibandingkan usia lebih dari 6 bulan (p= 0.007 ; OR=2.8 ; IK 95% 1.29-6.07). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Clayton et al. (2013) dan Tarini et al. (2006) menyatakan bahwa pemberian makanan padat kurang dari 4 bulan dapat meningkatkan risiko penyakit atopik seperti ekzema. Hal ini karenakan sistem saluran cerna yang imatur. Akibatnya akan terbentuk makanan dalam bentuk besar (makromolekul). Makromolekul ini akan mudah masuk melalui saluran cerna dan dapat melewati barier mukosa sehingga dipresentasikan sel mast (Sicherer dan Sampson, 2004).
Penelitian lain yang dilakukan oleh joseph et al. (2011) dan Nwaru et al. (2013) yang menyatakan hal yang berbeda bahwa pemeberian makanan padat terlalu dini dapatkan menurunkan resiko penyakit atopik seperti ekzema, asma dan rinitis alergi pada anak dengan predisposisi genetik. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme toleransi oral.
Adanya perbedaan hasil penelitian tersebut karena dipengaruhi oleh metode yang dipakai dalam masing-masing penelitian, seperti pemilihan sampel penelitian, batas waktu yang ditetapkan untuk makanan padat, defenisi gejala atopik yang diukur dan juga lama waktu follow up pada masing-masing penelitian. Selain itu perbedaan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit atopik merupakan penyakit yang kompleks. Faktor makanan bukanlah satu – satunya faktor yang dapat menyebabkan penyakit atopik. Tetapi faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi, polusi, dan imunisasi juga dapat mempengaruhi terjadinya penyakit atopik pada anak (Barlianto et al. 2009)
(45)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Penyakit Atopik pada Anak Usia 6 – 7 Tahun di SD N 200107 Kota Padangsidimpuan, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia awal pemberian makanan padat dengan penyakit dermatitis atopik (p = 0.023) dan rinitis alergi (p = 0.006). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia awal pemberian makanan padat dengan penyakit asma (p = 0.299).
2. Jenis penyakit atopik yang paling banyak terjadi pada anak adalah dermatitis atopik 19,1%, kemudian rinitis alergi 12,4% dan asma 4,5%. 3. Biskuit merupakan jenis makanan padat yang paling banyak diberikan
pada awal pemberian makanan padat yaitu 41,6%. Kemudian nasi 28,1%, pisang 12,4%, kentang 7,9%, ikan 6,7% dan telur 3,4%.
4. Untuk alasan ibu memberikan makanan padat terlalu dini pada anaknya dari 36 orang diperoleh 15,7% karena anak selalu menangis, 14,6% supaya anak cepat besar/gemuk, 7,9% ASI kurang dan 2,2% karena anak sering sakit.
6.2. Saran
1. Bagi Orang Tua Responden Penelitian
Peneliti berharap agar orang tua dapat meningkatkan kesadaran untuk memberikan makanan padat pada anak tepat pada waktunya yaitu mulai usia 6 bulan dan mencegah terpaparnya anak dengan pencetus alergi untuk mencegah memberatnya penyakit alergi
(46)
2. Bagi Pemerintah dan Petugas kesehatan
Peneliti berharap agar pemerintah dan petugas kesehatan khususnya petugas kesehatan di pelayanan primer agar lebih giat mempromosikan tentang usia awal pemberian makanan padat yang tepat, dampak pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi dan faktor – faktor pencetus alergi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui hubungan usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik pada anak usia 6 – 7 tahun. Serta hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk mengkaji lebih dalam lagi penelitian mengenai usia awal pemberian makanan padat dengan kejadian penyakit atopik pada anak usia 6 – 7 tahun.
(47)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Atopik
2.1.1. Defenisi Penyakit Atopik
Atopi adalah kecenderungan untuk menghasilkan imunoglobulin E (IgE) sebagai respon terhadap paparan alergen atau peningkatan reaktivitas terhadap alergen pada seseorang dengan predisposisi genetic ( Greer et al., 2008). Alergen adalah antigen yang bereaksi secara spesifik dengan antibodi IgE. Alergen yang paling banyak mencetus respon IgE adalah protein dengan berat molekul 10-70 kDA (Leung, 2007).
Atopi berasal dari kata atopos yang dalam bahasa Yunani berarti tidak biasa. Istilah atopi ini pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923) yaitu istilah yang dipakai untuk menyatakan suatu keadaan hipersensitivitas yang berbeda atau tidak biasa dengan hipersensitivitas pada orang normal karena adanya predisposisi genetik (Subowo, 2010).
2.1.2. Patogenesis Penyakit Atopik
Penyakit atopik adalah penyakit yang ditandai dengan adanya atopi pada seseorang atau keluarga yaitu kecenderungan untuk mengasilkan antibodi immunoglobulin E (IgE) yang merespon terhadap alergen (Greer et al., 2008). Sehingga penyakit atopik termasuk reaksi hipersensitivitas I (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cells (APC) seperti sel dendrit, sel langerhans, monosit, dan makrofag dan akan disajikan pada sel T dengan bantuan Mayor Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Sel T terdiri atas sel CD4+, sel CD8+, sel T naif, dan sel T regulatory (Sel Treg) / Th3. Sel T naif adalah sel T yang berperan sebagai respon imun primer pada fase sensitisasi alergi. Sel T naif ini merupakan sel limfosit matang yang belum berdiferensiasi dan belum pernah terpajan dengan antigen yang akan dibawa oleh darah dari timus ke limfoid perifer. Sel naif yang terpajan dengan antigen akan berkembang
(48)
menjadi sel Tho. Sel Tho akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan sel Th2. Sel Th2 merupakan sel T yang paling berperan dalam reaksi alergi. Sel Th2 akan melepaskan sitokin seperti IL 4 dan IL 13, sehingga mengaktivasi sel B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan IgE. IgE akan berikatan dengan sel mast dan sel basofil melalui reseptor FcƩR1. Antibodi IgE ini memiliki sifat khusus yaitu kecenderungan yang kuat untuk melekat pada sel mast dan basofil. Satu sel mast/basofil dapat mengikat setengah juta molekul antibodi IgE. Sehingga pada paparan alergen kedua atau fase aktivasi, alergen yang berikatan dengan IgE pada sel mast dan basofil, menyebabkan terjadinya perubahan segera pada membran sel mast/basofil/degranulasi sel mast. Sehingga sel mast akan mengeluarkan mediator – mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien C4 (LTC4), protease, substansi kemotaktik eosinofil, substansi kemotaktik netrofil dan prostaglandin (PGD2). Mediator – mediator ini akan menyebabkan efek seperti dilatasi pembuluh darah setempat, penarikan eosinofil dan netrofil menuju tempat yang reaktif, peningkatan permeabilitas kapiler, hilangnya cairan ke dalam jaringan dan kontraksi sel otot polos. Ini merupakan fase efektor (Guyton dan Hall, 2007 ; Leung, 2007 ; Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Selain itu, sel Treg / sel Th3 juga berperan dalam penyakit atopik karena sel Treg / sel Th3 dapat menghambat pembentukan sel Th1 dan sel Th2 yang berperan dalam terjadinya inflamasi melalui pembentukan cluster of differentiation 4 (CD4+), cluster of differentiation 25 (CD25+), sitokin yang bersifat imunosuppresor seperti IL-10 dan transforming growth factor (TGF-β1). Sel CD4+ dan sel CD25+ akan melepaskan gen FOXP3. Sehingga jika ada mutasi pada gen FOXP3 ini akan membuat sistem imun menjadi tidak teratur, level serum IgE akan meningkat, dan terjadi alergi makanan (Leung, 2007).
2.1.3. Prevalensi Penyakit Atopik
Menurut WHO (2003) hampir 20% penduduk dunia menderita penyakit atopik seperti asma, rinitis alergi, dan dermatitis atopik. Penyakit asma diperkirakan terjadi pada 150 juta orang di dunia dan 80% diantaranya terjadi pada anak – anak. Sedangkan prevalensi penyakit atopik di Asia sangat bervariasi
(49)
yaitu asma 29,1% dan rinitis alergi 45%. Penyakit atopik ini paling banyak terjadi di negara yang berpenghasilan rendah dan sedang (Pawankar et al., 2012). Di Indonesia penyandang asma merupakan penyebab kesakitan terbanyak setelah infeksi (Zulfikar, 2011). Prevalensi asma di Indonesia sebesar 4,5%, khususnya di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 2,4%. (RISKESDAS, 2013).
Penelitian prevalensi penyakit atopik (asma, rinitis alergi, dan dermatitis atopik) pada umumnya menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) yang telah diuji coba di 156 pusat di 56 negara di dunia yang dibagi dalam 2 kelompok usia yaitu kelompok usia 6/7 tahun dan 13/14 tahun. Di Indonesia prevalensi asma dengan gejala mengi (wheezing) dalam 12 bulan terakhir pada kelompok usia 6/7 tahun adalah 4,1 – 32,1% sedangkan pada kelompok 13/14 tahun adalah 2,1 – 4,4%. Prevalensi rinitis dengan gejala mata berair dan gatal adalah 0,8 – 14,9% pada kelompok usia 6/7 tahun sedangkan pada kelompok usia 13/14 tahun adalah 1,4 – 39,7%. Prevalensi dermatitis atopik pada kelompok usia 6/7 tahun yaitu 2 – 16% dan 1 – 17% pada kelompok usia 13/14 tahun (ISAAC, 2000).
2.1.4. Jenis Penyakit Atopik 2.1.4.1. Dermatitis Atopik A. Defenisi
Dermatitis atopik yang sering disebut dengan ekzema merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronik yang ditandai dengan adanya pruritus yang hebat, eritema, papula, vesikel, krusta, dan skuama yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak,. Dermatitis atopik didasari adanya faktor herediter dan lingkungan (IDAI, 2010). Pada anak yang mengalami dermatitis atopik terdapat peningkatan kadar IgE di dalam serum dan adanya riwayat rinitis alergi atau asma pada keluarga dan penderita (Kariosentono, 2007). Anak – anak yang menderita dermatitis atopik akan menderita asma, rinitis atau keduanya dikemudian hari yang dikenal dengan istilah allergic march (IDAI, 2010). Menurut Berke et al. kira-kira 30% anak dengan dermatitis atopik mengalami
(50)
asma di kemudian hari. Dan berdasarkan survey di Amerika pada tahun 2007, kira – kira 17,8 juta orang mengalami dermatitis atopik.
B. Patogenesis
Pada dermatitis atopik akut IL-4, IL-5, dan IL-13 tinggi, sedangkan pada dermatitis atopik kronis IL-4 dan IL-13 rendah tetapi, IL-5, IL-12, INFϒ, dan GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-stimulating factor) lebih tinggi dibandingkan pada dermatitis atopik akut (IDAI, 2010).
Pada kulit penderita dermatitis atopik mengandung sel langerhans (LC) yang memiliki afinitas tinggi untuk mengikat antigen asing dan IgE melalui reseptor FcƩRI pada permukaan membrannya dan juga melepaskan berbagai sitokin. Apabila ada alergen masuk maka akan disajikan ke limfosit Th2 sehingga Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6,dan IL-10. IL-5 secara fungsional bekerja mirip dengan ECF-A (eosinophil chemotactic factor) sehingga menarik eosinofil ke daerah peradangan dan akan mengeluarkan granul protein yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Karena melibatkan sel limfosit T dan diperantarai oleh IgE, maka lesi dermatitis atopik ini disebut sebagai IgE- mediated delayed type hypersensitivity (Kariosentono, 2007 ; IDAI, 2010).
Faktor non imunologis pada dermatitis atopik adalah faktor genetik seperti kerusakan pada barier kulit (epidermal) juga dapat menyebabkan dermatitis atopik. Akibat kerusakan barier kulit ini, alergen, mikroorganisme, zat iritan dapat mudah masuk ke kulit. Sehingga merangsang respon inflamasi seperti pelepasan sitokin, sel limfosit T, dan sel yang lain. Adanya reaksi inflamasi ini menimbulkan rasa gatal, sehingga apabila digaruk akan membuat barier kulit semakin rusak. Penyebab kerusakan epidermal kulit ini yaitu menurunnya jumlah lipid seramid (ceramide lipid), tidak seimbanganya enzim protease, dan mutasi pada gen filagrin (FLG). Gen filagrin berfungsi untuk mengumpulkan filament keratin dan menutupi bagian terluar sel kulit (Tom, 2012).
(51)
C. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala klinis dermatitis atopik muncul sebelum usia 6 bulan dan jarang terjadi sebelum usia 8 minggu. Gejala dermatitis atopik dapat sembuh tetapi dapat juga menetap atau memberat hingga usia dewasa (IDAI, 2010).
Akibat adanya rasa gatal yang hebat, maka anak akan menggaruk siang dan malam sehingga timbul bekas garukan (scratch mark) dan juga timbul kelainan sekunder. Kelainan sekunder pada fase akut seperti vesikel, lesi yang basah (weeping), dan erupsi krusta. Pada fase subakut, kulit menjadi kering, bersisik, papul eritem, dan adanya plak. Sedangkan pada fase kronik, akibat garukan yang berulang-ulang akan menyebabkan adanya likenifikasi (Kariosentono, 2007).
Awitan gejala dermatitis atopik timbul berdasarkan usia yaitu pada usia bayi (bentuk infantil), anak, dan dewasa.
- Bentuk infantil
Bentuk infantil berlangsung sampai usia 2 tahun. Lesinya ditandai dengan adanya vesikel, papula, krusta akibat digaruk, dan terkadang ada infeksi sekunder seperti jamur dan bakteri. Bayi akan merasa gelisah dan rewel pada waktu tidur akibat adanya rasa gatal. Pada bayi yang lebih muda daerah predileksinya terutama di muka, sedangkan pada bayi yang sudah bisa merangkak kelainannya pada ekstensor.
- Bentuk anak
Bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil. Ditandai dengan lesi yang bersifat kronik seperti kulit menjadi kering (xerosis). Daerah predileksinya terutama di lipat siku, lipat paha, tangan, kaki, dan periorbita. - Bentuk dewasa
Bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun dan lesinya sudah bersifat kronik seperti likenifikasi dan skuamasi. Predileksinya terutama di daerah lipatan – lipatan, muka, leher, badan bagian atas, dan ekstremitas.
(52)
D. Diagnosis
Ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik seperti kriteria Hanifin dan Rajka, kriteria Williams, kriteria UK Working Party, SCORAD (the scoring of atopic dermatitis) dan EASI (the eczema area and severity index). Tetapi, kriteria yang paling sering digunakan adalah kriteria Hanifin dan Rajka karena relatif praktis (Ardhie, 2004). Pada kriteria ini, diagnosis dermatitis atopik ditegakkan jika dijumpai setidaknya 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor, sebagai berikut :
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi lesi yang khas
3. Dermatitis kronik dan kambuhan
4. Riwayat atopik di keluarga atau pada diri sendiri
1. Xerosis
2. Ikhtiosis / keratosis pilaris 3. Hiperlinearitas palmaris 4. Reaktivasi uji kulit tipe 1 5. Peningkatan serum IgE
6. Kecenderungan mendapat infeksi kulit (S.aureus dan H.simplex)
7. Dermatitis tangan dan kaki 8. Eksim aerola mammae 9. Konjungtivitas
10.Dennie Morgan fold
11.Keratokonus anterior / katarak suprakapsular
12.Orbital darkening 13.Facial pallor/erythema 14.Ptiriasis alba
15.Lipatan leher depan 16.Gatal bila berkeringat
17.Intoleransi terhadap wool dan pelarut lemak
(53)
18.Aksentuasi perifolikularis 19.Intoleransi makanan
20.Dipengaruhi faktor lingkungan dan emosional
21.White dermographism Sumber : Ardhie (2004)
Tabel 2.1. Kriteria Hanifin dan Rajka
Berdasarkan penelitian sistematik review tahun 2008, U.K working Party’s Diagnostic Criteria merupakan kriteria dermatitis atopik yang paling valid. Kriteria sederhana ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas 95% - 97%. Kriterianya adalah adanya rasa gatal dan diikuti setidaknya 3 kejadian seperti adanya riwayat asma atau rinitis alergi, adanya lesi pada lipatan, kulit kering, dan onset lesinya terjadi sebelum usia 2 tahun (Berke et al., 2012).
2.1.4.2. Rinitis Alergi A. Defenisi
Rinitis alergi merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung yang ditandai dengan bersin, iritasi konjungtiva, hidung tersumbat, berair, dan gatal. . Rinitis alergi yang paling banyak adalah yang bersifat kronik, mempengaruhi 10 – 20% anak – anak di dunia, dan prevalensinya terus meningkat dalam dua dekade terakhir ini. Pada penderita rinitis alergi, reaksi inflamasi tidak hanya pada mukosa hidung (lokal) saja, tetapi pada saluran nafas bawah juga terlibat. Itulah sebabnya rinitis alergi dan asma dapat terjadi bersama (Small dan Kim, 2011 ; Leung dan Milgrom, 2007 ; Moed et al., 2013).
B. Patogenesis
Ada banyak faktor yang dapat mencetus terjadinya rintis alergi seperti pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, dan bubuk deterjen. Selain itu makanan alergen ingestan merupakan alergen penyebab tersering pada anak. Ketika mukosa hidung terpapar dengan alergen ada banyak sel inflamasi yang
(54)
inflamasi pada hidung lebih sering terjadi karena hidung berfungsi sebagai penyaring partikel dan alergen hirup yang pertama dan melindungi saluran pernafasan bagian bawah. Infiltrasi sel T ke mukosa hidung, kemudian berdiferensiasi menjadi sel Th2. Sel Th2 akan melepaskan sitokin – sitokin yaitu IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13 yang akan merangsang sel plasma melepaskan IgE. IgE akan merangsang pelepasan mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrin. Mediator inflamasi ini akan menyebabkan dilatasi arteriol, meningkatnya permeabilitas vaskular, gatal, rinore (hidung berair), dan kontraksi otot polos. Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Mediator dan sitokin yang dilepaskan pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat juga akan merangsang sel imunitas seluler yaitu 4 – 8 jam kemudian, ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang akan membuat hidung tersumbat (IDAI, 2010 ; Small dan Kim, 2011).
C. Manifestasi Klinis
Onset rinitis alergi pada anak yaitu diatas usia 4-5 tahun dan biasanya meningkat pada usia dewasa 10 – 15%. Berdasarkan IDAI 2010, Gejala klinis rinitis alergi sesuai dengan patogenesisnya seperti :
- Rasa gatal pada hidung dan mata.
- Bersin dan hidung tersumbat dapat secara bilateral, unilateral, atau bergantian sehingga penciuman dapat terganggu dan suara menjadi sengau.
- Sekret hidung dapat keluar dari hidung atau tertelan (post nasal drip).
- Bernafas dari mulut terutama pada malam hari sehingga tenggorokan menjadi kering, mengorok, tidur terganggu sehingga pada siang hari menjadi lelah. - Pada keadaan kronik, bentuk wajah anak menjadi kronis yaitu dibawah mata
ada warna gelap (dark circle / shiners) dan bengkak. Terdapat adenoid face dikarenakan hidung tersumbat yang berat sehingga mulut selalu terbuka. Kemudian terdapat allergic solute karena sering menggosok hidung yang terasa gatal.
(55)
Berdasarkan waktu, gejala rinitis alergi dibagi menjadi seasonal (musiman) dan perenial. Rinitis alergi musiman menunjukkan gejala rinitis yang dipicu oleh alergen serbuk sari, spora lumut, selama musim semi, musim panas, dan musim gugur. Sedangkan rinitis alergi perenial menunjukkan gejala hayfever sepanjang tahun yang dipicu oleh alergen rumah seperti debu rumah tangga, kecoa, bulu binatang, dan spora lumut (Harsono et al., 2007). Tetapi tidak semua orang bisa dimasukkan dalam klasifikasi ini. Sehingga rinitis alergi sekarang diklasifikasikan berdasarkan lamanya gejala (intermiten / persisten) dan keparahan gejala (ringan, sedang, berat) (Small dan Kim, 2011).
Gejala rinitis alergi berdasarakan lamanya gejala dibagi menjadi intermiten dan persisten. Rinitis alergi intermiten yaitu terjadi hilang timbul dan berlangsung < 4 hari dalam seminggu atau < 4 minggu. Sedangkan rintis alergi persisten terjadi selama > 4 hari dalam seminggu atau > 4 minggu atau berlanjut sampai bertahun – tahun (IDAI, 2010 ; Small dan Kim, 2011).
Gejala rintis alergi berdasarkan keparahannya dibagi ringan, sedang, dan berat. Pada gejala yang ringan penderita dapat tidur dengan normal dan aktivitas seperti sekolah dan kerja baik. Biasanya gejala ringan adalah gejala yang intermitten. Pada gejala yang sedang atau berat sudah mengganggu tidur dan aktivitas sehari – hari (Small dan Kim, 2011).
D. Diagnosa
Diagnosa rinitis alergi berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesa didapatkan adanya riwayat atopik seperti rinitis alergi, dermatitis atopik, dan asma dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergi yang terpenting pada anak. Selain itu adanya gejala rinitis yang berulang, seperti bersin, hidung berair, rasa gatal pada hidung, dan hidung tersumbat. Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda pada muka seperti allergic shiner, allergic face, adanya edema, gatal pada konjungtiva. Pemeriksaan laboratorium dapat mendukung diagnosis yaitu peningkatan IgE, antibody spesifik IgE, dan tes kulit positif. Selain itu pada pemeriksaan sekret hidung didapatkan
(56)
peningkatan eosinofil >3% kecuali pada saat infeksi sekunder karena sel neutrofil sekunder yang akan meningkat ( Leung dan Milgrom, 2007 ; IDAI, 2010).
2.1.4.3. Asma A. Defenisi
Asma merupakan suatu gangguan inflamasi pada saluran pernafasan yang bersifat kronis dan banyak melibatkan sel – sel inflamasi seperti sel mast, eosinofil, limfosit T, sel dendrit, makrofag, dan netrofil. Reaksi inflamasi kronis ini berhubungan dengan hiperaktivitas jalan nafas sehingga menyebabkan episode mengi (wheezing) yang berulang, sesak, rasa dada tertekan, dan batuk terutama pada waktu malam atau dini hari (GINA, 2012).
Berdasarkan ISAAC prevalensi mengi pada usia 13/14 tahun di Indonesia adalah 2,1 – 4,4%. Sedangkan pada kelompok usia 6/7 tahun adalah 4,1 – 32,1%. B. Patogenesis
Asma merupakan gangguan inflamasi pada saluran nafas yang banyak melibatkan sel – sel inflamasi dan mediator inflamasi. Hiperaktivitas bronkus merupakan dasar terjadinya asma. Hiperaktivitas bronkus yaitu peningkatan respon bronkus terhadap berbagai rangsangan seperti alergen, udara dingin, latihan fisik, zat-zat kimia sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas (IDAI, 2010). Mekanisme terjadinya hiperresponsif pada saluran nafas adalah karena meningkatnya kontraksi pada otot polos saluran nafas, penebalan dinding saluran nafas, dan tersensitisasi saraf sensorik sehingga bronkokonstriksi (GINA, 2012).
Proses inflamasi pada sluran nafas dapat terjadi secara imunologik maupun secara non imunologik. Secara imunologis yaitu, akibat pajanan alergen akan menyebabkan terjadinya respon inflamasi seperti respon inflamasi cepat dan respon inflamasi lambat.
- Respon inflamasi cepat
Terjadi < 10 – 20 menit setelah pajanan alergen dan berlangsung 1 – 2 jam. Akibat alergen yang terikat dengan IgE pada sel mast, maka akan terjadi
(57)
degranulasi sel mast yang akan melepaskan mediator seperti histamine, ECF, NCF, dll sehingga akibatnya adalah terjadi spasme otot polos bronkus, inflamasi, edema, hipersekresi, dan jumlah eosinofil dan netrofil akan meningkat akibat pelepasan ECF dan NCF.
- Respon inflamasi lambat
Terjadi kurang lebih 4 – 8 jam setelah pajanan alergen, berlangsung selama 12 – 48 jam. Respon ini terjadi karena aktivasi eosinofil, leukotrien, prostaglandin, bradikinin, dan serotonin.
Sedangkan jalur non imunologisnya adalah akibat pajanan asap rokok sehingga epitel saluran nafas rusak. Epitel saluran nafas yang rusak akan melepaskan sitokin, kemokin, mediator lipid (IDAI, 2010).
C. Manifestasi Klinis dan Faktor Pencetus
Kebanyakan gejala asma adalah mengi. Gejala lain adalah nafas pendek, dada terasa tertekan atau nyeri, batuk kronik, ada gangguan tidur karena batuk dan mengi. Berdasarkan GINA 2012, Gejala asma dapat dicetuskan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan obesitas dan sex.
1. Faktor genetik
Pada patogensesis asma banyak gen yang terlibat. Dimana gen ini akan fokus pada 4 area utama seperti untuk produksi antibodi IgE, membuat saluran nafas menjadi hiperresponsif, melepaskan mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, growth factor, dan sel Th2. Adanya peningkatan level total serum IgE sehingga membuat hiperresponsif pada saluran nafas yaitu pada kromosom 5q.
2. Faktor lingkungan
Terdiri dari faktor alergen, infeksi, asap rokok, dan polusi udara. Ada 2 faktor alergen yang dapat menyebabkan asma seperti (IDAI,2010) :
- Alergen makanan yaitu sering ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda yaitu < 3 tahun. Biasanya alergi pada susu sapi, telur, dan kedelai. Sedangkan pada anak yang lebih besar makanan penyebab alergi seperti ikan, kerang dan kacang tanah.
(58)
- Alergen hirup yaitu tungau debu rumah, bulu binatang peliharaan seperti bulu kucing dan bulu anjing, dan serbuk sari yang biasanya di negara 4 musim.
3. Sex
Prevalensi asma pada usia yang lebih muda, laki-laki lebih banyak dibandingkan pada perempuan. Sedangkan pada usia dewasa lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki. Dikarenakan ukuran paru pada anak laki-laki lebih kecil daripada anak perempuan pada waktu lahir, tapi setelah dewasa kebalikannya.
D. Diagnosa
Berdasarkan anamnesis, didapatkan adanya gejala asma seperti, episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, batuk yang kronik. Gejala akan memburuk pada malam hari. Selain itu, adanya riwayat keluarga atau orang tua yang memiliki penyakit atopik seperti rinitis alergi, dermatitis atopik, dan alergi makanan dapat mendukung diagnosis asma. Pada pemeriksaan fisik dada biasanya normal tetapi pada pemeriksaan auskultasi di dengar adanya wheezing. Selain itu, pada pemeriksaan auskultasi akan terdengar penurunan suara nafas pada lapangan paru terutama pada lobus posterior kanan bawah akibat obstruksi saluran nafas dan terdengar adanya ronki dan crackle dikarenakan produksi mukus yang berlebihan dan eksudat inflamasi pada saluran pernafasan. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan spirometri yang digunakan untuk mengukur aliran udara (airflow) dan volume paru dapat mendukung diagnosa asma dan menentukan tingkat keparahannya (Leung,2007 ; IDAI,2010 ; GINA,2012).
2.2. Makanan Padat
Makanan padat dapat diartikan dengan makanan yang tidak dapat diminum atau makanan yang dikonsumsi sehari-hari seperti nasi, sayuran, buah-buahan, daging, keju, telur, ikan, kacang, coklat (Sariachvili et al., 2010 ; Inoue dan Binns, 2014).
(59)
2.2.1. Waktu Pemberian Makanan Padat
Kebutuhan zat gizi anak bertambah seiring dengan meningkatnya usia bayi. Sedangkan sejak usia 6 bulan Air Susu Ibu (ASI) tidak mampu memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi pada bayi sehingga bayi memerlukan makanan tambahan (Maryunani, 2010).
WHO dan UNICEF merekomendasikan pemberian makanan tambahan atau makanan padat dimulai pada usia 6 bulan. Sedangkan berdasarkan American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2008, pemberian makanan padat harus dimulai pada usia 4 – 6 bulan. Pemberian makanan padat terlalu dini adalah jika sebelum usia 12 minggu dan pemberian makanan padat terlalu lama adalah jika lebih dari 26 minggu bisa menyebabkan masalah kesehatan (Przyrembel, 2012). Namun sekitar 40% semua bayi telah mendapatkan makanan tambahan atau makanan padat sebelum usia 4 bulan (Clayton et al., 2013).
2.2.2. Jenis Makanan Padat
Makanan pertama yang diberikan pada usia bayi 6 bulan adalah makanan lumat yaitu makanan yang dimasak atau yang disajikan secara lumat dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan padat. Contoh makanan lumat adalah bubur tepung, bubur beras (encer), nasi atau pisang yang dilumatkan, sayuran yang dilumatkan dan lauk-pauk yang dilumatkan. Diberikan 2 kali sehari namun seiring pertambahan umur diberikan 4-5 kali dalam 1 piring kecil sehari. Kemudian makanan lembek diberikan sebagai peralihan dari makanan lumat ke makanan keluarga. Diberikan pada bayi berusia 7-12 bulan sebanyak 1 kali hingga 4-5 kali 1 piring sedang. Contoh makanan lembek adalah bubur beras (padat), nasi lembek, tempe, tahu dan sayuran. Setelah itu makanan keluarga dapat diberikan. Makanan keluarga adalah makanan yang dikonsumsi keluarga seperti makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah (Maryunani, 2010).
2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makanan Padat Terlalu Dini Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Clayton et al. (2013), 40,4% ibu memberikan makanan padat pada bayinya sebelum berusia 4 bulan.
(1)
7. Rekan-rekan seperjuangan dan sahabat di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang setia menolong dan senantiasa bertukar pendapat.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian.
Penulis menyadari bahwa kaya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua, memberi informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.
Medan, Desember 2014 Penulis
(2)
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Penyakit Atopik ... 4
2.1.1.Defenisi Penyakit Atopik ... ... 4
2.1.2.Patogenesis Penyakit Atopik ... 4
2.1.3.Prevalensi Penyakit Atopik ... 5
2.1.4.Jenis Penyakit Atopik. ... 6
2.1.4.1.Dermatitis Atopik ... 6
2.1.4.2.Rinitis Alergi ... 10
2.1.4.3.Asma ... 13
2.2. Makanan Padat ... 16
2.2.1. Waktu Pemberian Makanan Padat ... 16
2.2.2. Jenis Makanan Padat ... 16 2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Padat Terlalu dini.16
(3)
2.3. Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Penyakit
Atopik ... 17
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 19
3.1. Kerangka Konsep ... 19
3.2. Identifikasi Variabel ... 19
3.3. Defenisi Operasional ... 19
3.4. Hipotesa ... 20
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21
4.1. Jenis Penelitian ... 21
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 22
4.5. Pengolahan Data... 23
4.6. Analisa Data ... 23
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24
5.1. Hasil Penelitian ... 24
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 24
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 24
5.1.3. Usia Awal Pemberian Makanan Padat ... 25
5.1.4. Penyakit Atopik ... 27
5.1.5. Hasil Analisa Data... 29
5.2. Pembahasan ... 32
5.2.1. Usia Awal Pemberian Makanan Padat ... 32
5.2.2. Penyakit Atopik ... 33
5.2.3. Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan Kejadian Penyakit Atopik ... 34
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
6.1. Kesimpulan ... 36
6.2. Saran ... 36
DAFTAKA PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN
(4)
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Kriteria Hanifin dan Rajka 10
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Usia Awal Pemberian Makanan Padat 22
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristk Responden 25
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Usia Awal
Pemberian Makanan Padat 25
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Alasan
Pemberian Makanan Padat Terlalu Dini 26
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Makanan Padat 27
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Penyakit Atopik 28
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasakan Riwayat
Atopik Pada Keluarga 29
Tabel 5.7. Hasil Uji Chi Square Mengenai Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan
Kejadian Dermatitis Atopik 30
Tabel 5.8. Hasil Uji Chi Square Mengenai Hubungan Usia Awal Pemberian Makanan Padat dengan
Kejadian Rinitis Alergi 30
Tabel 5.9. Hasil Uji Chi Square Mengenai Hubungan Usia
(5)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
(6)
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 Informed Concent
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Data Induk Responden Penelitian